PENDAHULUAN
telah ditinggalkan oleh Rasullullah saw kepada seluruh ummatnya. Al-Qur’an merupakan firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman bagi ummat manusia
dalam menata kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan batin baik didunia maupun
diakhirat kelak. Al-Hadist merupakan perkataan, perbuatan, dan yang menyangkut hal ihwalnya.
konsep-konsep yang dibawa Al-Qur’an dan Al-Hadist selalu relevan dengan problem yang
dihadapi manusia kerena ia turun untuk berdialok dengan setiap ummat yang ditemuinya,
sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problem tersebut, kapan dan dimanapun mereka
1.2 TUJUAN
Makalah ini bertujuan agar pembaca khususnya mahasiswa/mahasiswi dapat memahami
tentang”Sumber ajaran agama islam Al-Quran dan Hadist”,sehingga dapat diterapkan dalam
kehidupan kita sehari-hari.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Secara Etimologi Al Qur'an merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro’a ()قرأ
yang bermakna Talaa ( )تالkeduanya berarti: membaca, atau bermakna Jama’a (mengumpulkan,
mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan ( )ق رأ ق رءا وقرآنا.
Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna
dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua
(Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul,
Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.
Sedangkan secara terminologi Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai
pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah
kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para
rasul. Hal ini juga senada dengan pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an kalam atau
wahyu Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat jibril sebagai pengantar wahyu yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi
Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an
turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan
keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah
pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.
2
B. Pengertian Hadist
Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain itu,
hadits juga berarti qarib, artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf
(yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).
3
2. Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat
mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhonniy". Sebelumnya para ulama membagi
hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha'if.
3. Hadits Shahih
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia
diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz
(tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi
hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada
yang disangka dusta dan tidak syadz.
5. Hadits Dha'if
Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak
adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.
Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW.
Hadits ini disebut hadits Marfu' atau Maushul.
Hadits Mu'allaq
Hadits ini disebut juga hadits yang tergantung, yaitu hadits yang permulaan sanadnya
dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya, yang berarti termasuk hadits dha'if.
Hadits Mursal
Disebut juga hadits yang dikirim yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'in dari
Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu.
Hadits Mudallas
Disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik
dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi
kelemahan sanadnya.
Hadits Munqathi
Disebut juga hadits yang terputus yaitu hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua
orang perawi selain sahabat dan tabi'in.
Hadits Mu'dhol
5
Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para
tabi'it dan tabi'in dari Nabi Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa menyebutkan tabi'in yang
menjadi sanadnya. Kesemuanya itu dinilai dari ciri hadits Shahih tersebut di atas adalah
termasuk hadits-hadits dha'if.
1. Hadits Maudhu'
Yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya terdapat perawi yang berdusta
atau dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut
hadits.
2. Hadits Matruk
Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta.
3. Hadits Mungkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan
dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.
4. Hadits Mu'allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang
tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang
nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut juga
dengan hadits Ma'lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat).
5. Hadits Mudhthorib
6
Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa
sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan.
6. Hadits Maqlub
Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dalamnya
tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah)
maupun matan (isi).
7. . Hadits Munqalib
8. Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat tambahan
yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau lainnya.
9. Hadits Syadz
Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya) yang
bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat / pembawa)
yang terpercaya pula. Demikian menurut sebagian ulama Hijaz sehingga hadits syadz jarang
dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits disebut juga hadits Mahfudz.
1. Muttafaq 'Alaih
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber
sahabat yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits Bukhari - Muslim.
2. As Sab'ah
7
As Sab'ah berarti tujuh perawi, yaitu:
1. Imam Ahmad
2. Imam Bukhari
3. Imam Muslim
4. Imam Abu Daud
5. Imam Tirmidzi
6. Imam Nasa'i
7. Imam Ibnu Majah
3. As Sittah
Yaitu enam perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal.
4. Al Khamsah
Yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Bukhari dan Imam Muslim.
5. Al Arba'ah
Yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari dan
Imam Muslim.
6. Ats tsalatsah
Yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam
Muslim dan Ibnu Majah.
7. Perawi
8. Sanad
8
Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada orang
yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin (orang yang menghimpun atau
membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad berarti penyandaran. Pada dasarnya
orang atau ulama yang menjadi sanad hadits itu adalah perawi juga.
9. Matan
Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa perbuatan
Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa taqrirnya.
1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Riyadhus Shalihin
Definisi Alquran telah kami kemukakan pada postingan sebelumnya [lihat]. Agar
lebih jelas perbedaannya, terlebih dahulu kita perlu mengetahui definisi spesifik dari
ketigannya. perhatikan ketiga defenisi tersebut seperti dibawah ini:
1. Al-Qur`an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dan
yang membacanya dianggap ibadah;
2. Hadis nabawi ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat;
3. Hadits Qudsi adalah apa-apa yang disandarkan oleh Nabi Saw kepada Allah Ta’ala.
9
Untuk perbedaan Al-Quran dengan Hadis Nabawi dapat dilihat dengan beberapa
analogi dibawah ini:[1]
1) Al-Quran mukjizat Rasul sedangkan Hadis bukan mukjizat sekalipun Hadis Qudsi;
5) Al-Quran memiliki redaksi dan lafal nya dari Allah dan Hadis Nabawi dari Nabi sendiri
berdasarkan Wahyu Allah atau Ijtihad yang sesuai dengan Wahyu;
6) Kewahyuaan Al-Quran disebut dengan wahyu matluw (wahyu yang dibacakan
sedangkan kewahyuan sunnah disebut wahyu ghayr matluw (wahyu yang tidak
dibacakan) tetapi terlintas dalam hati secara jelas dan yakin kemudian diungkapkan
nabi dengan redaksinya sendiri;
10
Qudsi adalah kata yang dinisbahkan kepada kata quds. Nisbah ini mengandung
makna pengagungan. Dalam arti bahasa, kata ini menunjukkan kebersihan dan
kesucian. Hadits Qudsi adalah apa-apa yang disandarkan oleh Nabi SAW kepada Allah
Ta’ala. Maksudnya Nabi SAW meriwayatkan hadits tersebut dan mengatakan bahwa itu
adalah kalamnya Allah. Rasulullah SAW menjadi rawi untuk kalam Allah tersebut
dengan lafal beliau sendiri. Makanya kalau ada yang meriwayatkan hadits tersebut, dia
harus menambahkan :
... َ َع ِن ال َّن ِب ِّى – صلى هللا عليه وسلم – فِي َما َي ْر ِوي ِه َعنْ َر ِّب ِه َقال.١
... َع ِن ال َّن ِب ِّى – صلى هللا عليه وسلم – َقال َ َقال َ هَّللا ُ َت َعا َلى.٢
... سول َ هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – َقال َ َيقُول ُ هَّللا ُ َت َعا َلى
ُ َأنَّ َر.٣
Ada beberapa perbedaan antara Quran dengan Hadis Qudsi dan yang terpenting ialah:
[2]
1) Al-Qur`an adalah kalam Allah yang diturunkan dengan lafal Allah sendiri. Orang-
orang Arab ditantang untuk membuat semisal Al-Quran. Tetapi mereka tak mampu
membutanya meskipun hanya satu surat saja. Maka dari itu, Al-Qur`an adalah mukjizat.
Sedangkan, Hadits Qudsi bukan merupakan mukjizat dan orang-orang Arab tidak
ditantang untuk membuat yang semisalnya.
2) Al-Qur`an itu hanya dinisbatkan kepada Allah. Maka dari itu, penyandarannya
langsung kepada Allah: ق ال هللا تع الى – يق ول هللا. Sedangkan, Hadits Qudsi terkadang
diriwayatkan oleh Rasulullah SAW dengan dinisbatkan kepada Allah. Penisbatan ini
menggunakan cara orang yang mengarang sehingga disebut dengan nisbat insya`/
11
nisbat yang dibuatkan seperti ucapan : قاالللهتعالىقالرسوالهلل صلى هللا عليه وسلم. Terkadang
pula diriwayatkan dengan dinisbatkan kepada Rasulullah tetapi nisbatnya adalah nisbat
khabar karena nabi yang menyampaikan Hadis itu dari Allah. Maka dikatakan
Rasulullah mengatakan mengenai apa yang diriwayatkan dari Tuhannya.
4) Al-Quran dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Maka ia adalah wahyu, baik dalam
lafal ataupun maknannya. Sedang hadis Qudsi maknanya saja dari Allah sedangkan
lafalnya dari Rasulullah SAW. Hadis Qudsi adalah wahyu dalam makna tetapi bukan
dalam makna. Oleh sebab itu, menurut sebagian besar ahli hadis diperbolehkan
meriwayatkan hadis Qudsi dengan maknanya saja.
﴾٢٠ : ﴿ المزمل... َفا ْق َرءُوا َما َت َيس ََّر م َِن ْالقُرْ َآ ِن...
artinya:
“...Maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran...”
12
artinya:
“Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Quran, dia akan memperoleh satu
kebaikan . Dan kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif
lam mim itu satu huruf. Tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. [3]
Sedangkan hadis Qudsi tidak disuruh membacanya dalam shalat. Allah memberikan
pahala membaca hadis Qudsi secara umum saja. Maka membaca hadis Qudsi tidak
akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis mengenai membaca Al-
Quran bahwa pada setiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan.
Al-hadits oleh para ulama didefinisikan seperti definisi As-sunnah, yaitu “Segala
sesuatu yang dinisbahkan kepada Muhammad saw., baik ucapan, perbuatan dan
taqrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau menjadi nabi
maupun sesudahnya.” Ulama ushul fiqh, membatasi pengertian hadis hanya pada
“ucapan-ucapan Nabi Muhammad saw. yang berkaitan dengan hukum”; sedangkan bila
mencakup pula perbuatan dan taqrir beliau yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga
hal ini mereka namai Al-Sunnah. Pengertian hadis seperti yang dikemukakan oleh ulama
ushul tersebut, dapat dikatakan sebagai bagian dari wahyu Allah SWT yang tidak berbeda
dari segi kewajiban menaatinya dengan ketetapan-ketetapan hukum yang bersumber dari
wahyu Al-Quran.
Sementara itu, ulama tafsir mengamati bahwa perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya yang
ditemukan dalam Al-Quran dikemukakan dengan dua redaksi berbeda. Pertama adalah Athi’u
Allah wa al-rasul, dan kedua adalah Athi’u Allah wa athi’u al-rasul. Perintah pertama mencakup
kewajiban taat kepada beliau dalam hal-hal yang sejalan dengan perintah Allah SWT; karena itu,
redaksi tersebut mencukupkan sekali saja penggunaan kata athi’u. Perintah kedua mencakup
kewajiban taat kepada beliau walaupun dalam hal-hal yang tidak disebut secara eksplisit oleh
Allah SWT dalam Al-Quran, bahkan kewajiban taat kepada Nabi tersebut mungkin harus
13
dilakukan terlebih dahulu –dalam kondisi tertentu– walaupun ketika sedang melaksanakan
perintah Allah SWT, sebagaimana diisyaratkan oleh kasus Ubay ibn Ka’ab yang ketika sedang
shalat dipanggil oleh Rasul saw. Itu sebabnya dalam redaksi kedua di atas, kata athi’u diulang
dua kali, dan atas dasar ini pula perintah taat kepada Ulu Al-’Amr tidak dibarengi dengan kata
athi’u karena ketaatan terhadap mereka tidak berdiri sendiri, tetapi bersyarat dengan sejalannya
perintah mereka dengan ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya. (Perhatikan Firman Allah dalam QS
4:59). Menerima ketetapan Rasul saw. dengan penuh kesadaran dan kerelaan tanpa sedikit pun
rasa enggan dan pembangkangan, baik pada saat ditetapkannya hukum maupun setelah itu,
merupakan syarat keabsahan iman seseorang, demikian Allah bersumpah dalam Al-Quran Surah
Al-Nisa’ ayat 65.
Tetapi, di sisi lain, harus diakui bahwa terdapat perbedaan yang menonjol antara hadist
dan Al-Quran dari segi redaksi dan cara penyampaian atau penerimaannya. Dari segi redaksi,
diyakini bahwa wahyu Al-Quran disusun langsung oleh Allah SWT. Malaikat Jibril hanya
sekadar menyampaikan kepada Nabi Muhammad saw., dan beliau pun langsung
menyampaikannya kepada umat, dan demikian seterusnya generasi demi generasi.
Walaupun demikian, itu tidak berarti terdapat keraguan terhadap keabsahan hadis karena
sekian banyak faktor — baik pada diri Nabi maupun sahabat beliau, di samping kondisi sosial
masyarakat ketika itu, yang topang-menopang sehingga mengantarkan generasi berikut untuk
merasa tenang dan yakin akan terpeliharanya hadis-hadis Nabi saw.
14
B. Hubungan Al-Quran dan Hadist
Al-Qur'an adalah sumber ajaran yang pokok dan Al-Hadits adalah sumber yang kedua
setelah Al-Qur'an. Seorang muslim tidak bisa hanya menggunakan Al-Qur'an saja, ia harus
percaya juga hadits sebagai sumber ajaran dan sumber hukum. Karena kandungan Al-Qur'an
masih bersifat global, perlu perincian yang operasional. Keharusan menggunakan Hadits banyak
diungkapkan oleh Al-Qur'an dalam surat Muhammad ayat 33
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan janganlah
kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad, 47 : 33)
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa taat kepada Allah adalah mengikuti perintah yang
tercantum di dalam Al-Qur'an dan taat kepada rasul adalah mengikuti sunnahnya. Karena itu
orang yang beriman hanya merujukkan pandangan hidupnya kepada Al-Qur'an dan Hadits
(sunnah Rasul)
Al-Qur'an dan Hadits merupakan rujukan yang pasti dan tetap bagi segala macam perselisihan
tidak melahirkan pertentangan dan permusuhan seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al-
Qur'an surat An-Nisa ayat 59
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa 4 :
59)
Nampak dengan jelas dalam ayat di atas bahwa rujukan untuk menyelesaikan perselisihan
pendapat adalah kembali kepada sumber hukum yaitu Al-Qur'an dan Hadits. Disamping hadits
merupakan rujukan perilaku yang dikehendaki oleh Al-Qur'an sehingga apa yang diinginkan
oleh Al-Qur'an dapat dilihat dari apa yang dilakukan oleh Rasul. Beliau menjadi teladan yang
nyata bagi seluruh kaum muslimin sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21
15
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah. (Al-Ahzab : 21).
FUNGSI AL-QUR’AN
KANDUNGAN AL-QUR’AN
1. Prinsip-prinsip keimanan kepada Allah swt., malaikat, rasul, hari akhir, qadha dan qadar, dan
sebagainya.
16
4. Kisah para nabi dan Rasul Allah swt. serta umat-umat terdahulu ( sebagai i’tibar / pelajaran ).
1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya, karena ayat al-
Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, sedangkan yang
menjelaskan secara rinci adalah as-Sunnah / Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang subyektif dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam Sunnahnya, sedangkan
mengikuti pola hidup Nabi adalah perintah al-Qur’an.
4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturan-peraturan yang
diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan
bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
17
Al-Quran dan al-hadist adalah sebagai sumber ajaran agama islam yang telah
ditinggalkan oleh rasullullah saw, yang merupakan segala macam cara untuk memecahkan
Pengertian alqur’an adalah kallam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw. Untuk disampaikan kepada seluruh ummt manusia sampai akhir zaman nanti. Selain
sebagai sumber ilmu pengetahuan, al-Quran juga sebagai peringatan bagi ummat manusia, juga
Rasullullah saw dan yang menyangkut hal ihwalnya. Hadis terdiri dari beberapa unsur
diantaranya; sanad, matan dan rawi. Adapun kegunaan dari hadist itu sendiri adalah: untuk
DAFTAR PUSTAKA
18
Daradjat, Zakiah.. 1999. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Suma, Muhammad Amin. 2002. Studi Ilmu-Ilmu Al-quran. Jakarta:
Pustaka Firdaus
19