Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis mohonkan kepada Allah SWT


kerena atas berkah dan rahmat-Nya penulis telah dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “KEDUDUKAN, DAN FUNGSI HADIST” . Makalah ini penulis buat
berisikan pembahasan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang pendidikan.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mengambil materi dari buku-
buku yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan dalam Islam, terutama
yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan Hadits.

Penulisan dan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.

Demikian makalah ini penulis buat semoga dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya dalam meningkatkan pemahaman tentang menggunakan akal kita untuk
berpikir. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaannya, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad SAW, berisi petunjuk-petunjuk untuk dijadikan pedoman hidup
umat Islam. Sebagai pedoman hidup, Al-Qur'an memuat tuntunan di segala
aspek kehidupan, sehingga tidak ada satu pun yang luput dari perhatian Al-
Qur'an. Hal ini sebagaimana firman-Nya:

...Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan


segala sesuatu... (QS.al-An'am [6]:89)¹

Dari penegasan Allah SWT di atas, tersirat bahwa segala persoalan


manusia di muka bumi telah ada aturan dan petunjuknya di dalam Al-Qur'an.
Oleh karena segala aspek kehidupan manusia telah dijelaskan Allah SWT
dalam Al Qur'an, maka ada yang melihat bahwa Hadis tidak termasuk sumber
ajaran Islam. Yang harus digarisbawahi adalah sekalipun Al Qur'an telah
memuat tuntutan yang lengkap bagi manusia, namun tuntunan dalam Al
Qur'an bersifat global dan tidak detail. Karenanya untuk memahami tuntunan
global tersebut, umat Islam harus merujuk kepada Hadis nabi. Hadis sebagai
pernyataan, pengalaman, taqrir, dan hal ihwal Nabi Muhammad SAW
merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al Qur'an.

Hadis merupakan penjelasan yang nyata terhadap ayat-ayat Al-Qur'an al-


Karim yang masih global dan merupakan keterangan yang nyata bagi
keumuman ayatnya. Nabi Muhammad SAW dengan Hadisnya memberikan
contoh yang konkret, bagaimana melaksanakan ajaran Al-Qur'an di dalam
kehidupan sehari-hari.
Di samping itu, Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pribadi yang
lengkap, tidak habis-habisnya dikaji dan didiskusikan oleh umat Islam bahkan
dari sudut pandang ekonomi, ajaran, dan keteladanan serta prinsip moral/etika
bisnis yang diwariskan dalam bidang ekonomi mendahului zamannya dan
semakin terasa urgensi dan relevansinya pada masa sekarang.

B. Rumusan masalah

1. apa yang dimaksud dengan hadits?

2.

A. Tujuan pembelajaran

1.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADIS

Kata Hadits dalam bahasa Arab berasal secara literal berarti baru (jadid)
lawan dari lama (qadim), berita atau sesuatu yang diperbincangkan (khabar).
Dalam konteks Al-Qur'an atau Hadis, Hadits bisa bermakna komunikasi
religius (QS. az-Zumar [39]:23), cerita tentang masalah umum atau sekuler
(QS. al-An'aam [6]: 68), cerita historis (QS. Taha [20]:9), dan cerita atau
perbincangan yang masih hangat (QS. at-Tahriim [66]: 3).

Kemudian pada Hadtis dapat dilihat dari beberapa sabda Rasulullah


SAW, di antaranya Hadis yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan Ibn Majah yang
menjelaskan tentang doa Rasulullah SAW terhadap orang yang menghafal dan
menyampaikan suatu Hadis dari beliau.

B. KEDUDUKAN HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN EKONOMI


ISLAM
Seluruh umat Islam sepakat bahwa Hadits merupakan salah satu sumber
ajaran Islam termasuk dalam ekonomi. Hadis menempati kedudukannya
setelah Al-Qur'an atau berada pada posisi kedua setelah Al-Qur'an. Keharusan
mengikuti Hadis bagi umat Islam sama halnya dengan kewajiban mengikuti
Al-Qur'an. Hal ini karena Hadis merupakan bayan terhadap Al-Qur'an. Oleh
karena itu, untuk memahami ajaran Islam di bidang ekonomi yang garis
besarnya terdapat dalam Al-Qur'an, pengetahuan dan pemahaman terhadap
Hadis merupakan suatu kemestian. Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan
Hadis sebagai sumber ajaran (ekonomi) Islam, dapat dilihat dari dalil dalil
berikut ini:
1. Iman
Beriman kepada Rasulullah SAW merupakan bagian dari rukun
iman. Pembuktian keimanan kepada Rasulullah SAW dimanifestasikan
dengan menerima seluruh yang datang dari Beliau berupa hal hal yang
berhubungan dengan agama atau masalah-masalah yang diatur oleh agama.
Dalam Al-Qur'an dikemukakan, bahwa rasul-rasul yang diutus Allah SWT
bertugas untuk menyampaikan wahyu yang datang dari Allah SWT (QS.
an-Nahl [16]: 35).
Seiring dengan itu juga terdapat ayat-ayat yang memerintahkan
manusia untuk beriman kepada Rasul, dan perintah tersebut bersamaan
dengan perintah untuk beriman kepada Allah SWT (QS. Ali Imran [3]:
179). Perintah untuk beriman secara khusus kepada Nabi SAW juga
didapati dalam Al-Qur'an (QS. an-Nisaa' [4]: 59; al A'raaf [7]: 58). Imam
Syafi'i sebagaimana dikutip oleh 'Ajjaj al-Khatib mengomentari ayat-ayat
yang mengandung perintah untuk beriman pada Rasul, dengan mengatakan
bahwa Allah SWT menjadikan awal beriman itu adalah beriman kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya. Rasulullah SAW adalah orang yang diberi
amanah untuk menyampaikan syariat-Nya, dan Beliau tidak menyampaikan
sesuatu terutama hal-hal yang berhubungan dengan agama kecuali
berdasarkan kepada wahyu. Sebagai konsekuensinya, kerasulannya dan
kemaksumannya mewajibkan umat Islam memegang teguh Sunnah Beliau.

2. Al-Qur'an
Di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang memerintahkan umat
Islam untuk beriman kepada Rasulullah (QS. an-Nuur [24]: 63; QS.
alA'raaf[7]: 158), menaatinya dan mengembalikan segala permasalahan
kepada Allah SWT dan Rasul-Nya (QS. an Nisaa' [4]: 59; QS. al-Maaidah
[5]:92; QS. an Nuur [24]: 56). Al-Qur'an menerangkan bahwa menaati
Rasul berarti menaati Allah SWT (QS. an-Nisa [4]: 80; QS. al-Fath [48]:
10), dan memerintahkan untuk mengikuti apa-apa yang datang dari Rasul
dan meninggalkan apa yang dilarangnya (QS.al Hasyr [59]: 7). Al-Qur'an
juga menjelaskan bahwa orang Islam tidak dianggap beriman hingga
menjadikan Rasulullah SAW sebagai hakim bagi perkara yang
diperselisihkan (QS. an-Nisa' [4]: 65). Kecintaan seseorang kepada Allah
SWT diukur dengan kecintaannya kepada Rasulullah SAW (QS. Ali Imran
[3]: 31). Allah SWT mengancam orang-orang yang menyalahi perintah
Rasulullah dengan azab yang pedih (QS. an Nuur [24]: 63). Al-Qur'an juga
menjelaskan bahwa Allah SWT telah mengutus seorang Rasul dengan
membawa dan mengajarkan kitab (Al-Qur'an) dan hikmah sebagai
petunjuk (QS. al-Jumu'ah [62]:2).
Keseluruhan ayat di atas menunjukkan bahwa umat Islam wajib
menaati Rasulullah SAW dan memedomani Hadis-hadis Beliau. Hal ini
merupakan dasar yang kuat terhadap kedudukan Hadis sebagai sumber
ajaran Islam dan dalil dalam penetapan hukum Islam sesudah Al-Qur'an.

3. Hadis Nabi SAW


Rasulullah SAW telah menegaskan dalam khutbah haji wada'-nya,
agar umat Islam berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan Sunnah.
Rasulullah SAW bersabda: “aku tinggalkan padamu dua perkara, kamu
tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu
Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya." (HR. Malik)
Beliau juga menjelaskan bahwa di samping Al-Qur'an beliau juga
diberi wahyu lain dalam bentuk Sunnah, dan memerintahkan umat Islam
untuk menaati Sunnahnya"

4. Ijma'
Para ulama telah ijma' dalam menerima dan mengamalkan Hadis
sebagaimana penerimaan mereka terhadap Al-Qur'an. Keduanya
merupakan sumber hukum syara'. Sejumlah ayat Al-Qur'an telah
mengukuhkan kedudukan Hadis sebagai sumber ajaran dan penetapan
hukum syara'. Kesepakatan umat Islam untuk menerima, memercayai, dan
mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam Hadis berlaku
sepanjang zaman, sejak Rasulullah SAW masih hidup dan sepeninggalnya,
masa sahabat, tabi'in dan tabi tabi'in serta masa-masa selanjutnya sampai
sekarang dan masa yang akan datang.

A. KEDUDUKAN HADIS TERHADAP AL-QUR'AN


Ditinjau dari segi status dan sumber rujukan, maka hubungan Hadis dan
Al Qur'an adalah sebagai hubungan yang mengiringi, atau sebagai urutan
kedua setelah Al-Qur'an. Dalam hal ini Al-Qur'an merupakan sumber pokok
dan sumber pertama dalam pembentukan hukum. Oleh karena itu, jika di
dalam Al-Qur'an dijumpai suatu nash mengenai suatu hukum, maka nash
tersebut harus diikuti. Namun jika tidak dijumpai, maka harus dicari di dalam
Hadis. Kedudukan Hadis sebagai sumber kedua tersebut terutama ditinjau dari
segi wurud atau subut-nya Al-Qur'an. Al-Qur'an bersifat qat'i sedangkan
Hadis bersifat zanni, kecuali Hadis mutawatir, sifatnya adalah zanni al-wurud.
Oleh karena itu yang bersifat qat'i pasti didahulukan daripada yang zanni.

Menurut as-Syatibi, Al-Qur'an didahulukan dari Hadis disebabkan tiga


hal, yaitu:

1. Al Qur'an bersifat qat'i sedangkan Hadis bersifat zanni, oleh karena itu
didahulukan Al-Qur'an daripada Hadis.

2. Hadis merupakan penjelas Al-Qur'an, dan Hadis bersandar kepada yang


dijelaskan. Dengan demikian, penjelas tidak perlu ada jika sesuatu yang
akan dijelaskan tidak ada.

3. Keterangan yang bersumber dari khabar dan asar Nabi SAW, tentang
pertanyaan Nabi SAW kepada Mu'az bin Jabal ketika Rasulullah SAW
akan mengutusnya ke Yaman. Di mana ketika itu dengan tegas Mu'az
mengatakan apabila akan menetapkan hukum dia akan mendahulukan Al-
Qur'an, kemudian Sunnah (Hadis), kemudian baru ijtihad.

Ditinjau dari keberadaannya sebagai wahyu dan sebagai sumber syariat


yang wajib diamalkan, maka kedudukan Hadis terhadap Al-Qur'an adalah
sejajar. Kesejajaran ini disebabkan Hadis sebenarnya merupakan wahyu Allah
SWT. Seperti diketahui bahwa Al-Qur'an yang secara terminologi berarti
Kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW dengan berbahasa Arab,
yang mengandung mukjizat dan diturunkan secara mutawatir, membacanya
mengandung ibadah, terdapat di dalam mushaf, dimulai dari surah al Fatihah
dan diakhiri dengan surah an-Naas merupakan wahyu yang matlu. Al-Qur'an
sebagai sumber syariat banyak memuat ketentuan-ketentuan yang sifatnya
global dan membutuhkan penjelasan serta pejabaran. Penjelasan, perincian,
maupun praktik terhadap hukum syariat yang ada dalam AlQur'an tersebut
diberikan oleh Rasulullah SAW dan ini dikenal dengan Sunnah atau Hadis
Nabi SAW. Ketika Rasulullah SAW memberikan penjelasan atau perincian
terhadap apa yang ada dalam Al-Qur'an, penjelasan tersebut merupakan
wahyu Allah SWT. hanya saja wahyu tersebut gair matlu. Walaupun Hadis
merupakan wahyu yang gair matlu tetapi Allah SWT memerintahkan kepada
manusia untuk mengikuti dan taat kepada kedua wahyu tersebut. Berdasarkan
hal ini (keberadaannya sebagai wahyu), maka Hadis sejajar dengan Al-Qur'an.

B. FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR'AN


Berdasarkan kedudukannya, Al-Qur'an dan Hadis sebagai pedoman hidup
dan sumber ajaran Islam tidak dapat dipisahkan. AlQur'an sebagai sumber
pertama memuat ajaran-ajaran yang sifatnya umum dan global yang perlu
dijelaskan lebih lanjut dan lebih perinci. Di sinilah, Hadis menempati
fungsinya sebagai sumber ajaran kedua. Ia menjadi penjelas (bayan) isi
kandungan Al Qur'an. Sebagai bayan Al-Qur'an, ada empat fungsi Hadis
terhadap Al-Qur'an, yaitu sebagai penguat hukum yang ada dalam Al Qur'an
(bayan taqrir), menjelaskan apa yang ada dalam Al-Qur'an (bayan tafsir),
menetapkan hukum yang tidak ditetapkan dalam Al-Qur'an (bayan tasyri'),
dan sebagai penghapus suatu hukum yang terdapat dalam Al-Qur'an (bayan
naskh).

Firman allah SWT disampaikan tanpa ada penambahan atau pengurangan.


Berkaitan dengan ini, Ibn Kasir lebih lanjut menjelaskan sebuah riwayat di
mana salah seorang sahabat melarang Abdullah bin Umar yang menulis segala
sesuatu yang ia dengar dari Rasulullah SAW karena dalam pandangannya
Rasulullah SAW itu juga manusia biasa yang bisa marah, sehingga bisa saja
apa yang keluar dari Beliau tidak berdasarkan wahyu, tetapi ketika Abdullah
bin Umar me-nyampaikan hal itu kepada Rasulullah SAW, Rasulullah SAW
mengatakan tulis saja, demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah
aku mengatakan sesuatu kecuali kebenaran... Lihat Ibn Kasir, Tafsir Al-Qur'an
al-'Azim, (Mesir: Maktabah al-Aiman, 1996), hlm. 284-285. 30 Muhammad
'Ajjaj al-Khatib, Usul... hlm. 46 47. Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Imam Syafi'i sebagaimana dikutip oleh Ali Mustafa Yakub bahwa menurut
Imam Syafi'i, Hadis tidak dapat dipisahkan dari Al Qur'an, karena Hadis
merupakan bayan terhadap AlQur'an. Sebagai penjelas, Hadis tidak dapat
dipisahkan dari yang dijelaskan, yaitu Al-Qur'an. Oleh karena itu, Al-Qur'an
dan Hadis merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Berangkat
dari hal ini mazhab Syafi'i menetapkan salah satu kaidahnya, bahwa dalil
agama Islam itu adalah Al-Qur'an dan Sunnah, bukan Al Qur'an kemudian
Sunnah. Ayat yang dikemukakannya untuk menunjukkan kesetaraan Al-
Qur'an dan Hadis alasan yaitu QS. al-Jumu'ah [62]: 2. Lihat Ali Mustafa
Yakub, Peran Ilmu Hadis dalam Pembinaan Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1999), hlm. 34-37. 31 Muhammad Abu Zahwu, Hadis..., hlm. 38-39.
Tidak semua ahli usul fiqh dan ahli Hadis menyebutkan keempat fungsi Hadis
ini. Yang menyebutkan keempat fungsi tersebut antara lain Muhammad bin
Ali al-Maliki al Hasani, Al-Manhaj al-Latiffi Ushul al-Hadis asSyarif,
(Jeddah: Matabi' Sihr, 1990), hlm.. 12-14; Wahbah az-Zuhaili, Ushul al-Fiqh
al Islami, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), hlm.461 464. Adapun yang hanya
menyebutkan tiga fungsi Hadis Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, Ushul..., hlm.46-
49.

Sebagai penguat hukum yang ada dalam Al-Qur'an (bayan taqrir). Fungsi
Hadis dalam hal ini yaitu sebagai penguat hukum atau menegaskan kembali
hukum yang sudah ada dalam Al-Qur'an. Dalam hal ini Hadis datang dengan
keterangan yang sejalan dengan kandungan Al-Qur'an. Dengan demikian,
hukum tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat dua dalil. Menjelaskan
apa yang ada dalam Al-Qur'an (bayan tafsir) Adakalanya Hadis berfungsi
sebagai penafsir atau pemerinci AlQur'an. Fungsi Hadis yang kedua ini ada
tiga bentuk, yaitu: - Menjelaskan ayat-ayat Al Qur'an yang mujmal seperti
Hadis-hadistentang tata cara jual beli, cara dan ketentuan zakat, ibadah haji,
dan lain-lain. - Memberikan taqyid terhadap ayat-ayat yang bersifat mutlak.
Men-taqyid ayat-ayat yang mutlak maksudnya membatasi ayat-ayat yang
mutlak dengan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. - Memberikan
takhsis (kekhususan) terhadap ayat-ayat AlQur'an yang bersifat umum.
Misalnya QS. an-Nisaa' [4]: 11 yang menjelaskan kewarisan setiap anak
terhadap orangtuanya. - Menetapkan hukum yang tidak ditetapkan dalam Al
Qur'an (bayan tasyri'). Adakalanya Hadis menetapkan dan membentuk hukum
yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Di antara hukum-hukum tersebut adalah
haramnya menyatukan seorang perempuan dengan bibinya secara bersama-
sama, haramnya binatang buas yang memiliki taring, burung yang memiliki
kuku tajam dan lain-lain.

Dalam konteks ekonomi, ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam
sehingga ekonomi Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari agama
Islam. Sebagai bagian yang takterpisahkan, ekonomi Islam akan mengikuti
segala aspek yang ada pada ajaran Islam. Ekonomi Islam dengan falah sebagai
tujuannya tidak akan mungkin tercapai jika mengabaikan sumber utama, yaitu
Al-Qur'an dan Hadis yang berlaku untuk setiap aspek kehidupan pada ruang
dan waktu. Kedua sumber ini adalah dasar pengambilan keputusan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Syarifudin, Amir, Haji, Ushul Fiqh – Cet. 1. Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1997

Drs, Mudasir,Haji, Ilmu Hadis- Cet. 1. Bandung : Pustaka Setia, 1999

Pulungan, Suyuthi, Fiqh Siyasah : ajaran, sejarah dan pemikiran Cet. 5. Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 2002

Abu Zahroh, Ushul Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1980

Al-Shiddieqie, T.M. Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1999

Anda mungkin juga menyukai