Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Alquran Dan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam

Mata Kulia : Pengantar Sutudi Islam

Dosen Pengampuh : AAN SETIAWAN ,M.Pd

OLEH :

FEBI CAHYANI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIA DAN KEGURUAN

STAIN MAJENE
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

         
          Puji syukur Kehadhirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga
penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an dan Hadis.
Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam
memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada
junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya
serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
          Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca, baik dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya
yang diajukan sebagai bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan.         
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak khususnya kepada Dosen pembimbing guna untuk
menyempurnakan Makalah ini dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi semua
pembaca.

Penulis
DAFTAR IS
KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
a. Latar Belakang Masalah.....................................................................
b. Rumusan Makalah..............................................................................
c. Tujuan Masalah..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................
a. Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam.............................
b. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits.............................................................
c. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an.....................................................
BAB III PENUTUP.....................................................................................
Kesimpulan...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia
untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia
dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam,
petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai
pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan
Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut)
seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an.
Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi
tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang
dapat dimengerti di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis
terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.

B. RUMUSAN MASALAH
a. bagaigamana kedudukan hadits dalam sumber hukum islam?
b.. Apa saja dalil- dalil kehujahan hadis ?
c. Bagaimana fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?
C. TUJUAN
a.mengetahui sumber hadits dalam keedudukan hukum
b. mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis
c. mengetahui fungsi hadis terhadap Al Qur’an
BAB II

PEMBAHASAN

1. KEDUDUKAN HADIST SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin)

yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-

Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa

Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak

kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa,

tetapi juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi

alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum Islam.1

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum Islam,

dapat dilihat dalam beberapa dalil seperti dibawah ini :

 AL – QUR’AN

Banyak ayat Al – Qur’an yang menerangkan mempercayai dan menerima

segala sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untuk

dijadikan pedoman hidup.2 Diantaranya adalah : Ali Imran yang artinya “Allah

1 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail Media Group, 2007),


hal. 30

2 Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada, 2008), hal.65


sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang mukmin seperti keadaan kamu

sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik

(mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal

yang gaib, akan tetapi, Allah akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara

Rasul-Rasulnya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan

jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar.”

Dalam surat An-Nisa ayat 136 Allah SWT Berfirman, yang artinya

sebagai berikut “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah

dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta

Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah,

Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasulnya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya

orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.

Dalam surat Ali Imran diatas, Allah memisahkan antara orang-orang

mukmin dengan orang-orang yang munafik. Dia juga akan memperbaiki keadaan

orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itu, orang

mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Pada surat An-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali Imran

ayat 179, Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya

(Muhammad SAW), Alqur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian


pada akhir ayat, Allah SWT Mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-

Nya.3

Selain memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasulullah SAW,

Allah juga menyerukan agar umat-Nya menaati segala bentuk perundang-

undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan,

Tuntutan taat dan patuh kepada Rasulullah SAW.

 DALIL AL-HADIST

Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW Berkenaan dengan kewajiban

menjadikan hadist sebagai pedoman hidup di samping Al- Qur’an sebagai

pedoman utamanya, adalah dalam sabdanya :

Artinya :

“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat

selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu

kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.” (H.R Hakim)

3 Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,


2008), hal. 30
Hadist tersebut diatas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh

kepada hadist atau menjadikan hadist, sebagai pegangan dan pedoman hidup

adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.4

 KESEPAKATAN ULAMA (IJMA’)

Umat Islam telah sepakat menjadikan Hadist sebagai salah satu dasar

hukum dalam amal perbuatan karena sesuai dengan yang dikehendakinya oleh

Allah. Penerimaan hadist sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an,

karena keduanya sama-sama merupakan sumber hukum Islam.

Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan

mengamalkan segala ketentuan yang terkandung didalam hadist telah dilakukan

sejak masa Rasulullah, sepeninggal beliau, masa Khulafaur Ar-Rasyidin hingga

masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya. Banyak di antara

mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandunganya, tetapi

menyebarluaskanya kepada generasi-generasi selanjutnya.

2. DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS

Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama

Islam sekaligus merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja

4 Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi..........hal. 36


perbedaan antara keduanya terletak pada sisi lafaz dan makna. dimana lafaz dan

makna al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah Swt

dan lafaznya dari Rasulullah Saw, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai

sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan

yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya

mentaati Al-Qur’an. 5

 Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain:

 Al-Qur’an

Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah

diantaranya adalah ayat-ayat yang memerintahkan kepada kaum muslim untuk

taat kepada Rasulullah saw. firman Allah Swt :

‫ُأ‬
ِ Q‫و َل َو ولِي اَأْل ْم‬Q‫َّس‬
ِ ‫ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا‬Qَ‫ ْي ٍء ف‬Q‫ا َز ْعتُ ْم فِي َش‬QQَ‫ِإ ْن تَن‬Qَ‫ر ِم ْن ُك ْم ف‬Q ُ ‫وا الر‬QQ‫وا هَّللا َ َوَأ ِطي ُع‬QQ‫وا َأ ِطي ُع‬QQُ‫ا الَّ ِذينَ َآ َمن‬QQَ‫ا َأيُّه‬QQَ‫ي‬

)59( ‫ك خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬


َ ِ‫َوال َّرسُو ِل ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اَآْل ِخ ِر َذل‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,

taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian

jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada

Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada

Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnya”. (QS An-Nisa : 59)6

5 Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadith, (Ponorogo: STAIN Press, 2010), hal. 29


6
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal. 40
Kembali kepada Allah maksudnya kembali kepada Al-Qur’an, dan

kembali kepada Rasul maksudnya kembali kepada Sunnah atau Hadis beliau Saw.

Perintah untuk mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh Rasulullah

Saw dan menjauhi segala apa yang dilaranagnnya, Allah Swt berfirman:

‫َو َما َآتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا‬

Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa

yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr :7)

Allah Swt telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala apa

yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw, Allah berfirman:

‫صيبَهُ ْم َع َذابٌ َألِيم‬


ِ ُ‫صيبَهُ ْم فِ ْتنَةٌ َأوْ ي‬
ِ ُ‫فَ ْليَحْ َذ ِر الَّ ِذينَ يُخَالِفُونَ ع َْن َأ ْم ِر ِه َأ ْن ت‬

Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya

takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS An-Nu>r : 63)

Pada Banyak ayat, Allah Swt menyandingkan kata Kitab yang berarti al-

Qur’an dengan kata Hikmah yang berarti hadis atau sunnah diantara ayat-ayat

tersebut adalah firman Allah Swt:

‫َظي ًما‬ َ ‫َاب َو ْال ِح ْك َمةَ َو َعلَّ َم‬


َ ‫ك َما لَ ْم تَ ُك ْن تَ ْعلَ ُم َو َكانَ فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي‬
ِ ‫كع‬ َ ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫َوَأ ْن َز َل هَّللا ُ َعلَ ْي‬

Artinya : “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah

kepadamu (Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum


kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. An-Nisa> :

113)\

Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan mengatakan:

“Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan juga Sunnah (Hadis). Aku

teelah mendengar ahli ilmu al-Qur’an mengatakan; Hikmah adalah Sunnah

Rasulullah saw. Karena al-Qur’an disebutkan dan dibarengi dengan kata

Hikmah. Allah swt. Menyebutkan anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya

dengan mengajari mereka al-Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu

a’lam- ditafsiri maksud Hikmah disini kecuali Sunnah Rasulullah saw”.

 Hadits Nabi

Terdapat banyak hadis-hadis Rasulullah saw. yang  menunjukkan

kewajiban untuk mengikuti Sunnah Nabawiyah  dan menegaskan bahwa Sunnah

itu memliki kedudukan yang sama seperti al-Qur’an dari segi keadaannya sebagai

sumber untuk menetapkan hukum-hukum. Diantara hadis-hadis tersebut:

 Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan sanadnya dari

sahabat Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

َ ‫ُول هَّللا ِ َو َم ْن يَْأبَى قَا َل َم ْن َأطَا َعنِي َد َخ َل ْال َجنَّةَ َو َم ْن َع‬


‫صانِي فَقَ ْد‬ َ ‫ُكلُّ ُأ َّمتِي يَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ ِإاَّل َم ْن َأبَى قَالُوا يَا َرس‬

‫َأبَى‬

Artinya : “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan

tidak mau”. Para Sahabat kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak

mau memasukinya itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “orang yang


mentaatiku akan masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar

ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.6

 Hadis yang menjelaskan bahwa dengan berpegangteguh kepada Al-

Qur’an dan Sunnah, maka tidak akan tersesat untuk selamnya

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Malik bin Anas bahwasanya

Rasulullah saw bersabda:

‫َاب هَّللا ِ َو ُسنَّةَ نَبِيِّ ِه‬ ِ َ‫ت فِي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬


َ ‫ضلُّوا َما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬ ُ ‫تَ َر ْك‬

Artinya : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian

tidak akan sesat untuk (selamanya) selama kalian berpegangteguh kepada

keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”

 Hadis yang memerintahkan untuk senantiasa ber-

tamassuk (berpegangteguh) Sunnah Rasulullah saw dan para sahabat

beliau saw dan larangan melakukan kebid’ahan. Sebagaimana sabda

Rasulullah saw:

‫ور‬Q ‫ َدثَا ِ ُأْل‬Q ْ‫ ِذ َوِإيَّا ُك ْم َو ُمح‬Q‫ا بِالنَّ َوا ِج‬QQَ‫َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء ْال َم ْه ِديِّينَ الرَّا ِش ِدينَ تَ َم َّس ُكوا بِهَا َوعَضُّ وا َعلَ ْيه‬
ِ Q‫ت ا ُم‬
ٌ‫ضاَل لَة‬
َ ‫فَِإ َّن ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬

Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah

para khalifah ra>syidah yang telah mendapatkan hidayah,

berpegangteguhlah kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut) dengan

gigi grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru,

6 Faisal Saleh, Mutiara Ilmu Atsar, (Jakarta: Akbar Media, 2008), hal. 109


krena segala bentuk yang bersifat baru adalah bid’ah dan semua bentuk

bid’ah adalah sesat”.

 Hadis yang menjelaskan bahwa telah diturunkan kepada Rasulullah

saw al-Quran dan yang semidal dengannya, sebagaimana yang

diriwayatkan oleh Abu Daud dari sahabat al-Miqdam bin Ma’di Karib

ra, Rasulullah saw bersabda:

‫َاب َو ِم ْثلَهُ َم َعه‬ ُ ِ‫َأاَل ِإنِّي ُأوت‬


َ ‫يت ْال ِكت‬

Artinya : “Sesungguhnya telah diberikan (diturunkan) kepadaku al-Kitab (al-

Qura’n) dan bersamanya sesuatu yang semisal dengannya (al-Sunnah)”.

 Ijma’ (Kesepakatan)

Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti Sunnah

Nabi saw, karena sunnah tersebut merupakan wahyu dari Allah swt dan telah

memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya demikian pula dengan Rasul-Nya

sebagiaman dalam riwayat-riwayat yang telah disebutkan terdahulu. Fakta-fakta

yang menunjukkan kesepakatan mereka akan kehujjahan sunnah dalam agama

cukup banyak dan tidak terbilang jummlahnya dan tidak diketahui ada seorang

pun diantara mereka yang menyalahi dan menentang hal tersebut.

Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil

dan mengikuti apa yang terdapat (warid ) dalam Sunnaah berupa hukum, adab,

dan tidak seorang dari mereka (Taabi’in) berani memenentang Sunnah yang

shahih.
Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah

menyepakati akan kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang di-

nuqil dari Sunnah dan barang siapa yang menentang hal tersebut dianatara

mereka, makka mereka telah menentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta

mengikuti jalan selain jalan orang mu’min.

Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya,

dan berpegang teguh dengannya karena taat kepada Allah swt dan mengikuti

Rasulullah saw.

3.  FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR’AN

Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk

menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah

Q.S. Al-Nahl(16)

Artinya  “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu

menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan

supaya mereka memikirkan.”7

Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini

dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan

kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-

hadisnya.9

7 Muhammad Ahmad, Ulumul Hadis,(Bandung: Pustaka Setia, 2004), hal. 100

9
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal 45
Penjelasan yang dimaksud di atas kemudian oleh para ulama di perinci ke

pelbagai bentuk penjelasan. Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi

penjelasan hadis terhadap al-Qur’an sebagai berikut;

1. Bayan at-Taqrir

Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat.

Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang

telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya

memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan

Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:

)‫فَِإ َذا َرَأيْـتُ ُم ْال ِهالَ َل فَصُوْ ُموْ ا َوِإ َذا َرَأيْـتُ ُموْ هُ فََأ ْف ِطرُوْ ا (رواه مسلم‬

“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat

(ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)

Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:

“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia

berpuasa” (QS. Al-Baqoroh : 185)

Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan

istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-

hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an. 8

2. Bayan at-Tafsir

Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-

ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-
8 Agus Solahudin, Ulumul Hadis,(Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal.82
ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikan

perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan

memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.

a. Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat,

global)

 Sebagai contoh hadis berikut:

َ ‫صلُّوْ ا َك َما َراَ ْيتُ ُموْ نِي ُأ‬


)‫صلِّ ْي (رواه البخارى‬ َ

“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-

Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat

adalah:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang

yang ruku'.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 43)

.      b. Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq

Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri

apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-

taqyid dan mutlaq artinya membatasi ayat-ayat mutlaq denngan sifat, keadaan,

atau syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh hadis Rasul SAW berikut:

)‫التقطع يد السارق ا في ربع دينار فصاعدا (رواه مسلم‬

“Tangan  pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai)

seperempat dinar atau lebih.” (HR. Muslim)

Hadith di atas men-taqyid  ayat al-Qur’an berikut:


“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan

keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai

siksaan dari Allah.” (QS. Al Maidah [5]: 38)

c. Men-takhsis ayat yang ‘am

Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam

jumlah yang banyak. Sedangkan takhsis atau khash, ialah kata yang menunjukkan

arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang dimaksud men-takhsis yang ‘am ialah

membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian

tertentu. Mengingat  fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat

apabila mukhasis-nya dengan hadith ahad. Menurut Syafi’i dan Ahmad bin

Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsish oleh hadith ahad yang menunjukkan

kepada sesuatu yang khash, sedang menurut ulama Hanafiah sebalikanya.

 Sebagai contoh:

‫اليرث القتل من المقتول شيأ‬

“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)

Hadith tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’ ayat

44 berikut:

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.

Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak

perempuan...”

Bayan al-Nasakh
Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat

tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap

sebagian hukum Al-Qur’an dan ada yang juga yang menolaknya.9

Kata nasakh secara bahasa

berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan),

dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak

yang melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan

pendapat dalam menta’rifnya. Menurut ulama mutaqoddimin, bahwa

terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum

(ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak

bisa diamalkan lagi, dan syar’i (pembuat sayari’at) menurunkan ayat tersebut

tidak diberlakukan untuk selama-lamanya (temporal).

Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadith terhadap

al-Qur’an juga berbeda pendapat dalam macam hadith yang dapat dipakai untuk

me-nasakh-nya. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok.

Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadith,

meskipun dengan hadith Ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para

ulama mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian para pengikut Zahiriyah.

Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadith tersebut harus

mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.

Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith masyhur,

tanpa harus dengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang diantaranya oleh

ulama Hanafiyah.
9 Agus Solahudin, Ulumul...........hal. 84
BAB III
PENUTUP

 KESIMPULAN

                  Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk


menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S. Al-Nahl[16]: 44.
Artinya  “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan.”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-
hadisnya.          
Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan Hadis  telah dibuktikan
oleh hal hal berikut antara lain ;
- Al Qur’an karim
- Hadis Nabi
- Ijma’ (Kesepakatan)

Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-
Qur’an itu bermacam-macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi
hadis terhadap Al Qur’an
- Bayan At-taqrir
- Bayan At-tafsir
- Bayan At-tasyri
-  Bayan Al-nasakh

Daftar pustaka

Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail Media


Group
Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi Ilmu Hadits. jakarta: Pustaka
Al-Kautsar
Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media
Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadith .Ponorogo: STAIN PO Press
Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai