Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

         Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyeselesaikan sebuah makalah
dalam mata kuliah Akad Tabbaru dengan judul “Hibah Hadiah sedekah”.

Dengan tersusunnya makalah ini semua tak lepas dari bimbingan Bapak
Sholihuddin yang senantiasa memotivasi dan mengarahkan kami, juga kepada
rekan, sahabat dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini,kami telah berusaha semaksimal mungkin


sesuai dengan kemampuankami. Namun sebagai manusia biasakami tidak luput
dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segipenulisan maupun tata bahasa. Tetapi
walaupun demikian kami telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan
makalahini meskipun tersusun sangat sederhana. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya.

Surabaya, 4 Mei 2018

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting
masa lalu. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang
sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara histories. Hadits adalah
segalaperkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi
Muhammad SAW.Masa pra kodifikasi hadits berarti masa sebelum hadis
dibukukan, dimulai dari sejak munculnya hadits pertama yang diriwayatkan dari
Rasulullah SAW dengan rentang waktu yang dilalui masa pra kodifikasi ini
mencakup dua periode penting dalam sejarah transmisi hadits, yaitu periode
rasulullah saw dan periode Sahabat.
Pada dua periode ini metode transmisi yang digunakan kebanyakan adalah
metode
lisan. Meskipun demikian, tidak sedikit juga para Sahabat yang melakukan
pencatatan hadits secara personal, walaupun pada permulaan turunnya wahyu,
Rasulullah Saw pernah melarang para sahabat untuk mencatat selain al-Quran.
Akan tetapi larangan tersebut bukanlah larangan yang bersifat mutlak, atau
larangan tersebut merupakan larangan yang bersifat sementara, sampai para
Sahabat benar-benar dapat membedakan antara Al-Quran dan Al-Hadis.
Hal itu terbukti dengan adanya beberapa Sahabat yang mendapatkan izin dari
beliau untuk melakukan pencatatan hadits, seperti Abdullah bin Amr ra, Rafi' bin
Khadij ra, dan Abu Syah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pada masa pra
kodifikasi ini sebagian besar hadits telah ditransmisikan melalui lisan dan hafalan.
Namun hal ini sama sekali tidak mengurangi tingkat keotentikan hadits-hadits
tersebut. Karena para Sahabat yang menjadi agen transmiter dalam hal ini,
disamping sosok mereka yang sangat loyal terhadap Rasul SAW dan terpercaya,
mereka juga dikaruniai hafalan yang kuat, sehingga dengan itu, kemampuan
mereka untuk mentransmisikan hadits dari Rasulullah Saw secara akurat tidak
diragukan lagi. Kajian terhadap hadits terutama sejarahnya dalam dunia Islam,
tidak terlepas dari upaya umat Islam dalam melakukan pembelaan atau
pemeliharaan dan sanggahan terhadap sangkaan-sangkaan negative dari kalangan

2
orientalis terhadap keaslian hadits. Sehubungan dengan itu, kita harus melakukan
kajian terhadap as-Sunnah dan meneliti aspek sejarahnya. Yaitu sejarah
perkembangan hadits mulai dari zaman Rasulullah SAW sampai dibukukan
seperti yang terdapat pada masa sekarang ini. Proses pembukuan hadits ini disebut
dengan kodifikasi (tadwin).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini antara lain :
1. Apa itu Hadits ?
2. Bagaimana kondisi hadits pada periode Nabi Muhammad SAW ?
3. Bagaimana kondisi hadits pada periode sahabat dan tabi’in ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini difokuskan pada upaya untuk mendapatkan
penjelasan mengenai :
1. Pengertian atau definisi dari Hadits
2. Kondisi hadits pada periode Nabi Muhammad SAW
3. Kondisi hadits pada periode sahabat dan tabi’in

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hadts

Kata hadits atau al-hadits menurut bahasa,berarti al-jadid (sesuatu yang


baru),lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama),kata hadits juga berarti al-
khabar (berita),yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain.Kata jamaknya ialah al-ahadits.
Secara terminologis studi hadits ialah segala pemberitaan tentang nabi
SAW,seperti yang berkaitan dengan himmah,karakteristik,sejarah
kelahiran,dan kebiasaan kebiasaannya1. Sesuai hadits ialah :
Oleh al-Hafidh dalam syarah Al-Bukhary menyebukan soal pengertian hadis
ini, yakni

ُ‫أَ ْق َوالُهُ صلى هللا عليه وسلم َوأَ ْف َعالُهُ َوأَحْ َوالُه‬

“Segala ucaban Nabi saw., segala perbuatannya dan juga segala keadaan
beliau.”

B. Definisi hadits menurut para Ulama’

1.Pengertian Hadis Menurut Ulama Ushul Fiqh

Menurut istilah ahli ushul fiqh, pengertian hadis adalah :

.‫صلَّي هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َغ ْي ُر ْالقُرْ اَ ِن‬ ُ ‫ُك ُّل َما‬


َ   ِّ‫صد َِر َع ِن ال َّن ِبي‬
Artinya : Hadis yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, selain Al-Quran Al-Karim, baik berupa
perkataan,perbuatan maupun taqrir Nabi yang perpangku paut dengan
hukum syara. Tidak termasuk dalam istilah hadis adalah ssuatu yang tidak
bersangkut paut denga hukum, seperti urusan pakaian yang merupakan

1
UIN Sunan Ampel press, Studi Hadits, 2014, Hlm : 2

4
bagian dari kebudayaan. Akan tetapi,dalam cara-cara berpakain sperti
menutupi pakaian seperti menutup aurat merupakan bagian dari hadis
karena tuntunan Islam. Itu sebabnya, dalam kajian fiqh, pakaian termasuk
jabaliyyah, yaitu sebagian merupakan tuntunan kebudayaan, sebagaian lagi
tuntunan Syariat Islam.

2. Pengertian Hadits Menurut Para Fuqaha


Adapun menurut istilah para fuqaha, hadis adalah :

‫كل ما ثبت عن النني ولم يكن من باب الفرض وال الواجب‬


artinya : segeala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW, yang tidakbersangkut
paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib. Apabila hadis ditinjau
dari segi bentuknya .
Ibn Ashubki (w. 771 H/ 1370 M) berpendapat bahwa pengertian hadis
adalah segala sabda-sabda dan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Ibn
Shubki tidak memasukkan taqrir sebagai bagian dari rumusan defenisi
hadis. Alasannya karena taqrir telah tercakup dalam af'al, yakni segala
perbuatan. Apabila kata taqrir dinyatakan secara ekslisit, rumusan defenisi
akan menjadi ghairu mani'. yakni tidak terhindar dari sesuatu yang
didefenisikan2.
C. Pengertian Kodifikasi,
dalam bahasa indonesia, kodifikasi memiliki arti
“klasifikasi,hukum dan undang – undang berdasarkan asas – asas tertentu
dalam buku undang – undang yang baku”. Sedangkan kodifikasi dalam
bahasa inggris berasal dari codification yaitu suatu kata benda ( Noun )
yang berarti “kodifikasi, penyusunan (undang – undang, dsb) menurut
suatu system”.
Pengertian hadist prakodifikasi, hadist prakodifikasi maksudnya adalah
sejarah hadist sebelum dibekukan, dari zaman Rasul sampai masa di
tetapkannya. Pembukuan hadist secara resmi (taqwin). Masa ini dapat
dibagi menjadi dua periode, yaitu, hadist periode Rasulullah SAW dan
periode sahabat.

2
Coretan binder hijau.blogspot.com, Pengertian hadits, 2013,Hlm:1

5
D. Kondisi Hadits Pada Masa Rasulullah SAW.

Rasul menyebarkan agama Islam kurang lebih selama 23 tahun, dan dari
waktu yang sekian lama tersebut, beliau dengan segala pola prilakunya menjadi
tumpuan perhatian dan panutan para sahabatnya. Memang para sahabat telah
mengetahui bahwa disamping wahyu dari Allah (al-Qur‟an) sebagai pedoman
ajaran Islam yang Utama, juga ada pedoman ajaran Islam berikutnya yang juga
menjadi tuntunan dan tolak ukur kehidupan mereka, yaitu hadis Nabi. Hal ini
karena semenjak awal Nabi telah memberikan pengajaran-pengajaran kepada para
sahabatnya, bahkan beliau telah membentuk semacam majlis ilmiah di rumah Al-
Arkom ibn Abd Manaf di Mekah yang terkenal dengan nama Dar al-Islam.
Pada periode Rasulullah SAW, kodifikasi hadits belum mendapatkan
perhatian yang khusus dan serius dari para sahabat. Hadist pada waktu itu lebih
banyak dihafal dengan pengalaman. Karena penyusunan redaksi hadits dapat
dilakukan dengan pemaknaan saja, tidak seperti di Al – Qur’an yang harus dengan
lafadznya.
Meskipun belum dapat perhatian khusus tetapi, Rasulullah sangat menaruh
perhatian yang cukup besar pada aspek pengembangan ilmu pengetahuan.
Diantara bentuk sikapnya adalah seruan Rasulullah SAW untuk mencari ilmu,
menyampaikan ilmu, kedudukan orang yang mengajarkan ilmu, kedudukan orang
yang mencari ilmu, dan pesan untuk memperluas ilmu pengetahuan.
Menurut pernyataan kebanyakan para ulama (jumhur ulama), menyatakan
bahwa pada masa Rasul masih hidup, hadist tidak boleh ditulis oleh para sahabat,
namun hadits hanya diriwayatkan atau disampaikan dari mulut ke mulut.3 Pada
masa ini Rasul hanya memperbolehkan menulis Al Quran saja, hal ini
sebagaimana sabdanya.

)‫ال تكتبوا عني و من كتب عني غير القرا ن فليمحه وحد ثوا عني وال حر ج (رواه مسلم‬

3
Anggota IKAPI, 2014, Studi Hadist, Surabaya, UIN Sunan Ampel Surabaya, hlm.77-78

6
Artinya : Janganlah kalian menulis sesuatu dariku, Barangsiapa yang telah
menulisnya, maka hendaklah ia buang. Ceritakanlah saja apa-apa dariku, maka
tidak ada dosa di dalamnya. ( H.R Muslim )4.

Maka berkenaan dengan adanya hadist tersebut, para sahabat tidak


berani untuk menulis satu hadist pun tanpa seizin dari Rasul, tetapi mereka hanya
menghafal saja semua hadis yang di terima dari rasul,dan hadis tersebut terjaga
dengan baik dikarenakan kecerdasan dan kekuatan hafalan para sahabat. Setelah
mereka benar benar hafal baru kemudian mereka menyampaikan kepada para
sahabat lainnya. Walaupun demikian,ada diantara para sahabat yang menulisnya
sehingga mempunyai beberapa lembaran tulisan hadis.
Teradapat beberapa kontradiksi dalam hal penulisan hadis, di satu sisi ada
riwayat hadis yang melarang penulisan hadist sedangkan di sisi lain ada izin dari
Rasul untuk menuliskan hadist, dapat di simpulkan dari beberapa ulama antara
lain:
 Adanya larangan tersebut bersifat umum, ataupun penulisan hadis di
berikan kepada para sahabat tertentu saja,
 Larangan penulisan resmi seperti penulisan Al-Quran. Izin penulisan
hadist pun hanya di berikan untuk kepentingan pribadi saja,
 Izin penulisan hadist di mungkinkan setelah hilangnya keraguan
bercampurnya hadis dengan Al-Quran.
Penulisan hadits sebenarnya sudah terjadi pada masa Rasulullah SAW,
walaupun sifatnya masih individual. Itulah sebabnya ditemukan kesaksian dari
pernyataan Abu Hurairah : “Ibn Umar telah memiliki tulisan hadits, namun saya
belum mulai menulisnya.” Tentunya tidak semua hadits mereka tulis, hanya
hadits-hadist yang dipandang terlalu panjang dan spesifik.
Disamping itu pula dakwah Rasulullah di akhir hayatnya berubah, tidak lagi
menggunakan oral (lisan) sebagai medianya, melainkan berganti pola tulisan. Hal
ini terbukti ajakan Raulullah menuju keislaman kepada para penguasa Romawi,
Illayah, Bizantium , Persia, Najis dan lainnya.

E. Kondisi Hadits Pada Masa Periode Sahabat


4
Isawi Ahmad, Al-Madhkhal li al-Fiqh al-islami, Mesir : Al-Maliyyah tt. Juz 1, Hal: 221.

7
Nabi Muhammd SAW wafat pada tahun 11 Hijriyah, sebelum meninggal
beliau berpesan kepada umatnya bahwa setelah beliau sudah meninggal dunia ada
dua pegangan yang harus diperhatikan baik-baik oleh umat islam sebagai dasar
untuk pedoman hidupnya, kedua pegangan tersebut ialah Al-qur,an dan hadits.
Sebagaimana hadits nabi yang berbunyi :

‫سنَّة نَب ّي‬ َّ ‫تر َكت ِفي اَ ْم ِر يي لَنْ تَ َملَّ ْوا َما تَ َم‬
َ َ ‫س ُك ْم بِ ِه َما َكتا‬
ُ ‫ب هللا َو‬
Artinya :“Telah aku tinggalkan untuk kalian duan pedoman yang tidak akan
tersesat apabila engkau berpegang kepada keduannya, yaitu al qur’an dan
sunnahku”.
Kemudian setelah nabi muhammad SAW wafat, kendali kepemimpinan
umat islam berada di tangan sahabat, di antaranya ada Abu Bakar Ash-shiddiq,
Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan sahabat Ali bin Abi Thalib, keempat
sahabat inilah yang di dalam sejarah disebut sebagai khulafaur rasyidin dan dalam
periode khulafaur rasyidin ini disebut sebagai periode sahabat besar yang dalam
sejarah perkembangan hadits pra-kodifikasi5.

1. Masa Pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab


Setelah rasulullah saw wafat, banyak sahabat yang berpindah-pindah ke
kota di luar Madinah, Sehingga memudahkan untuk percepatan penyebaran
hadis. Namun dengan semakin mudahnya sahabat mdalam meriwayatkan
hadis, dirasa cukup membahayakan bagi otentisitas hadis tersebut, maka
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq menerapkan peraturan yang membatasi
periwayatan hadis, begitu juga pada masa periode Khalifar Umar bin Khattab.
Dengan demikian periode ini di sebut dengan masa pembatasan periwayatan
hadis (‫)عصر ت ْقليل َر َوا ْيةَ ا ْل َحد يث‬.
Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak banyak dari sahabat yang
mempermudah menggunakan nama Rasulullah saw dalam berbagai urusan,
meskipun dengan jujur dan dalam permasalahan yang umum. Namun
pembatasan tersebut bukan berarti bahwa kedua Khalifah tersebut anti
periwayatan, melainkan kedua khalifah tersebut hanya bersikap sangat selektif
terhadap periwayatan hadis.

5
M.Syuhudi Ismail,1995 Kaidah-kaidah keshalihan sanad hadits, Jakarta:Bulan bintang hal: 41.

8
Oleh karena itu segala periwayatan yang mengatas namakan Rasulullah
saw bisa benar-benar di akui kebenarannya apabila ada saksinya. Seperti
contoh permasalahan tentang waris yang diriwayatkan oleh imam Malik
bahwa: Abu Hurairah r.a, sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis
pernah di tanya oleh Abu Salamah, “Apakah kamu banyak meriwayatkan hadis
di masa umar, lalu Abu Hurairah r.a menjawab:”Sekiranya aku meriwayatkan
hadis di masa Umar dan seperti aku meriwayatkan hadis kepadamu
(memperbanyaknya) maka niscaya Umar akan mencambukku dengan
cambuknya6.
Riwayat Abu Hurairah tersebut menunjukkan ketegasan dari Khalifah
Umar bin Khattab dalam menerapkan peraturan pembatasan riwayat hadis pada
saat periode kepemimpinannya. Namun seperti kalimat di atas bahwasannya
bukan berarti khalifah Umar bin Khattab ini anti atau tidak suka dengan
periwayatan hadis, melainkan hanya bersifat sangat selektif demi kemurnian
hadis, hal ini terbukti ketika Khalifah Umar mengutus para ulama’ untuk
menyebarkan al-qur’an dan hadits di kota-kota luar Madinah.
Dalam sebuah riwayat umar pernah berkata bahwa: “Saya (Umar bin
Khattab) tidak mengangkat penguasa daerah untuk memaki orang, memukul,
apalagi merampas harta kalian. Tetapi saya mengangkat mereka untuk
mengajarkan dan hadis kepada kamu semua”7.
Khalifah Umar bin Khattab bahkan pernah mempunyai rencana untuk
menghimpun semua hadits Nabi Muhammad saw, dan para sahabat yang
mendengar rencana tersebut merespon dengan baik dan sangat setuju atas
rencana dari khalifah Umar bin khattab, Namun setelah khalifah Umar
melakukan sholat istikhoro selama satu bulan demi mendapatkan kemantapan
hati dan petunjuk dari allah swt untuk mewujudkan rencana tersebut. Justru
hasilnya, khalifah Umar bin Khattab mengurungkan rencana tersebut di
karenakan khawatir jika nantinya umat islam akan terganggu konsentrasinya
dalam mempelajari dan memahami al-qur’an.
Di samping itu ada alasan lain yang membuat khalifah Umar menjadi
khawatir akan rencananya dalam menghimpun hadits yaknI karena pada zaman
6
Ajjaj al-Khathib, As-SunnahnQabla tadwin hal: 96
7
Ibnu saad, Juz 3, hlm :135.

9
pemerintahannya, perluasan daerah islam sangat pesat dan orang-orang yang
baru memeluk agama islam tidak sedikit jumlahnya. Dengan demikian
pertimbangan khalifah Umar dalam membatalkan rencananya bukanlah karena
khalifah Umar tidak melihat pentingnya penghimpunan hadits, melainkan
karena kondisi umat islam yang pada saat itu belum siap untuk menerima
himpunan sumber ajaran islam selain al qur’an8.

2. Masa Pemerintahan Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
Secara umum kebijakan Khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
tentang periwayatan hadits tidak begitu jauh berbeda dengan apa yang di
tempuh oleh khalifah sebelumnya yaitu pada masa periode khalifah Abu Bakar
dan Utsman. Namun, langkah yang di terapkan tidaklah setegas langkah
khalifah Umar bin Khattab. Dalam sebuah kesempatan Utsman pernah
meminta para sahabat untuk tidak meriwayatkan hadits yang tidak mereka
dengar pada zaman kepemimpinan Abu Bakar dan Umar9.
Namun pada dasarnya, periwayatan hadis pada masa pemerintahan ini
lebih banyak daripada pemerintahan sebelumnya. Sehingga masa ini di sebut
dengan (‫َصر اِ كثا ر روا ية الْ َح ِد ْيث‬
ْ ‫)ع‬
Keleluasan periwayatan hadis tersebut, salah satunya karena di sebabkan
oleh karakteristik kepribadian Utsman yang lebih lunak jika di bandingkan
dengan karakteristik kepribadian dari Umar bin Khattab, selain itu wilayah
kekuasaan islam yang semakin luas juga menyulitkan pemerintah untuk
mengontrol pembatasan periwayatan hadis secara maksimal.
Sedangkan pada masa Ali bin Abi Thalib situasi pemerintahan islam
berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Di masa pemerintahan khalifah Ali ini
merupakan masa-masa krantar kelompokisis, di mana banyak terjadi
peperangan antar beberapa kelompok yang antara lain di sebabkan oleh fitnah
demi kepentingan politik. Hal itu jelas banyak membawa dampak negatif
dalam periwayatan hadits. Kepentingan politik telah mendorong pihak pihak
tertentu untuk melakukan pemalsuan hadits, dengan demikian tidak seluruh
periwayatan hadits pada masa ini dapat di percaya riwayatnya.
8
Drs.Damanhuri,MA. 2009 Studi hadits Surabaya: Sinar Terang. Hal: 73
9
Ajjaj al-Khatihib, Ushulul hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu hlm: 97-98.

10
Periwayatan hadits yang dilakukan para sahabat pada masa pemerintahan
khalifah Ali bin Abi Thalib ini terbagi menjadi 2 tipologi periwayatan :
a) Dengan menggunakan lafal hadits asli, yaitu menurut lafal dan sesuai yang
di terima dari Rasulullah saw.
b) Dengan menggunakan maknanya saja. Dikarenakan mereka sulit
menghafal redaksi hadits yang sesuai dengan apa yang disampaikanatau di
sabdakan oleh Rasulullah saw10.
Pada masa pembatasan periwayatan di pemerinttahan Umar bin Khattab,
para sahabat hanya meriwayatkan hadits pada saat ada permaslahan yang
mendesak saja.Mereka tidak meriwayatkan hadits setiap saat seperti saat di
dalam khutbah. Sedangkan pada masa khalifah utsman ini atau pada masa
pembanyakan hadits ini. Banyak dari para sahabat yang sengaja menyebarkan
hadits, namun tetap dengan dalil dan saksi yang kuat agar masyarakat dapat
memilah antara hadits asli dengan hadits palsu.
Bahkan banyak dari para sahabat periwayat hadits yang rela untuk
berpergian jauh hanya untuk membuktikan kebenaran hadis yang di
riwayatnnya.
3. Tokoh-Tokoh Dalam Perkembangan Hadits di Masa Sahabat.
Pada masa awal perkembangan hadits, para sahabat yang banyak
meriwayatkan hadits dengan Al-Muktsirum fil Hadits. Mereka adalah:
1.) Abu Hurairah meriwayatkan sekitar 5734 Hadits.
2.) Abdullah ibnu Umar meriwayatkan sekitar 2630 Hadists.
3.) Anas ibnu Malik meriwayatkan sekitar 2276 Hadits.
4.) Aisyah (Isteri Rasulullah) Meriwayatkan sekitar 2210 Hadits.
5.) Abdullah ibnu Abbas meriwayatkan sekitar 1660 Hadits.
6.) Jabir ibnu Abdillah meriwayatkan sekitar 1540 Hadits.
7.) Abu Said Al-Khudry meriwayatkan sekitar 1170 Hadits.

F. Kondisi Hadits Pada Masa Periode Tabi’in

10
Drs.Damanhuri,MA. 2009 Studi hadits Surabaya: Sinar Terang. Hal: 72

11
Setelah berakhirnya masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, maka
mulailah usaha dan kesungguhan mencari hadits dan menghafal hadits oleh
kalangan tabi’in. Usaha periwayatan hadits menjadi semakin pesat pada
periode ini, hal tersebut terbukti dengan ada dan semakin berkembangnya
gerakan rihlah atau gerakan pengembaraan ilmiah yang di lakukan oleh para
muhadditsin (ulama’ ahli hadits) dari satu kota ke kota lain. Hal ini dilakukan
tidak lain untuk mengetahui hadits-hadits Nabi Muhammad saw dari para
sahabat yang masih hidup dan tersebar di berbagai kota. dan juga sebagai
upaya pembuktian hadits-hadits tersebut benar-benar asli dari Nabi muhammad
atau palsu11.
Pada masa periode tabiin, keadaan periwayatan hadits tidak jauh berbeda
dengan pada periode sahabat. Namun perbedaannya pada masa ini para tabi’in
sudah tidak disibukkan lagi oleh beban yang di pikul oleh para sahabat. Sebab
al qur’an sudah dikodifikasikan dan disebar luaskan ke seluruh negeri atau
wilayah islam, maka dari itu para tabi’in lebih memfokuskan diri dalam
periwayatan hadits dan mempelajari sunnah nabi kepada para sahabat yang
masih hidup di era tabi’in12.
Periwayatan hadits pada masa tabiin ini dikenal sebagai masa penyebaran
periwayatan hadits ke berbagai penjuru wilayah, karena para tabi’in banyak
sekali yang pindah dari kota Madinah ke kota-kota lain atau daerah lain yang
baru di kuasai daulah islamiyah. Para tabiin ini pindah ke daerah baru disertai
dengan pemahaman hadits yang ada pada diri mereka, sehingga hadits-hadits
tersebut bisa tersebar luas di berbagai daerah-daerah pusat daulah islamiyah,
dan kemudian akhirnya bermunculan sentra-sentra tempat peeriwayatan dan
penyebaran hadits, sebagaimana diemukakan oleh Muhammad Abu Zahw13,
diantaranya: Madinah, Makkah, Kufah, Bashrah, Syam, Mesir, Andalusia,
Yaman, dan Khurasan.
a) Madinah, Diantara para Tabi’in yang belajar kepada sahabat – sahabat di
kota Madinah antara lain, Abu Bakar ibnu Abdurrahman, Salim ibnu
Abdillah, Sulaiman ibnu yassar.

11
Agus Sholahuddin, 2008, Uluml Hadits. Bandung: Pustaka setia, Hal:36.
12
Hasbi Ash-Shidqi,1974, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, Hal 67.
13
Idris 2010, Studi Hadits,Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Hal: 44.

12
b) Mekkah, diantara para tabi’in yang belajar pada sahabat mu’adz fi mekkah
ialah Ikrimah, Muhammad ibnu Muslim, Abu Zubair.
c) Kuffah, Abdullah ibnu Mas’ud adalah pemimpin besar hadits di Kuffah, di
antara para ulama hadits di kalangan tabi’in yang belajar kepada Abdullah
ibnu Mas,ud ialah Ibrahim An-Nakha’i, Al qamah
d) Bashrah diantara para Tabi’in yang belajar kepada sahabat – sahabat di
kota Bashrah antara lain, Muhammad ibnu Sirrin, Qotadah.
e) Syam, Diantara para Tabi’in yang belajar kepada sahabat – sahabat di kota
Syam antara lain, Umar ibnu Abdu Al-Aziz, yang kemudian menjadi
Khalifah dan mempelopori kodifikasi hadits.
f) Mesir, Diantara para Tabi’in yang belajar kepada sahabat – sahabat di kota
Mesir antara lain, Yazid ibnu Habib, Abu Al Khair.
g) Andalusia, Diantara para Tabi’in yang belajar kepada sahabat – sahabat di
kota Andalusia antara lain, Ziyad ibnu An’am, Yazid ibnu Manshur, Al-
Mughirah Ibnu Burdah.
h) Yaman, Diantara para Tabi’in yang belajar kepada sahabat – sahabat di
kota Yaman antara lain, Thaus ibnu Kaisan Al-Yamani, Hammam Ibnu
Munabbah.
i) Khurasan, Diantara para Tabi’in yang belajar kepada sahabat – sahabat di
kota Khurasan antara lain, Muhammad ibnu Ziyad, Muhammad ibnu
Tsabbit Al-Anshori, Yahya bin Sabih14.

BAB III
PENUTUP

14
Drs.Damanhuri,MA. 2009 Studi hadits Surabaya: Sinar Terang. Hal: 75.

13
I. Kesimpulan
a. Perkembangan hadits pada masa Rasulullah bercorak antar lisan dan
mengalami pelarangan penulisan dengan alasan di antaranya; khawatir
tercampur dengan al-Qur'an.
b. Pada masa Khulafa' al-Rasyidin, hadits mengalami pasang surut dengan
adanya pembatasan periwayatan pada masa Khalifah Abu Bakar, Umar r.a
dan perluasan periwayatan pada masa Khalifah Utsman dan Ali r.a.
c. Pada masa tabi'in, hadits lebih banyak diriwayatkan oleh perawi. Namun,
pada masa itu, banyak bermunculan hadits-hadits palsu yang bernuansa
kepentingan politik golongan.

II. Saran-Saran
Bagi Pembaca, khususnya para mahasiswa agar dapat memanfaatkan makalah
ini sebagai bahan menambah pengetahuan tentang Sejarah perkembangan hadits
pada saat pra-kodifikasi. Dan juga agar bisa mengetahui fakta mengenai kondisi
hadits pada masa rasulullah dan masa periode sahabat dan tabi’in.
Dan bagi penulis berharap makalah ini dapat lebih baik dan sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

14
UIN Sunan Ampel press, Studi Hadits, 2014, diakses pada tanggal 12
September 2018, Pukul 10:07 WIB.
Isawi Ahmad, Al-Madhkhal li al-Fiqh al-islami, Mesir : Al-Maliyyah,
diakses pada tanggal 12 September, Pukul 11:21 WIB.
M.Syuhudi Ismail,1995 Kaidah-kaidah keshalihan sanad hadits,
Jakarta:Bulan bintang, diakses pada tanggal 12 September, Pukul 11:52 WIB.
Drs.Damanhuri,MA. 2009 Studi hadits Surabaya: Sinar Terang. diakses
pada tanggal 12 September, Pukul 18:47 WIB.
Pengertian hadits dalam https://coretanbinderhijau.blogspot.com., 2013,
diakses pada tanggal 13 September, Pukul 08:16 WIB.
Agus Sholahuddin, 2008, Uluml Hadits. Bandung: Pustaka setia diakses
pada tanggal 13 September, Pukul 19:35 WIB.
Hasbi Ash-Shidqi,1974, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta:
Bulan Bintang, diakses pada tanggal 13 September, Pukul 20:28 WIB.

15

Anda mungkin juga menyukai