Anda di halaman 1dari 12

KEWAJIBAN ORANG MUSLIM DALAM MEMPERTAHANKAN

EKSISTENSI HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

Disusun sebagai bahan presentasi serta untuk memenuhi


Tugas mata kuliah “Difa‟an Al-Sunnah”
Semester III Tahun akademik 2022

Oleh Kelompok 2

PUTRI AZIZAH RUSTAN


30300121031

MIFTAHUDDIN MAHMUD
30300121033

ASIA M. GALANG
30300121034

Dosen Pengampu:
Radhie Munadi, S.Hd., M.Ag

FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis adalah salah satu wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Mayoritas umat islam sepakat menjadikan hadis sebagai salah satu
sumber ajaran islam setelah Al-Qur‟an. Sebagai sumber ajaran islam, hadis
merupakan rujukan bagi setiap muslim dalam mempraktikkan keagamaan, termasuk
di dalamnya adalah mengatasi problem kehidupan yang sedang dihadapi. 1 Bahkan
banyak ayat Al-Qur‟an yang memberikan penjelasan bahwa hadis Nabi merupakan
sumber hukum Islam yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun
larangan.
Al-Qur‟an dan hadis sebagai sumber ajaran Islam antara keduannya
memiliki kaitan sangat erat atau tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Al-
Qur‟an memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global yang perlu dijelaskan
dan diperinci lebih lanjut. Dalam hal ini hadislah yang berfungsi sebagai penjelas
dari Al-Qur‟an, singkatnya ajaran islam menjadi semakin jelas dan spesifik dengan
adanya hadis. Dan disinilah letak hadis menduduki dan menempati fungsinya
sebagai penjelas dari isi kandungan Al-Qur‟an dan hal tersebut dijelaskan di dalam
Al-Qur‟an.
Dari penjelasan dapat diketahui bahwa hadis memiliki peranan penting.
Maka sebagai umat islam sudah sepantasnya untuk mempertahankan eksistensi
hadis.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi hadis?
2. Bagaimana hadis menjadi sumber ajaran islam?
3. Bagaimna cara mempertahankan eksistensi hadis?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini sebagai sarana pembelajaran untuk mengetahui
bagaimana hadis menjadi sumber ajaran islam serta bagaimana cara
mepertahankan eksistensi hadis tersebut.

1
. 12, h 2. Abdul Haris, “Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam : Dari Makna Lokal-Temporal
Menuju Makna Universal”, Jurnal Hukum Islam 1, vol. 12, h. 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hadits
Hadits Secara etimologi, Hadits memiliki beberapa arti, diantaranya al-
jadid atau yang baru, khabar atau berita seperti berita yang disampaikan oleh
seseorang kepada orang lain, dan Qarib bermakna dekat atau belum lama terjadi,
seperti dalam kalimat : ‫ ” اإلسامل ىف حديث ىو‬dia orang baru atau belum lama
mengenal Islam. 2
Adapun secara terminologi ahli Hadits dan ahli Ushul berbeda pendapat
dalam memberikan pengertian tentang Hadits. Di kalangan ulama ahli Hadits
sendiri ada beberapa definisi yang antara satu dengan lainnya agak berbeda.3
Ada yang mendefinisikan bahwa hadis ialah

‫اقوال النيب صلى هللا هلوو ل لأ لالهالو ل احوالو‬

“Segala perkataan Nabi saw., perbuatan dan hal ihwalnya”.


Yang termasuk “hal Ihwal”, ialah segala pemberitaan tentang Nabi saw., seperti
yang berkaitan dengan hikmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-
kebiasaannya.
Ulama ahli Hadits lain mendefinisikannya dengan:

‫ما اضوف إىل النيب ملسو هيلع هللا ىلص قوال ال لهال التقريرا ال صفة‬
“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw., berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, dan sifatnya”.

Adapun menurut ahli Ushul4 yaitu:

‫كل ما صدر هن النيب ملسو هيلع هللا ىلص غري القران الكرمي من قول اللهل ال تقرير مما يصلح ان يكون دلوال‬
‫حلكأ شرهي‬
“Segala yang berasal dari Nabi selain Al-Qur‟an Al-Karim baik berupa
perkataan, perbuatan maupun persetujuan yang pantas menjadi hukum syara‟.

2
Dr. zulkifli M.ag, Studi hadis integrasi ilmu keamal sesuai sunnah, cet. 1, (Riau: suska pres,
2015), h. 1
3
Dr. Sulaemang L, M.Th.I, Ulumul Hadis, cet. 2, (Kendari: AA-DZ Grafika, 2017), h. 3
4
Prof. dr. H. Idri, M.ag dkk, studi hadis, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Pres Anngota IKAPI,
2021), h.4
Dari definisi hadits di atas dapat dipahaami bahwa hadis bahwa hadis secara
bahasa ialah sesuatu yang baru, berita yang disampaikan oleh seseorang ke
orang lain, dekat atau sesuatu yang baru-baru terjadi. Adapun hadis secara istilah
terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, namun kedua perbedaan definisi
tersebut apabila diperhatikan memiliki kesaaman bahwa hadis ialah segala
semua yang bersumber dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir dan
sifatnya. Dan dalam pembahasan tentang hadis dan sunnah dijelaskan bahwa
segala yang bersumber dari Nabi setelah diangkat menjadi Rasul.

B. Kedudukan Dan Fungsi Hadits


Secara historis, sejak zaman Nabi (W. 632 M.), umat muslim sepakat untuk
menjadikan sunnah (hadits) sebagai salah satu sumber ajaran Islam. 5 Seluruh
umat dimasa sekarang juga telah sepakat dan percaya bahwa hadis merupakan
sumber ajarn islam setelah Al-Qur‟an. Keharusan umat islam mengikuti hadis
sama seperti keharusan mengikuti Al-Qur‟an, karena antara hadits dan Al-
Qur‟an memiliki kaitan yang sangat erat yang tidak bisa dipisahkan.6 Hadits
dipandang dari segi keberadaanya wajib diamalkan. la berada pada posisi setelah
Al Qur‟an dilihat dari kekuatannya. Karena Al-Qur‟an berkualitas qathiy secara
global saja, tidak secara rinci.
Melihat kedudukan hadits yang sama pentingnya dengan Al-Qur‟an sudah
jelas keharusan dalam mempertahankan eksistensi hadits. Banyaknya orang-
orang yang belum memahami apa itu hadits, sehingga kekhawatiran terjadinya
kerancuan dalam memaham hadits itu ada. Sebab ketidaktahuan dapat
mempengaruhi kedudukan dan fungsi hadits tersebut.
Di samping itu Al-Qur‟an merupakan pokok, sedang sunnah merupakan
cabang posisinya menjelaskan dan menguraikan.
1. kedudukan hadits sebagai sumber ajaran islam
untuk menegetahui sejauh mana kedudukan hadits maka dapat dilihat dalil-
dalil di bawah ini. 7
a. Al-Qur‟an
Banyak ayat Al Qur‟an yang menerangkan tentang kewajiban untuk tetap
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya secara bersama-sama. Iman kepada
Rasul sebagai utusan Allah swt merupakan satu keharusan dan sekaligus
kebutuhan individu. Allah swt juga menyerukan agar mentaati segala bentuk

5
Abdul haris, HADITH NABI SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM: Dari Makna Lokal-
Temporal Menuju Makna Universal, Istinbath‟ jurnal hukum islam 1, vol. 12 (2013), h. 9
6
Prof. dr. H. Idri, M.ag dkk, studi hadis, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Pres Anngota IKAPI,
2021), h. 62
7
Dr. Sulaemang L, M.Th.I, Ulumul Hadis, cet. 2, (Kendari: AA-DZ Grafika, 2017), h. 23
perundang-undangan dan peraturan yang dibawahnya, baik berupa, perintah
maupun perundang -undangan tuntutan taat dan patuh kepada Allah.
Sebagaimana dikatakan dalan Q.S ali imran ayat 32.

‫قل اطوهوا اهلل لالر ول لإتولوا لإن هللا ال حيب الكفرين‬


Terjemahnya :
Katakanlah (Muhammad), Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling,
ketahuliah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir. 8
Dan dalan surah an-nisa ayat 59.
‫أييها الذين ءامنوا اطوهوا هللا لاطوهوا الر ول لالىل األمر منكأ لإن تنزهتأ يف شىء لردله إىل‬
‫هللا لالر ول إن كنتأ تؤمنون ابهللا لالووم األخر ذلك خري لاحسن أتليال‬
Terjemahnya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (Al-Qur‟an) dan Rasul-Nya
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.9
Dan Qs. Al-hasyr/59: 7
‫لما ءاتوتكأ الر ول لخذله لما هنوتكأ هنو لنتهوا لاتقوا هللا إن هللا شديد الهقاب‬
Terjemahnya :
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesuinnguknya Allah amat keras hukumannnya.10

Disamping banyak ayat yang menyebutkan ketaatan kepada Allah dan


Rasul-Nya secara bersama-sama, banyak memerintahkan mentaati rasul
secara terpisah pada intinya ketaatan kepada Rasul berarti ketaatan kepada
Allah.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam Qs. An-nisa/4 : 80.
‫من يطع الر ول لقد اطاع هللا لمن توىل لما ار لناك هلوهأ حفوظا‬

8
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya (Dirjen Bimas Islam: Direktorat Urusan
Agama Islam dan Pembinaan Syari‟ah, 2012), h. 67.
9
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 114
10
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 797
Terjemahnya :
Barang siapa menaati Rasul itu, sesunnguhnya ia telah menaati Allah. Dan
barang siapa berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak
mengutusmu Muhammad untuk menjadi pemelihara mereka. 11

b. Hadits Rasulullah saw.


Banyak hadits yang menunjukkan perlunya ketaatan kepada perintah
Rasul. Sebagaimana dalam satu pesannya, berkenaan dengan keharusan
menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping Al-Qur‟an yaitu:12
)‫تركت لوكأ امرين لن تضلوا ما إن متسكتأ هبما كتاب هللا ل نيت (رلاه احلكأ‬
Artinya :
Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selama
masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. (H.R
Al-Hakim)
Dan didalam dihadis lain Rasulullah saw bersabda yang artinya “Kalian
wajib berpegang teguh dan sunnah Khulafa‟ ar-rasyidin yang mendapat
petunjuk, berpegang tegulah kamu sekalian dengannya”. (H.R. Abu Daud).
Ada beberapa sumber ajaran dalam islam yaitu Al-Quran, Sunnah
(Hadits), ijtihad dan qiyas. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Al-
Qur‟an dan sunnah bersumber dari Allah dan Rasul-Nya serta ijtihad
bersumber dari para ulama. Banyak ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadits yang
menerangkan tentang kewajiban untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
secara bersama-sama. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan
hadis dalam islam. Hadis-hadis nabi pun banyak yang berbicara tentang hal
tersebut, sebagaimana penjelasan diatas Nabi mengatakan bahwasanya “ Aku
tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selama
masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Secara
tidak langung hadits tersebut menjelaskaan betapa pentingnya Al-Qur‟an
dan hadits menjadi pengangan serta petunjuk bagi ummat manusia.

c. Kesepakatan Ulama (ijma‟)


Umat Islam telah sepakat menjadikan Hadits sebagai salah satu dasar
hukum dalam beramal. Kecuali bagi mereka para penyimpang dan pembuat
kebohongan, Penerimaan mereka terhadap Hadits sama seperti penerimaan
mereka terhadap Al-Qur‟an, karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai

11
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 118
12
Khusniati Rofiah, M.si, Studi Ilmu Hadis, cet. 2, (Yogyakarta: IAIN PO Press, 2018), h.24
sumber hukum Islam. Kesepakatan umat Islam dalam mempercayai,
menerima dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam
Hadits berlaku sepanjang zaman, sejak Rasulullah masih hidup dan
sepeninggalannya, masa khulafa ar-ryasidin, tabi‟in, tabi‟u tabi‟in, atba‟u
tabi‟in tabi‟in, serta masa-masa selanjutnya, dan tidak ada yang
mengingkarinya sampai sekarang.
Banyak peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan para sahabat
menggunakan Hadits sebagai sumber Hukum Islam, Diantaranya yaitu:
1. Ketika Abu Bakar menjdi Khalifah, ia pernah berkata, “Saya tidak
meninggalkan sedikitpun suatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh
Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan
perintahnya.
2. Pada saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “Saya tahu
engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah
menciummu, saya tidak akan menciummu.
3. Ketiga, pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang
ketentuan shalat safar dalam Al-Qur‟an. Ibnu Umar menjawab:
“Allah swt., telah mengutus Nabi Muhammad saw., kepada kita dan
kita tidak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat
sebagaimana Rasulullah saw.,berbuat. Sikap para sahabat diatas,
seutuhnya diwarisi oleh generasi berikutnya secara
berkesinambungan. Segala yang diterima dari para generasi
sebelumnya, kemudian diwariskan kepada generasi berikutnya, baik
semangat, sikap, maupun aktifitas mereka terhadap Hadis Rasul saw.
berkaitan dengan hal tersebuti, dapat dilihat juga bagaimana para
tabi‟in dan tabi‟at tabin menyampaikan pesan dan saran-sarannya
kepada umat dan murid yang dibinanya, salah satunya yaitu tentang
Abu Hanifah pernah berkata: “Jauhilah pendapat ra‟yu tentang agama
Allah swt.,! kalian harus berpegang kepada as-Sunnah. Barang siapa
yang menyimpang daripadanya, niscaya ia sesat.” 13
4. Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)
Kerasulan Muhammad saw, telah diakui dan dibenarkan oleh umat
Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau
menyampaikan apa yang datang dari Allah swt, baik isi maupun
formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan
wahyu dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau menawarkan hasil

13
Zikri Darussamin, Kuliah Ilmu Hadis 1, (Yogyakarta: Kalimedia, 2020), h. 70
ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak dibimbing
oleh wahyu.14
Berijtihad dijadikan salah satu sumber hukum ajaran islam, setelah
Al-Qur‟an dan Hadits. Ijtihad dilakukan dengan usaha yang sungguh-
sungguh, penuh keyakinan dengan mempergunakan akal dalam
mengkaji suatu hal, juga menjadikan pengalaman sebagai salah satu
sumber. Ijtihad juga harus memahami wahyu dan sunnah-sunnah
(hadits) termasuk dengan mengajarkannya. Tetapi tetap pada ruang
lingkup oaring-oarng yang memenuhi syarat.

2. Fungsi hadits sebagai sumber ajaran islam


Al-Qur‟an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran
dalam islam, antara keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Al-Qur‟an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat
ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu, kehadiran
hadis, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi
Al-Qur‟an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S An-
Nahl ayat 44.
‫اب لبونت لالزبر لانزلنا إلوك الذكر لتبني لناس ما نزل إلوهأ للهلهأ يتفكرلن‬
Terjemahnya :
Dan kami turunkan kepadamu al-quran, agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka
memikirkan. 15

Dikarenakan Al-Qur‟an yang bersifat qlobal, olehnya itu penjelasan


terperinci disetiap ayatnya dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahan dalam
pemaknaan suatu ayat. Olehnya itu, adanya hadits sebagai sumber ajaran
dalam islam yang kedua, memiliki fungsi sebagai penjelas bagi Al-Qur‟an .

Dalam hubungan dengan Al-Qur‟an, hadis berfungsi sebagai penafsir,


pensyarat dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur‟an. Sehingga dapat
disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan Al-Qur‟an adalah
sebagai berikut:16

14
Khusniati Rofiah, M.si, Studi Ilmu Hadis, (Yogyakarta: IAIN PO Press, 2018), h. 25
15
Kementrian Agama RI, Mushaf Tajwid dan Terjemah, (Cemani : UD. FATWA, 2017), h.272
16
Muhammad Ali dan Didik Himawan, PERAN HADTIS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM,
DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS DAN FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN, Jurnal
pendidikan dan studi islam 1, vol. 5, h. 130-131
1) Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah menjelaskan maksud
dari Al-Qur‟an Fungsi hadist dalam hal ini adalah merinci ayat secara
global ( bayan al mujmal), membatasi ayat yang mutlak ( taqyid al
muthlaq), mengkhususkan ayat yang umum ( takhshish al‟am) dan
menjelaskan ayat yang dirasa rumit
2) Bayan Taqrir
Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta‟kid ( penegas hukum)
dan bayan al- itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh
dan memperkuat pernyataan Al-Qur‟an. Dalam hal ini, hadis hanya
berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur‟an
3) Bayan Tasyri‟
Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri‟ adalah menjelaskan hukum yang
tidak disinggung langsung dalam Al-Qur‟an. Bayan ini juga disebut
dengan bayan zaid „ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan sebagai
ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada dalam Al-
Qur‟an.
4) Bayan An-Nasakh
Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyar (mengubah).
Menurut Ulama‟ mutaqaddimin, yang dimaksud dengan bayan an-nasakh
adalah adanya dalil syara‟ yang datang kemudian. Dan pengertian
tersebut menurut ulama‟ yang setuju adanya fungsi bayan an nasakh,
dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang berikutnya
dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-Qur‟an yang datang
kemudian. Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh
ini adalah dalil syara‟ yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah
ada, karena datangnya kemudian.

C. Mempertahankan Eksistensi Hadits


Sebagaimana dikatakan pada pembahasan sebelumnya bahwa hadis
adalah salah satu sumber ajaran islam yang berrada pada urutan kedua setelah
Al-Qur‟an bahkan antara Al-Qur‟an dan hadis merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Setiapa umat islam garus berjalan
sesuai dengan petunjuk Al-Qur‟an dan hadits. Namun sering dijumpai
pemalsuan hadis yang dilakukan oleh orang-orang tertentu dengan maksud lain
dan disebarluskan dimasyarakat oleh sebagian orang dengan tujuan yang
beragam pula. Maka dari itu betapa pentingnya mempertahankan eksistensi
hadis.
Dalam sebuah jurnal yang berjudul “Peran Pengkaji Hadits Dalam
Menjaga Eksistensi Sunnah” dikatakan upaya untuk mempertahankan eksistensi
hadis dapat dibagi menjadi 3 pokok yaitu:17
a. Memperhatikan orang yang menyampaikan riwayat.
Hadis memiliki sanad dan matan. Sanad adalah unsur penting dalam hadis
dan salah satu syarat keshahihan suatu hadis ialah harus bersambung
sanadnya. Maka dari itu pentingnya seseorang yang menerima sebuah
riwayat untuk memperhatikan dari mana ia mengambil hadis tersebut.
Karena penting mengetahui latar belakang orang yang membawa hadis
tersebut.
b. Mengkritik para ulama yang melakukan penelitian terhadap para
periwayat.
Dalam ilmu hadis terdapat pengkritik sanad atau pengkritik orang-orang
atau periwayatperiwayat yang menyampaikan. Dalam mempertahankan
hadis tentu diharuskan untuk meneliti latar belakang orang yang
mengkritik periwayat tersebut. Kegiatan ini dapat dikatakan sama dengan
ilmu jarh wa ta‟dil karena tujuannya adalah untuk menjaga dan
memelihara syariat, menjauhkan segala kesalahan dan kedustaan, serta
mempertahankan syariat. Namun dalam hal ini bukan periwayat melainkan
ulama yang mengkritik periwayat dalam jalur sanad hadis.
c. Membuat indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa hadis tersebut palsu
Sebab-sebab pemalsuan hadis.
1. Pemalsuan hadis karena sengaja
Golongan seperti ini jiwa mereka telah sakit, murah serta kosong dari
sifat wara‟. Mereka telah berdusta atas nama Rasulullah saw dengan
tujuan-tujuan mereka dan menunjukkan tipisnya agama. Bahkan
sebagian dari mereka menganggap perbuatan itu bertujuan membantu
agama. Yang paling dikenali diantara orang yang seperti ini ialah:
 Muhammad ibnu Said as-Syaami al-Mashlub. Beliau adalah
orang yang paling berani dalam memalsukan hadis, sehingga
dikatakan apabila mendengar suatu kata-kata yang bagus, dia
akan menciptakan satu sanad untuk dirinya.
 Abu al-Bakhtari Wahab ibn Wahab al-Qadhi al-Quraisy al-
Madaniy (w.200H): beliau telah menipu dan memalsukan hadis

17
Radhie Munadi, “PERAN PENKAJI HADIS DALAM MENJAGA EKSISTENSI HADIS”,
Jurnal Ushuluddin 1, vol. 23, h. 46-50
tenpa segan. Hal ini disepakati oleh pada tokoh dan pengkritik
hadis.
2. Pemalsuan hadis karena lalai
Ini boleh berlaku apabila seseorang yang tidak memahami hadis dan
meriwayatkannya sedangkan dia dalam keadaan ingatan yang lemah
dan keliru. Dalam kalangan periwayat-periwayat juga terdapat beberapa
pemalsu yang memalsukan hadis dalam keadaan tersebut. Antaranya:
 Ata‟ ibn „Ajlan al-„Attar al-hanafial-Bashri: Imam Yahya ibn
Ma‟in (w. 233H) terlah berkata: “Dia ini bukannya sesuatu pun.
Dia mendengar hadis yang telah dipalsukan seperti haids al-
A‟masy dari Abu Mu‟awiyah al-Dharir dan lain-lainnya lalu dia
riwayatkan.”
 Muhammad ibn Maimun al-Khayyhat al-Bazzar Abu Abdullah
alMakki (w. 252H): Imam Abu Hatim al-Razi (w. 277H) telah
berkata tenatngnya: “Dia inibuta huruf dan tidak berguna.
Diberitakan kepadaku bahwa dia telah meriwayatkan suatu
hadis yang batil dari Abu SaidMaula Bani Hasyim daripada
Syu‟bah. Sedangkan dai buta huruf dan tidak mampu
memalsukan hadis.

Antara Al-Qur‟an dan hadits keduanya tidaklah dapat dipisahkan, atau memilih
salah satunya. Melainkan harus menggunakan keduanya bersama dengan ilmu-
ilmu ulama yang pernah mereka ajarkan. Adanya pemalsuan hadits yang telah
terjadi, menyebabkan eksistensi hadits tersebut harus dipertahankan dengan
berbagai cara salah satunya dengan takhrij hadits. Juga dengan adanya
golongan-golongan yang meragukan hadis. Maka dari itu sudah sepantasnya
sebagai umat islam untuk mempertahankan eksistensi hadis.

Sebagaimana penjelasan diatas bahwa ada tiga pokok upaya untuk


mempertahankan eksistensi hadis yaitu memperhatikan orang yang
menyampaikan riwayat, mengkritik para ulama yang melakukan penelitian
terhadap para periwayat dan membuat indikasi-indikasi yang menunjukkan
bahwa hadis tersebut palsu. Namun upaya tersebut tentunya hanya bisa
dilakukan oleh orang-orang yang mengkaji hadis ataupun Al-Qur‟an. Sebagai
orang-orang yang tidak menkaji hadis tentu cara untuk mempertahankan
eksistensi hadis ialah belajar hadis dari orang-orang yang paham tentang hadis
dan berupaya mengamalkan hadis Nabi saw.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat tiga kesimpulan dalam makalah kami yaitu:
1. Definisi hadits dari segi etimologi hadits Hadits Secara etimologi, Hadits
memiliki beberapa arti, diantaranya al-jadid atau yang baru, khabar atau
berita seperti berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain, dan
Qarib bermakna dekat atau belum lama terjadi, seperti dalam kalimat “dia
orang baru atau belum lama mengenal Islam”. Secara secara terminologi ahli
Hadits dan ahli Ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian
tentang Hadits. Di kalangan ulama ahli Hadits sendiri ada beberapa definisi
yang satu dengan lainnya agak berbeda salah satunya yaitu “Segala
perkataan Nabi saw., perbuatan dan hal ihwalnya”. Yang termasuk “hal
Ihwal”, ialah segala pemberitaan tentang Nabi saw., seperti yang berkaitan
dengan hikmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-
kebiasaannya.
2. Kedudukan dan fungsi hadits
Hadits memiliki kedudukan dan fungsi yang penting dalam islam yaitu
menjadi sebagai penafsir, pensyarat dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur‟an.
Hadits menjadi bayan tafsir, bayan taqrir, bayan tasyri, dan bayan naskh.
3. Mempertahankan eksistensi hadits, sering dijumpai pemalsuan hadis yang
dilakukan oleh orang-orang tertentu dengan maksud lain dan disebarluskan
dimasyarakat oleh sebagian orang dengan tujuan yang beragam pula. Maka
dari itu betapa pentingnya mempertahankan eksistensi hadis. Salah satu cara
mempertahnkan nya adalah Memperhatikan orang yang menyampaikan
riwayat, mengkritik para ulama yang melakukan penelitian terhadap para
periwayat dan menunjukkan indikasi-indikasi yang memperlhatkan hadits
tesebut palsu.

Anda mungkin juga menyukai