Oleh Kelompok 2
MIFTAHUDDIN MAHMUD
30300121033
ASIA M. GALANG
30300121034
Dosen Pengampu:
Radhie Munadi, S.Hd., M.Ag
A. Latar Belakang
Hadis adalah salah satu wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Mayoritas umat islam sepakat menjadikan hadis sebagai salah satu
sumber ajaran islam setelah Al-Qur‟an. Sebagai sumber ajaran islam, hadis
merupakan rujukan bagi setiap muslim dalam mempraktikkan keagamaan, termasuk
di dalamnya adalah mengatasi problem kehidupan yang sedang dihadapi. 1 Bahkan
banyak ayat Al-Qur‟an yang memberikan penjelasan bahwa hadis Nabi merupakan
sumber hukum Islam yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun
larangan.
Al-Qur‟an dan hadis sebagai sumber ajaran Islam antara keduannya
memiliki kaitan sangat erat atau tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Al-
Qur‟an memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global yang perlu dijelaskan
dan diperinci lebih lanjut. Dalam hal ini hadislah yang berfungsi sebagai penjelas
dari Al-Qur‟an, singkatnya ajaran islam menjadi semakin jelas dan spesifik dengan
adanya hadis. Dan disinilah letak hadis menduduki dan menempati fungsinya
sebagai penjelas dari isi kandungan Al-Qur‟an dan hal tersebut dijelaskan di dalam
Al-Qur‟an.
Dari penjelasan dapat diketahui bahwa hadis memiliki peranan penting.
Maka sebagai umat islam sudah sepantasnya untuk mempertahankan eksistensi
hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi hadis?
2. Bagaimana hadis menjadi sumber ajaran islam?
3. Bagaimna cara mempertahankan eksistensi hadis?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini sebagai sarana pembelajaran untuk mengetahui
bagaimana hadis menjadi sumber ajaran islam serta bagaimana cara
mepertahankan eksistensi hadis tersebut.
1
. 12, h 2. Abdul Haris, “Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam : Dari Makna Lokal-Temporal
Menuju Makna Universal”, Jurnal Hukum Islam 1, vol. 12, h. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hadits
Hadits Secara etimologi, Hadits memiliki beberapa arti, diantaranya al-
jadid atau yang baru, khabar atau berita seperti berita yang disampaikan oleh
seseorang kepada orang lain, dan Qarib bermakna dekat atau belum lama terjadi,
seperti dalam kalimat : ” اإلسامل ىف حديث ىوdia orang baru atau belum lama
mengenal Islam. 2
Adapun secara terminologi ahli Hadits dan ahli Ushul berbeda pendapat
dalam memberikan pengertian tentang Hadits. Di kalangan ulama ahli Hadits
sendiri ada beberapa definisi yang antara satu dengan lainnya agak berbeda.3
Ada yang mendefinisikan bahwa hadis ialah
ما اضوف إىل النيب ملسو هيلع هللا ىلص قوال ال لهال التقريرا ال صفة
“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw., berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, dan sifatnya”.
كل ما صدر هن النيب ملسو هيلع هللا ىلص غري القران الكرمي من قول اللهل ال تقرير مما يصلح ان يكون دلوال
حلكأ شرهي
“Segala yang berasal dari Nabi selain Al-Qur‟an Al-Karim baik berupa
perkataan, perbuatan maupun persetujuan yang pantas menjadi hukum syara‟.
2
Dr. zulkifli M.ag, Studi hadis integrasi ilmu keamal sesuai sunnah, cet. 1, (Riau: suska pres,
2015), h. 1
3
Dr. Sulaemang L, M.Th.I, Ulumul Hadis, cet. 2, (Kendari: AA-DZ Grafika, 2017), h. 3
4
Prof. dr. H. Idri, M.ag dkk, studi hadis, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Pres Anngota IKAPI,
2021), h.4
Dari definisi hadits di atas dapat dipahaami bahwa hadis bahwa hadis secara
bahasa ialah sesuatu yang baru, berita yang disampaikan oleh seseorang ke
orang lain, dekat atau sesuatu yang baru-baru terjadi. Adapun hadis secara istilah
terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, namun kedua perbedaan definisi
tersebut apabila diperhatikan memiliki kesaaman bahwa hadis ialah segala
semua yang bersumber dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir dan
sifatnya. Dan dalam pembahasan tentang hadis dan sunnah dijelaskan bahwa
segala yang bersumber dari Nabi setelah diangkat menjadi Rasul.
5
Abdul haris, HADITH NABI SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM: Dari Makna Lokal-
Temporal Menuju Makna Universal, Istinbath‟ jurnal hukum islam 1, vol. 12 (2013), h. 9
6
Prof. dr. H. Idri, M.ag dkk, studi hadis, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Pres Anngota IKAPI,
2021), h. 62
7
Dr. Sulaemang L, M.Th.I, Ulumul Hadis, cet. 2, (Kendari: AA-DZ Grafika, 2017), h. 23
perundang-undangan dan peraturan yang dibawahnya, baik berupa, perintah
maupun perundang -undangan tuntutan taat dan patuh kepada Allah.
Sebagaimana dikatakan dalan Q.S ali imran ayat 32.
8
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya (Dirjen Bimas Islam: Direktorat Urusan
Agama Islam dan Pembinaan Syari‟ah, 2012), h. 67.
9
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 114
10
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 797
Terjemahnya :
Barang siapa menaati Rasul itu, sesunnguhnya ia telah menaati Allah. Dan
barang siapa berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak
mengutusmu Muhammad untuk menjadi pemelihara mereka. 11
11
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 118
12
Khusniati Rofiah, M.si, Studi Ilmu Hadis, cet. 2, (Yogyakarta: IAIN PO Press, 2018), h.24
sumber hukum Islam. Kesepakatan umat Islam dalam mempercayai,
menerima dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam
Hadits berlaku sepanjang zaman, sejak Rasulullah masih hidup dan
sepeninggalannya, masa khulafa ar-ryasidin, tabi‟in, tabi‟u tabi‟in, atba‟u
tabi‟in tabi‟in, serta masa-masa selanjutnya, dan tidak ada yang
mengingkarinya sampai sekarang.
Banyak peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan para sahabat
menggunakan Hadits sebagai sumber Hukum Islam, Diantaranya yaitu:
1. Ketika Abu Bakar menjdi Khalifah, ia pernah berkata, “Saya tidak
meninggalkan sedikitpun suatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh
Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan
perintahnya.
2. Pada saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “Saya tahu
engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah
menciummu, saya tidak akan menciummu.
3. Ketiga, pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang
ketentuan shalat safar dalam Al-Qur‟an. Ibnu Umar menjawab:
“Allah swt., telah mengutus Nabi Muhammad saw., kepada kita dan
kita tidak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat
sebagaimana Rasulullah saw.,berbuat. Sikap para sahabat diatas,
seutuhnya diwarisi oleh generasi berikutnya secara
berkesinambungan. Segala yang diterima dari para generasi
sebelumnya, kemudian diwariskan kepada generasi berikutnya, baik
semangat, sikap, maupun aktifitas mereka terhadap Hadis Rasul saw.
berkaitan dengan hal tersebuti, dapat dilihat juga bagaimana para
tabi‟in dan tabi‟at tabin menyampaikan pesan dan saran-sarannya
kepada umat dan murid yang dibinanya, salah satunya yaitu tentang
Abu Hanifah pernah berkata: “Jauhilah pendapat ra‟yu tentang agama
Allah swt.,! kalian harus berpegang kepada as-Sunnah. Barang siapa
yang menyimpang daripadanya, niscaya ia sesat.” 13
4. Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)
Kerasulan Muhammad saw, telah diakui dan dibenarkan oleh umat
Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau
menyampaikan apa yang datang dari Allah swt, baik isi maupun
formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan
wahyu dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau menawarkan hasil
13
Zikri Darussamin, Kuliah Ilmu Hadis 1, (Yogyakarta: Kalimedia, 2020), h. 70
ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak dibimbing
oleh wahyu.14
Berijtihad dijadikan salah satu sumber hukum ajaran islam, setelah
Al-Qur‟an dan Hadits. Ijtihad dilakukan dengan usaha yang sungguh-
sungguh, penuh keyakinan dengan mempergunakan akal dalam
mengkaji suatu hal, juga menjadikan pengalaman sebagai salah satu
sumber. Ijtihad juga harus memahami wahyu dan sunnah-sunnah
(hadits) termasuk dengan mengajarkannya. Tetapi tetap pada ruang
lingkup oaring-oarng yang memenuhi syarat.
14
Khusniati Rofiah, M.si, Studi Ilmu Hadis, (Yogyakarta: IAIN PO Press, 2018), h. 25
15
Kementrian Agama RI, Mushaf Tajwid dan Terjemah, (Cemani : UD. FATWA, 2017), h.272
16
Muhammad Ali dan Didik Himawan, PERAN HADTIS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM,
DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS DAN FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN, Jurnal
pendidikan dan studi islam 1, vol. 5, h. 130-131
1) Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah menjelaskan maksud
dari Al-Qur‟an Fungsi hadist dalam hal ini adalah merinci ayat secara
global ( bayan al mujmal), membatasi ayat yang mutlak ( taqyid al
muthlaq), mengkhususkan ayat yang umum ( takhshish al‟am) dan
menjelaskan ayat yang dirasa rumit
2) Bayan Taqrir
Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta‟kid ( penegas hukum)
dan bayan al- itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh
dan memperkuat pernyataan Al-Qur‟an. Dalam hal ini, hadis hanya
berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur‟an
3) Bayan Tasyri‟
Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri‟ adalah menjelaskan hukum yang
tidak disinggung langsung dalam Al-Qur‟an. Bayan ini juga disebut
dengan bayan zaid „ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan sebagai
ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada dalam Al-
Qur‟an.
4) Bayan An-Nasakh
Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyar (mengubah).
Menurut Ulama‟ mutaqaddimin, yang dimaksud dengan bayan an-nasakh
adalah adanya dalil syara‟ yang datang kemudian. Dan pengertian
tersebut menurut ulama‟ yang setuju adanya fungsi bayan an nasakh,
dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang berikutnya
dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-Qur‟an yang datang
kemudian. Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh
ini adalah dalil syara‟ yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah
ada, karena datangnya kemudian.
17
Radhie Munadi, “PERAN PENKAJI HADIS DALAM MENJAGA EKSISTENSI HADIS”,
Jurnal Ushuluddin 1, vol. 23, h. 46-50
tenpa segan. Hal ini disepakati oleh pada tokoh dan pengkritik
hadis.
2. Pemalsuan hadis karena lalai
Ini boleh berlaku apabila seseorang yang tidak memahami hadis dan
meriwayatkannya sedangkan dia dalam keadaan ingatan yang lemah
dan keliru. Dalam kalangan periwayat-periwayat juga terdapat beberapa
pemalsu yang memalsukan hadis dalam keadaan tersebut. Antaranya:
Ata‟ ibn „Ajlan al-„Attar al-hanafial-Bashri: Imam Yahya ibn
Ma‟in (w. 233H) terlah berkata: “Dia ini bukannya sesuatu pun.
Dia mendengar hadis yang telah dipalsukan seperti haids al-
A‟masy dari Abu Mu‟awiyah al-Dharir dan lain-lainnya lalu dia
riwayatkan.”
Muhammad ibn Maimun al-Khayyhat al-Bazzar Abu Abdullah
alMakki (w. 252H): Imam Abu Hatim al-Razi (w. 277H) telah
berkata tenatngnya: “Dia inibuta huruf dan tidak berguna.
Diberitakan kepadaku bahwa dia telah meriwayatkan suatu
hadis yang batil dari Abu SaidMaula Bani Hasyim daripada
Syu‟bah. Sedangkan dai buta huruf dan tidak mampu
memalsukan hadis.
Antara Al-Qur‟an dan hadits keduanya tidaklah dapat dipisahkan, atau memilih
salah satunya. Melainkan harus menggunakan keduanya bersama dengan ilmu-
ilmu ulama yang pernah mereka ajarkan. Adanya pemalsuan hadits yang telah
terjadi, menyebabkan eksistensi hadits tersebut harus dipertahankan dengan
berbagai cara salah satunya dengan takhrij hadits. Juga dengan adanya
golongan-golongan yang meragukan hadis. Maka dari itu sudah sepantasnya
sebagai umat islam untuk mempertahankan eksistensi hadis.