Anda di halaman 1dari 6

SUMBER AJARAN ISLAM MENURUT

SUNNAH DAN HADIS

Pengertian Hadis

Secara bahasa, hadis berarti berbicara, perkataan, percakapan. Hadis disebut juga
‘Sunnah’, yang secara istilah berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan
dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadis adalah setiap informasi
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga saat dikatakan , “Rasulullah SAW pernah
berkata” atau “Rasulullah SAW perna melakukan..”, secara tidak langsung pernyataan tersebut bisa
dikatakan hadis. Kendati demikian, setiap informasi yang mengatasnamakan Rasulullah harus benar-
benar valid. Sebab terdapat banyak berita yang melakukan hadis demi kepentingan tertentu.

Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam

Hadis dalam islam memiliki kedudukan yang sangat urgen. Dimana hadis merupakan
salah satu sumber hukum kedua setelah Al-Quran. Al-Quran sulit dipahami tanpa intervensi hadis.
Memakai Al-Quran tanpa mengambil hadis sebagai landasan hukum dan pedoman hidup adalah hal
yang tidak mungkin, karena Al-Quran sangat sulit dipahami tanpa menggunakan hadis. Kaitannya
dengan kedudukan hadis disamping Al-Quran sebagai sumber ajaran islam, maka Al-Quran
merupakan sumber pertama, sedangkan hadis sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara Al-Quran
dan hadis karena keduannya adalah wahyu, hanya saja AL-Quran merupakan wahyu matlu (wahyu
yang dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi maupun maknanya, kepada Nabi Muhammad SAW
dengan menggunakan bahasa arab) dan hadis wahyu ghoiru metlu (wahyu yang tidak dibacakan Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara langsung melainkan maknanya dari Allah) dan lafalnya
dari Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi pedoman
bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT). Dengan
demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari Allah. Kalau Al
Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi maupun redaksinya langsung
diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada beliau,
kemudian beliau menyampaikannya kepada umat dengan cara beliau sendiri.

Dalil Kehujjahan Hadits

Yang dimaksud dengan kehujjahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan Hadits yang
wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil alsyar’i), sama dengan Al-Qur’an dikarenakan
adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Hadits adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup
kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an
sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Hadits juga merupakan
sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Hadits sebagai sumber hukum Islam,
bukan saja memperoleh dosa, tetapai juga murtad hukumnya.
Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena selain memang di
perintahkan oleh Al-Qur’an juga untuk memudahkan dalam menentukan (menghukumi) suatu perkara
yang tidak dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Qur’an sebagai
sumber hukum utama. Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin
akan mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar dan
ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal ini tersebut
hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah
Rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat
yang musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna alternatif) dan sebagainya yang mau
tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut
hanya didasarkan kepada pertimbangan rasio (logika) sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-
tafsiran yang sangat subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Fungsi Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam

Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam,
antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur’an
sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global.
Oleh karena itu kehadiran hadis, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman
isi al-Qur’an tersebut.

Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarat dan
penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan
Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

1) Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah menjelaskan maksud dari Al-Qur’an Fungsi
hadist dalam hal ini adalah merinci ayat secara global ( bayan al mujmal), membatasi ayat
yang mutlak ( taqyid al muthlaq), mengkhususkan ayat yang umum ( takhshish al’am) dan
menjelaskan ayat yang dirasa rumit
2) Bayan Taqrir
Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta’kid ( penegas hukum) dan bayan al- itsbat
adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an.
Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an
3) Bayan Tasyri’
Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah menjelaskan hukum yang tidak disinggung
langsung dalam Al-Qur’an. Bayan ini juga disebut dengan bayan zaid ‘ala Al-Kitab Al-
Karim. Hadits merupakan sebagai ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada
dalam Al-Qur’an.
4) Bayan An-Nasakh
Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan), at-
tahwil (memindahkan) atau at-tagyar (mengubah). Menurut Ulama’ mutaqaddimin, yang
dimaksud dengan bayan an-nasakh adalah adanya dalil syara’ yang datang kemudian. Dan
pengertian tersebut menurut ulama’ yang setuju adanya fungsi bayan an nasakh, dapat
dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus ketentuan-
ketentuan atau isi Al-Qur’an yang datang kemudian. Menurut ulama mutaqoddimin
mengartikan bayan an-nasakh ini adalah dalil syara’ yang dapat menghapuskan ketentuan
yang telah ada, karena datangnya kemudian.
Kategori Hadis Berdasarkan Kualitas

Demi menjaga keabsahan hadis, para ulama membagi hadis berdasarkan kualitasnya
dalam tiga kategori, yakni hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dhaif. Setelah memahami pengertian
hadis, kini beralih ketiga kategori hadis yang didasarkan pada pertimbangan unsur dan semua syarat
telah terpenuhi. Berikut uraian ketiga kategori hadis:

1. Hadis Shahih
Karegori yang pertama ialah hadis shahih, yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang berkualitas dan tidak lemah hafalannya. Kemudian dalam sanad dan matanya
tidak ada syadz (kejanggalan) dan ‘ilat (cacat).
Mengutip hadis dari, Mahmud Thahan dalam Taisir Musthalahil hadis menjelskan hadis
shahih adalah:”Setiap hadis yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi
yang adil dan dhabit dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat di dalamnya syadz dan
‘illah.”
Beberapa contoh periwayat hadis yang dianggap shahih, seperti imam Bukhari, Imam
Muslim, At-Turmudzi, Abu Dawud dan masi banyak lagi. Serta muttafaqun alaih untuk
sebelum untuk hadis yang dirieayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim secara
bersamaan.
2. Hadis Hasan
Hadis hasan artinya baik, sehingga terkadang hadis kategori kedua ini masih kerap dianggap
boleh menjadi dasar hukum.
Masi dari lansiran yang sama, hadis hasan adalah hadis yang dirangkaikan sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit, tidak terdapat syadz
(kejanggalan) dan “illah (cacat). Kualitas hafalan perawi hadis hasan tidak sekuat hadis
syahih.
3. Hadis Dhaif
Kategori hadis terakhir ialah hadis dhaif atau lemah. Hadis yang tidak memenuhi persyaratan
hadis shahih dan hadis hasan. Di sebutkan dalam Mandzumah Bayquni, hadis dhaif
ialah:”Setiap hadis yang kualitasnya lebih rendah dari hadis hasan adalah dhaif dan hadis
dhaif memiliki banyak ragam.”
Sehingga hadis dhaif tidak bisa dijadikan sebagai sumber hukum. Sebaiknya, saat
menyelesaikan masalah baru, berurutan dasar hukum dari Al-Quran, lalu hadis, baru ke ijma
atau kesepakatan parah ulama, dan baru qiyas.selanjutnya bila masih ada titik terang dalam
mempertimbangkan melalui ihtisan ijtihad lalu Urf.

Unsur Hadis

Pengertian hadis bisa dianggap sempurna manakala memenuhi lima unsur penting, yakni
rawi, sanad, mukharrij, shiyaghul ada' dan matan hadis. Kelima unsur tersebut sebagai pertimbangan
penilaian sebuah riwayat, masuk dalam kategori shahih, hasan, atau dhaif. Memahami lebih dalam
kelima unsur melalui contoh hadis berikut: "Imam Al-Bukhari berkata, 'Musaddad telah bercerita
kepada kami, ia berkata, 'Yahya telah bercerita kepada kami, dari Syu’bah, dari Qatadah, dari Anas
RA, dari Nabi Muhammad SAW.’ Dari Husain Al-Mu’allim, ia berkata, 'Qatadah telah bercerita
kepada kami, dari Anas, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, 'Tidak sempurna iman salah
seorang kalian sehingga ia mencintai saudaranya sama seperti ia mencintai dirinya sendiri.’’

1. Rawi
Rawi adalah informan atau seseorang yang menyampaikan riwayat dari Nabi Muhammad
SAW yang terdiri atas sahabat, tabi'in, tabi't tabi'in, dan seterusnya. Sifat yang harus dimiliki
seorang rawi ialah: Melalui contoh hadis di atas, maka yang disebut sebagai rawi, nama-nama
seperti Musaddad, Yahya, Syu’bah, Qatadah, Husain Al-Mu’allim, dan Anas, selaku
informan hadis.
2. Sanad
Unsur hadis yang kedua ialah sanad. Masih dari kutipan yang sama, sanad merupakan silsilah
atau kumpulan rawi dari sahabat hingga orang terakhir yang meriwayatkannya. Pengertian
sanad sebenarnya telah ada sebelum Islam datang, sebagai referensi kala itu. Selanjutnya
unsur sana dari hadis di atas, kumpulan silsilah atau rangkaian nama-nama rawi dari
Musaddad hingga kepada Anas bin Malik. Sanad inilah yang akan menentukan kualitas dari
hadis apakah sahih, hasan, atau dhaif.
3. Mukharrij
Kemudian unsur ketiga, mukharrij ialah rawi terakhir yang menuliskan riwayat yang ia dapat
dalam sebuah catatan atau karya pribadinya. Melalui contoh hadis di atas tadi, yang disebut
sebagai mukharrij adalah Imam Al-Bukhari. Sosok yang rawi terakhir yang membukukan
hadis itu dalam kitabnya sendiri yaitu Kitab Shahihul Bukhari.
4. Shiyaghul ada'
Unsur hadis yang keempat, shiyaghul ada' ialah redaksi yang dipakai oleh seorang rawi dalam
meriwayatkan sebuah hadis. Dari contoh hadis, yang dimaksud shiyaghul ada' adalah lafadz-
lafadz seperti haddatsana, 'an, qala, dan lain-lain. Redaksi-redaksi ini yang nantinya
memengaruhi kualitas sebuah sanad, khususnya dalam hal apakah sanad tersebut bersambung
sampai kepada Nabi atau terputus.
5. Matan
Unsur hadis yang terakhir, matan adalah redaksi dari riwayat yang disampaikan oleh masing-
masing rawi dari perkataan atau perbuatan Nabi Muhammad SAW. Melalui contoh hadis,
maka yang dimaksud matan adalah isi hadisnya, yaitu "Tidak sempurna iman salah seorang
kalian sehingga ia mencintai saudaranya sama seperti dia mencintai dirinya sendiri."

Syarat Hadis Shahih

Menurut Ta'rif Muhadditsin, suatu hadis bisa dikatakan shahih apabila telah memenuhi
lima syarat penting berikut:

1. Sanadnya Bersambung Setiap rawi dalam sanad hadis menerima periwayat hadis dari periwayat
terdekat sebelumnya. Keadaan ini berlangsung demikian sampai akhir anad dari hadits itu.

2. Periwayat Bersifat Adil Periwayat adalah seorang muslim yang baligh, berakal sehat, adil, selalu
memelihara perbuatan taat dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.

3. Perawi Bersifat Dhabit Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah
didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia menghendakinya.

4. Tidak Tanggal atau Syadz Syarat hadis shahih selanjutnya, tentu yang tidak bertentangan dengan
hadis lain yang sudah diketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.

5. Terhindar dari 'Illat Hadis yang memiliki cacat atau 'illat, disebabkan adanya halhal yang tidak baik
atau yang kelihatan samar-samar.
KESIMPULAN

1. Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi umat Islam setelah Al-Quran sebagai sumber utama,
hadits juga sebagai pedoman hukum serta ajaranajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an. Hadits adalah
sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka
yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus
percaya bahwa Hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran
Hadits sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapai juga murtad hukumnya.

2. Kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dalam beberapa dalil, baik dalam
bentuk naqli ataupun aqli : dalil Al-Qur’an, dalil Hadits, Ijma’ dan Ijtihad. Kehujjahan hadits dapat
dipahami dari 7 aspek yaitu: Ishmah, sikap sahabat terhadap sunnah, Al-Qur’an, Al- Sunnah,
Kebutuhan Al-Qur’an terhadap al-sunnah, realitas – sunnah sebagai wahyu dan Ijma’

3. Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an yaitu: bayan tafsir, bayan taqrir, bayan tasyri’ dan bayan an-
nasakh
DAFTAR PUSTAKA

Bisri Affandi. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV Aneka Bahagia Offset,

Taqiyyudin an-Nabhani (2003) “Peraturan Hidup dalam Islam” Bogor, Pustaka Thariqul ‘Izzah

Ahmad Syauki (1984) “Lintasan Sejarah Al-Qur’an”, Bandung CV Sulita Bandung. Ash-Shiddieqy,
Hasbi.1980.Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Jakarta:Bulan Bintang

http://uinkediri.blogspot.co.id/2014/12/contoh-makalah-kedudukan-haditssebagai.html

http://syuekri.blogspot.co.id/2012/10/hadist-sebagai-ajaran-agama.html

https://islam.nu.or.id/post/read/83811/pembagian-hadisditinjau-dari-kualitasnya

https://islam.nu.or.id/post/read/83811/pembagian-hadisditinjau-dari-kualitasnya

https://islam.nu.or.id/post/read/84943/inilima-unsur-dasar-pada-sebuah-hadis

Anda mungkin juga menyukai