Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Hadits
Dosen Pengampuh: Dr. Hj. Rosmiaty Azis, M.Pd.I.
Disusun Oleh: Kelompok 2
1.) Muh. Rahmat Fikrah
(20100121051)
2.) Muh. Nurhidayatullah
(20100121055)
3.) Suri Ramadhani Ishaq Mahmud
20100121056

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


TAHUN AJARAN 2022/2023
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
KATA PENGANTAR

         
          Puji syukur Kehadhirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga penyusunan
Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah ILMU HADITS. Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam
memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada junjungan kita
tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum
muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.

Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, baik
dikalangan mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya yang diajukan sebagai bahan
diskusi pada tatap muka perkuliahan.  Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan
makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak khususnya kepada dosen pembimbing guna untuk
menyempurnakan makalah ini dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi semua pembaca.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah......................................................................................1


b. Rumusan Makalah..............................................................................................1
c. Tujuan Masalah..................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

a. Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam............................................2


b. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits.............................................................................5
c. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an....................................................................9

BAB III PENUTUP

Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………..14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia untuk memberi petunjuk
kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia dunia dan akhirat. Rasulullah lahir ke dunia ini
dengan membawa risalah Islam, petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Allah
sebagai pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan Hadis,
maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut) seperti hadits yang bukan
tergolong mutawatir.
Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an. Hadis memiliki fungsi
yang sangat penting terhadap Al-Qur’an. Dalam fungsi tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an
yang tidak ada penjelasan yang dapat dimengerti di dalamnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
dijelaskan tentang fungsi hadis terhadap Al -Qur’an dan dalil - dalil kehujjahan hadis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan hadits dalam sumber hukum islam?
2. Apa saja dalil- dalil kehujjahan hadis ?
3. Bagaimana fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?

C. Tujuan
a. Mengetahui sumber hadits dalam keedudukan hukum
b. Mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis
c. Mengetahui fungsi hadits terhadap Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN

1. KEDUDUKAN HADIST SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-
Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka
secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka
yang menolak kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa,
tetapi juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi alasan yang pasti
tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum Islam.

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat
dalam beberapa dalil seperti dibawah ini :

 AL – QUR’AN
Banyak ayat Al – Qur’an yang menerangkan mempercayai dan menerima segala sesuatu yang
disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya
adalah : Ali Imran yang artinya “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang mukmin
seperti keadaan kamu sekarang ini, sehingga dia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik
(mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan
tetapi, Allah akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara Rasul-Rasulnya. Karena itu,
berimanlah kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu
pahala yang besar.
Dalam surat An-Nisa ayat 136 Allah SWT Berfirman, yang artinya sebagai berikut:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab
yang allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang
kafir kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasulnya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya
orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.

Dalam surat Ali Imran diatas, Allah memisahkan antara orang-orang mukmin dengan orang-
orang yang munafik. Dia juga akan memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat
iman mereka. Oleh karena itu, orang mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah SWT
dan Rasul-Nya. Pada surat An-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali Imran ayat 179,
Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW),
Alqur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat, Allah SWT
Mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-Nya.

 DALIL AL-HADIST
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW Berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadist sebagai
pedoman hidup di samping Al- Qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah dalam sabdanya :
Artinya :
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama
kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.” (H.R Hakim)

Hadist tersebut diatas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadist atau
menjadikan hadist, sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah wajib, sebagaimana wajibnya
berpegang teguh kepada Al-Qur’an.

 KESEPAKATAN ULAMA (IJMA’)


Umat Islam telah sepakat menjadikan hadist sebagai salah satu dasar hukum dalam amal
perbuatan karena sesuai dengan yang dikehendakinya oleh Allah. Penerimaan hadist sama seperti
penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an, karena keduanya sama-sama merupakan sumber hukum
Islam. Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala
ketentuan yang terkandung didalam hadist telah dilakukan sejak masa Rasulullah, sepeninggal beliau,
masa Khulafaur Ar-Rasyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya. Banyak
di antara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandunganya, tetapi
menyebarluaskanya kepada generasi-generasi selanjutnya.

2. DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS

Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama Islam sekaligus
merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja perbedaan antara keduanya terletak pada
sisi lafaz dan makna. Dimana lafaz dan makna Al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis
maknanya dari Allah Swt dan lafaznya dari Rasulullah Saw, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai
sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan yang lain, dan
mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya mentaati Al-Qur’an.

 Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain:


 Al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah diantaranya adalah ayat-
ayat yang memerintahkan kepada kaum muslim untuk taat kepada Rasulullah saw. firman Allah Swt :

ُ ‫سو َل َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُك ْم فَِإنْ تَنَازَ ْعتُ ْم فِي ش َْي ٍء فَ ُردُّوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّر‬
‫سو ِل ِإنْ ُك ْنتُ ْم‬ ُ ‫َيا َأ ُّي َها الَّ ِذينَ َآ َمنُوا َأ ِطي ُعوا هَّللا َ َوَأ ِطي ُعوا ال َّر‬
)59( ‫سنُ تَْأ ِوياًل‬َ ‫تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َوا ْليَ ْو ِم اَآْل ِخ ِر َذلِ َك َخ ْي ٌر َوَأ ْح‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS An-Nisa : 59).

Kembali kepada Allah maksudnya kembali kepada Al-Qur’an, dan kembali kepada Rasul
maksudnya kembali kepada Sunnah atau Hadis beliau Saw. Perintah untuk mengikuti segala apa yang
diperintahkan oleh Rasulullah Saw dan menjauhi segala apa yang dilaranagnnya, Allah Swt berfirman:

‫سو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَ َها ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَ ُهوا‬


ُ ‫َو َما َآتَا ُك ُم ال َّر‬
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr :7)
Allah Swt telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala apa yang diperintahkan
oleh Rasulullah Saw, Allah berfirman:

‫اب َألِيم‬ ِ ُ‫صيبَ ُه ْم فِ ْتنَةٌ َأ ْو ي‬


ٌ ‫صيبَ ُه ْم َع َذ‬ ِ ُ‫فَ ْليَ ْح َذ ِر الَّ ِذينَ يُ َخالِفُونَ عَنْ َأ ْم ِر ِه َأنْ ت‬
Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS An-Nur : 63).

Pada Banyak ayat, Allah Swt menyandingkan kata Kitab yang berarti al-Qur’an dengan
kata Hikmah yang berarti hadis atau sunnah diantara ayat-ayat tersebut adalah firman Allah Swt:

َ ‫َوَأ ْن َز َل هَّللا ُ َعلَ ْي َك ا ْل ِكت‬


ْ َ‫َاب َوا ْل ِح ْك َمةَ َو َعلَّ َم َك َما لَ ْم تَ ُكنْ تَ ْعلَ ُم َو َكانَ ف‬
‫ض ُل هَّللا ِ َعلَ ْي َك َع ِظي ًما‬
Artinya : “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah kepadamu
(Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia
Allah sangat besar atasmu”. (QS. An-Nisa> : 113).
Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan mengatakan:
“Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu Al-Qur’an dan juga Sunnah (Hadis). Aku teelah mendengar ahli
ilmu al-Qur’an mengatakan; hikmah adalah Sunnah Rasulullah saw. Karena Al-Qur’an disebutkan dan
dibarengi dengan kata hikmah. Allah swt. Menyebutkan anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya
dengan mengajari mereka al-kitab dan hikmah, maka tidak boleh Wallahu a’lam ditafsiri maksud
Hikmah disini kecuali Sunnah Rasulullah saw”.

 Hadits Nabi

Terdapat banyak hadis-hadis Rasulullah saw. yang  menunjukkan kewajiban untuk mengikuti
Sunnah Nabawiyah  dan menegaskan bahwa Sunnah itu memliki kedudukan yang sama seperti Al-
Qur’an dari segi keadaannya sebagai sumber untuk menetapkan hukum-hukum. Diantara hadis-hadis
tersebut:

 Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan sanadnya dari sahabat Abu Hurairah ra bahwa
Rasulullah saw bersabda:

َ ‫سو َل هَّللا ِ َو َمنْ يَْأبَى قَا َل َمنْ َأطَا َعنِي د ََخ َل ا ْل َجنَّةَ َو َمنْ َع‬
‫صانِي فَقَ ْد َأبَى‬ ُ ‫ُك ُّل ُأ َّمتِي يَد ُْخلُونَ ا ْل َجنَّةَ ِإاَّل َمنْ َأبَى قَالُوا يَا َر‬
Artinya : “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan tidak mau”. Para Sahabat
kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak mau memasukinya itu wahai Rasulullah?’ Beliau
menjawab: “orang yang mentaatiku akan masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar
ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.

 Hadis yang menjelaskan bahwa dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah, maka tidak
akan tersesat untuk selamnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Malik bin Anas bahwasanya
Rasulullah saw bersabda:

‫سنَّةَ نَبِيِّ ِه‬


ُ ‫َاب هَّللا ِ َو‬ ِ َ‫تَ َر ْكتُ فِي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَنْ ت‬
َّ ‫ضلُّوا َما تَ َم‬
َ ‫س ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬
Artinya : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat untuk (selamanya) selama
kalian berpegangteguh kepada keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”

 Hadis yang memerintahkan untuk senantiasa ber-tamassuk (berpegang teguh) Sunnah Rasulullah saw
dan para sahabat beliau saw dan larangan melakukan kebid’ahan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

ٌ‫ت اُأْل ُمو ِر فَِإنَّ ُك َّل ُم ْح َدثَ ٍة بِ ْد َعة‬


ِ ‫َضوا َعلَ ْي َها بِالنَّ َوا ِج ِذ َوِإيَّا ُك ْم َو ُم ْح َدثَا‬
ُّ ‫س ُكوا بِ َها َوع‬ ِ ‫سنَّ ِة ا ْل ُخلَفَا ِء ا ْل َم ْه ِديِّينَ ال َّرا‬
َّ ‫ش ِدينَ تَ َم‬ ُ ِ‫َعلَ ْي ُك ْم ب‬
ُ ‫سنَّتِي َو‬
ٌ‫ضاَل لَة‬
َ ‫َو ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬
Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah para khalifah ra>syidah yang
telah mendapatkan hidayah, berpegang teguhlah kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut) dengan
gigi grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, krena segala bentuk yang bersifat
baru adalah bid’ah dan semua bentuk bid’ah adalah sesat”.

 Hadis yang menjelaskan bahwa telah diturunkan kepada Rasulullah saw al-Quran dan yang semidal
dengannya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari sahabat al-Miqdam bin Ma’di Karib
ra, Rasulullah saw bersabda:

َ ‫َأاَل ِإنِّي ُأوتِيتُ ا ْل ِكت‬


‫َاب َو ِم ْثلَهُ َم َعه‬
Artinya : “Sesungguhnya telah diberikan (diturunkan) kepadaku al-Kitab (al-Qura’n) dan bersamanya
sesuatu yang semisal dengannya (al-Sunnah)”.

 Ijma’ (Kesepakatan)
Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti Sunnah Nabi saw, karena
sunnah tersebut merupakan wahyu dari Allah swt dan telah memerintahkan kepada kita untuk
mengikutinya demikian pula dengan Rasul-Nya sebagiaman dalam riwayat-riwayat yang telah
disebutkan terdahulu. Fakta-fakta yang menunjukkan kesepakatan mereka akan kehujjahan sunnah
dalam agama cukup banyak dan tidak terbilang jummlahnya dan tidak diketahui ada seorang pun
diantara mereka yang menyalahi dan menentang hal tersebut.

Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil dan mengikuti apa
yang terdapat (warid ) dalam Sunnah berupa hukum, adab, dan tidak seorang dari mereka (Taabi’in)
berani memenentang sunnah yang shahih. Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini
telah menyepakati akan kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang di-nuqil dari Sunnah
dan barang siapa yang menentang hal tersebut dianatara mereka, makka mereka telah menentang Al-
Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta mengikuti jalan selain jalan orang mu’min. Oleh karena itu, kaum
muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya, dan berpegang teguh dengannya karena taat
kepada Allah swt dan mengikuti Rasulullah saw.

3.  FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR’AN

Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan)
keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl: (16)
Artinya  “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi
umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk
menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.
Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi penjelasan hadis terhadap al-Qur’an sebagai berikut;

1. Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan
bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi
hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang
diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:

)‫ص ْو ُم ْوا َوِإ َذا َرَأ ْيـتُ ُم ْوهُ فََأ ْف ِط ُر ْوا (رواه مسلم‬
ُ َ‫فَِإ َذا َرَأ ْيـتُ ُم ا ْل ِهالَ َل ف‬
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka
berbukalah.” (HR. Muslim)

Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:


“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa” (QS. Al-
Baqarah : 185)
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan istilah bayan al-muwafiq li
al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an.

2. Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-ayat yang memerlukan
perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka
fungsi hadith dalam hal ini memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang
masih mutlak dan memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.

a. Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global)
 Sebagai contoh hadis berikut:

َ ‫صلُّ ْوا َك َما َراَ ْيتُ ُم ْونِي ُأ‬


)‫صلِّ ْي (رواه البخارى‬ َ
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak menjelaskan
secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-
Baqoroh[2]: 43).

.      b. Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq


Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri apa adanya, dengan
tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-taqyid dan mutlaq artinya membatasi ayat-
ayat mutlaq denngan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh hadis Rasul SAW
berikut:
)‫التقطع يد السارق ا في ربع دينار فصاعدا (رواه مسلم‬
“Tangan  pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat dinar atau
lebih.” (HR. Muslim)

Hadits di atas men-taqyid  ayat al-Qur’an berikut:


“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.” (QS. Al Maidah [5]: 38)
c. Men-takhsis ayat yang ‘am
Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam jumlah yang banyak.
Sedangkan takhsis atau khash, ialah kata yang menunjukkan arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang
dimaksud men-takhsis yang ‘am ialah membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak berlaku
pada bagian-bagian tertentu. Mengingat  fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat
apabila mukhasis-nya dengan hadits ahad. Menurut Syafi’i dan Ahmad bin Hambal, keumuman ayat
bisa ditakhsish oleh hadits ahad yang menunjukkan kepada sesuatu yang khash, sedang menurut
ulama Hanafiah sebalikanya.
 Sebagai contoh:
‫اليرث القتل من المقتول شيأ‬
“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)
Hadits tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’ ayat 44 berikut:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan...”

3. Bayan al-Nasakh
Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada yang
mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap sebagian hukum Al-Qur’an dan ada yang
juga yang menolaknya.

 Kata nasakh secara
Dalam bahasa berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan),
dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak yang melalui pendekatan
bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam menta’rifnya. Menurut ulama
mutaqoddimin, bahwa terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum
(ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa diamalkan lagi,
dan syar’i (pembuat sayari’at) menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untuk selama-lamanya
(temporal). Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadits terhadap al-Qur’an juga
berbeda pendapat dalam macam hadits yang dapat dipakai untuk me-nasakh-nya. Dalam hal ini
mereka terbagi menjadi tiga kelompok.
Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadits, meskipun
dengan hadits Ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin dan Ibn
Hazm serta sebagian para pengikut Zahiriyah.
Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadits tersebut harus mutawatir.
Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.
Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadits masyhur, tanpa harus
dengan hadits mutawatir. Pendapat ini dipegang diantaranya oleh ulama Hanafiyah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
       Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan)
keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl[16]: 44.
Artinya  “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh
manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan
ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.          
Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan Hadis  telah dibuktikan oleh hal hal berikut
antara lain ;
- Al Qur’an karim
- Hadis Nabi
- Ijma’ (Kesepakatan)

Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu bermacam-
macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi hadis terhadap Al Qur’an
- Bayan At-taqrir
- Bayan At-tafsir
- Bayan At-tasyri
- Bayan Al-nasakh
Daftar pustaka

Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail Media Group
Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi Ilmu Hadits. jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media
Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadith .Ponorogo: STAIN PO Press
Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai