Oleh
FAKULTAS EKONOMI
BLITAR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“SUMBER HUKUM ISLAM: AL-QUR’AN” dengan tepat waktu. Tak lupa saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Farhan Efendi, Mdpl. yang telah
membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Harapan saya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta
menjadi tambahan informasi mengenai “HUKUM ISLAM: AL-QUR’AN” bagi
para pembaca. Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini ada banyak
kekurangan. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Demikian makalah ini saya susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan
dan banyak terdapat kekurangan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Semoga bermanfaat. Terimakasih.
12 April 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber adalah rujukan dasar atau asal mula. Sumber yang baik adalah
sumber yang memiliki sifat dinamis dan tidak pernah mengalami kemandegan.
Sumber yang benar juga bersifat mutlak, artinya terhindar dari nilai kefanaan.
Yang menjadi pangkal, tempat kembalinya sesuatu. Yang menjadi pusat, tempat
mengalirnya sesuatu. Yang menjadi sentral dari tempat bergulirnya suatu
percikan. Ia juga menjadi pokok dari pecahnya partikel-partikel yang berserakan.
Sumber hukum islam merupakan suatu rujukan atau dasar yang utama
dalam pengambilan hukum islam. Sumber hukum islam, artinya sesuatu yang
menjadi pokok dari ajaran islam. Sumber hukum islam bersifat dinamis, benar,
dan mutlak, serta tidak pernah mengalami kemandegan, kefanaan, atau
kehancuran. Adapun yang menjadi hukum islam, yaitu Al-qur’an, hadist, dan
ijtihad. 1
ُ ۚ اك هَّللا
َ اس بِ َما أَ َر ِّ اب بِ ْال َح
ِ َّق لِتَحْ ُك َم بَي َْن الن َ َْك ْال ِكت
َ إِنَّا أَ ْن َز ْلنَا إِلَي
1
Muhammad Husain Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, terjemah A, Malik Madany
dan Hamim Ilyas (Bandung: Mizan, 1994), 127-128.
2
Muhammad Husain al-Utsaimin, Dasar-dasar Penafsiran Al-Qur’an, 20.
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu”.
Setelah Abu Bakar wafat, shuhuf itu dipegang oleh Umar. Menurut suatu
riwayat, Umar disuruh menyalin Al-Qur’an dari shuhuf itu pada satu shahifah
(lembaran). Sesudah Umar wafat shuhuflshahifah tersebut disimpan anak beliau,
Hafshah. Khalifah ketiga, Usman bin Affan, mengetahui bahwa Al-Qur’an
terancam perubahan akibat sikap mempermudah dalam menyalinnya. Beliau pun
memerintahkan mangambil mushaf dalam bentuk shahifah yang disimpan Hafsah
dan memerintahkan lima orang sahabat menyalin huruf mushaf tersebut. Beliau
mengarahkan agar semua naskah yang terdapat di negara-negara islam
dikumpulkan dan dikirim ke Madinah dan empat lainnya dibagi-bagi ke Mekkah,
Suriah, Kufah, dan Basrah. Naskah inilah yang dikenal dengan sebutan mushaf
imam, dan semua naskah Al-Qur’an setelahnya ditulis menurut salah satu dari
kelima naskah ini. Menurut Muhammad Husin Thabathaba’i hakikatnya Al-
Qur’an tidak membutuhkan penelitian sejarah untuk membuktikan
keautitentiknya. Karena sejarah Al-Qur’an sedemikian jelas dan terbuka.3
3
Subhi Ash-Salih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, 78-85.
2.4 METODE TURUNNYA AL’QUR’AN
Dari pengertian diatas dapat ditarik dua kategori sebab turunnya suatu
ayat. Pertama, suatu ayat turun ketika terjadi suatu peristiwa, sebagaimana
diungkapkan Ibnu Abbas tentang perintah Allah kepada Nabi Saw untuk
memperingatkan kerabat dekatnya. Kedua, suatu ayat turun manakala Rasulullah
saw. ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Al-Qur’an yang
menerangkan hukumnya. Seperti pengaduan Khaulah binti Sa’labah kepada Nabi
Saw berkenaan dengan zihar yang dijatuhkan suaminya, Aus bin Samir, padahal
Khaulah telah menghabiskan masa mudanya dan sering melahirkan karenanya.
Namun ia dikenal zihar oleh suaminya ketika sudah tua dan tidak
melahirkan lagi. Turunlah ayat, “sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan
perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya”. Asbabun nuzul
menggambarkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki hubungan dialektis dengan
fenomena sosial-kultural masyarakat. Namun, asbabun nuzul tidak berhubungan
secara kausal dengan materi yang bersangkutan. Artinya, tidak bisa diterima
pernyataan bahwa jika suatu sebab tidak ada, maka ayat ini tidak akan turun.
Komarudin Hidayat memposisikan persoalan ini dengan menyatakan
bahwa kitab suci Al-Qur’an, sebagaimana kitab suci yang lain dari agama samawi,
memang diyakini memiliki dua dimensi: historis dan transhistoris. Kitab suci
menjembatani jarak antara Tuhan dan manusia. Tuhan hadir menyapa manusia di
balik hijab kalam-Nya yang kemudian menyejarah.
Hal ini terbukti dari keindahan dari segala sisinya, lafadz-lafadznya tersusun
dengan bagus dan isi kandungannya mampu menyentuh hati para
pendengarnya.keindahan dan keagungan al-qur’an dapat di buktikan melalui
bahasa (balaghatul qur’an), dan kandungannya mampu di buktikan oleh ilmu
pengetahuan modern.tidak sedikit ulama-ulama kita yang paham ilmu kedokteran,
fisika, matematika dan teknologi karena pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an.
Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pertama berarti bila seseorang ingin
menemukan hukum suatu kejadian maka tindakan pertama ia harus mencari jawab
penyelesaiannya dari Al-Qur’an dan selama hukumnya dapat di selesaikan dengan
Al-Qur’an, maka ia tidak boleh mencari jawaban lain di luar Al-Qur’an
kedudukan sebagai sumber utama atau pokok berarti bahwa ia menjadi sumber
dari segala sumber hukum hal ini berarti bahwa penggunaan sumber lain harus
sesuai petunjuk Al-Qur’an dan tidak berbuat hal-hal lain yang bertentangan
dengan Al-Qur’an dengan arti sumber-sumber lain tidak boleh menyalahi apa-apa
yang ditetapkan oleh Allah. Kedudukan sebagai sumber utama atau pokok berarti
bahwa ia menjadi sumber dari segala sumber hukum. Hal ini berarti bahwa
penggunaan sumber lain harus sesuai petunjuk Al-Qur’an dan tidak berbuat hal-
hal lain yang bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan arti sumber-sumber lain
tidak boeh menyalaji apa-apa yang di tetapkan oleh Al-Qur’an.4
5
Subhsi Ash-Shalih, Memebahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Sumber hukum islam merupakan suatu rujukan atau dasar yang
utama dalam pengambilan hukum islam. Sumber hukum islam, artinya
sesuatu yang menjadi pokok dari ajaran islam.
2. Al-qur’an merupakan wahyu Allah Swt. Yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad Saw, sebagai pedoman hidup umat manusia.
Secara bahasa, Al-Qur’an artinya bacaan, yaitu bacaan bagi orang-orang
yang beriman. Bagi umat islam, membaca Al-Qur’an merupakan ibadah.
4. Sebab turunnya suatu ayat. Pertama, suatu ayat turun ketika terjadi suatu
peristiwa. Kedua, suatu ayat turun manakala Rasulullah saw. ditanya
tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Al-Qur’an yang menerangkan
hukumnya.
3.2 PENUTUP