2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberiakan rahmat dan karunia NYA,
shalawat dan salam senatiasa tercurah kan kepada baginda muhammad SAW, dan tak lupa
juga kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen kita yang telah membantu dan
memberikan arahan dan bimbingan nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
waktu.
Dan kami menyadari masih banyak keterbatasan dari penulisan makalah kami ini, dan
kami mengharapkan kritik dan saran dari Bapak Dosen maupun teman-teman agar kami
dapat lebih baik lagi untuk penulisan makalah selanjut nya.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan makna ucapan yang dipakai didalam percakapan atau bisa datang
lewat wahyu. Pengertian hadis secara umum sama halnya dengan shalat, puasa, zakat yang
kemudian terjadi pergeseran atas pengaruh kuatnya ajaran Islam. Hadis kemudian bergeser
memiliki makna khusus yang menunjukkan sebuah info (ikhbar) didalam agama, namun
tanpa mengesampingkan makna umumnya. Berlanjut menjadi istilah teknis yang kemudian
hadis dikaji oleh banyak ulama dari berbagai asal-muasalnya ilmu yang diperoleh dan aliran
yang diikuti. Beberapa ulama memberi arti bahwa hadis adalah segala sesuatu yang ada pada
Nabi saw. Seperti perkataan, perbuatan, serta persetujuan dan penampilan fisik dan budi
pekerti.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
1.SELUK BELUK HADIS
A. PENGERTIAN HADIS
Hadis dalam bentuk jamaknya berarti hidas, hudasa, dan hudus. Secara etimologi
kata hadis berarti al-jadid dan al-khabar (baru / berita). Sedangkan menurut istilah dan
diambil dari beberapa ahli hadis, berarti sebuah keadaan dimana tempat lahir nabi, tempat
yang bersangkut paut dengannya saat sebelum diangkat menjadi rosul sampai diangkat
menjadi rosul dan perbuatan maupun perkatan Nabi saw. Namun beberapa ulama juga
berpendapat bahwa hadis merupakan segala sesuatu perkataan, perbuatan dan taqrir bisa
juga dari para sahabat atau tabi’in.
Kata hadis menurut para ulama memiliki sinonim diantaranya yaitu sunnah,
khabar, dan atsar. Seperti dijelaskan oleh ulama hadis arti sunnah yaitu sebuah perkataan,
perbuatan, persetujuan, penampilan fisik, budi pekerti, dan sirah yang periwayatannya
langsung dari Nabi saw. Dalam bentuk jamak sunnah menurut bahasa yaitu sebuah cara
atau jalan yang sedang ditempuh baik itu terpuji maupun tercela. Sunnah bisa diartikan
sesuatu yang dikerjakan itu mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
Selanjutnya ada khabar dari segi bahasa artinya warta/berita yang diucapkan
seseorang kepada orang lain. Menurut istilah ahli hadis merupakan segala hal yang
disandarkan atau berasal dari Nabi SAW. dan yang bukan berasal dari Nabi SAW 1. Dalam
pengertian sarjana hadis bahwa khabar dan hadist bukan sinonim karena hadist merupakan
segala sesuatu yang datang dari Nabi saw atau marfu’, sedangkan khabar segala sesuatu
yang datang dari selain nabi atau mauquf dan bisa juga marfu’2.
Atsar menurut bahasa yaitu bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Dan bisa diartikan
pula nukilan (yang dinukilkan). Sebab doa yang dinukilkan adalah doa maksur langsung
dari Nabi saw. Beberapa ulama mengartikan Atsar memiliki pengertian yang sama antara
khabar dan hadis. atsar menurut ulama lebih umum dari khabar3. Keduanya memiliki
pengertian dimana atsar berdasarkan sesuatu dari Nabi saw. dan selain nabi sedangkan
khabar berdasarkan Nabi saw saja. Jika ditelaah masing-masing ulama memiliki pendapat
yang hampir sama meskipun ada kebalikan antara pengertian yang satu dengan yang lain,
namun intinya bahwa hadis itu memiliki pengertian yang sama diantara ketiganya yaitu
sunnah, khobar dan atsar.
1. Qauliyah yaitu berdasarkan sabda Rosulullah SAW. dalam segala hal dan keadaan.
2. Fi’liyah adalah mencakup perilaku seperti tata cara sholat, puasa, dan haji.
1
H. Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadis, (Pustaka Setia: Bandung, 2000), hlm. 11-15
2
H. Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis Pengantar Studi Hadis Praktis, (UIN Malang Press: Malang, 2008),
hlm. 6
3
H. Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, op. cit. hlm. 16
3. Taqririyah adalah pembenaran yang dilakukan Nabi saw, terhadap ucapan dan
perilaku yang dikerjakan oleh para sahabat.4
Beberapa kelompok ada yang menolak dan berpendapat sumber hukum hanya dari
Allah, in al-hukmu illa lillah, sehingga Nabi melandaskan kepada Al-qur’an saat
menetapkan hukum.
a. Isi antara pengertian hadis dan sunnah memiliki perbedaan namun keduanya
memiliki persamaan prinsip.
b. Pertalian antara hadis dan Al-qur’an sangat erat sekali dan sulit untuk dipisahkan.
c. Hadis adalah sumber kedua setelah Al-qur’an secara filosofis (‘aqly) dan secara
naqly. Beberapa fungsi hadis yaitu sebagai bayan tafshil, bayan taqyid, dan takhshish
ini terdapat dalam penjelasan serta tafsiran dari Al-qur’an.
d. Kebutuhan umat sangatlah besar terhadap Al-qur’an dan hadis maka wajib untuk
mengamalkan keduanya.
C. FASE-FASE PERJALANAN
1. Masa Rosulullah
4
Ibid., hlm. 17
terjaga dengan sempurna, berikut faktor yang berperan dalam menjaga keontentikan
hadis:
Kondisi dimasa itu belum terkontaminasi oleh pemikiran luar dan masa
itu juga masyarakat Arab dikenal tidak pandai baca tulis menyebabkan mereka
mengandalkan hafalan untuk menyimpan sebuah informasi. Hafalan yang
begitu tajam karena seringnya latihan, bahkan bisa dikatakan jika ada orang
arab yang tidak hafal sebuah syair merupakan aib dimasa itu. Dimasa itu juga
mereka berfikir bahwasanya mereka tidak perlu menulis sebab saat mereka
lupa maka masih ada Nabi saw. dan bisa bertanya kepada beliau.
b. Motivasi agama
c. Kedudukan hadis
e. Penulisan hadis
Penulisan hadis ini ditujukan untuk bisa membedakan mana hadis dan
mana Al-Qur’an sehingga mereka tidak mencampuradukan keduanya.
Beberapa ulama berpendapat bahwa Rosulullah tidak menghalangi para
5
Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis Pengantar Studi Hadis Praktis, (UIN Malang: Malang, 2008), hlm. 19-23
sahabat menulis hadis secara tidak resmi. Ditegaskan untuk yang kuat
hapalannya mereka bisa menjelaskan kepada yang tidak kuat hapalannya agar
tidak ada kesalahan dalam memahami hadis dan Al-Qur’an.6
a. Pada zaman sahabat hafalan masih relatif kuat, sedangkan di zaman ini
hafalan mulai memudar. Hal ini karena banyak dari kalangan sahabat nabi yang
berhijrah keluar dari jazirah Arabiyah dan melanjutkan hidupnya disana. Tradisi
diluar jazirah arabiyah tidak menghafal layaknya masyarakat Arab. Disana mereka
memiliki kemampuan yaitu menulis yang dirasa lebih praktis.
b. Sanad hadis mulai memanjang dan bercabang, hal ini berdampak pada
kualitas hadis.
Masa keemasan dimana ilmu hadis mulai dibukukan mekipun masih secara
terpisah-pisah, sudah terklasifiksikan secara tersendiri menjadi satu disiplin yang
independen. Beberapa contoh kitab yang disusun yang berisi tentang ilmu hadis yaitu
kitab shahih Bukhori dan selanjutnya di susun kitab-kitab sunan.
Dimasa ini penulisan hadis banyak ditulis dan lebih disederhanakan, istilah
yang rumit dijelaskan lebih gamblang serta bahasan yang pelik lebih dipertegas dan
diperinci maksudnya. Dalam masa ini ada buku yang sudah bisa dikatakan mencakup
isi dari ilmu hadis yaitu buku ‘ulum al-hadis, karya Usman bin Shalah (W. 643 H).
6
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, op. cit. hlm 29
fokus pada kegiatan meringkas buku, mendiskusikan masalah seputar teks, dan
ungkapan pada buku tertentu saja.
Kondisi semacam inilah yang membuat para ulama mulai bangkit serta
meluruskan kritikan dan membantah segala tuduhan yang jelas-jelas tidak mengacu
pada dalil yang ilmiah, ulama berusaha untuk tetap menjaga orsinalitas hadis nabawi
dari para kelompok yang memiliki niat busuk kepada hukum kedua dalam islam.7
2. PROBLEMATIKA HADIS
Problematika berasal dari kata problem yang dapat di artikan sebagai permasalahan
atau masalah. Problem menurut KBBI di artikan sebagai “hal-hal yang masih belum bisa
di pecahkan”. Sedangkan masalah berdasarkan KBBI merupakan “sesuatau yang di
selesaikan”. Jadi yang dimaksud dengan problematika adalah sesuatu yang membutuhkan
penyelesaian karena terdapat ketidak sesuaian antara teori dan kenyataan yang ada.
A. Pemalsuan Hadist
1. Pengertian Hadist Maudhu`
Secara bahasa al-maudhu` adalah isim marfu` dari wa-dha-a`, ya-dha-u, wadh-
`an, yang mempunyai arti al-isqath (meletakkan atau menyimpan ); al-iftira wa al
–ikhtilaq (mengada- ada atau membuat-buat); dan al-tarku (ditinggal).
Meskipun begitu, kata al -maudhu` secara kebahasaan memiliki beberapa makna
yang berbeda –beda, tetapi mengarah pada pengertian yang sama.
Sedangkan pengertian maudhu` menurut istilah, hadist yang di sandarkan kepada
Rosululloh SAW secara di buat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan
dan melakukan, dan menetapkan hal yang demikaian.
2. Masa Awal Kemunculan Hadist Maudhu`
Pada awal mulanya para mutakallim berbeda pendapat tentang benar atau
tidak nya terjadi pemalsuan hadist jika dilihat dari segi periwatannya. Hal ini
karena dari segi periwatan nya terjadi status kemaudhu-an hadist di dasarkan atas
kedustaan atau tertuduh dusta (muttaham bial-kidz). Munculnya pemalsuan hadist
berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh islam. Dimulai dengan terbunuhnya
7
Zeid B. Smeer, op. cit. hlm 25-29
Amirul Mukminin, Usman bin Affan, Umar bin Khattab, dan di lanjutkan dengan
pertentangan yang semakin memuncak antara kelompok ta`assub ali bin abi thalib
di madinah dan mu`awiyah di damaskus sehingga terjadi perselisihan yag tidak
terelakkan lagi. Namun perselisihan itu membuat sebagian kaum muslimin ingin
memperkuat kelompok dan golongannya masing- masing dengan al-qur`an dan
hadist. Dan karena banyaknya pakar al-qur`an dan hadist pada saat itu mereka
membuat hadist-hadist yang di sandarkan kepada Rosululloh
shollahu`alaihiwasallam untuk mendukung golongan mereka masing-masing.
Dan berdasarkan sejarah muncul nya pemalsuan hadist di atas ada beberapa aspek
yang mendorong mereka membuat hadist-hadist palsu antara lain:
1. Pertentangan politik
“orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu saya (Rosululloh), Jibril dan
Mu`awiyah.”
Kaum zindiq dalah golongan yang membenci islam baik sebagai agama
maupun sebagai dasar pemerintahan.mereka merasa tidak dapat melampiaskan
kebencian melalui pemalsuan Al-Qur`an. Tetapi mereka memilih untuk melakukan
pemalsuan hadist untuk menghancurkan islam dari dalam. Contoh hadist palsu nya:
Muncul nya hadist palsu dalam masalah ini berawal dari perselisihan pendapat
dalam masalah aqidah dan fiqih para pengikut mazhab. Mereka melakukan pemalsuan
hadist karna di dorong oleh sifat fanatik dan dan ingin menguatkan mazhabnya
masing-masing.misalnya pemalsuan hadist tentang keutamaan kalifah ali bin abi
thalib:
Sebagian orang saleh, ahli zuhud dan para ulama yang kurang di dukung
dengan ilmu yang mapan ketika melihat orang malas beribadah, mereka pun membuat
hadist palsu dengan asumsi bahwa usaha nya itu upaya untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt dengan menjujung tinggi agama-Nya melalui amalan yang mereka
ciptakan padahal ini jelas menunjukkan kebodohan mereka karna Allah swt dan
Rosulnya tidak membutuhkan orang lain untuk menyempurnakan syari`at nya.
B. Inkar Sunnah
1. Argumen Naqli
8
Hj.Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadist, (UIN Maliki Press: Jalan Gajayana 50 Malang, 2010),
hlm.135-138
Para munkar al-sunnah mengatakan bahwa dalam syari`at tidak ada dalil
kecuali al-qur`an.menurut mereka apabila kita berpendapat bahwa al-qur`an masih
memerlukan penjelasan, maka berarti kita secara tegas telah mendustakan al-qur`an
tetapi sebalik nya mereka menganggap al-qur`an itu sebagai penjelasan terhadap
segala hal. Berdasarkan argumen diatas menjelaskan bahwa al-qur`an telah mencakup
segala persoalan agama, hukum-hukum dan telah menjelaskan serinci mungkin,
sehingga tidak memerlukan yang lain seperti sunnah yang dilakukan.
2.Argumen Naqli
Ignaz Goldziher menilai bahwa hadist bukanlah sumber terpercaya bagi masa
awal islam, tetapi hanya sebagai sumber yang sangat bernilai bagi dogma, konflik dan
perhatian muslim belakangan yang telah menyebarkan hadist kemudian pendapat
goldziher ini di adopsi oleh Leone Caetani dan Henri Lammens, dengan menyatakan
hampir semua riwayat tentang kehidupan nabi meragukan dan pendapat ini kemudian
diperkuat oleh sarjana barat lainnya yang menolak hadis sebagai sumbar otentik bagi
sejarah nabi dan sejarah perkembangan islam. Dan setelah melakukan penelitian
goldzir berkesimpulan bahwa hadist tidak dapat digunakan sebagai dokumentasi
sejarah masa nabi dan di bantu oleh Faut Zezgin yaitu denagan menyatakan bahwa
koleksi hadist yang di kumpulkan merupakan hasil sebuah proses kelanjutan
periwayatan yang terpercaya, atau merupakan sebuah tradisi tulis-menulis yang telah
di praktek para sahabat sejak jaman Nabi Saw.10
9
Ibid., hlm. 149-152.
10
Ibid., hlm. 169-171
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam pembuatan hadis ada beberapa problem yang terjadi entah lewat para
sahabat atau ulama serta masyarakat pada masa itu, bahkan di masa sekarang masih
banyak yang memperdebatkan dan mempermasalahkan adanya hadis, entah itu hadis
shohih atau dhoif atau bahkan palsu.
B. SARAN