Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SELUK BELUK HADIS DAN PROBLEMATIKANYA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Matkul Pengantar Studi Islam

Dosen Pengampu: Dr. Nurul Hak, S.Ag, M.Hum.

Disusun Oleh Kelompok 7:

1. Ariani Safitri (22101010049)

2. Intan Ratna Sari (22101020050)

SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA

UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberiakan rahmat dan karunia NYA,
shalawat dan salam senatiasa tercurah kan kepada baginda muhammad SAW, dan tak lupa
juga kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen kita yang telah membantu dan
memberikan arahan dan bimbingan nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
waktu.

Dan kami menyadari masih banyak keterbatasan dari penulisan makalah kami ini, dan
kami mengharapkan kritik dan saran dari Bapak Dosen maupun teman-teman agar kami
dapat lebih baik lagi untuk penulisan makalah selanjut nya.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hadis merupakan makna ucapan yang dipakai didalam percakapan atau bisa datang
lewat wahyu. Pengertian hadis secara umum sama halnya dengan shalat, puasa, zakat yang
kemudian terjadi pergeseran atas pengaruh kuatnya ajaran Islam. Hadis kemudian bergeser
memiliki makna khusus yang menunjukkan sebuah info (ikhbar) didalam agama, namun
tanpa mengesampingkan makna umumnya. Berlanjut menjadi istilah teknis yang kemudian
hadis dikaji oleh banyak ulama dari berbagai asal-muasalnya ilmu yang diperoleh dan aliran
yang diikuti. Beberapa ulama memberi arti bahwa hadis adalah segala sesuatu yang ada pada
Nabi saw. Seperti perkataan, perbuatan, serta persetujuan dan penampilan fisik dan budi
pekerti.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penjelasan mengenai seluk beluk hadis?

2. Apa saja problematika mengenai hadis?

C. Tujuan Penulisan

1. Memenuhi tugas makalah pengantar studi islam

2. Memaparkan tentang seluk beluk hadis

3. Memaparkan problematika yang terjadi didalam hadis

PEMBAHASAN
1.SELUK BELUK HADIS

A. PENGERTIAN HADIS

Hadis dalam bentuk jamaknya berarti hidas, hudasa, dan hudus. Secara etimologi
kata hadis berarti al-jadid dan al-khabar (baru / berita). Sedangkan menurut istilah dan
diambil dari beberapa ahli hadis, berarti sebuah keadaan dimana tempat lahir nabi, tempat
yang bersangkut paut dengannya saat sebelum diangkat menjadi rosul sampai diangkat
menjadi rosul dan perbuatan maupun perkatan Nabi saw. Namun beberapa ulama juga
berpendapat bahwa hadis merupakan segala sesuatu perkataan, perbuatan dan taqrir bisa
juga dari para sahabat atau tabi’in.

Kata hadis menurut para ulama memiliki sinonim diantaranya yaitu sunnah,
khabar, dan atsar. Seperti dijelaskan oleh ulama hadis arti sunnah yaitu sebuah perkataan,
perbuatan, persetujuan, penampilan fisik, budi pekerti, dan sirah yang periwayatannya
langsung dari Nabi saw. Dalam bentuk jamak sunnah menurut bahasa yaitu sebuah cara
atau jalan yang sedang ditempuh baik itu terpuji maupun tercela. Sunnah bisa diartikan
sesuatu yang dikerjakan itu mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.

Selanjutnya ada khabar dari segi bahasa artinya warta/berita yang diucapkan
seseorang kepada orang lain. Menurut istilah ahli hadis merupakan segala hal yang
disandarkan atau berasal dari Nabi SAW. dan yang bukan berasal dari Nabi SAW 1. Dalam
pengertian sarjana hadis bahwa khabar dan hadist bukan sinonim karena hadist merupakan
segala sesuatu yang datang dari Nabi saw atau marfu’, sedangkan khabar segala sesuatu
yang datang dari selain nabi atau mauquf dan bisa juga marfu’2.

Atsar menurut bahasa yaitu bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Dan bisa diartikan
pula nukilan (yang dinukilkan). Sebab doa yang dinukilkan adalah doa maksur langsung
dari Nabi saw. Beberapa ulama mengartikan Atsar memiliki pengertian yang sama antara
khabar dan hadis. atsar menurut ulama lebih umum dari khabar3. Keduanya memiliki
pengertian dimana atsar berdasarkan sesuatu dari Nabi saw. dan selain nabi sedangkan
khabar berdasarkan Nabi saw saja. Jika ditelaah masing-masing ulama memiliki pendapat
yang hampir sama meskipun ada kebalikan antara pengertian yang satu dengan yang lain,
namun intinya bahwa hadis itu memiliki pengertian yang sama diantara ketiganya yaitu
sunnah, khobar dan atsar.

Macam-macam hadis ada tiga, hadis menurut perkataan (qauliyah), menurut


perbuatan (fi’liyah), dan menurut ketetapan (taqririyah). Berikut contoh ketiganya:

1. Qauliyah yaitu berdasarkan sabda Rosulullah SAW. dalam segala hal dan keadaan.

2. Fi’liyah adalah mencakup perilaku seperti tata cara sholat, puasa, dan haji.

1
H. Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadis, (Pustaka Setia: Bandung, 2000), hlm. 11-15
2
H. Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis Pengantar Studi Hadis Praktis, (UIN Malang Press: Malang, 2008),
hlm. 6
3
H. Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, op. cit. hlm. 16
3. Taqririyah adalah pembenaran yang dilakukan Nabi saw, terhadap ucapan dan
perilaku yang dikerjakan oleh para sahabat.4

B. HUBUNGAN KEDUDUKAN HADIS DENGAN AL-QUR’AN

Hadis tidak bisa dipisahkan dengan Al-qur’an karena hubungan keduanya


sangatlah erat, untuk di bayangkan saja sangat sulit jika keduanya tidak saling beriringan.
Sebelum manusia mengamalkan isi dari Al-qur’an maka harus merujuk pada hadis terlebih
dahulu dan orang yang mempelajari hadis selalu mencari tahu dari Al-qur’an terlebih
dahulu. Menurut pendapat Abu Zahwu yang dianut oleh Abdul Halim Mahmud seorang
mantan syeikh al Azhar di sebuah buku yang ditulisnya yaitu Al-Sunnah fi Makanatiha wa
fi Taikhiha, mengartikan sunnah itu memiliki pengertian yang ada sangkutpautnya didalam
pembinaan hukum syara’.

Beberapa kelompok ada yang menolak dan berpendapat sumber hukum hanya dari
Allah, in al-hukmu illa lillah, sehingga Nabi melandaskan kepada Al-qur’an saat
menetapkan hukum.

Bisa disimpulkan bahwa:

a. Isi antara pengertian hadis dan sunnah memiliki perbedaan namun keduanya
memiliki persamaan prinsip.

b. Pertalian antara hadis dan Al-qur’an sangat erat sekali dan sulit untuk dipisahkan.

c. Hadis adalah sumber kedua setelah Al-qur’an secara filosofis (‘aqly) dan secara
naqly. Beberapa fungsi hadis yaitu sebagai bayan tafshil, bayan taqyid, dan takhshish
ini terdapat dalam penjelasan serta tafsiran dari Al-qur’an.

d. Kebutuhan umat sangatlah besar terhadap Al-qur’an dan hadis maka wajib untuk
mengamalkan keduanya.

C. FASE-FASE PERJALANAN

1. Masa Rosulullah

Perlu diketahui, hadis di zaman Rosulullah diterima dan diriwayatkan dengan


menggunakan cara (syafahiyyan) atau oral oleh para sahabat nabi. Mereka para
sahabat ketika mendengarnya langsung dari Nabi maka saat itu langsung
meriwayatkannya dengan lisan tanpa menggunakan tulisan hal ini membuat hadis
banyak dihafal para sahabat.

2. Masa Sahabat (Abad I Hingga Awal Abad II)

Masa yang dinamakan dengan masa pertumbuhan (daur al-Nusyu’). Kurang


lebih berjalan sekitar satu abad. Menurut Nuruddin dimasa sahabat hadis ini dapat

4
Ibid., hlm. 17
terjaga dengan sempurna, berikut faktor yang berperan dalam menjaga keontentikan
hadis:

a. Kecerdasan para sahabat dan kejernihan pikiran mereka.

Kondisi dimasa itu belum terkontaminasi oleh pemikiran luar dan masa
itu juga masyarakat Arab dikenal tidak pandai baca tulis menyebabkan mereka
mengandalkan hafalan untuk menyimpan sebuah informasi. Hafalan yang
begitu tajam karena seringnya latihan, bahkan bisa dikatakan jika ada orang
arab yang tidak hafal sebuah syair merupakan aib dimasa itu. Dimasa itu juga
mereka berfikir bahwasanya mereka tidak perlu menulis sebab saat mereka
lupa maka masih ada Nabi saw. dan bisa bertanya kepada beliau.

b. Motivasi agama

Manusia memiliki sebuah komitmen atas yang telah digariskan oleh


Allah dan Rosulnya yaitu menjadikan Al-Qur’an dan hadis sebagi peangan
hidup dimana mereka bisa meraih kebahagiaan yang hakiki.

Kesadaran mereka muncul dan mendorong untuk menjaga


keontentikan hadis dan mulai menyebarkannya. Yang langsung mendapat
perintah dari Nabi dalam menghafal dan menyampaikan hadis dari beliau.

c. Kedudukan hadis

Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Sehingga


membuat para sahabat berpegang teguh dalm mengamalkan dan menggunakan
hadis. Mereka bahkan tidak rela jika harus meninggalkan majlis al-ilm yang
didirikan Nabi saw.

d. Metode penyampaian hadis

Sebagaimana Nabi dalam menyampaikan hadis kepada para sahabat


dengan cara bijak dan dicontoh oleh para sahabat yaitu:

- Materi yang disampaikan tidak tergesa-gesa atau cepat, bahkan beliau


mengulang tiga kali untuk memastikan pendengar benar-benar faham
- Dalam penyampaiannya, beliau menggunakan kata secukupnya.
- Materi yang disampaikan secara uslub yang berfariasi dan tidak monoton.
- Kesiapan audiens dalam menerima materi, nabi akan menyampaikan
ketika para sahabat benar-benar dalam keadaan fresh dan siap.5

e. Penulisan hadis

Penulisan hadis ini ditujukan untuk bisa membedakan mana hadis dan
mana Al-Qur’an sehingga mereka tidak mencampuradukan keduanya.
Beberapa ulama berpendapat bahwa Rosulullah tidak menghalangi para
5
Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis Pengantar Studi Hadis Praktis, (UIN Malang: Malang, 2008), hlm. 19-23
sahabat menulis hadis secara tidak resmi. Ditegaskan untuk yang kuat
hapalannya mereka bisa menjelaskan kepada yang tidak kuat hapalannya agar
tidak ada kesalahan dalam memahami hadis dan Al-Qur’an.6

3. Masa Tabi’in (Abad II – Abad III) Masa Penyempurnaan

Dimasa ini banyak perbedaan daripada masa-masa sebelumnya, kondisi


masyarakat yang berubah menyebakan perubahan juga khususnya dengan
periwayatan hadis itu sendiri, perubahannya bisa dilihat dalam beberapa hal:

a. Pada zaman sahabat hafalan masih relatif kuat, sedangkan di zaman ini
hafalan mulai memudar. Hal ini karena banyak dari kalangan sahabat nabi yang
berhijrah keluar dari jazirah Arabiyah dan melanjutkan hidupnya disana. Tradisi
diluar jazirah arabiyah tidak menghafal layaknya masyarakat Arab. Disana mereka
memiliki kemampuan yaitu menulis yang dirasa lebih praktis.

b. Sanad hadis mulai memanjang dan bercabang, hal ini berdampak pada
kualitas hadis.

c. Banyaknya sekte bermunculan dan aliran yang menyimpang yang


berdampak pada keotentikan hadis. beberapa sekte yang muncul yaitu, sekte khawarij,
mu’tazilah, jabariyah dll.

4. Masa Tabi’ Tabi’in (Abad III – Pertengahan Abad IV)

Masa keemasan dimana ilmu hadis mulai dibukukan mekipun masih secara
terpisah-pisah, sudah terklasifiksikan secara tersendiri menjadi satu disiplin yang
independen. Beberapa contoh kitab yang disusun yang berisi tentang ilmu hadis yaitu
kitab shahih Bukhori dan selanjutnya di susun kitab-kitab sunan.

5. Masa Penulisan Kitab Ilmu Hadis (Pertengahan Abad IV – Abad VII)

Kitab-kitab yang sudah mendekati kata sempurna, banyak revisian yang


membuat penulisannya menjadi lebih sempurna dengan menyatukan semua materi
yang berisikan ilmu hadis dalam satu buku tersendiri.

6. Masa Kematangan (Abad VII – Abad X)

Dimasa ini penulisan hadis banyak ditulis dan lebih disederhanakan, istilah
yang rumit dijelaskan lebih gamblang serta bahasan yang pelik lebih dipertegas dan
diperinci maksudnya. Dalam masa ini ada buku yang sudah bisa dikatakan mencakup
isi dari ilmu hadis yaitu buku ‘ulum al-hadis, karya Usman bin Shalah (W. 643 H).

7. Masa Kevakuman (X-XIV)

Masalah baru yang menyebabkan nama kevakuman ini dikarenakan cara


berinofasi yang melemah, banyaknya karya baru yang tidak terbit lagi namun lebih

6
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, op. cit. hlm 29
fokus pada kegiatan meringkas buku, mendiskusikan masalah seputar teks, dan
ungkapan pada buku tertentu saja.

8. Masa Kebangkitan (Masa Sekarang)

Masa dimana banyak sekali tuduhan-tuduhan yang berusaha untuk


menjatuhkan islam melalui hadis, mulai dari memberikan keraguan seputar hadis,
menolak hadis yang sudah jelas keshahihannya serta menggencarkan tuduhan bahwa
sahabat telah memanipulasi hadis Nabi saw tanpa dasar ilmiah.

Kondisi semacam inilah yang membuat para ulama mulai bangkit serta
meluruskan kritikan dan membantah segala tuduhan yang jelas-jelas tidak mengacu
pada dalil yang ilmiah, ulama berusaha untuk tetap menjaga orsinalitas hadis nabawi
dari para kelompok yang memiliki niat busuk kepada hukum kedua dalam islam.7

2. PROBLEMATIKA HADIS

Problematika berasal dari kata problem yang dapat di artikan sebagai permasalahan
atau masalah. Problem menurut KBBI di artikan sebagai “hal-hal yang masih belum bisa
di pecahkan”. Sedangkan masalah berdasarkan KBBI merupakan “sesuatau yang di
selesaikan”. Jadi yang dimaksud dengan problematika adalah sesuatu yang membutuhkan
penyelesaian karena terdapat ketidak sesuaian antara teori dan kenyataan yang ada.

A. Pemalsuan Hadist
1. Pengertian Hadist Maudhu`
Secara bahasa al-maudhu` adalah isim marfu` dari wa-dha-a`, ya-dha-u, wadh-
`an, yang mempunyai arti al-isqath (meletakkan atau menyimpan ); al-iftira wa al
–ikhtilaq (mengada- ada atau membuat-buat); dan al-tarku (ditinggal).
Meskipun begitu, kata al -maudhu` secara kebahasaan memiliki beberapa makna
yang berbeda –beda, tetapi mengarah pada pengertian yang sama.
Sedangkan pengertian maudhu` menurut istilah, hadist yang di sandarkan kepada
Rosululloh SAW secara di buat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan
dan melakukan, dan menetapkan hal yang demikaian.
2. Masa Awal Kemunculan Hadist Maudhu`
Pada awal mulanya para mutakallim berbeda pendapat tentang benar atau
tidak nya terjadi pemalsuan hadist jika dilihat dari segi periwatannya. Hal ini
karena dari segi periwatan nya terjadi status kemaudhu-an hadist di dasarkan atas
kedustaan atau tertuduh dusta (muttaham bial-kidz). Munculnya pemalsuan hadist
berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh islam. Dimulai dengan terbunuhnya
7
Zeid B. Smeer, op. cit. hlm 25-29
Amirul Mukminin, Usman bin Affan, Umar bin Khattab, dan di lanjutkan dengan
pertentangan yang semakin memuncak antara kelompok ta`assub ali bin abi thalib
di madinah dan mu`awiyah di damaskus sehingga terjadi perselisihan yag tidak
terelakkan lagi. Namun perselisihan itu membuat sebagian kaum muslimin ingin
memperkuat kelompok dan golongannya masing- masing dengan al-qur`an dan
hadist. Dan karena banyaknya pakar al-qur`an dan hadist pada saat itu mereka
membuat hadist-hadist yang di sandarkan kepada Rosululloh
shollahu`alaihiwasallam untuk mendukung golongan mereka masing-masing.

Dan berdasarkan sejarah muncul nya pemalsuan hadist di atas ada beberapa aspek
yang mendorong mereka membuat hadist-hadist palsu antara lain:

1. Pertentangan politik

Pertentangan politik terjadi karna perpecahan antara golongan yang satu


dengan yang lain .dan mereka saling membela golongan nya masing-masing dan
mencela golongan lain. Yang berujung pada pembuatan hadist palsu untuk
memperkuat golongan nya. Contoh hadist palsu dari para pendukung mu`awiyah yang
menyatakan bahwa ia adalah salah satu tiga orang yang terpercaya:

“orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu saya (Rosululloh), Jibril dan
Mu`awiyah.”

2. Usaha kaum zindiq (orang-orang yang membenci islam)

Kaum zindiq dalah golongan yang membenci islam baik sebagai agama
maupun sebagai dasar pemerintahan.mereka merasa tidak dapat melampiaskan
kebencian melalui pemalsuan Al-Qur`an. Tetapi mereka memilih untuk melakukan
pemalsuan hadist untuk menghancurkan islam dari dalam. Contoh hadist palsu nya:

“Memandang/melihat wajah cantik adalah ibadah.”

3. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat

Kelompok yang yang melakukan pemalsuan hadist ini bertujuan untuk


memeperoleh simpati dari pendengar sehingga mereka kagum dengan kemampuan
nya dan pada inti nya hadist yang di sampaikan itu terlalu berlebih-lebihan dengan
tujuan mendapat sanjungan.
4. Perbedaan pendapat dalam masalah aqidah dan fiqih

Muncul nya hadist palsu dalam masalah ini berawal dari perselisihan pendapat
dalam masalah aqidah dan fiqih para pengikut mazhab. Mereka melakukan pemalsuan
hadist karna di dorong oleh sifat fanatik dan dan ingin menguatkan mazhabnya
masing-masing.misalnya pemalsuan hadist tentang keutamaan kalifah ali bin abi
thalib:

“Ali merupakan sebaik-baik manusia, siapa yang meragukan nya maka ia


telah kafir”

5. Membangkitkan semangat beribadah tanpa mengerti apa yang dilakukan

Sebagian orang saleh, ahli zuhud dan para ulama yang kurang di dukung
dengan ilmu yang mapan ketika melihat orang malas beribadah, mereka pun membuat
hadist palsu dengan asumsi bahwa usaha nya itu upaya untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt dengan menjujung tinggi agama-Nya melalui amalan yang mereka
ciptakan padahal ini jelas menunjukkan kebodohan mereka karna Allah swt dan
Rosulnya tidak membutuhkan orang lain untuk menyempurnakan syari`at nya.

6. Pendapat yang memperbolehkan seseorang membuat hadist demi kebaikan

Sebagian kaum muslimin ada yang memperbolehkan berdusta atas nama


Rosulallah saw untuk memberikan semangat kepada umat dalam beribadah padahal
ulama telah sepakat atas haram nya berdusta dengan mangatas namakan rosululloh
apapun sebab dan alasan nya.8

B. Inkar Sunnah

Inkar sunnah adalah golongan kaum muslimin yang meragukan kehujjahan


dan menolak al sunnah sebagai sumber syari`at islam setelah al-qur`an.dan orang –
orang inkar sunnah membuat beberapa argumen berdasarkan tekstual (naqli) dan
argumen rasional (`aqli) untuk menolak hadist-hadist nabi.

1. Argumen Naqli

8
Hj.Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadist, (UIN Maliki Press: Jalan Gajayana 50 Malang, 2010),
hlm.135-138
Para munkar al-sunnah mengatakan bahwa dalam syari`at tidak ada dalil
kecuali al-qur`an.menurut mereka apabila kita berpendapat bahwa al-qur`an masih
memerlukan penjelasan, maka berarti kita secara tegas telah mendustakan al-qur`an
tetapi sebalik nya mereka menganggap al-qur`an itu sebagai penjelasan terhadap
segala hal. Berdasarkan argumen diatas menjelaskan bahwa al-qur`an telah mencakup
segala persoalan agama, hukum-hukum dan telah menjelaskan serinci mungkin,
sehingga tidak memerlukan yang lain seperti sunnah yang dilakukan.

2.Argumen Naqli

Para munkar al-sunnah mengatakan bahwa al-qur`an di turunkan oleh Allah


swt kepada nabi muhammad saw dalam bahasa arab sehingga orang –orang yang
memiliki pengetahuan tentang bahasa arab dapat memahami al-quran secara langsung
tanpa bantuan hadist.9

C. Teori orientalis tentang hadist

Orientalis adalah suatu ajaran yang mempelajari dan mengumpulkan segala


pengetahuan yang berkaitan dengan ketimur-timuran baik itu berupa aspek, agama ,
bahasa, budaya, sejarah, ilmu bumi, kesenian, etimologi dan lain-lain. Sebagian
orientalis mempelajari islam sebagai ilmu pengtahuan, namun ada juga orientalis yang
mempelajari islam karna ketidaksukaan mereka terhadap islam.

Ignaz Goldziher menilai bahwa hadist bukanlah sumber terpercaya bagi masa
awal islam, tetapi hanya sebagai sumber yang sangat bernilai bagi dogma, konflik dan
perhatian muslim belakangan yang telah menyebarkan hadist kemudian pendapat
goldziher ini di adopsi oleh Leone Caetani dan Henri Lammens, dengan menyatakan
hampir semua riwayat tentang kehidupan nabi meragukan dan pendapat ini kemudian
diperkuat oleh sarjana barat lainnya yang menolak hadis sebagai sumbar otentik bagi
sejarah nabi dan sejarah perkembangan islam. Dan setelah melakukan penelitian
goldzir berkesimpulan bahwa hadist tidak dapat digunakan sebagai dokumentasi
sejarah masa nabi dan di bantu oleh Faut Zezgin yaitu denagan menyatakan bahwa
koleksi hadist yang di kumpulkan merupakan hasil sebuah proses kelanjutan
periwayatan yang terpercaya, atau merupakan sebuah tradisi tulis-menulis yang telah
di praktek para sahabat sejak jaman Nabi Saw.10
9
Ibid., hlm. 149-152.
10
Ibid., hlm. 169-171
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hadis dalam pengertiannya secara bahasa maupun secara istilah memiliki


kesamaan dengan Sunnah, Khabar, dan Atsar. Hadis sendiri adalah segala perbuatan
atau perkataan yang berasal dari Nabi Saw. Hadis dalam perkembangannya terbagi
menjadi 3 yaitu, Qauliyah, Fi’liyah dan Taqririyah. Selain itu Hadis ini mengalami
beberapa fase mulai dari adanya hadis itu sendiri yang langsung dari Nabi Saw.
sampai dimana hadis mengalami perubahan dengan melalui tulisan karena Nabi Saw.
wafat dilanjutkan para sahabat dan para tabi’in agar hadis tidak hilang begitu saja dan
masih bisa terjaga keontetikannya sampai sekarang.

Dalam pembuatan hadis ada beberapa problem yang terjadi entah lewat para
sahabat atau ulama serta masyarakat pada masa itu, bahkan di masa sekarang masih
banyak yang memperdebatkan dan mempermasalahkan adanya hadis, entah itu hadis
shohih atau dhoif atau bahkan palsu.

B. SARAN

Demikian makalah dari kelompok 7 tentang seluk beluk hadis dan


problematikanya. Sehingga teman-teman bisa mengetahui materi ini dengan baik,
namun apabila ada sebuah kesalahan, kami penulis memohon maaf karena
sesungguhnya kesalahan berasal dari kami yang lalai. Apabila ada materi yang
memang dirasa kurang teman-teman bisa membaca lebih dalam lagi dari sumber-
sumber yang telah kami cantumkan. Sekian dari kami tentang isi makalah.

Anda mungkin juga menyukai