Dosen Pengampu:
Prof.Dr.Syafrudin, M.Ag
Putra Ikhlas, S.I.Q, M.Ag
Disusun Oleh :
Kelompok 11
1. Fayza Safha Putri : 2214050039
2. Zahwa Islami Dofita : 2214050040
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Studi Al-Qur'an dan Hadist, dan kami ucapkan
terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin, M.Ag, dan Bapak Putra Ikhlas,
S.I.Q,M.Ag selaku dosen mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadist di UIN Imam
Bonjol Padang.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi pembaca,
dan khususnya penulis sendiri dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan guna perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang.
(Penulis)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.3 Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
3.1 Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 21
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam
pengetahuan. Sumber dari pengetahuan tersebut ada dua macam yaitu
naqli dan aqli.Sumber yang bersifat naqli ini merupakan pilar dari
Sebagian besar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia baik
dalam agamanya secara khusus,maupun masalah dunia pada umumnya.
Dan sumber yang sangat otentik bagi umat islam dalam hal ini adalah Al-
Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.
Allah telah memberikan kepada umat kita para pendahulu yang
selalu menjaga Al-Qur’an dan hadits Nabi. Mereka adalah orang yang
jujur, amanah, dan memegang janji. Sebagian di antara mereka
mencurahan perhatiannya terhadap Al-Qur’an dan ilmunya yaitu para
mufassir. Dan Sebagian lagi memprioritaskan perhatiannya untuk menjaga
hadits Nabi dan ilmunya, mereka adalah para ahli hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari hadits dhaif?
2. Apa saja tingkatan hadits dhaif?
3. Apa diantaranya syarat suatu hadits digolongkan menjadi hadits dhaif?
4. Bagaimana pembagian hadits dhaif?
5. Apa yang menyebabkan hadits dhaif?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari hadits
2. Mengetahui tingkatan hadits dhaif
3. Mengetahui syarat suatu hadits digolongkan hadits dhaif
4. Mengetahui pembagian dari hadits dhaif
5. Mengetahui sebab suatu hadits menjadi hadits dhaif
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
4. Sanad paling lemah bila dinisbatkan kepada Syamiyyin (orang-orang
Syam) adalah Muhammad bin Qais Al-Maslub, dari Ubaidillah bin
Zahr, dari Ali bin Yazid, dari Qasim, dari Abu Umamah.1
B. Hadits Mursal
1
Tadrib Ar-Rawi hlm. 106.
3
Mursal menurut Bahasa isim maf’ul yang berarti dilepaskan.
Sedangkan hadits Mursal menurut pengertian istilah adalah hadits yang
gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in, seperti bila seorang tabi’in
mengatakan, “Rasulullah bersabda begini atau berbuat seperti ini.”
Contohnya
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya pada Kitab Al-
Buyu’ berkata: telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi’, (ia
mengatakan) telah bercerita kepada kami Hujain, (ia mengatakan) telah
bercerita kepada kami Laits dari Aqil dari Ibnu Syihab dari Said bin Al-
Musayyib, “Bahwa Rasulullah telah melarang Muzabanah (jual beli
dengan cara Borongan hingga tidak diketahui kadar timbangannya).”
Said bin Al-Musayyib adalah seorang tabi’in senior, meriwayatkan
hadits ini dari Nabi tanpa menyebutkan perantara diantara dia dan Nabi.
Maka sanad hadits ini telah gugur pada akhirnya, yaitu perawi setelah
tabi’in. Setidaknya telah gugur dari sanad ini sahabat yang
meriwayatkannya. Dan sangat mungkin telah gugur pula bersamanya
perawi lain yang selevel dengannya dari kalangan tabi’in.
Inilah hadits Mursal menurut ahli hadits. Sedangkan menurut
ulama fikih dan ushul fikih lebih umum dari itu, bahwa setiap hadits yang
munqathi’ menurut mereka adalah mursal.
Hukumnya
1. Jumhur (mayoritas) ahli hadits dan ahli fikih berpendapat bahwa hadits
mursal adalah dhaif dan menganggapnya sebagai bagian dari hadits
yang mardud (tertolak), karena tidak diketahui kondisi perawinya.
2. Pendapat lain mengatakan bahwa hadits mursal adalah shahih dan
dapat dijadikan sebagai hujjah, terlebih lagi jika tabi’in tidak
meriwayatkan kecuali dari orang-orang yang tsiqah dan dapat
dipercaya. Pendapat ini yang masyhur dalam madzhab Malik, Abu
Hanifah, dan salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad.
4
3. Imam Asy-Syafi’I berpendapat bahwa hadits-hadits mursal para tabi’in
senior dapat diterima apabila terdapat hadits mursal dari jalur lain
meskipun mursal juga, atau dibantu dengan perkataan sahabat (qaul
ash-shahaby).
C. Hadits Munqhati’
Contohnya
1. Diriwayatkan Abdur Razzaq dari Sufyan At-Tsauri dari Abu Ishaq dari
Zaid bin Yutsai dari Hudzaifah secara marfu’ : “Jika kalian
menyerahkan kepemimpinan kepada Abu Bakar, maka dia adalah
orang yang kuat lagi amanah.”
5
Hadits ini sanadnya terputus dalam dua tempat: pertama, bahwa Abdur
Razzaq tidak mendengarnya dari At-Tsauri, dia hanya mendengar dari
Nu’man bi Abi Syaibah dari Ats-Tsauri. Kedua, At-Tsauri tidak
mendengarnya dari Abu Ishaq, ia hanya mendengar dari Syuraik dari
Abu Ishaq.
Hukumnya
D. Hadits Mu’dhal
Mu’dhal secara bahasa adalah sesuatu yang dibuat lemah dan letih.
Disebut demikian,mungkin karena para ulama hadits dibuat lelah dan letih
untuk mengetahuinya karena beratnya ketidakjelasan dalam hadits itu.
Adapun menurut istilah ahli hadits adalah “hadits yang gugur pada
sanadnya dua atau lebih secara berurutan.”
Contohnya:
ُ ط َعا ُمهُ َو ِك ْس َوتُهُ بالمعروف َوال يُ َكلَّفُ ِمنَ ْال َع َم ِل ِإال َما يُ ِطي
ق ِ ل ِْل َم ْملُو
َ ك
6
“seorang hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaian dengan
cara yang baik, dan tidak dibebani pekerjaan melainkan apa yang dia
mampu mengerjakannya”.Al-Hakim berkata,”Hadits ini mu’dhal dari
Malik dalam Kitab Al-Muwanththa.”
Hadits ini kita dapatkan bersambung sanadnya pada kitab selain
Al-Muwaththa’, diriwayatkan dari Malik bin Anas dari Muhammad bin
‘Ajlan, dari bapaknya, dari Abu Hurairah. Letak kemu’dhalannya karena
gugurnya dua perawi dari sanadnya yaitu Muhammad bin Ajlan dan
bapaknya. Kedua perawi tersebut gugur secara berurutan.
Hukumnya
E. Hadits Mudallas
Pembagian Tadlis
Tadlis ada 2 macam: Tadlis Al-Isnad dan Tadlis Asy-Syuyukh.
Tadlis Al-Isnad adalah bila seorang perawi meriwayatkan hadits
dari orang yang dia temui apa yang dia tidak dengarkan darinya, atau dari
orang yang hidup semasa dengan perawi namun dia tidak menjumpainya,
7
dengan menyamarkan bahwa dia mendengarnya darinya, seperti dengan
mengatakan , “dari fulan…” atau “berkata fulan…” , atau yang semisal
dengan itu dia tidak menjelaskan bahwa ia telah mendengarkan langsung
dari orang tersebut.
Contohnya:
Tadlis Taswiyah
8
dengan menggunakan lafazh yang mengecoh agar sanad hadits itu menjadi
tsiqah semua.
Contohnya:
Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam kitab “Al-‘llal” , dia berkata, “Aku
telah mendengar bapakku -lalu ia mnyebutkan hadits yang diriwayatkan
Ishaq bin Rahawaih dari Baqiyyah2 (ia mengatakan) telah menceritakan
kepadaku Abu Wahb Al-Asady dari Nafi’ Ibnu Umar sebuah hadits,
“Janganlah engkau memuji keislaman seseorang hingga engkau
mengetahui simpul pendapatnya.”
Bapakku berkata, “Hadits ini mempunyai masalah yang jarang
orang yang memahaminya. Hadits ini diriwayatkan oleh Ubaidillah bin
‘Amru dari Ishaq bin Abi Farwah dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi saw.
, dan (dari kabilah Asad), maka Baqiyyah sengaja menyebut Namanya
hanya dengan gelar dan pernisbatannya kepada Bani Asad agar orang-
orang tidak mengetahuinya. Sehingga apabila dia meninggalkan Ishaq bin
Abi Farwah, ia tidak dapat dilacak.”
Hukumnya
Tadlis Asy-Syuyukh
2
Baqiyyah bin Al-Wadid dikenal sebagai salah satu perawi yang banyak melakukan tadlis (Edt)
9
Yaitu suatu hadits yang dalam sanadnya, perawi menyebut syaikh yang ia
mendengar daripadanya dengan sebutan yang tidak terkenal dan masyhur
tentangnya. Sebutan disini maksudnya: nama, gelaran, pekerjaan, atau
kabilah dan negeri yang disifatkan untuk seorang syaikh, dengan tujuan
supaya keadaan syaikh itu sebenarnya yang tidak diketahui orang.
Contohnya:
Perkataan Abu Bakar bin Mujahid salah seorang dari para imam ahli
qiraat, “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abi Abdillah” ,
yang dimaksud adalah Abu Bakar bin Abu Dawud As-Sijitsani.
Hukumnya
Tadlis Asy-Syuyukh lebih ringan dari pada tadlis Isnad, karena sang
mudallis ini tidak menggugurkan seorang perawi pun, dan kemakruhannya
disebabkan karena sulitnya mengetahui Riwayat darinya bagi yang
mendengarnya. Dan hukum ini bisa berubah bergantung dari maksud sang
mudallis.
F. Hadits Mu’allal
10
riwayat orang lain menyelisihi hadits yang ia riwayatkan, atau indikasi
lainnya yang hanya diketahui oleh orang yang ahli dalam ilmu ini, seperti
terjadinya keraguan dan kesamaran pada perawi.
Dan ‘illat kadang terdapat pada sanad, dan kadang terdapat pada
matan, dan kadang terdapat pada keduanya secara bersamaan.
Contohnya:
انl البيع:الlلم قlه وسlلى هللا عليlبي صlر عن الlار عن ابن عمlعن سفيان الثوري عن عمر بن دين
بالخيار ما لم يتفرقا
Dari Sufyan Ats-Tsaury dari ‘Amr bin Dinar dari Ibnu ‘Umar, dari
Nabi SAW, ujarnya: Si penjual dan si pembeli boleh memilih, selama
belum berpisahan.”
‘Illat hadits ini terletak pada ‘Amr bin Dinar, sebab mestinya bukan dia
yang meriwayatkan, melainkan ‘Abdullah bin Dinar. Hal itu dapat
diketahui derdasarkan riwayat-riwayat lain, yang juga melalui sanad
tersebut.
Walaupun hadits tersebut ber ‘illat pada sanadnya, tetapi oleh karena
kedua rawi tersebut sama-sama tsiqah, tetap shohih matannya.
11
Secara lahir, sanad dan matan hadits ini shahih. Hanya saja
matannya termodal ‘illat yang samar, yakni pada kata-kata wa ma
minna illaa’.
G. Hadits Mudha’af
Contoh:
12
H. Hadits Mudhtharib
3
Nuzhuhah An-Nazhar, Hal. 48, Taisir Mushthalah Al-Hadits hlm.112
4
DR. Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis, Hal.138
13
‘Wahai Rasulullah, aku melihatmu masih tetap muda'. Nabi menjawab:
'Yang membuatku tetap muda adalah surat Hud dan saudaranya’. ( yaitu
al-Waqi' ah, al-Haqqah, at-Takwir, al-Ma’arij).
Ad-Daruquthni berkata: 'Hadits ini mudltharib, karena diriwayatkan
hanya melalui jalur Abu Ishak. Hadits ini dipersilahkan sekitar sepuluh
aspek. Diantaranya ada yang mengatakan bahwa riwayatnya mursal, ada
juga yang mengatakan maushul ada yang katanya diambil dari musnad
Abu Bakar, ada yang dari musnad Sa’ad dari musnad Aisyah, dan lain-
lain. Para perawi haditsnya tsiqah, tidak mungkin dilakukan tarjih satu
sama lain, juga tidak mungkin dilakukian kompromi (jama’).
a. Mudhtharib Matan:
Contohnya adalah sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Imam At-
Tirmidzi, dari Syarik, dari Abu Hamzah, dari As-Sya’bi, dari Fatimah
binti Qais, ia berkata, ‘’Rasulullah ditanya tentang zakat. Maka
beliau bersabda,
‘’Sesungguhnya dalam harta ada kewajiban yang lain selain
kewajiban zakat.’’ Sedangkan Imam Ibnu Majah meriwayatkan hadits
ini dari jalur sanad yang sama dengan menggunakan ungkapan,
‘’Tidak ada kewajiban dalam harta selain kewajiban ungkapan.’’
Imam Al-Iraqi berkata, ‘’ketidaktetapan (Al-Idhthirab) yang
ada pada hadits di atas tidak memungkinkan untuk ditakwilkan.’’
I. Hadits Maqlub
5
Khusniati Rofiah, M.SI, Studi Ilmu Hadits, hal 146
14
Bagian-bagiannya:
Hadits maqlub terbagi menjadi dua bagian :
a. Maqlub Sanad
Maqlub sanad adalah hadits maqlub yang penggantiannya terjadi pada
sanadnya. Maqlub sanad ini mempunyai dua bentuk :
Bentuk pertama: Seorang perawi mendahulukan dan mengakhirkan
salah satu nama dari nama-nama perawi dan nama ayahnya. Misalnya
sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Murrah, namun seorang
perawi meriwayatkan hadits tersebut dengan mengatakan ‘’Murrah bin
Ka’ab’’.
Bentuk kedua: Seorang perawi mengganti salah satu nama dari
nama-nama para perawi sebuah hadits dengan nama lain, dengan bertujuan
dengan supaya nama perawi tersebut tidak terkenal. Seperti hadits yang
sudah terkenal diriwayatkan dari Salim, namun seorang perawi mengganti
Contoh:
15
kadang dilakukan oleh perawi yang terpercaya karena keliru, bukan
karena kesengajaan sebagaimana yang dilakukan oleh para perawi
pendusta.
b. Maqlub Matan
Maqlub matan adalah hadits maqlub yang penggantiannya terjadi pada
matannya. Maqlub matan ini mempunyai dua bentuk:
Bentuk perama: Seorang perawi mendahulukan sebagian matan yang
seharusnya diakhiri dari sebuah hadits dan mengakhirkan sebagian matan
yang seharusnya didahulukan.
Contoh:
16
kekuatan hafalannya sebagaimana yang dilakukan oleh ulama Baghdad
terhadap Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari tatkala menemui
mereka.
J. Hadits syadz
6
Nuzhah An-Nazar hlm.47, Taisir Musthalah hlm.107, Uluumul Hadits hlm 91
17
dariperbuatan Rasulullah bukan dari sabda beliau. Berarti Abdulwahid
menyendiri dengan lafazh tersebut dari para perawi yang terpercaya dari
teman-teman Al-A’masy. Maka hadits yang diriwayatkan dari jalur
Abdulwahid (ia adakah perawi yang terpercaya) adalah hadits syadz.
Sedangkan yang diriwayatkan dari para perawi terpercaya yang lain
dinamakan hadits mahfudz.
K. Hadits Munkar
Contoh:
L. Hadist Matruk
18
Penyebab rawi dituduh berdusta
a. Hadits tersebut tudak diriwayatkan kecuali melalui jalur dia, dan
bertentangan dengan prinsip-prinsip yang umum.
b. Kebohongan dapat diketahui dari kebiasaan ucapannya, tetapi dalam
hadits Nabi itu kebohongannya tidak tampak.
Contoh:
Hadits Amru bin Syamr Al-Ju’fi Al-Kufi Asy-Syi’i dari Jabir, dari
Abu Thufail, dari Ali dan Ammar keduannya berkata, ‘’AdaLah Nabi
melakukan qunut pada sholat fajar, dan takbir pada hari Arafah dalam
sholat zhuhur dan memotong sholat ashar pada akhir hari tasyriq.’’
Imam An-Nasa’i dan A-Daruquthni dan ulama lainnya berkata
tentang Amru bin Syamr, ‘’Haditsnya matruk.’’
Dan jika hadits maudhu’adalah seburuk-buruknya tingkatan dhaif,
maka hadits matruk berada pada peringkat berikutnya.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sini dapat kita ketahui bahwa hadis ditinjau dari
kualitas perawinya yaitu ada hadis shahih, hadis hasan, hadis dha’if,
dan hadis maudhu’. Hadis shahih adalah hadis yang paling shahih
diantara hadis-hadis tersebut karena kualitas perawinya hadis ini paling
kuat diantara yang lainnya. Dan hadis yang paling lemah diantara hadis
diatas adalah hadis maudhu’ karena hadis ini merupakan hasil
mengada-ada atau membuat hadis yang palsu, mempercayainya pun
hukumnya haram seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW
dalam sebuah hadisnya sebagimana yang diriwayatkan oleh
H.R.Muslim.
20
21
Daftar Pustaka
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar,2005)
DR. Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis, (Jawa Barat : Pustaka Thariqul
Izzah,2005)
Khusniati Rofiah, M.SI, Studi Ilmu Hadits, (Ponorogo : IAIN PO Press,208)
https://menuntunanak.blogspot.com/2020/07/tingkatan-hadis-nabi-sebagai-
sandaran.html#Hadis_Mudha_af