Makalah ini dikerjakan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ulumul Hadits
Dosen Pengampu : Imam Muhsin, M.Ag.
Disusun oleh :
Kelompok 6
A. Latar Belakang
Hadits adalah perkataan, perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad
yang dijadikan landasan syari’at islam. Hadits dijadikan sumber hukum islam selain al-
qur’an, dalam hal ini kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-qur’an.
Sedangkan Ulumul Hadits adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana hadits –
hadits bisa tersambung hingga sampai kepada rasulullah, baik dari sisi kedhabit-an, dan
keadilan periwayatnya, maupun dari sisi sambung atau putusnya rangkaian rantai sanad.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hadits Dho’if?
2. Apa saja macam – macam Hadits Dho’if?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits Dha`if
“Dha`if” menurut bahasa berasal dari kata”dhu`fun” yang berarti lemah lawan
dari kata “qawiy” yang berarti kuat, sedangkan hadits dha`if berarti hadits yang tidak
memenuhi kriteria hadits hasan. hadits dha`if disebut juga hadits mardud(ditolak). Contoh
Hadits Dha`if adalah hadits yang artinya:
“bahwasanya Nabi SAW wudhu dan beliau mengusap kedua kaos kakinya”
Hadits tersebut dikatakan Dha`if karena diriwayatkan dari Abu Qais Al-Audi, seorang
rawi yang masih dipersoalkan.
Secara terminologis, para ulama berbeda pendapat dalam merumuskanya. Namun
demikian, secara substansial kesemuanya memiliki persamaan arti. Imam Al-Nawawi,
misalnya mendefinisikan Hadits Dha`if dengan hadits yang di dalamnya tidak terdapat
syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan. Sedangkan menurut
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khathib, Hadits Dha`if didefinisikan sebagai segala hadits yang di
dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul. Nur Al-Din itr merumuskan Hadits Dha`if
dengan hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul ”hadits
yang shahih atau hadits yang hasan”.
Berdasarkan definisi rumusan di atas, dapat dipahami bahwa hadits yang
kehilangan salah satu syarat dari syarat-syarat Hadits Shahih atau Hadits Hasan, maka
hadis tersebut dapat dikategorikan sebagai Hadits Dhaif. Artinya jika salah satu syarat
saja hilang, disebut Hadits Dha`if. Lalu bagaimana jika yang hilang itu dua atau tiga
syarat? Seperti perawinya tidak adil, tidak dhabit, atau dapat kejanggalan dalam
matannya. Maka hadits yang demikian, tentu dapat dinyatakan sebagai Hadits Dha`if
yang sangat lemah sekali.
2) Hadits Munqathi’
Hadits munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus. Para ulama
memberi batasan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang gugur satu
atau dua orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi
di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad
adalah tabi’in. Jadi, pada hadits munqathi’ bukanlah rawi di tingkat sahabat
yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in. Bila dua rawi yang
gugur, maka kedua rawi tersebut tidak beriringan, dan salah satu dari dua
rawi yang gugur itu adalah tabi’in.
Contoh hadits munqathi’:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar bin Ali
Syaibah, dari Ismail bin Ibrahim, dari Laits, dari Abdullah bin Hasan, dari
Fatimah binti Al-Husain, dan selanjutnya dari Fathimah Az-Zahra.
Menurut Ibnu Majah, hadits di atas adalah hadits munqathi’, karena
Fathimah Az-Zahra (putri Rasul) tidak berjumpa dengan Fathimah binti
Al-Husain. Jadi ada rawi yang gugur (tidak disebutkan) pada tingkatan
tabi’in.
3) Hadits Mu’dhal
Menurut bahasa, hadits mu’dhal adalah hadits yang sulit dipahami. Batasan
yang diberikan para ulama bahwa hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur
dua orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.
Contohnya adalah hadits Imam Malik mengenai hak hamba, dalam
kitabnya “Al-Muwatha” yang berbunyi: Imam Malik berkata: Telah
sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
4) Hadits mu’allaq
Menurut bahasa, hadits mu’allaq berarti hadits yang tergantung. Batasan
para ulama tentang hadits ini ialah hadits yang gugur satu rawi atau lebih di
awal sanad atau bias juga bila semua rawinya digugurkan (tidak
disebutkan).
Contoh: Bukhari berkata: Kata Malik, dari Zuhri, dan Abu Salamah dari
Abu Huraira, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
3) Hadits Munkar
Hadist munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau
tidak dikenal. Batasan yang diberikan para ‘ulama bahwa hadits munkar
ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan menyalahi
perawi yang kuat, contoh :
4) Hadits Mu’allal
Menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits yang terkena illat .
Para ulama memberi batasan bahwa hadits ini adalah hadits yang
mengandung sebab-sebab tersembunyi , dan illat yang menjatuhkan itu
bisa terdapat pada sanad, matan, ataupun keduanya.
Contoh :
5) Hadits mudraj
Hadist ini memiliki pengertian hadits yang dimasuki sisipan, yang
sebenarnya bukan bagian dari hadits itu. Contoh:
Rasulullah bersabda: “Saya adalah za’im (dan za’im itu adalah
penanggung jawab) bagi orang yang beriman kepadaku, dan berhijrah;
dengan tempat tinggal di taman surga”.
Kalimat akhir dari hadits tersebut adalah sisipan (dengan tempat
tinggal di taman surga), karena tidak termasuk sabda Rasulullah SAW.
6) Hadits Maqlub
Menurut bahasa, berarti hadits yang diputarbalikkan. Para ulama
menerangkan bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada
nama rawi dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang
lain.
Contoh:
7) Hadits Syadz
Secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng ganjil. Batasan yang
diberikan para ulama, hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh
rawi yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya. Haditsnya
mengandung keganjilan dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang kuat.
Keganjilan itu bisa pada sanad, pada matan,_ataupun_keduanya.
Contoh :