Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“SUMBER HUKUM ISLAM : AL-QUR’AN “

Dosen Pengampu : Farhan Efendi, Mpdl

Oleh

Novia Mardaleni 17106620058

Muhammad Reza Nurdiansyah 17106620054

Frantita Devi Sandra 17106620068

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM BALITAR

BLITAR

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“SUMBER HUKUM ISLAM: AL-QUR’AN” dengan tepat waktu. Tak lupa saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Farhan Efendi, Mdpl. yang telah
membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini.

Harapan saya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta
menjadi tambahan informasi mengenai “HUKUM ISLAM: AL-QUR’AN” bagi
para pembaca. Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini ada banyak
kekurangan. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Demikian makalah ini saya susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan
dan banyak terdapat kekurangan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Semoga bermanfaat. Terimakasih.

12 April 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Allah telah menetapkan sumber hukum islam yang wajib diikuti setiap
muslim. Kehendak Allah tersebut, terekam dalam Al-Qur’an yang menjadi
sumber hukum pertama dalam agama islam. Aturan Allah yang terdapat dalam
Al-Qur’an memiliki tiga fungsi utama sebagai huda (petunjuk), bayyinat
(penjelasan), dan furqon (pembeda). Sebagai huda, artinya Al-Qur’an
merupakan aturan yang harus diikuti tanpa tawar menawar sebagaimana papan
petunjuk arah jalan yang dipasang di jalan-jalan. Kalau seseorang tidak
mengetahui arah jalan tetapi sikapnya justru mengabaikan petunjuk yang ada
pada papan itu, maka sudah pasti ia akan tersesat. Pengibaratan tadi
menunjukkan bahwa apabila Al-Qur’an ditinggalkan atau diabaikan, sudah
pasti akan tersesat.
Petunjuk yang ada pada Al-Qur’an benar-benar sebagai ciptaan Allah,
bukan cerita yang dibuat-buat. Semua ayatnya harus menjadi rujukan
termasuk dalam mengelola bumi. Melihat pentingnya pembelajaran tersebut,
maka menarik untuk dikaji khususnya isi dari Al-Qur’an sebagai sumber
hukum.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-Qur’an?
2. Apa kodifikasi Al-Qur’an?
3. Bagaimanan metode turunnya Al-Qur’an?
4. Bagaimana kehujaan Al-Qur’an sebagai hukum islam?
5. Apa saja kandungan isi Al-Qur’an?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian Al-Qur’an
2. Mengetahui arti dan bagaimana kodifikasi Al-Qur’an
3. Mengetahui bagaimana metode turunnya Al-Qur’an
4. Mengetahui kehujaan Al-Qur’an sebagai hukum islam
5. Mengetahui kandungan isi Al-Qur’an
BAB II

2.1 Sumber Hukum Islam

Sumber adalah rujukan dasar atau asal mula. Sumber yang baik adalah
sumber yang memiliki sifat dinamis dan tidak pernah mengalami kemandegan.
Sumber yang benar juga bersifat mutlak, artinya terhindar dari nilai kefanaan.
Yang menjadi pangkal, tempat kembalinya sesuatu. Yang menjadi pusat, tempat
mengalirnya sesuatu. Yang menjadi sentral dari tempat bergulirnya suatu
percikan. Ia juga menjadi pokok dari pecahnya partikel-partikel yang berserakan.

Sumber hukum islam merupakan suatu rujukan atau dasar yang utama
dalam pengambilan hukum islam. Sumber hukum islam, artinya sesuatu yang
menjadi pokok dari ajaran islam. Sumber hukum islam bersifat dinamis, benar,
dan mutlak, serta tidak pernah mengalami kemandegan, kefanaan, atau
kehancuran. Adapun yang menjadi hukum islam, yaitu Al-qur’an, hadist, dan
ijtihad. 1

2.2 PENGERETIAN AL-QUR’AN

Al-qur’an merupakan wahyu Allah Swt. Yang disampaikan kepada Nabi


Muhammad Saw, sebagai pedoman hidup umat manusia. Secara bahasa, Al-
Qur’an artinya bacaan, yaitu bacaan bagi orang-orang yang beriman. Bagi umat
islam, membaca Al-Qur’an merupakan ibadah.2

Dalam hukum islam, Al-Qur’an merupakan sumber hukum yang pertama


dan utama, tidak boleh ada satu aturan pun yang bertentangan dengan Al-Qur’an,
sebagaimana firman Allah dalam surah an-Nisa [4] ayat 105 berikut:

ُ ۚ ‫اك هَّللا‬
َ ‫اس بِ َما أَ َر‬ ِّ ‫اب بِ ْال َح‬
ِ َّ‫ق لِتَحْ ُك َم بَي َْن الن‬ َ َ‫ْك ْال ِكت‬
َ ‫إِنَّا أَ ْن َز ْلنَا إِلَي‬

1
Muhammad Husain Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, terjemah A, Malik Madany
dan Hamim Ilyas (Bandung: Mizan, 1994), 127-128.
2
Muhammad Husain al-Utsaimin, Dasar-dasar Penafsiran Al-Qur’an, 20.
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu”.

2.3 KODIFIKASI Al-Qur’an

Pemeliharaan Al-Qur’an bertumpu pada kodifikasi Al-Qur’an yang


dilakukan dalam dua tahap: Tahap pertama, Al-Qur’an pada masa hidup
Rasulullah saw. Al-Qur’an diturunkan ayat demi ayat dan surah demi surah.
Karena kefasihan dan keindahan bahasanya yang luar biasa. Al-Qur’an tersebar
dengan cepat dan menakjubkan. Orang-orang Arab yang sangat menggandrungi
kefasihan dan keindahan bahasanya datang dari tempat yang jauh untuk
mendengarkan beberapa ayat dari bibir Muhammad saw. Kaum Muslimin juga
sungguh-sungguh menghafal dan mempelajari Al-Qur’an, karena Nabi saw,
diperintahkan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka. Mereka yakin Al-
Qur’an adalah firman Allah swt. Dan sandaran utama bagi keimanan keagamaan.
Setelah Nabi hijrah ke Madinah dan urusan kaum muslimin menjadi teratur,
beliau memerintahkan kepada sekelompok sahabatnya untuk mempelajari Al-
Qur’an mengajarkan dan menyebarkannya. Di kalangan sahabat terdapat beberapa
orang yang tekun membaca Al-Qur’an, menghafal dan memeliharanya. Mereka
dikenal dengan sebutan Al-Qurra’. Ayat-ayat yang diturunkan secara bertahap
ditulis pada papan, kulit domba atau pelepah kurma, dan dihafal. Wahyu dicatat
hari demi hari dengan seksama sehingga tidak mungkin musnah.

Sebagian besar surah Al-Qur’an tersebar luas melalui para sahabat


sebelum Rasulullah saw, wafat. Nama-nama surah itu telah disebutkan dalam
banyak hadist yang menjelaskan bagaimana Nabi saw menyampaikan dakwah
islam, shalat dan membaca Al-Qu’an.

Rasulullah saw, mempunyai beberapa orang pencatat wahyu, diantara


mereka mu’awiyah dan zais bin tsabit. Beliau menyuruh mereka mencatat setiap
wahyu yang turun, sehingga Al-Qur’an, yang terhimpun dalam dada menjadi
nyata. Setiap ayat yang dicatat disimpan dirumah Rasulullah saw. Sedangkan
pencatat membawa salinan untuk mereka sendiri, sehingga terjadilah saling
kontrol antara naskah yang ditangan para pencatat wahyu dan shuhuf yang
dirumah Rasulullah saw. Disamping itu, ada kontrol dari penghafal Al-Qur’an
dikalangan sahabat Nabi. Keadaan ini menjamin Al-Qur’an tetap terjaga dan
terpelihara keasliannya, sebagaimana yang ditegaskan Allah swt, dalam
firmannya, “sungguh kami telah menurunkan Al-Qur’an dan kami tentu
menjaganya.”(QS. Al-Hijr/15:9)

Tahap kedua Al-Qur’an sesudah Rasulullah saw wafat. Al-Qur’an


seluruhnya selesai ditulis pada masa Rasulullah saw, masih hidup, hanya ayat-ayat
dan surah-surahnya masih terpisah. Penghimpun Al-Qur’an pertama adalah Abu
Bakar As-Sidiq. Beliau memerintahkan kodifikasi Al-Qur’an sesuai peran
yamamah tahun 10-12 H antara kaum muslimin dan kaum murtad ketika 70 orang
penghafal Al-Qur’an gugur. Umar bin Khatab mengusulkan kepada Abu Bakar
supaya mengambil langkah kodifikasi. Tersusunlah naskah shuhuf Al-Qur’an.

Setelah Abu Bakar wafat, shuhuf itu dipegang oleh Umar. Menurut suatu
riwayat, Umar disuruh menyalin Al-Qur’an dari shuhuf itu pada satu shahifah
(lembaran). Sesudah Umar wafat shuhuflshahifah tersebut disimpan anak beliau,
Hafshah. Khalifah ketiga, Usman bin Affan, mengetahui bahwa Al-Qur’an
terancam perubahan akibat sikap mempermudah dalam menyalinnya. Beliau pun
memerintahkan mangambil mushaf dalam bentuk shahifah yang disimpan Hafsah
dan memerintahkan lima orang sahabat menyalin huruf mushaf tersebut. Beliau
mengarahkan agar semua naskah yang terdapat di negara-negara islam
dikumpulkan dan dikirim ke Madinah dan empat lainnya dibagi-bagi ke Mekkah,
Suriah, Kufah, dan Basrah. Naskah inilah yang dikenal dengan sebutan mushaf
imam, dan semua naskah Al-Qur’an setelahnya ditulis menurut salah satu dari
kelima naskah ini. Menurut Muhammad Husin Thabathaba’i hakikatnya Al-
Qur’an tidak membutuhkan penelitian sejarah untuk membuktikan
keautitentiknya. Karena sejarah Al-Qur’an sedemikian jelas dan terbuka.3

3
Subhi Ash-Salih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, 78-85.
2.4 METODE TURUNNYA AL’QUR’AN

Ilmu yang membahas tentang latar belakang historis turunnya Al-Qur’an


dikenal dengan asbabun nuzul. Secara etimologis asbabun nuzul terdiri dari dua
kata, yaitu abab, jamak dari sabab yang berarti sebab atau latar belakang dan
nuzul yang berarti turun. Secara etimologis, M. Habsi Ash-Shiddieqy mengartikan
asbabun nuzul sebagai peristiwa diturukannya Al-Qur’an untuk menjadi pedoman
hukum sejak timbulnya kejadian-kejaidan itu dan suasana ketika Al-Qur’an
diturunkan setelah terjadi sebab ataupun karena suatu hikmah.

Dari pengertian diatas dapat ditarik dua kategori sebab turunnya suatu
ayat. Pertama, suatu ayat turun ketika terjadi suatu peristiwa, sebagaimana
diungkapkan Ibnu Abbas tentang perintah Allah kepada Nabi Saw untuk
memperingatkan kerabat dekatnya. Kedua, suatu ayat turun manakala Rasulullah
saw. ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Al-Qur’an yang
menerangkan hukumnya. Seperti pengaduan Khaulah binti Sa’labah kepada Nabi
Saw berkenaan dengan zihar yang dijatuhkan suaminya, Aus bin Samir, padahal
Khaulah telah menghabiskan masa mudanya dan sering melahirkan karenanya.

Namun ia dikenal zihar oleh suaminya ketika sudah tua dan tidak
melahirkan lagi. Turunlah ayat, “sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan
perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya”. Asbabun nuzul
menggambarkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki hubungan dialektis dengan
fenomena sosial-kultural masyarakat. Namun, asbabun nuzul tidak berhubungan
secara kausal dengan materi yang bersangkutan. Artinya, tidak bisa diterima
pernyataan bahwa jika suatu sebab tidak ada, maka ayat ini tidak akan turun.
Komarudin Hidayat memposisikan persoalan ini dengan menyatakan
bahwa kitab suci Al-Qur’an, sebagaimana kitab suci yang lain dari agama samawi,
memang diyakini memiliki dua dimensi: historis dan transhistoris. Kitab suci
menjembatani jarak antara Tuhan dan manusia. Tuhan hadir menyapa manusia di
balik hijab kalam-Nya yang kemudian menyejarah.

2.5 KEHUJAHAN Al-QUR’AN SEBAGAI HUKUM ISLAM

Dalil Al-Qur’an adalah hujjah bagi umat manusia dan hukum-hukumnya


merupakan undang-undang yang wajib mereka ikuti, adalah : bahwa Al-Qur’an
dari sisi Allah dan disampaikan kepada mereka dari Allah melalui cara yang pasti
(qath’i), tidak ada keraguan mengenai kebenarannya. Sedangkan bukti bahwa Al-
Qur’an itu dari sisi Allah adalah kemukjizatannya. Dalam melemahkan umat
manusia untuk mendatangkan semisal Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah syariat Islam yang bersifat menyeluruh. Ia merupakan
sumber dan rujukan yang pertama bagi syari’at. Setiap peristiwa pasti terdapat
hukumnya dalam Al-Qur’an. Seperti dikatakan oleh Ibnu Hazm bahwa setiap bab
dalam fiqh pasti mempunyai landasan dalam Al-Qur’an yang dijelaskan oleh as-
sunnah. Sebagaimana firman Allah:
ِ ‫ فِي ْال ِكتَا‬j‫َّطنَا‬
‫ب ِم ْن َش ْي ٍء‬ ْ ‫َاح ْي ِه إِال أُ َم ٌم أَ ْمثَالُ ُك ْم َما فَر‬
َ ‫ض َوال طَائِ ٍر يَ ِطي ُر بِ َجن‬
ِ ْ‫َو َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِي األر‬
َ‫ثُ َّم إِلَى َربِّ ِه ْم يُحْ َشرُون‬
Artinya: “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-
burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga)
seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (Q.S. Al-An’am: 38)
Tidak ada perselisihan pendapat diantara kaum muslimin tentang Al-Qur’an
sebagai hujjah yang kuat dan sebagai sumber hukum pertama, karena Al-Qur’an
bersumber yang datang dari sisi Allah SWT. Sebagai bukti bahwa tidak ada
makhluk yang mampu membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Qur’an.
ُ ‫ت اإل ْنسُ َو ْال ِج ُّن َعلَى أَ ْن يَأْتُوا بِ ِم ْث ِل هَ َذا ْالقُرْ آ ِن ال يَأْتُونَ بِ ِم ْثلِ ِه َولَوْ َكانَ بَ ْع‬
‫ضهُ ْم‬ ِ ‫قُلْ لَئِ ِن اجْ تَ َم َع‬
j‫ظ ِهي ًرا‬َ ‫ْض‬ٍ ‫لِبَع‬
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat
yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi
sebagian yang lain””.QS. Al-Israa’: 88)

Hal ini terbukti dari keindahan dari segala sisinya, lafadz-lafadznya tersusun
dengan bagus dan isi kandungannya mampu menyentuh hati para
pendengarnya.keindahan dan keagungan al-qur’an dapat di buktikan melalui
bahasa (balaghatul qur’an), dan kandungannya mampu di buktikan oleh ilmu
pengetahuan modern.tidak sedikit ulama-ulama kita yang paham ilmu kedokteran,
fisika, matematika dan teknologi karena pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an.
Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pertama berarti bila seseorang ingin
menemukan hukum suatu kejadian maka tindakan pertama ia harus mencari jawab
penyelesaiannya dari Al-Qur’an dan selama hukumnya dapat di selesaikan dengan
Al-Qur’an, maka ia tidak boleh mencari jawaban lain di luar Al-Qur’an
kedudukan sebagai sumber utama atau pokok berarti bahwa ia menjadi sumber
dari segala sumber hukum hal ini berarti bahwa penggunaan sumber lain harus
sesuai petunjuk Al-Qur’an dan tidak berbuat hal-hal lain yang bertentangan
dengan Al-Qur’an dengan arti sumber-sumber lain tidak boleh menyalahi apa-apa
yang ditetapkan oleh Allah. Kedudukan sebagai sumber utama atau pokok berarti
bahwa ia menjadi sumber dari segala sumber hukum. Hal ini berarti bahwa
penggunaan sumber lain harus sesuai petunjuk Al-Qur’an dan tidak berbuat hal-
hal lain yang bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan arti sumber-sumber lain
tidak boeh menyalaji apa-apa yang di tetapkan oleh Al-Qur’an.4

2.6 KANDUNGAN ISI AL-QUR’AN


4
Ibid 107-110
Al-Qur’an berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah) untuk umat manusia
yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan yang dibawa
Rasulullah SAW tidak berbeda dengan risalah yang dibawa olah Nabi Adam,
Nuh, Ibrahim dan rasul-rasul lainnya sampai kepada Nabi Isa, risalah itu adalah
mentauhidkan Allah. Konsep ketuhanan yang diajarkan oleh Al-Qur’an tidak
berbeda dengan konsep ketuhanan yang diajarkan oleh Rasul yang pernah Allah
utus didunia. Hanya persoalan hukum atau syariat sajalah yang selalu berubah
sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi dimana nabi itu diutus.
Sebenarnya banyak ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam Al-Qur’an.
Akan tetapi, kebanyakan dari kita hanya membacanya saja tanpa mau memahami
isi yang terkandung di dalamnya. Di bulan Ramadhan, banyak orang-orang
berlomba mengkhatamkan Al-Qur’an. Sebenarnya bukan mengkhatamkan yang
diutamakan akan tetapi menelaah dan mempelajari Al-Qur’an yang sangat
dianjurkan agar tidak terjadi kesalahpahaman memaknai Islam seperti yang terjadi
belakangan ini dimana banyak timbul aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan
Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Banyak timbul perpecahan di dalam umat Islam salah satunya adalah tidak
memahami kandungan ayat Al-Qur’an seperti yang telah penulis katakan di atas.
Kebanyakan dari mereka hanya membaca tapi tidak mempelajari. Itulah gambaran
umum isi kandungan Al-Qur’an. Para ahli telah banyak mengkaji dan memperinci
kandungannya. Hasil kajiannya menunjukan perbedaan-perbedaan, sesuai dengan
sudut pandang mereka masing-masing.
            Al-Quran diturunkan untuk menyempurnakan wahyu-wahyu Allah
sebelumnya yaitu menyempurnakan kitab taurat, zabur dan injil. Sebagian ulama
mengatakan, bahwa Al-Qur’an mengandung tiga pokok ajaran: a) keimanan; b)
akhlak danbudi pekerti; dan c) aturan tentang pergaulan hidup sehari-hari antar
sesama manusia.
            Fungsi al-Qur’an sebagai ilmu ilahi bukanlah semata mata untuk dibaca,di
lagukan dan di hafalkan. Akan tetapi lebih jauh dari itu,fungsi al-Qur’an bertujuan
untuk memberikan pedoman bagi umat manusia dalam usahanya memcapai
kesejahteraan lahir dan batin,dunia dan akhirat.
Secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal
utama beserta pengertian atau arti definisi dari masing-masing kandungan inti
sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :
a.       Aqidah / Akidah
Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan
yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah
tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu
yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak.
Akidah atau iman dalam perspektif Al-Qur’an mesti melahirkan amal
shalih. Iman dan amal  shalih bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dari yang lain, iman dianggap belum benar jika tidak
diaktualisasikan dalam prilaku shalih, dan prilaku positif tidak dapat diangap
suatu keshalihan jika tidak didasarkan pada keimanan. Jadi keimanan berkaitan
sekali dengan amal shalih. Karena begitu eratnya kaitan antara kedua hal tersebut,
maka perbincangan Al-Qur’an tentang keimanan selalu beriringan dengan amal
shalih. Contoh dalam Al-Quran yaitu pada surat Al-Ikhlas, Ali Imran : 32, dll.
b.      Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari
pengertian “fuqaha” ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau
dikerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam
ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam lima rukun islam.
Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di
bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu
menjalankannya. Contoh ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang ibadah
adalah pada surat Al-Baqarah : 222 (keutamaan bersuci), Al- Waqiah: 56 (Hukum
menyentuh dan membaca Al Quran bagi wanita haid), Al-Maidaah : 6 (wudhu,
mandi dan tayamum), dll.

c.       Akhlaq / Akhlak


Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang
terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah.
Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah
untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang
diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya. Banyak contoh ayat mengenai
akhlak dan adab diantaranya yaitu Albaqarah : 83, Al-Maidah : 2 dll.
d.      Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau perintah
kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan penjatuhan
hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti bersalah. Hukum dalam
islam berdasarkan Alqur’an ada beberapa jenis atau macam seperti jinayat,
mu’amalat, munakahat, faraidh dan jihad. Contoh ayat yang menerangkan tentang
hukum-hukum adalah Al-Maidah : 2, An-Nissa : 3, dll.
e.       Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada
manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa’id. Tadzkir juga
bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan
balasan berupa nikmat surga jannah atau waa’ad. Di samping itu ada pula
gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib dan
kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
f.       Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah
Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik
yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang
mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang
baik-baik dari sejarah masa lalu atau dengan istilah lain ikibar. Contoh dalam ayat
An Najm ayat 7 dll.

g.      Dorongan Untuk Berpikir


Didalam al-qur’an banyak ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang
memerlukan pemikiran menusia untuk mendapatkan manfaat dan juga
membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta.5

5
Subhsi Ash-Shalih, Memebahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Sumber hukum islam merupakan suatu rujukan atau dasar yang
utama dalam pengambilan hukum islam. Sumber hukum islam, artinya
sesuatu yang menjadi pokok dari ajaran islam.
2. Al-qur’an merupakan wahyu Allah Swt. Yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad Saw, sebagai pedoman hidup umat manusia.
Secara bahasa, Al-Qur’an artinya bacaan, yaitu bacaan bagi orang-orang
yang beriman. Bagi umat islam, membaca Al-Qur’an merupakan ibadah.

3. Pemeliharaan Al-Qur’an bertumpu pada kodifikasi Al-Qur’an yang


dilakukan dalam dua tahap: Tahap pertama, Al-Qur’an pada masa hidup
Rasulullah saw. Tahap kedua Al-Qur’an sesudah Rasulullah saw wafat.

4. Sebab turunnya suatu ayat. Pertama, suatu ayat turun ketika terjadi suatu
peristiwa. Kedua, suatu ayat turun manakala Rasulullah saw. ditanya
tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Al-Qur’an yang menerangkan
hukumnya.

5. Al-Qur’an berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah) untuk umat


manusia yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan
yang dibawa Rasulullah SAW tidak berbeda dengan risalah yang dibawa
olah Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan rasul-rasul lainnya sampai kepada
Nabi Isa, risalah itu adalah mentauhidkan Allah.

3.2 PENUTUP

Semoga makalah ini dapat bermafaat untuk kita semua. Besar


harapan penyusun kepada para pembaca untuk dapat memahami dan
mampu untuk mengaplikasikannya dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai