Anda di halaman 1dari 7

PENGERTIAN HADIS, KEDUDUKAN HADIS, DAN FUNGSI HADIS

Nama : Ainun Janna Indriyani Nim : 0301202153

A. Pendahuluan
Hadis merupakan sumber hukum agama islam yang kedua setelah al-Qur’an.
Hadis dibutuhkan sebagai mubayyin (penjelas) bagi al-Qur’an. Hal tersebut
dikarenakan masih banyak ayat-ayat al-Qur’an yang sulit dipahami maknanya,
sehingga seorang mufassir membutuhkan hadis untuk mempermudah pemahamannya.
Posisi hadis sebagai sumber hukum tidak lain karena adanya kesesuaian antara hadis
dengan kitab suci al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Dapat juga
dikatakan bahwa Hadis merupakan wahyu Tuhan yang tidak dikodifikasikan dalam
bentuk kitab karena lebih banyak hasil dari proses berpikirnya Nabi dan hasil karya
Nabi. Namun bukan berarti hadis adalah al-Qur’an.
Dengan demikian, tujuan penulis membuat makalah ini adalah agar pembaca
mengetahui pengertian hadis dan bagaimana kedudukan hadis serta fungsi hadis. Selain
itu, pembaca juga akan mengetahui apa yang dimaksud dengan sanad, matan dan rawi
serta memahami perbedaaan hadis qudsi dan al-Qur’an.
Berdasarkan tujuan penulisan diatas, maka masalah yang akan dibahas adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan hadis secara bahasa dan istilah?
2. Apa yang dimaksud dengan sanad, matan dan rawi?
3. Bagaimana kedudukan dan apa fungsi hadis?
4. Apa perbedaan hadis qudsi dan al-Qur’an?

B. Pembahasan
1. Pengertian hadis secara Bahasa dan istilah
Hadis secara Bahasa adalah kata benda (isim) dari kata al-Tahdis yang berarti
pembicaraan. Kata hadis mempunyai beberapa arti, diantaranya :
1. “Jadid” (baru) sebagai lawan kata dari “qadim” (terdahulu). Dalam hal
ini yang dimaksud qadim adalah kitab Allah yaitu al-Qur’an, sedangkan
yang dimaksud jaded adalah hadis Nabi Saw.
2. “Qarib” yang berarti dekat atau dalam waktu dekat belum lama,
3. “Khabar” yang berarti warta berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada seseorang.

1
Sedangkan pengertian hadis secara istilah dikemukakan oleh ahli hadis dan ahli
ushul dengan pendapat yang berbeda. Pengertian hadis yang dikemukakan ahli hadis
ada yang luas dan ada yang terbatas. Pengertian hadis secara terbatas diantaranya
sebagaimana yang dikemukakan oleh Mahmud Tahhan adalah :

“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan atau perbuatan atau
persetujuan atau sifat,”

Ulama hadis lainnya yang mengemukakan pengertian hadis secara terbatas


adalah sebagai berikut :

“Segala ucapan Nabi SAW, segala perbuatan dan segala keadaannya”

Sedangkan pengertian hadis secara luas sebagaimana seperti yang dikemukakan


oleh Ath Thiby bahwa hadis itu tidak hanya meliputi sabda Nabi, perbuatan dan taqrir
beliau (hadis marfu’) juga meliputi sabda, perbuatan dan taqrir para sahabat (hadis
mauquf) serta dari para tabi’in (hadis maqthu’).

Adapun menurut ahli ushul, hadis adalah segala perkataan, segala perbuatan dan
segala taqrir Nabi Muhammad SAW yang bersangkut paut dengan hukum. Dalam
terminology islam sendiri menyatakan bahwa hadis merupakan setiap tulisan yang
melaporkan atau mencatat seluruh catatan perkataan , perbuatan dan tingkah laku Nabi
Muhammad SAW.

Kata hadis mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunah,


dengan begitu bisa diartikan sebagai segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan
maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun
hukum.

2. Pengertian Sanad, Matan dan Rawi


 Sanad
Sanad secara Bahasa berarti al-mu’tamad yaitu “yang diperpegangi
(yang kuat)/yang bisa dijadikan pegangan.” Atau juga dapat diartikan
dengan “sesuatu yang terangkat (tinggi) dari tanah.”
Sedangkan secara terminology, sanad adalah jalannya matan, yaitu
silsilah para perawi yang memindahkan atau meriwayatkan matan dari
sumber yang pertama.

2
Jalan matan tersebut dinamakan dengan sanad karena musnid berpegang
kepadanya ketika menyandarkan matan ke sumbernya. Demikian juga para
Huffazh, menjadikannya sebagi pegangan (pedoman) dalam menilai sesuatu
hadis, apakah shahih atau dha’if.
 Matan
Matan secara Bahasa berarti sesuatu yang keras dan tinggi (terangkat)
dari bumi (tanah). Sedangkan secara terminology, matan berarti sesuatu
yang berakhir padanya (terletak sesudah) sanad, yaitu berupa perkataan.
Atau dapat juga diartikan sebagai lafaz hadis yang memuat berbagai
pengertian.
 Rawi
Kata “Rawi” atau “al-rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau
memberitakan hadis. Antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang
tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadis pada tiap-tiap tabaqahnya juga
disebut rawi, jika yang diimaksud dengan rawi adalah orang yang
meriwayatkan dan memindahkan hadis. Akan tetapi ada perbedaan antara
rawi dan sanad yang terletak pada pembukuan atau pentadwinan hadis.
Orang yang menerima hadis dan kemudian menghimpunnya dalam suatu
kitab hadis disebut dengan perawi. Perawi juga disebut sebagai mudawwin
(orang yang membukukan dan menghimpun hadis).

3. Kedudukan dan Fungsi hadis


Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber
hukum islam. Hadis menepati kedudukan kedua setelah al-Qur’an. keharusan
mengikuti hadis bagi umat islam, baik berupa perintah maupun larangan sama
halnya dengan kewajiban mengikuti al-Qur’an. al-Qur’an dan hadis merupakan
sumber syariat yang saaling terkait. Seorang muslim tidak mungkin dapat
memahami syari’at kecuali dengan merujuk kepada keduanya sekaligus. Bahkan
seorang mujtahid tidak dapat mengabaikan salah satunya.
Jadi, hadis dipandang dari segi keberadaannya wajib diamalkan dan sumbernya
dari wahyu sederajat dengan al-Qur’an. Dilihat dari kekuatannya hadis berada pada
posisi setelah al-Qur’an. Karena al-Qur’an berkualitas qathiy secara global saja,

3
tidak secara rinci. Disamping itu, al-Qur’an merupakan pokok sedangkan hadis
merupakan cabang, posisinya menjelaskan dan menguraikan.
Karena posisi hadis menjelaskan, dengan demikian fungsi hadis adalah sebagai
penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an. fungsi hadis sebagai penjelas tersebut dapat
diperinci sebagai berikut :
 Bayan at Taqrir
Bayan at Taqrir disebut juga dengan bayan at Ta’kid dan bayan al-Isbat.
Yang dimaksud dengan bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa
yang telah diterangkan dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya
memperkokoh isi kandungan al-Qur’an.
 Bayan at Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan ini adalah penjelasan hadis terhadap ayat-
ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut. Seperti pada
ayat-ayat yang mujmal, mutlak dan ‘aam. Maka fungsi hadis dalam hal ini
memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang mutlak dan memberikan
takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.
 Bayan at Tasyri’
Yang dimaksud dengan bayan at Tasyri’ adalah penjelasan hadis yang
berupa mewujudkan, mengadakan, atau menetapkan suatu hukum atau
aturan-aturan syara’ yang tidak didapati nashnya dalam al-Qur’an. Rasul
SAW dalam hal ini berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap
beberapa persoalan yang muncul pada saat itu dengan sabdanya sendiri.
 Bayan an Nasakh
Kata an-nasakh secara Bahasa ada bermacam-macam arti. Bisa berarti al-
ibtal (memebatalkan), atau al izalah (menghilangkan), atau at-tahwil
(memindahkan), atau at-taghyir (mengubah). Menurut ulama
mutaqqadimin, bahwa yang disebut bayan an-nasakh ialah adanya dalil
syara’ yang datangnya kemudian. Dari pengertian di atas bahwa ketentuan
yang datang kemudian dapat menghapus ketentuan yang datang terdahulu.
Hadis sebagai ketentuan yang datang kemudian daripada al-Qur’an dalam
hal ini dapat menghapus ketentuan atau isi kandungan al-Qur’an. demikian
menurut para ulama yang menganggap adanya fungsi bayan an-nasakh.
4. Perbedaan Hadis Qudsi dan Al-Qur’an

4
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT
yang diturunkan kepada Rasulullah SAW sebagai petunjuk dan pedoman hidup
manusia dan menjadi mukzizat Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan hadis qudsi merupakan salah satu hadis yang dimana perkataan Nabi
Muhammad disandarkan kepada Allah, atau dengan kata lain Nabi Muhammad
meriwayatkan perkataan Allah. Di dalam hadis qudsi menggunakan kata “Allah
berfirman.” Maksudnya adalah ketika Rasulullah SAW mengatakan suatu hadis
menggunakan kata “Allah berfirman,” berarti hadis tersebut berasal dari Allah yang
diriwayatkan oleh Nabi SAW.
Walaupun hadis qudsi dan al-Qur’an sama-sama berasal dari Allah SWT,
terdapat perbedaan mendasar antar al-Qur’an dan hadis qudsi yang harus dipahami.
Perbedaan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Syekh Muhammad bin Alwi
Al-Maliki dalam karyanya yang berjudul Al-Qawaidul Asasiyyah Fi Ilmi
Musthalahil Hadits, sebagai berikut :
 Al-Qur’an adalah mukzizat yang terjaga sepanjang masa dan selalu dijaga
oleh Allah seperti janji Allah yang sudah tertulis dalam surah Al-Hijr ayat
9, tidak pernah ada pengubahan isi, kandungan serta lafaz dan semua
tersampaikan secara mutawattir.
 Al-Qur’an tidak bisa diriwayatkan secara makna saja seperti halnya hadis
qudsi. Hadis qudsi bisa sampai kepada kita hanya dengan diriwayatkan
dalam maknanya saja, itupun masih bisa dibantah dengan memperhatikan
secara sanad dan matan pengelolaan hadis lainnya.
 Dalam mazhab Syafi’i, al-Qur’an tidak boleh dipegang dalam kondisi kita
berhadas kecil dan tidak boleh dibaca dalam kondisi kita berhadas besar.
Sedangkan hadis qudsi, secara hukum ia dapat dibaca dalam keadaan sedang
berhadas.
 Hadits qudsi tidak dapat dibaca dalam sholat. Sedangkan yang selalu dibaca
dalam sholat adalah al-Qur’an.
 Membaca al-Qur’an merupakan ibadah, setiap huruf yang dibaca mendapat
ganjaran sepuluh berbeda dengan hadis qudsi yang tidak ada kaitannya
dengan ganjaran dari membacanya.
 Al-qur’an adalah sebutan yang berasal dari Allah, begitu pula surat-surat
didalamnya beserta nama al-Qur’an yang lainnya.

5
 Al-Qur’an tersusun dalam sususan ayat dan surat yang ditentukan. Maka
penyampaian al-Qur’an bisa disebut mutawattir atau berurutan.
 Lafaz dan makna al-Qur’an diwayuhkan secara utuh kepada Rasulullah,
sedangkan hadits qudsi hanya diriwayatkan oleh para periwayat secara
makna.

C. Penutup
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hadis merupakan segala
perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW yang menjadi ketetapan hukum. Hadis
menepati posisi kedua sebagai sumber hukum islam setelah al-Qur’an. Al-Qur’an dan
hadis saling berkaitan, dimana al-Qur’an merupakan pokok pembahasan suatu hukum
atau masalah sedangkan hadis yang akan menjelaskan masalah secara rinci. Dengan
begitu, fungsi hadis adalah sebagai penjelas terhadap isi kandungan al-Qur’an. Baik
hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an saja, maupun menafsirkan ayat-ayat al-
Qur’an yang bersifat mutlaq dan memberikan takhsis pada ayat yang umum, atau
bahkan menetapkan suatu hukum yang tidak ditemukan nashnya didalam al-Qur’an dan
dapat menghapus ketentuan atau isi kandungan al-Qur’an sebagai hukum yang datang
kemudian, setelah al-Qur’an.
Didalam hadis terdapat sanad, matan dan rawi. Sanad merupakan jalannya
matan, yaitu silsilah para perawi yang memindahkan atau meriwayatkan matan dari
sumber yang pertama. Sedangkan matan adalah sesuatu yang terletak sesudah sanad,
yaitu berupa perkataan. Atau dapat juga diartikan sebagai lafaz hadis yang memuat
berbagai pengeritian. Sedangkan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan
memindahkan hadis.
Hadis itu bermacam-macam, salah satunya adalah hadis qudsi, yang merupakan
suatu hadis yang disabdakan Rasulullah SAW dengan mengatakan “Allah berfirman”
dan mengandung penyandaran Nabi SAW kepada Allah atau dengan kata lain Nabi
SAW meriwayatkan dari Allah SWT. Baik hadis qudsi maupun al-Qur’an keduanya
sama-sama bersumber dari Allah. Namun demikian terdapat perbedaan yang mendasar
diantara keduanya. Misalnya, hadis qudsi tidak digunakan sebagai bacaan shalat, akan
tetapi al-Qur’an merupakan bacaan sholat. Perbedaan lainnya yaitu hadis qudsi
redaksinya dari Nabi, maknanya dari Allah SWT. Sedangkan al-Qur’an redaksi dan
maknanya dari Allah SWT.

6
D. Daftar Pustaka
Yuslem, Nawir. “Ulumul Hadis”. P.T Mutiara Sumber Widya. Jakarta. 2001.
Rofiah, Khusniati. “Studi Ilmu Hadis”. IAIN PO Press. Ponorogo. Maret 2018.
Al-Qur’an, Griya. “Inilah beberapa perbedaan Hadits Qudsi dan Al-Qur’an”. Diambil
pada Tanggal 12 April 2021. https://griyaalquran.id/inilah-beberapa-perbedaan-
hadits-qudsi-danal-quran/
Mudasir. “Ilmu Hadis”. Pustaka Setia. Bandung. 2005.

Anda mungkin juga menyukai