Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Kedudukan Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah ulumul hadist

Dosen Pengampu : Ahmad fajar shodik, M.Th.I.

Disusun oleh kelompok 5 :

Rahmat hidayatul haqiqi (212104010014)

Nur salim (212104010015)

Ummu aina nafidatul khusna (212104010040)

Mentari lis sajidah (212104010013)

Universitas Islam Negeri K.H. Ahmad Siddiq

Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora

Ilmu Al – Qur’an dan Tafsir

Jember, 11 Oktober 2022


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji sy ukur atas kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami diberikan kemudahan dalam
mengerjakan makalah yang berjudul “kedudukan sunnah sebagai sumber ajaran
islam” guna memenuhi tugas mata kuliah ulumul hadist. Tak lupa Shalawat serta
salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan
para sahabatnya.

Dalam menyelesaikan makalah ini, tentunya penyusun dibantu oleh


berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada bpk
Ahmad fajar shadik, M.Th.I. selaku dosen pembimbing mata kuliah serta rekan –
rekan yang membantu dalam penyelesaian tugas ini. Semoga allah memberikan
balasan yang berlipat ganda, aamiin.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya.


Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar kedepannya penyusun bisa lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat memberikan kemanfaatan baik bagi penyusun maupun bagi pembacanya.

Jember, 11 Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................ii

Daftar Isi..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2

A. Pengertian sunnah.....................................................................................2
B. Kedudukan sunnah sebagai sumber ajaran islam......................................4
C. Contoh sunnah sebagai sumber ajaran
islam..........................................................................................................8

BAB III PENUTUP...........................................................................................15

A. Kesimpulan...............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana kehidupan umat islam dalam kehidupan aspeknya telah di atur
oleh alqur’an dan as-sunnah. Ketika suatu ajaran yang terdapat dalam alQur‟an itu
masih bersifat global, as-Sunnah menjelaskan ajaran-ajaran tersebut secara
spesifik dan terperinci. Selain al-Qur‟an, kaum muslimin, sejak masa Rasulullah
saw. sampai sekarang, mematuhi as-Sunnah dan tetap menjadikannya sebagai
sumber hukum dan penuntun akhlak di samping alQur’an.
Sebagaimana perintah Allah dalam al-Qur’an diwajibkan bagi mereka
(Shahabat) untuk mengikuti Rasul dan mentaatinya selama hidupnya, maka wajib
pula atas mereka dan atas orang-orang muslim sesudah mereka itu untuk
mengikuti sunnahnya setelah beliau wafat. Sebab nas-nas yang mewajibkan taat
kepadanya itu bersifat umum, tanpa terkait dengan masa hidupnya, dan tanpa
dibatasi hanya kepada Shahabatnya saja, yang lain tidak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang dalil-dalil kehujjahan Sunnah?
2. Bagaimana hubungan sunnah dengan al-Qur’an?
3. Bagaimana pengertian hadits Maqbul sebagai hujjah dalam tasyri’ islami?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang dalil kehujjahan sunnah
2. Menjelaskan hubungan sunnah dengan al-Qur’an
3. Menjelaskan pengertian hadits maqbul sebagai hujjah dalam tasyri’ Islami

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dalil Kehujjahan Sunnah

Al-qur’an merupakan Syari’at yang terakhir diturunkan bersamaan dengan


Rasul yang terakhir pula yaitu Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an sendiri sebagai
kitab suci umat Islam diturunkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
syari’at yang diturunkan Allah sebelumnya.

Jumhur muslimin meyakini bahwa segala keterangan Rasulullah yang


berkaitan dengan syari’at Allah SWT yang diriwayatkan secara shahih dari-Nya,
baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya adalah hujjah sumber
hukum Islam dan pedoman pengalaman umat Islam karena sejalan dengan fungsi
kerasulan Nabi Muhammad SAW.

Terdapat beberapa alasan jumhur ulama meyakini sunnah sebagai sumber


hukum dan pedoman pengalaman umat Islam :

1) Menerima sunnah merupakan konsekuensi iman. Salah satu bagian dari


bangunan aqidah Islam adalah iman kepada kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Keimanan pada kerasulan Nabi Muhammad SAW menuntut kepada I’tiqad
terhadap keberadaan sunnah Rasul dan menjadikannya hujjah dan dasar dalam
memenuhi dan memanifestasikan syari’at dalam kehidupan nyata.
2) Terdapat keterangan-keterangan yang jelas dan tegas dalam Al-Qur’an tentang
kedudukan Rasulullah dalam syari’at Islam.Mandat untuk memberikan
penjelasan terhadap nash-nash al-Qur’an Allah berikan kepada Nabi
Muhammad SAW. Allah juga memberikan wewenang kepada Nabi
Muhammad SAW untuk menjadi hakim dalam memutuskan perkara umat dan
menjadikan kepatuhan kepada putusan Nabi Muhammad SAW sebagai tolak
ukur keimanan.
3) Mengikuti sunnah Rasulullah merupakan sebuah keharusan yang disampaikan
oleh Rasulullah sendiri, sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadist

2
yang diriwayatkan oleh Al-Hakim. Kemudian Abu Najih al-Irbadh bin
Syari’ah ra yang menceritakan bahwa Rasulullah memberikan nasehat kepada
kita dengan suatu nasihat yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata,
Nabi SAW berkata yang artinya “Aku nasehatkan kepada kalian semua agar
kalian bertaqwa kepada Allah, taat dan patuh, biarpun seorang hamba sahaya
memerintahkan kamu. Sesunggguhnya orang yang hidup lama (Panjang umur)
diantara kamu akan mengetahui adanya pertentangan-pertentangan yang
hebat. Oleh sebab itu hendaklah kamu berpegang teguh kepada Sunnah-ku,
sunnah khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunnah
dengan taringmu, jauhilah mengada-ada perkara, sebab perkara yang diada-
adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah tersesat dan setiap yang
sesat itu neraka (tempatnya).”
4) Ijma’ sahabat tentang keharusan berpijak kepada Sunnah Rasul. Para sahabat
pada waktu Rasululah masih hidup selalu mengikuti segala sesuatu yang
diperintahkan oleh Beliau dan menjauhi segala larangan dengan tidak
membedakan antara kewajiban-kewajiban taat kepada hukum-hukum yang
diwahyukan Tuhan di dalam Al-Qur’an dan hukum-hukum yang ditetapkan
oleh Rasulullah SAW.
5) Pentingnya kedudukan Sunnah karena keberadaan Al-Qur’an. Merujuk kepada
sunnah Rasul sebagai penjelas ayat-ayat global yang ada didalam Al-Qur’an,
yang mana sunnah berfungsi sebagai bayan syari’at Allah SWT. Sunnah yang
berfungsi sebagai bayan merupakan hujjah bagi kaum muslimin dan menjadi
undang-undang yang wajib diikuti.1

Adapun bukti-bukti terhadap kehujjahan Sunnah diantaranya yaitu :

Pertama, nash Al-Qur’an. Firman Allah dalam Al-Qur’an :

‫قُلْ َأ ِط ْي ُع هّللا َ َو ال َّرسُوْ َل‬

Katakanlah, ikutlah olehmu Allah dan Rasul

1
Moh Turmudi, “Al-Sunnah ; Telaah Segi Kedudukan Dan Fungsinya Sebagai Sumber Hukum”,
IAIT Kediri Vol.27, No.1 (Januari 2016):6

3
ْ َ‫َم ْن يُ ِطع ال َّرسُوْ َل فَق‬
َ ‫ط اَطَا َع هّللا‬ ِ

Barang siapa yang mengikuti Rasul, maka sesungguhnya dia telah mengikuti
Allah

‫يٰ ٓااَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ اٰ َمنُوْ ٓا اَ ِط ْيعُوهّللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرسُوْ َل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم فَا ِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِ ْي َش ْىٍئ فَ ُر ُّدوْ هُ اِلَى هّللا ِ َوال َّرسُوْ ِل‬

Hai orang-orang yang beriman, patuhlah kepada Allah dan patuhlah kepada
Rasul dan Ulil Amri daripada kamu. Apabila terjadi pertengkaran dalam sesuatu
(masalah) maka pulangkanlah kepada Allah dan Rasul (QS. 4:59)

‫َولَوْ َر ُّدوْ هُ اِلَى ال َّرسُوْ ِل َواِ ٰل ٓى اُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْنهُ ْم لَ َعلِ َمهُ الَّ ِذ ْينَ يَ ْستَ ْنبِطُوْ نَهٗ ِم ْنهُ ْم‬

Dan kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka,
tetulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenaran akan dapat
mengetahuinya. (QS. 4:83)

‫ضى هّللا ُ ِو َرسُوْ لُهٗ ٓ اَ ْمرًا اَ ْن يَ ُكوْ نَ لَهُ ُم ْال ِخيَ َرةُ ِم ْن اَ ْم ِر ِه ْم‬
َ َ‫َو َما َكانَ لِ ُمْؤ ِم ٍن اِ َذا ق‬

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak pula bagi perempuan
yang Mukmin, apakah Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
aka nada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (QS. 33:36)

َ َ‫ك فِ ْي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم الَ يَ ِج ُدوْ ا فِ ْيٓ اَ ْنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِّم َّما ق‬
‫ضيْتَ َويُ َسلِّ ُموْ ا‬ ٰ ّ‫ك الَ يُْؤ ِمنُوْ نَ َحت‬
َ ْ‫ى يُ َح ِّك ُمو‬ َ ِّ‫فَالَ َو َرب‬
‫تَ ْسلِ ْي ًما‬

Maka demi Tuhanmu, maka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan
yang kamu berikan kepada mereka, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
(QS. 4:65)

4
‫َو َمٓا ٰاتٰ ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َما نَهٰ ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوْ ا‬

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. 59:7)

Ayat-ayat tersebut merupakan dalil qath’i yang menunjukkan bahwa Allah


mewajibkan kita untuk mematuhi Rasul dari apa yang disyari’atkannya.

Kedua, ijma’ sahabat. Di waktu Nabi SAW masih hidup, para sahabat
menjalankan hukum-hukum tentang larangan dan perintah , halal dan haram,
kesemuanya yayng bersumber dari Al-qur’an dan juga yang bersumber dari
Rasulullah. Sahabat Muadz bin Jabbal berkata, “Jika hukum yang aku jalankan
tidak terdapat di Kitabullah, maka aku akan mencarinya dalam Sunnah
Rasulullah”. Setelah Rasulullah wafat, jika terdapat di dalam Al-Qur’an maka
sahabat melihat nya pada Hadist Rasulullah.

Ketiga, didalam Al-Qur’an terdapat kewajiban-kewajiban yang wajib


dijalankan akan tetapi Al-Qur’an tidak menguraikannya secara rinci. Maka dalam
hal ini Rasulullah memberikan penjelasan mengenai ayat-ayat global dalam Al-
Quran melalui Sunnah-sunnah nya. Allah memberikan wewenang kepada
Rasuluah untuk menguraikan hukum-hukum yayng terdapat di dalam Al-Qur’an.
Allah berfirman :

ِ َّ‫ك ال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬


‫اس َما نُ ِّز َل ِالَ ْي ِه ْم‬ ْ ‫َواَ ْن‬
َ ‫زلن َٓااِلَ ْي‬

Dan Kami turunkan kepada-Mu Al-Qur’an agar engkau menerangkannya kepada


umat manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka. (QS. 16:44)

Jika Sunnah tidak dijadikan sebagai hujjah maka kewaiban yang di


syariatkan Al-Qur’an tidak akan dijalankan dengan peraturan-peraturan tertentu.
Sunnah yang salah satu fungsinya menerangkan ke mujmal an ayat Al-Quran
harus diikuti, karena bersumber dari Rasulullah. Diriwayatkan dari Rasul dengan
jalan qath’i atau dzan yang kuat. Sesuat yang bersumber dari Rasulullah maka
wajib diikuti.

5
Hukum-hukum yang terdapat dalam Sunnah adakalannya menetapkan
hukum-hukum Al-Qur’an atau menjelaskan hukum-hukum Al-Qur’an. Jadi
jelaslah bahwa tidak mungkin hukum antara Sunnah dan Al-Qur’an itu berbeda
atau bertentangan.2

B. Hubungan Sunnah Dengan Al-Qur’an


Peraturan-peraturan yang ada di Al-Qur’an maupun Sunnah merupakan
dua peraturan yang saling membutuhkan dan saling berhubungan satu sama
lain.
Peraturan yang ada di Al-Quran semua bersifat mandiri dalam legalitas,
akan tetapi membutuhkan Sunnah sebagai penjelas dan peraturan
pelaksanaannya. Begitu juga sebaliknya, peraturan-peraturan yang ada di
dalam Sunnah meskipun mandiri dalam pelaksanaan akan tetapi
membutuhkan legalisasi dari Al-Qur’an.
Secara mutlak Al-Qur’an membutuhkan bayan (penjelasan), karena Al-
Quran memuat hukum-hukum yang mufassal (terurai) dan juz’i (terinci),
namun kebanyakan hukumnya bersifat mujmal (global) dan kulli
(menyeluruh), sehingga membutuhkan penjelasan hukum-hukum yang
bersifat tersebut.
Selain menyampaikan al-Quran kepada para manusia, Rasullullah juga
memiliki tugas untuk memberikan pejelasan kepada mereka. Karenanya,
Rasulullah Sebagian menggunakan perkataan Sebagian dengan perbuatan,
dan Sebagian menggunakan perkataan dan perbuatan sekaligus dalam
memberikan penjelasan terhadap Al-Qur’an.
Terkait fungsi sunnah terhadap al-Qur’an yang juga merupakan sumber
hukum ke dua setelah al-Qur’an para ulama’ tidak memiliki sebuah
kesepakatan tertentu, beberapa perbedaan tersebut adalah:
1. Ahl ra’yi berpendapat bahwa sunnah terhadap al-quran memiliki
fungsi bayan taqrir, bayan tafsir dan bayan tabdil/nasakh

2
Syekh Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005), 36-40

6
2. Imam malik berpendapat bahwa fungsi sunnah adalah bayan taqrir,
bayan tafsir, bayan tafsil, bayan al-ba’ts, bayan tasyri’.
3. Imam syafii berpendapat bahwa fungsi sunnah adalah bayan tafshil,
bayan takhsis, bayan ta’yin, bayan tasyri’, bayan naskh.
Dari pendapat-pendapat yang disebutkan secara global fungsi dari
sunnah terhadap al-Quran adalah untuk menjelaskan makna dan kandungan
dari al-Qur’an yang sangat dalam sebagaimana firman Allah,
َ ‫ٱلزب ۗ ُِر َوَأن َز ۡلنَٓا ِإلَ ۡي‬
ِ َّ‫ك ٱل ِّذ ۡك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬
َ‫اس َما نُ ِّز َل ِإلَ ۡي ِهمۡ َولَ َعلَّهُمۡ يَتَفَ َّكرُون‬ ِ َ‫بِ ۡٱلبَيِّ ٰن‬
ُّ ‫ت َو‬

Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab dan Kami turunkan


kepadamu al-Qur’ân, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. An-
Nahl ayat 44).

Selanjutnya dalam hal ini fungsi-fungsi tersebut diklasifikasikan dalam


empat garis besar yaitu

1. Bayan taqrir. Bayan taqir adalah penjelasan dari hadits yang


berfungsi menetapakan,memperkuat dan meperkokoh isis
kandungan al-Qur’an. Seperti hadits, rasullullah SAW bersabda
“tidak diterima sholat seseorang yang berhadats hingga ia
berwudhu’.” (H.R. Bukhari). Hadits ini merupakan taqrir dari ayat

ْ ‫ح‬¢‫ق َوٱمۡ َس‬¢


‫ُوا‬ ۡ
ِ ¢ِ‫ ِديَ ُكمۡ ِإلَى ٱل َم َراف‬¢‫وهَ ُكمۡ َوَأ ۡي‬¢¢‫وا ُو ُج‬ ْ ُ‫ل‬¢‫ٱغ ِس‬ َّ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا ِإ َذا قُمۡ تُمۡ ِإلَى‬
ۡ َ‫لَ ٰو ِة ف‬¢‫ٱلص‬

‫فَ ٍر َأ ۡو‬¢ ‫ ٰ ٓى َأ ۡو َعلَ ٰى َس‬¢ ‫ض‬


َ ‫ُوا َوِإن ُكنتُم َّم ۡر‬ ْ ۚ ‫ ِن وَِإن ُكنتُمۡ ُجنُبٗ ا فَٱطَّهَّر‬¢ۚ ‫بِ ُر ُءو ِس ُكمۡ َوَأ ۡر ُجلَ ُكمۡ ِإلَى ۡٱل َك ۡعبَ ۡي‬
ْ ‫ح‬¢‫ ِع ٗيدا طَيِّبٗ ا فَٱمۡ َس‬¢‫ص‬
‫ُوا‬ ْ ¢‫ٓاءٗ فَتَيَ َّم ُم‬¢¢‫ُوا َم‬
َ ‫وا‬¢ ْ ‫ د‬¢‫ٓا َء فَلَمۡ تَ ِج‬¢‫تُ ُم ٱلنِّ َس‬¢‫د ِّمن ُكم ِّمنَ ۡٱلغَٓاِئ ِط َأ ۡو ٰلَ َم ۡس‬¢ٞ ¢‫َجٓا َء َأ َح‬

ُ‫ ُد لِيُطَه َِّر ُكمۡ َولِيُتِ َّم نِ ۡع َمتَ ۥه‬¢‫ َر ٖج َو ٰلَ ِكن ي ُِري‬¢‫بِ ُوجُو ِه ُكمۡ َوَأ ۡي ِدي ُكم ِّم ۡن ۚهُ َما ي ُِري ُد ٱهَّلل ُ لِيَ ۡج َع َل َعلَ ۡي ُكم ِّم ۡن َح‬
َ‫َعلَ ۡي ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكرُون‬

2. bayan at-Tafsir, adalah menerangkan ayat yang umum, mujmal dan


musytarak. Fungsinya adalah merinci ayat yang mujmal,
menghususkan yang umum membatasi yang muthlaq. Contohnya

7
adalah ayat-ayat yang memrintahkan untuk mendirikan sholat yang
hanya menyebutkan secara global berupa perintah saja tanpa
menjelaskan tata caranya, waktunya dan sebagainnya maka dirinci
dengan hadits nabi yaitu shallu kama roaytumuni usholli (H.R.
Bukhori).

3. Bayan tasyri’, adalah memunculkan hukum baru yang tidak terdapat


dalam al-Qur’an. Terdapat perbedaan pendapat hal ini yaitu
menegenai sunnah yang dapat berdiri sendiri sebagai dalil
sementara yang lain berpendapat sunnah hanya menetapkan dalil
yang terkandung dalam al-Qur’an. Dalam cntoh ini bisa dilihat
dalam surah an-nisa’ ayat 29

‫اض ِّمن ُكمۡۚ َواَل‬ ¢َ ٰ ِ‫ونَ ت‬¢¢‫ ِل ِإٓاَّل َأن تَ ُك‬¢‫ ٰ َولَ ُكم بَ ۡينَ ُكم بِ ۡٱل ٰبَ ِط‬¢ۡ‫أ ُكلُ ٓو ْا َأم‬¢ۡ ¢َ‫وا اَل ت‬
َ ¢َ‫ج َرةً عَن ت‬
ٖ ‫ر‬¢
ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬

‫ت َۡقتُلُ ٓو ْا َأنفُ َس ُكمۡۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ بِ ُكمۡ َر ِح ٗيما‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta


sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku suka sama suka diantara kamu.”

Kemudian suatu hari Rasulullah melihat orang-orang Madinah yang


suka melakukan transaksi buah-buahan yang masih ada dipohon dan
belum terlihat kualitasnya oleh pembeli. Sehingga ketika dipanen
dan ketika itu terkena wabah sehingga terjadi sesuatu yang luar
dugaan dan menimbulkan pertikaian antar keduanya. Meka sejak
saat itu jual beli yang demikian dilarang.

4. Bayan al-Nasakh, secara Bahasa bisa bermakna membatalkan,


menghilangkan, membuang, mengubah. Akan tetapi fungsi ini
terdapat banyak sekali pro dan kontra. Kalangan syafiiyah dan
sebagian besar lainnya memilih bahwa tidak ada nasakh al-Quran
dengan hadits sebab hukum dalam al-Qur’an bersifat pokok dan
hadits/sunnah bersifat cabang. Sementara yang setuju adalah dari

8
kalangan mu’tazilah, hanafiyah dan ibnu hazm adz-dzahiri
walaupun diantara ketiganya memilik perbedaan masing-masing
yaitu ibnu hazm membolehkan seluruh macam hadits termasuk ahad
untuk menasakh al-Qur’an, mu’tazilah hanya membatasi terhadap
hadits mutawatir dan para ulam’ hanafiyah yang membolehkan
hadits masyhur.

C. Hadist Maqbul

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sunnah secara Bahasa adalah jalan yang biasa, sedangkan menurut istilah
ushuli adalah sesuatu yang diriwayatkan dari nabi berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan dan sifat huluqiyah. Dan menurut istilah syari iaiah
apa yang bersumber dari Rasul berupa perkataan, atau perbuatan, atau
ketetapannya.
2. Hukum-hukum yang terdapat dalam Sunnah adakalannya menetapkan
hukum-hukum Al-Qur’an atau menjelaskan hukum-hukum Al-Qur’an.
Jadi jelaslah bahwa tidak mungkin hukum antara Sunnah dan Al-Qur’an
itu berbeda atau bertentangan.
3. Macam-macam sunnah merupakan bagian dari teladan terbaik umat Islam,
yaitu Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan bentuk penyampaiannya oleh
Rasulullah, sunnah dibagi menjadi tiga macam, qauliyyah, fiiliyyah, dan
taqriyyah.

1
DAFTAR PUSTAKA

Fadlullah Ksiks, Abu al-Hasan Hisyam al-Mahjoubi, al-Muyassar, (Beirut, Darul


kutub al-ilmiyah, 2013) Hal. 18-19
Khallaf, Syekh Abdul Wahab. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta : PT RINEKA CIPTA,
2005.

Turmudi, Moh. “Al-Sunnah ; Telaah Segi Kedudukan Dan Fungsinya Sebagai


Sumber Hukum”. IAIT Kediri Vol.27 No.01 (Januari 2016).

http://m.liputan6.com/hot/read/4635050/macam-macam-sunnah-dan-contohnya-
penting-dalam-hukum-islam?
utm_source=Mobile&utm_medium=&utm_campaign=Share_Top

Anda mungkin juga menyukai