Anda di halaman 1dari 9

KEDUDUKAN , FUNGSI , DAN ARTI PENTINGNYA HADISH SEBAGAI

AJARAN ISLAM YANG TAK TERPISAHKAN DARI AL QURAN


Nama penulis : Uwais Al-qurniy
Imam mukhlis
Abdillah Affani El-Murtadha
Kelas :A
Prodi : IQT
Fakultas : Ushuluddin

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peranan hadits terhadap Al-Quran dalam melahirkan hukum syariat Islam
tidak bisa dikesampingkan lagi, karena tidak mungkin umat Islam memahami
ajaran Islam dengan benar jika hanya merujuk pada Al-Quran saja, melainkan harus
diimbangi dengan hadits. Mengingat hadist merupakan sumber kedua dalam
rujukan pengambilan hokum, maka sangat penting bagi kita umat islam untuk
mempelajari dan menggali hadist –hadist,
Hadits adalah berfungsi menafsirkan nashnya, menjelaskan pengertiannya,
men-takhsish yang ‘amm, men-taqyid yang muthlaq, menjelaskan yang musykil,
menjelaskan yang mubham, dan menjelaskan hukum-hukumnya. Oleh karena itu
wajib mengikutinya sebagaimana mengikuti Al-Quran. Dengan demikian sangat
jelaslah kedudukan hadits di dalam Islam sangat tinggi dan penting, terlebih lagi
dalam pengambilan hukum yang tepat yang dapat diterapkan dalam kehidupan
umat Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan hadits dalam hubungannya dengan Al-Qur’an ?
2. Bagaimana fungsi hadits dalam hubungannya dengan Al-Qur’an ?
3. Bagaimana arti pentingnya hadits sebagai ajaran islam yang tak terpisahkan
dalam Al-Qur’an ?
C. Tujuan Permasalahan
1. Untuk mengetahui kedudukan hadist dalam hubungannya dengan Al-Qur’an
2. Untuk mengetahui fungsi hadist dalam hubungannya dengan Al-qur’an
3. Untuk mengetahui arti pentingnya hadist sebagai ajaran islam yang tak
terpisahkan dalam Al-Qur’an.

PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hadits dalam Hubungannya dengan Al-Qur’an
Kata “Hadits” secara bahasa dapat diartikan “baru” (al-jadid), yang
merupakan lawan kata dari al-qadim (lama/terdahulu). Makna ini dipahami sebagai
berita yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena
pembaruannya sebagai perimbangan dengan berita yang terkandung dalam Al-
Quran yang sifatnya qadim.1 Peranan hadits terhadap Al-Quran dalam melahirkan
hukum syariat Islam tidak bisa dikesampingkan lagi, karena tidak mungkin umat
Islam memahami ajaran Islam dengan benar jika hanya merujuk pada Al-Quran
saja, melainkan harus diimbangi dengan hadits.
Kedudukan hadits atau sunnah mendekati Al-Quran. Hadits adalah
berfungsi menafsirkan nashnya, menjelaskan pengertiannya, men-takhsish yang
‘amm, men-taqyid yang muthlaq, menjelaskan yang musykil, menjelaskan yang
mubham, dan menjelaskan hukum-hukumnya. Oleh karena itu wajib mengikutinya
sebagaimana mengikuti Al-Quran.2 Dengan demikian sangat jelaslah kedudukan
hadits di dalam Islam sangat tinggi dan penting, terlebih lagi dalam pengambilan
hukum yang tepat yang dapat diterapkan dalam kehidupan umat Islam.
Imam Ahmad berkata, “mencari hukum dalam Al-Quran haruslah melalui
hadits, demikian pula halnya dengan mencari agama. Jalan yang dibentang untuk
mempelajari fiqh Islam sesuai syariat ialah melalui hadits atau sunnah.” 3
Sebagaimana telah dikemukan bahwa para ulama sepakat dalam menetapkan bahwa
hadits berkedudukan sebagai pensyarah dan penjelas bagi Al-Quran. Dalam hal ini
Al-Quran kerap kali membawa keterangan-keterangan yang bersifat tidak terinci
dan ada juga yang bersifat umum atau tidak dibatasi. Untuk mengetahui sejauh
mana kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam, dapat dilihat beberapa
argumentasi berupa dalil-dalil, baik naqli (berdasarkan Al-Qur’an dan hadits)
maupun aqli (rasional).

1
Aan Supian, Ulumul Hadits, (Bogor: IPB Press, 2014), h. 1.
2
M. Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadits, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 37.
3
Ibid, h. 37.
1. Dalil Al-Qur’an
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintah kaum muslimin agar beriman
kepada rasul-Nya. Mereka juga harus menaati segala bentuk perundang-
undangan dan peraturan yang dibawanya. Tuntutan taat dan patuh kepada
Rasul Allah ini sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Perhatikan ayat Al-Qur’an berikut:

‫قُ ْل َأ ِطي ُعوا اهَّلل َ َوا َّلر ُسو َل ۖ فَ ْن ت ََول َّ ْوا فَ َّن اهَّلل َ اَل حُي ِ ُّب ا ْلاَك ِف ِر َين‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
“Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling,
ketahuilah Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Qs. Al-Imran: 32)

Ketaatan kepada Rasulullah, nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa


sallam, adalah mutlak adanya, sebagaimana ketaatan kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Demikian pula dengan ancaman atau peringatan bagi yang
mengingkari atau menduharkai-Nya. Ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
kepada manusia yang mendurhakai-Nya sering disejajarkan dengan ancaman
kepada manusia yang mendurhakai rasul-Nya.4

2. Dalil Hadits
Selain berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an, kedudukan hadits juga dapat
dilihat melalui hadits-hadits. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Aku tinggalkan untukmu dua perkara; kamu tidak akan sesat selama kamu
berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-
Nya.” (HR. Malik no. 1395)
Kenyataan itu memberikan suatu kepastian bahwa umat Islam dalam
menghadapi berbagai persoalan hukum dan kemasyarakatan, Al-Qur’an dan
hadits harus ditempatkan sebagai sumber asasi. Berpegang teguh pada hadits
atau menjadikan hadits sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah wajib,
sebagaimana wajibnya berpegang teguh pada Al-Qur’an.5
3. Adanya Konsensus (Ijma’) Ulama

4
Lilis Fauziyah dan Andi Setyawan, Kebenaran Al-Qur’an dan Hadits untuk Kelas X Madrasah Aliyah, (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2015), h. 121.
5
Ibid, h. 122-123.
Kesepakatan ulama dan umat Islam dalam memercayai, menerima, dan
mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits, berlaku
sepanjang zaman, tidak ada yang mengingkarinya. Banyak di antara mereka
yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isinya. Akan tetapi, mereka juga
menghafal, men-tadwin, memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-
generasi selanjutnya.6
4. Adanya Kesesuaian Dengan Pertimbangan Akal
Kerasulan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
dibenarkan dan diyakini umat Islam. Hal itu menunjukkan adanya pengakuan
bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa misi untuk
menegakkan amanat yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dari sisi
aqidah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kerasulan itu sebagai salah satu
prinsip keimanan. Dengan demikia, mengamalkan segala peraturan atau
perundang-undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas
bimbingan wahyu maupun hasil ijtihadnya sendiri. Di dalam mengemban
misinya, kadang-kadang beliau hanya menyampaikan apa yang diterima Allah
Subhanahu wa Ta’ala . Namun tidak jarang beliau membawakan hasil ijtihad
semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak dituntut wahyu. Hasil ijtihad
beliau ini tetap berlaku sampai ada nas yang menashknya.7
B. Fungsi Hadits dan hubungannya dengan Al-Qur’an
Pada prinsipnya hadits nabi yang berfungsi sebagai penjelas (bayan)
terhadap Al-Qur’an. Akan tetapi dalam melihat berbagai macam penjelasan nabi
dan berbagai ragam ketentuan yang dikandung oleh suatu ayat, maka interpretasi
tentang bayan tersebut oleh ulama yang satu berbeda dengan ulama lainnya.
Sebagai contoh, Abu Hanifah mengklasifikasikan bayan hadits tersebut menjadi:
bayan taqrir, bayan tafsir, dan bayan tafdil (nasakh); Imam Malik membagi
menjadi: bayan taqrir, bayan taudhih (tafsir), bayan tafsil, bayan bashthi (tasbth
dan ta’wil), dan bayan tasyri’; Imam Syafi’i mengkategorikannya menjadi: bayan

6
Ibid, h. 123.
7
Ibid, h. 124.
tafsil, bayan takhsish, bayan ta’yin bayan tasyri’ dan bayan naskh.8 Berikut ini
dijelaskan secara singkat beberapa fungsi hadits tersebut:
1. Bayan at-Taqrir
Bayan ini ada adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah
diterangkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkukuh
kandungan Al-Qur’an. Contoh hadits yang dapat dikategorikan sebagai bayan at
taqrir adalah hadits yang diriwayatkan Muslim, dari Ibnu Umar sebagai berikut:
“Apabila kalian melihat bulan, maka berpuasalah, dan jika kalian
melihatnya (yang kedua kalinya) maka berbukalah.” (HR. Muslim no. 1798)9
2. Bayan at-Tafsir
Maksudnya adalah hadits berfungsi untuk memberikan penjelasan dalam
bentuk perincian atau tafsil terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat
global atau mujmal; memberikan batasan atau taqyid ayat-ayat Al-Qur’an yang
bersifat pasti atau mutlaq; mengkhususkan atau takhis terhadap ayat-ayat Al-
Qur’an yang masih bersifat umum (‘am). Di antara contoh ayat-ayat Al-Qur’an
yang masih mujmal adalah perintah sholat, puasa, zakat, disyari’atkannya jual
beli, menikah,qisas, dan hudud. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang masalah ini masih
bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-
syarat, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-
masalah tersebut.10
3. Bayan at-Tasyri’
Kata at-tasyri’ berarti pembuatan, mewujudkan, atau menetapkan aturan
hukum. Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah penjelasan hadits yang
berupa mewujudkan, mengadakan, atau menetapkan suatu hukum atau aturan
syara’ yang tidak didapati nashnya dalam Al-Qur’an. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap
beberapa persoalan yang muncul pada saat itu dengan sabdanya sendiri. Beliau
berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para sahabat dengan

8
Tasbih, Kedudukan dan Fungsi Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam, AL-FIKR: Jurnal Pemikiran Islam, Vol 14, No.
3, 2010, http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/alfikr/article/download/2326/2256 , diakses pada tanggal 12 Oktober 2022
pukul 10.29.
9
Ibid, h. 124.
10
Ibid, h. 125-126.
menunjukkan bimbinga dan menjelaskan duduk persoalannya. Hadits-hadits
yang termasuk dalam kelompok ini adalah hadits tentang penetapan haramnya
mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dan bibinya). Hukum
syuf’ah, hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum hak
waris bagi seorang anak.11
C. Pentingnya hadist sebagai ajaran islam yang tak terpisahkan dalam al
quran
Mengingat hadist merupakan sumber kedua dalam rujukan pengambilan
hokum, maka sangat penting bagi kita umat islam untuk mempelajari dan
menggali hadist –hadist,
Dahulu para ulama hadist (muhaddistin) dalam mencari sebuah hadist
membutuhkan waktu yang sangat lama, namun sekarang dengan perkembangan
teknologi yang sangat canggih hadist dapat di akses dengan mudah, ulama hadist
waktu dulu kala memerlukan waktu berminggu minggu, bahkan berbulan bulan
untuk mendapatkan sepenggal hadist terangnya. Namun saat sekarang ini ilmu
hadist sudah sangat kurang di minati oleh bnyak orang, padahal ilmu hadist
sangat penting meningat hadist merupakan sumber hukum bagi umat islam,
dengan mmpelajarinya hadist umat islam dapat mengetahui timgkatan tingkatan
hadist, dengan mempelajari takhrij hadist kita dapat mengetahui berbagai
tingkatan hadist, mana yang di sebut hadist maudhu, hadist dhaif, hadist ahad
sampai hadist shahih.
Banyak sekali faedah dan manfaat yang diperoleh dalam mempelajari
ilmu hadist, diantarnya sebagai berikut:
1. Mengetahui istilah-istilah yang disepakati ulama hadist dalam penelitian
hadist. Demikian juga dapat mengenal nilai-nilai dan kriteria hadist; mana
hadist dan mana yang bukan hadist.
2. Mengetahui kaidah-kaidah yang di sepakati para ulama dalam
manila,menyaring (filterasi) dan mengklasifikasi ke dalam beberapa macam,
baik dari kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadist sehingga dapat
menyimpulkan mana hadist yang diterima dan mana hadist yang di tolak.

11
Ibid, h. 127-128.
3. Mengetahui usaha-usaha dan jerih payah yang di tempuh para ulama dalam
menerima dan menyaipaikan periwayatan hadist, kemudian menghimpun
dan mengodifikasi ke dalam berbagai kitab hadist.
4. Mengenal tokoh-tokoh ilmu hadist, baik dirayah maupun riwayah yang
mempunyai peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadist sebagai
sumber syariah islamiyah sehingga hadist terpelihara dan pemalsuan tangan-
tangan kotor yang tidak bertanggung jawab. Seandainya terjadi hal tersebut,
mereka pun dapat mengungkapkan dan meluruskan yang sebenarnya.
5. Mengetahui hadist yang shahih, hasan, dha’if, muttashil, mursal, munqati’,
mu’dal, maqlub, masyhur, gharib, ‘aziz mutawattir, dan lain lain.
Demikian pentingnya ilmu hadist untuk di pelajari bagi semua umat islam,
terutama bagi yang ingin mempelajari ilmu agama secara dalam sehingga
tidak goyah dalam menghadapi goyangan iman yang meragukan otentisitas
hadist.
KESIMPULAN

Hadits sebagai sumber hukum Islam kedua, berfungsi untuk menetapkan dan
memperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al-Quran, memberikan penjelasan dalam
bentuk rinci terhadap ayat-ayat Al-Quran dan mewujudkan, mengadakan atau
menetapkan suatu hukum yang tidak terdapat Nash nya dalam Al-Quran. Hadits
ditinjau dari segi kuantitas atau jumlah rawinya ada dua yaitu hadits mutawatir dan
hadits Ahad. Sedangkan hadits ditinjau dari segi kualitasnya ada tiga yaitu hadits
shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif. Mengenai keutamaan kontinuitas dalam
beribadah berisi mengenai penegasan bahwa nilai sebuah ibadah dalam pandangan
Allah bukan pada kuantitas yang dilakukan tetapi terletak pada kontinuitasnya meskipun
sedikit.
DAFTAR PUSTAKA

Aan Supian, Ulumul Hadits, (Bogor: IPB Press, 2014), h. 1.

M. Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadits, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 37.

Lilis Fauziyah dan Andi Setyawan, Kebenaran Al-Qur’an dan Hadits untuk Kelas X

Madrasah Aliyah, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2015), h. 121.

Tasbih, Kedudukan dan Fungsi Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam, AL-FIKR: Jurnal

Pemikiran Islam, Vol 14, No. 3, 2010,

http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/alfikr/article/download/2326/2256 ,

diakses pada tanggal 12 Oktober 2022 pukul 10.29.

Anda mungkin juga menyukai