Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

STUDI AL-QUR’AN DAN HADIST


Tentang
HADITS DHAIF DAN BENTUK-BENTUKNYA

Dosen Pengampu:
Prof.Dr.Syafrudin, M.Ag
Putra Ikhlas, S.I.Q, M.Ag

Disusun Oleh :
Kelompok 11
1. Fayza Safha Putri : 2214050039
2. Zahwa Islami Dofita : 2214050040

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
2022 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Studi Al-Qur'an dan Hadist, dan kami ucapkan
terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin, M.Ag, dan Bapak Putra Ikhlas,
S.I.Q,M.Ag selaku dosen mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadist di UIN Imam
Bonjol Padang.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi pembaca,
dan khususnya penulis sendiri dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan guna perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang.

Padang, September 2022

(Penulis)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN 2

2.1 Pengertian Hadits Dhaif 2

2.2 Hadits Mursal 4


2.3 Hadits Munqathi’ 5
2.4 Hadits Mu’adhal 6
2.5 Hadits Mudallas 7
2.6 Hadits Mu’allal 10
2.7 Hadits Mudha’af 12
2.8 Hadits Mudhtharib 13
2.9 Hadits Maqlub 14
2.10 Hadits Syadz 17
2.11 Hadits Munkar 18

2.12 Hadits Matruk 18

BAB III PENUTUP 20

3.1 Kesimpulan 20

DAFTAR PUSTAKA 21

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam
pengetahuan. Sumber dari pengetahuan tersebut ada dua macam yaitu
naqli dan aqli.Sumber yang bersifat naqli ini merupakan pilar dari
Sebagian besar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia baik
dalam agamanya secara khusus,maupun masalah dunia pada umumnya.
Dan sumber yang sangat otentik bagi umat islam dalam hal ini adalah Al-
Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.
Allah telah memberikan kepada umat kita para pendahulu yang
selalu menjaga Al-Qur’an dan hadits Nabi. Mereka adalah orang yang
jujur, amanah, dan memegang janji. Sebagian di antara mereka
mencurahan perhatiannya terhadap Al-Qur’an dan ilmunya yaitu para
mufassir. Dan Sebagian lagi memprioritaskan perhatiannya untuk menjaga
hadits Nabi dan ilmunya, mereka adalah para ahli hadits.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari hadits dhaif?
2. Apa saja tingkatan hadits dhaif?
3. Apa diantaranya syarat suatu hadits digolongkan menjadi hadits dhaif?
4. Bagaimana pembagian hadits dhaif?
5. Apa yang menyebabkan hadits dhaif?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari hadits
2. Mengetahui tingkatan hadits dhaif
3. Mengetahui syarat suatu hadits digolongkan hadits dhaif
4. Mengetahui pembagian dari hadits dhaif
5. Mengetahui sebab suatu hadits menjadi hadits dhaif

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Dhaif


Dhaif menurut Bahasa adalah lawan dari kuat. Dhaif ada dua
macam yaitu lahiriah dan maknawiyah. Sedangkan yang dimaksud di sini
adalah dhaif maknawiyah. Hadits dhaif menurut istilah adalah “hadits
yang didalamnya tidak didapati syarat hadits shahih dan tidak pula
didapati syarat hadits hasan.”
Karena syarat diterimanya suatu hadits sangat banyak sekali,
sedangkan lemahnya hadits terletak pada hilangnya salah satu syarat
tersebut atau bahkan lebih, maka atas dasar ini hadits dhaif terbagi menjadi
beberapa macam, seperti Syadz, Mudhtharib, Maqlub, Mu’allal,
Munqathi’ , Mu’dhal, dan lain sebagainya.

Tingkatan Hadits Dhaif


Hadits Dhaif bertingkat-tingkat keadannya berdasarkan pada
lemahnya para perawi antara lain: dhaif, dhaif jiddan, wahi, munkar. Dan
seburuk-buruk tingkatan hadits adalah hadits Maudhu’ (palsu).
Sebagaimana dalam hadits shahih, ada yang disebut oleh para ulama
dengan istilah “ashahhul asanid” , maka dalam hadits dhaif ada juga yang
disebut dengan “awhal asanid” (sanad yang paling lemah) bila
disandarkan kepada sebagian sahabat dan kota. Contohnya:
1. Sanad paling lemah dari Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Shadaqah bin
Musa Ad-Daqiqy, dari Farqad As-Sabakhy, dari Murrah At-Thib, dari
Abu Bakar.
2. Sanad paling lemah dari Ibnu Abbas adalah Muhammad bin Marwan,
dari Kalbi, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas. Al-Hafidz Ibnu Hajar
berkata, “Ini adalah silsilah pendusta bukan silsilah emas.”
3. Sanad paling lemah dari Abu Hurairah adalahAs-Sariy bin Ismail, dari
Dawud bin Yazid Al-Azdy, dari bapaknya, dari Abu Hurairah.

2
4. Sanad paling lemah bila dinisbatkan kepada Syamiyyin (orang-orang
Syam) adalah Muhammad bin Qais Al-Maslub, dari Ubaidillah bin
Zahr, dari Ali bin Yazid, dari Qasim, dari Abu Umamah.1

B. Hadits Mursal
1
Tadrib Ar-Rawi hlm. 106.

3
Mursal menurut Bahasa isim maf’ul yang berarti dilepaskan.
Sedangkan hadits Mursal menurut pengertian istilah adalah hadits yang
gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in, seperti bila seorang tabi’in
mengatakan, “Rasulullah bersabda begini atau berbuat seperti ini.”
Contohnya
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya pada Kitab Al-
Buyu’ berkata: telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi’, (ia
mengatakan) telah bercerita kepada kami Hujain, (ia mengatakan) telah
bercerita kepada kami Laits dari Aqil dari Ibnu Syihab dari Said bin Al-
Musayyib, “Bahwa Rasulullah telah melarang Muzabanah (jual beli
dengan cara Borongan hingga tidak diketahui kadar timbangannya).”
Said bin Al-Musayyib adalah seorang tabi’in senior, meriwayatkan
hadits ini dari Nabi tanpa menyebutkan perantara diantara dia dan Nabi.
Maka sanad hadits ini telah gugur pada akhirnya, yaitu perawi setelah
tabi’in. Setidaknya telah gugur dari sanad ini sahabat yang
meriwayatkannya. Dan sangat mungkin telah gugur pula bersamanya
perawi lain yang selevel dengannya dari kalangan tabi’in.
Inilah hadits Mursal menurut ahli hadits. Sedangkan menurut
ulama fikih dan ushul fikih lebih umum dari itu, bahwa setiap hadits yang
munqathi’ menurut mereka adalah mursal.

Hukumnya

1. Jumhur (mayoritas) ahli hadits dan ahli fikih berpendapat bahwa hadits
mursal adalah dhaif dan menganggapnya sebagai bagian dari hadits
yang mardud (tertolak), karena tidak diketahui kondisi perawinya.
2. Pendapat lain mengatakan bahwa hadits mursal adalah shahih dan
dapat dijadikan sebagai hujjah, terlebih lagi jika tabi’in tidak
meriwayatkan kecuali dari orang-orang yang tsiqah dan dapat
dipercaya. Pendapat ini yang masyhur dalam madzhab Malik, Abu
Hanifah, dan salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad.

4
3. Imam Asy-Syafi’I berpendapat bahwa hadits-hadits mursal para tabi’in
senior dapat diterima apabila terdapat hadits mursal dari jalur lain
meskipun mursal juga, atau dibantu dengan perkataan sahabat (qaul
ash-shahaby).

Mursal Shahabi (Mursal yang Diriwayatkan oleh sahabat)

Jumhur Muhadditsin (ulama hadits) dan ulama ushul fikih


berpendapat bahwa mursal shahabi adalah shahih dapat dijadikan
sebagai hujjah, yaitu apa yang dikhabarkan oleh seorang sahabat
tentang sesuatu yang telah dikerjakan oleh Nabi atau semisalnya, yang
menunjukan bahwa sia tidak menyaksikan secara langsung karena
faktor usianya yang masih kecil seperti Abdullah bin Abbas dan
lainnya dari kalangan sahabat yang masih kecil, atau karena faktor
keterlambatan masuk islam.

C. Hadits Munqhati’

Munqhati menurut bahasa isim fa’il yang berarti terputus, lawan


kata dari muttashil bersambung.
Sedangkan menurut istilah, para ulama terdahulu mendefinisi-
kannya sebagai: “hadits yang sanadnya tidak bersambung dari semua sisi.”
Ini berarti bahwa sanad hadits yang tdak terputus, baik dari awal
sanad, atau tengah, atau akhirnya, maka menjadi hadits yang munqhati’
meliputi mursal, muallaq, dan mu’dhal.

Contohnya

1. Diriwayatkan Abdur Razzaq dari Sufyan At-Tsauri dari Abu Ishaq dari
Zaid bin Yutsai dari Hudzaifah secara marfu’ : “Jika kalian
menyerahkan kepemimpinan kepada Abu Bakar, maka dia adalah
orang yang kuat lagi amanah.”

5
Hadits ini sanadnya terputus dalam dua tempat: pertama, bahwa Abdur
Razzaq tidak mendengarnya dari At-Tsauri, dia hanya mendengar dari
Nu’man bi Abi Syaibah dari Ats-Tsauri. Kedua, At-Tsauri tidak
mendengarnya dari Abu Ishaq, ia hanya mendengar dari Syuraik dari
Abu Ishaq.

Hukumnya

Para ulama telah sepakat bahwasanya hadits munqhati’ itu dhaif,


karena tidak diketahui keadaan perawi yang dihapus (majhul).
Tempat-tempat yang diduga terdapatnya hadits-hadits munqhati’ ,
mudhal, dan mursal
a. Kitab “As-Sunan” karya Sa’id bin Manshur
b. Karya-karya Ibnu Abi Ad-Dunya.

D. Hadits Mu’dhal

Mu’dhal secara bahasa adalah sesuatu yang dibuat lemah dan letih.
Disebut demikian,mungkin karena para ulama hadits dibuat lelah dan letih
untuk mengetahuinya karena beratnya ketidakjelasan dalam hadits itu.
Adapun menurut istilah ahli hadits adalah “hadits yang gugur pada
sanadnya dua atau lebih secara berurutan.”

Contohnya:

Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitab “Ma’rifat Ulum Al-


Hadits” dengan sanadnya kepada Al-Qa’naby dari Malik bahwasanya dia
menyampaikan, bahwa Abu Hurairah berkata, “Rasulullah bersabda,

ُ ‫ط َعا ُمهُ َو ِك ْس َوتُهُ بالمعروف َوال يُ َكلَّفُ ِمنَ ْال َع َم ِل ِإال َما يُ ِطي‬
‫ق‬ ِ ‫ل ِْل َم ْملُو‬
َ ‫ك‬

6
“seorang hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaian dengan
cara yang baik, dan tidak dibebani pekerjaan melainkan apa yang dia
mampu mengerjakannya”.Al-Hakim berkata,”Hadits ini mu’dhal dari
Malik dalam Kitab Al-Muwanththa.”
Hadits ini kita dapatkan bersambung sanadnya pada kitab selain
Al-Muwaththa’, diriwayatkan dari Malik bin Anas dari Muhammad bin
‘Ajlan, dari bapaknya, dari Abu Hurairah. Letak kemu’dhalannya karena
gugurnya dua perawi dari sanadnya yaitu Muhammad bin Ajlan dan
bapaknya. Kedua perawi tersebut gugur secara berurutan.

Hukumnya

Para ulama sepakat bahwasanya hadits Mu’dhal adalah dhaif, lebih


buruk statusnya daripada Mursal dan Munqathi’, karena sanadnya banyak
yang terbuang.

E. Hadits Mudallas

Mudallas menurut bahasa adalah isim maf’ul dari “at-tadlis” , dan


tadlis dalam bahasa adalah penyembunyian aib barang dagangan dari
pembeli. Diambil dari kata “ad-dalsu” yaitu kegelapan atau percampuran
kegelapan, maka seakan akan seorang mudallis karena penutupannya
terhadap orang yang memahami hadits telah menggelapkan perkaranya
maka lalu hadits itu menjadi gelap.
Tadlis menurut istilah: “Penyembunyian aib dalam hadits dan
menampakkan kebaikan pada zhahirnya.”

Pembagian Tadlis
Tadlis ada 2 macam: Tadlis Al-Isnad dan Tadlis Asy-Syuyukh.
Tadlis Al-Isnad adalah bila seorang perawi meriwayatkan hadits
dari orang yang dia temui apa yang dia tidak dengarkan darinya, atau dari
orang yang hidup semasa dengan perawi namun dia tidak menjumpainya,

7
dengan menyamarkan bahwa dia mendengarnya darinya, seperti dengan
mengatakan , “dari fulan…” atau “berkata fulan…” , atau yang semisal
dengan itu dia tidak menjelaskan bahwa ia telah mendengarkan langsung
dari orang tersebut.

Contohnya:

Diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan sanadnya kepada Ali bin


Khusyrum dia berkata, “Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu
‘Uyainah,”Dari Az-Zuhri…, “ maka dikatakan kepadanya, “ Apakah Anda
telah mendengarnya dari Az-Zuhri?” Dia menjawab, “Tidak, dan tidak
pula dari orang yang mendengarnya dari Az-Zuhri. Aku telah diberitahu
oleh Abdur Razzaq dari Ma’mar dari Az-Zuhri.”
Perbedaan antara tadlis dan mursal, bahwasanya mursal itu
periwayatnya meriayatkan dari orang yang tidak mendengar darinya.

Tadlis Taswiyah

Diantara tadlis isnad ada yang dikenal sebagai tadlis taswiyah.


Yang memberikan nama demikian adalah Abu Al-Hasan bin Al-Qaththan.
Definisinya adalah: Periwayatan rawi akan seuah hadits dari syekhnya,
yang disertai penggugran perawi yang dhaif yang terdapat di antara dua
perawi yang tsiqah yang pernah bertemu, demi memperbaiki hadits
tersebut.
Gambarannya adalah: seorang perawi meriwayatkan dari syekh
yang tsiqah, dan syekh yang tsiqah ini meriwayatkannya dari perawi yang
tsiqah pula namun diantarai oleh perawi yang dhaif. Dan kedua perawi
yang tsiqah itu pernah berjumpa satu dengan yang lainnya. Maka dating
sang mudallis yang mendngarkan hadits itu dari syekh tsiqah tersebut, ia
kemudian menggugurkan perawi yang dhaif dalam sanad, dan langsung
menyambung jalur sanad antara syaikhnya dengan perawi tsiqah lainnya

8
dengan menggunakan lafazh yang mengecoh agar sanad hadits itu menjadi
tsiqah semua.

Contohnya:

Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam kitab “Al-‘llal” , dia berkata, “Aku
telah mendengar bapakku -lalu ia mnyebutkan hadits yang diriwayatkan
Ishaq bin Rahawaih dari Baqiyyah2 (ia mengatakan) telah menceritakan
kepadaku Abu Wahb Al-Asady dari Nafi’ Ibnu Umar sebuah hadits,
“Janganlah engkau memuji keislaman seseorang hingga engkau
mengetahui simpul pendapatnya.”
Bapakku berkata, “Hadits ini mempunyai masalah yang jarang
orang yang memahaminya. Hadits ini diriwayatkan oleh Ubaidillah bin
‘Amru dari Ishaq bin Abi Farwah dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi saw.
, dan (dari kabilah Asad), maka Baqiyyah sengaja menyebut Namanya
hanya dengan gelar dan pernisbatannya kepada Bani Asad agar orang-
orang tidak mengetahuinya. Sehingga apabila dia meninggalkan Ishaq bin
Abi Farwah, ia tidak dapat dilacak.”

Hukumnya

Tadlis taswiyah meskipun meskipun termasuk tadlis isnad, namun dia


yang paling buruk diantara macam-macam tadlis. Al-Iraqi berkata, “(Jenis
tadlis) ini mencemarkan siapa yang sengaja melakukannya.” Dan diantara
orang yang paing sering melakukannya adalah Baqiyyah bin Al-Walid.
Abu Mishar berkata, “Hadits-hadits Baqiyyah tidaklah bersih, maka
berjaga-jagalah engkau darinya.”

Tadlis Asy-Syuyukh

2
Baqiyyah bin Al-Wadid dikenal sebagai salah satu perawi yang banyak melakukan tadlis (Edt)

9
Yaitu suatu hadits yang dalam sanadnya, perawi menyebut syaikh yang ia
mendengar daripadanya dengan sebutan yang tidak terkenal dan masyhur
tentangnya. Sebutan disini maksudnya: nama, gelaran, pekerjaan, atau
kabilah dan negeri yang disifatkan untuk seorang syaikh, dengan tujuan
supaya keadaan syaikh itu sebenarnya yang tidak diketahui orang.

Contohnya:

Perkataan Abu Bakar bin Mujahid salah seorang dari para imam ahli
qiraat, “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abi Abdillah” ,
yang dimaksud adalah Abu Bakar bin Abu Dawud As-Sijitsani.

Hukumnya

Tadlis Asy-Syuyukh lebih ringan dari pada tadlis Isnad, karena sang
mudallis ini tidak menggugurkan seorang perawi pun, dan kemakruhannya
disebabkan karena sulitnya mengetahui Riwayat darinya bagi yang
mendengarnya. Dan hukum ini bisa berubah bergantung dari maksud sang
mudallis.

F. Hadits Mu’allal

Apabila sebab dari kecacatan pada perawi itu adalah wahm


(keraguan), maka haditsnya dinamakan mu’allal.
Mu’allal menurut bahasa artinya yang ditimpa penyakit.
Hadits Mu’allal menurut istilah adalah “hadits yang zhahirnya
shahih, tetapi setelah diperiksa terdapat ‘illat yang dapat merusak
keshahihan hadits itu.”
‘Illat adalah sebab tersembunyi yang dapat merusak keshahihan
sebuah hadits.
Salah satu hal yang dapat menolong untuk mengetahui ‘illat
sebuah hadits adalah bila si perawi meriwayatkan hadits itu sendiri, atau

10
riwayat orang lain menyelisihi hadits yang ia riwayatkan, atau indikasi
lainnya yang hanya diketahui oleh orang yang ahli dalam ilmu ini, seperti
terjadinya keraguan dan kesamaran pada perawi.
Dan ‘illat kadang terdapat pada sanad, dan kadang terdapat pada
matan, dan kadang terdapat pada keduanya secara bersamaan.

Contohnya:

a.   ‘illal pada Sanad Hadits

Hadits Ya’la bin ‘Ubaid :

‫ان‬l‫ البيع‬:‫ال‬l‫لم ق‬l‫ه وس‬l‫لى هللا علي‬l‫بي ص‬l‫ر عن ال‬l‫ار عن ابن عم‬l‫عن سفيان الثوري عن عمر بن دين‬
‫بالخيار ما لم يتفرقا‬
Dari Sufyan Ats-Tsaury dari ‘Amr bin Dinar dari Ibnu ‘Umar, dari
Nabi SAW, ujarnya: Si penjual dan si pembeli boleh memilih, selama
belum berpisahan.”
‘Illat hadits ini terletak pada ‘Amr bin Dinar, sebab mestinya bukan dia
yang meriwayatkan, melainkan ‘Abdullah bin Dinar. Hal itu dapat
diketahui derdasarkan riwayat-riwayat lain, yang juga melalui sanad
tersebut.
          Walaupun hadits tersebut ber ‘illat pada sanadnya, tetapi oleh karena
kedua rawi tersebut sama-sama tsiqah, tetap shohih matannya.

b.     Sanad pada Matan Hadits

Hadits Abdullah bin Mas’ud, Rasululloh SAW bersabda:

‫الطيرة من الشرك وما منا اال و لكن هللا يذ هبه بالتوكل‬.


“Tenung itu termasuk perbuatan syirik, dan setiap orang dari kita
pasti. Akan tetapi Alloh menghilangkannya dengan jalan kita
bertawakal.”

11
             Secara lahir, sanad dan matan hadits ini shahih. Hanya saja
matannya termodal ‘illat yang samar, yakni pada kata-kata wa ma
minna illaa’.

Al-Khaththabi berkata: kata-kata “wa ma minna illa” artinya adalah


dari setiap kita pasti dapat terkena tenung. Namun beliau tidak
melanjutkan ucapannya. Karena beliau membuang kelanjutan kata-kata
tersebut untuk meringkas pembicaraan dan mengandalkan pemahaman
orang yang mendengarkannya.
            Penilaian tentang adanya ‘illat itu menjadi lebih kuat karena
permulaan hadits ini diriwayatkan oleh banyak rawi dari ibnu Mas’ud
tanpa ada tambahannya.

G. Hadits Mudha’af

Hadits mudha’af adalah hadits yang tidak disepakati


kedha’ifannya. Sebagian ahli hadits menilainya hadits mudha’af
mengandung kedha’ifan, baik dalam sanad atau dalam matannya, dan
sebagian lain menilainnya kuat. Akan tetapi penilaian dha’if itu lebih
kuat, bukannya lebih lemah. Atau tidak ada yang lebih kuat antara
penilaian dha’if dan penilaian kuat. Karena tidak ada
istilah mudha’af untuk hadits yang penilaian kuatnya lebih kuat.
Dengan demikian hadits mudha’af dianggap sebagai hadits dha’if
yang paling tinggi tingkatannya.

Contoh:

“asal semua penyakit adalah dingin”(H.R. Anas dengan sanad yang


lemah).

12
H. Hadits Mudhtharib

Secara bahasa, kata ‘’mudhtharib’’ adalah kata benda yang


berbentuk isim fa’il (pelaku) dari kata ‘’Al-Idhthirab’’ yang berarti
urusan yang dipersilahkan dan rusak aturannya.
Secara istilah hadits Mudltharib adalah hadits yang
diriwayatkan dari jalur yang berbeda-beda serta sama dalam tingkat
kekuatannya, dimana satu jalur dengan yang lainnya tidak
memungkinkan pula untuk dipilih salah satu yang terkuat.
Akan tetapi jika antara jalur satu dengan yang lainnya dapat
disatukan atau digabungkan, maka hilanglah ketidak tepatan (Al-
Idhtirab) itu, dan dibolehkan mengamalkan semua riwayat. Jika dapat
dipilah salah satu yang terkuat, maka yang dibolehkan untuk
diamalkan adalah riwayat yang terkuat tersebut saja3.

Syarat terjadinya Idltharib

Hadits mudhtharib tidak akan terjadi kecuali memenuhi dua syarat:


a. Riwayat-riwayat hadits saling berselisih, yang tidak memungkinkan
dilakukannya kompromi (jama’).
b. Sama kekuatan riwayat-riwayat haditsnya, yang tidak memungkinkan
dilakukannya tarjih yang satu terhadap lainnya.4

Pembagian hadits Mudltharib

Hadits mudltharib terbagi dua:


a. Mudltharib sanad:
contohnya adalah hadits Abu Bakar, bahwa beliau berkata:

3
Nuzhuhah An-Nazhar, Hal. 48, Taisir Mushthalah Al-Hadits hlm.112
4
DR. Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis, Hal.138

13
‘Wahai Rasulullah, aku melihatmu masih tetap muda'. Nabi menjawab:
'Yang membuatku tetap muda adalah surat Hud dan saudaranya’. ( yaitu
al-Waqi' ah, al-Haqqah, at-Takwir, al-Ma’arij).
Ad-Daruquthni berkata: 'Hadits ini mudltharib, karena diriwayatkan
hanya melalui jalur Abu Ishak. Hadits ini dipersilahkan sekitar sepuluh
aspek. Diantaranya ada yang mengatakan bahwa riwayatnya mursal, ada
juga yang mengatakan maushul ada yang katanya diambil dari musnad
Abu Bakar, ada yang dari musnad Sa’ad dari musnad Aisyah, dan lain-
lain. Para perawi haditsnya tsiqah, tidak mungkin dilakukan tarjih satu
sama lain, juga tidak mungkin dilakukian kompromi (jama’).

a. Mudhtharib Matan:
Contohnya adalah sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Imam At-
Tirmidzi, dari Syarik, dari Abu Hamzah, dari As-Sya’bi, dari Fatimah
binti Qais, ia berkata, ‘’Rasulullah ditanya tentang zakat. Maka
beliau bersabda,
‘’Sesungguhnya dalam harta ada kewajiban yang lain selain
kewajiban zakat.’’ Sedangkan Imam Ibnu Majah meriwayatkan hadits
ini dari jalur sanad yang sama dengan menggunakan ungkapan,
‘’Tidak ada kewajiban dalam harta selain kewajiban ungkapan.’’
Imam Al-Iraqi berkata, ‘’ketidaktetapan (Al-Idhthirab) yang
ada pada hadits di atas tidak memungkinkan untuk ditakwilkan.’’

I. Hadits Maqlub

Hadits maqlub adalah hadits terbalik yaitu hadits yang


diriwayatkan perawi yang didalamnya tertukat dengan mendahulukan yang
belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) atau matan (isi).5

5
Khusniati Rofiah, M.SI, Studi Ilmu Hadits, hal 146

14
Bagian-bagiannya:
Hadits maqlub terbagi menjadi dua bagian :
a. Maqlub Sanad
Maqlub sanad adalah hadits maqlub yang penggantiannya terjadi pada
sanadnya. Maqlub sanad ini mempunyai dua bentuk :
Bentuk pertama: Seorang perawi mendahulukan dan mengakhirkan
salah satu nama dari nama-nama perawi dan nama ayahnya. Misalnya
sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Murrah, namun seorang
perawi meriwayatkan hadits tersebut dengan mengatakan ‘’Murrah bin
Ka’ab’’.
Bentuk kedua: Seorang perawi mengganti salah satu nama dari
nama-nama para perawi sebuah hadits dengan nama lain, dengan bertujuan
dengan supaya nama perawi tersebut tidak terkenal. Seperti hadits yang
sudah terkenal diriwayatkan dari Salim, namun seorang perawi mengganti

Contoh:

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hammad bin Amr An


Nashibi (seorang pendusta), dari Al-A’masy, dari Abu Shalih dari
Abu Hurairah secara marfu’,
‫فإذا لقيتم المشركين فـي الطريق فال تـبدءوهم بالسالم‬
‘’jika kalian bertemu dengan orang-orang musyrik di suatu jalan, maka
janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada mereka.”
Hadits ini adalah hadits yang maqlub, karena Hammad
membalikkannya, dimana dia menjadikan hadits ini diriwayatkan dari
Al-A’masy. Padahal sudah diketahui bersama bahwa hadits ini
diriwayatkan dari Suhail bin Shahih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah.
Seprti inilah Imam Muslim meriwayatkannya dalam khitabnya, beliau
meriwayat-kannya dari Syu’bah, Ats-Tsauri, Jarir bin Abdul Hamid
dan Abdul Aziz Ad-Daruwardi, kesemuanya dari Suhail.
Pelaku dari perbuatan ini jika ia melakukannya dengan
sengaja, maka ia dijuluki ‘’pencuri hadits’’. Perbuatan ini kadang-

15
kadang dilakukan oleh perawi yang terpercaya karena keliru, bukan
karena kesengajaan sebagaimana yang dilakukan oleh para perawi
pendusta.

b. Maqlub Matan
Maqlub matan adalah hadits maqlub yang penggantiannya terjadi pada
matannya. Maqlub matan ini mempunyai dua bentuk:
Bentuk perama: Seorang perawi mendahulukan sebagian matan yang
seharusnya diakhiri dari sebuah hadits dan mengakhirkan sebagian matan
yang seharusnya didahulukan.

Contoh:

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu


Hurairah. Yaitu hadits tentang tujuh golongan yang dianugrahi oleh Allah
dalam naungan-Nya, dimana hari itu tidak ada naungan selain naungan-
Nya. Di dalamnya disebutkan salah satu dari ketujuh golongan tersebut:

ِ ‫ص َدقَ ٍة فََأ ْخفَاهَا َحتَّى اَل تَ ْعلَ َم‬


ُ ِ‫ش َمالُهُ َما تُ ْنف‬
ُ‫ق يَ ِم ْينُه‬ َ ِ‫ق ب‬
َ ‫َص َّد‬
َ ‫َو َر ُج ٌل ت‬
‘’Dan seorang laki-laki yang bersedekah kemudian ia menyembunyikan
sedekahnya sehingga tangan kanannyatidak mengetahui apa yang
disedekahkannya oleh tangtan kirinya.’’ Ini adalah salah satu dari riwayat
yang terbalik yang dilakukan oleh seorang perawi.
Sedangkan riwayat yang benar adalah:’’ Sehinnga tangan
kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya’’.
Seperti inilah hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitab
Muwaththa’nya, Imam Bukhari dalam Kitab Shahihnya dan para ahli
hadits yang lain.
Bentuk kedua: Seorang perawi menyambungkan sebuah matan hadits
dengan sanad hadits lain dan menyambungkan sebuah sanad hadits dengan
matan hadits lain. Penggantian ini dilakukan dalam rangka menguji
sebagian ulama hadits, supaya bisa diketahui sampai dimana tingkat

16
kekuatan hafalannya sebagaimana yang dilakukan oleh ulama Baghdad
terhadap Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari tatkala menemui
mereka.

Hukum Melakukan Pembalikan Matan atau Sanad


Hukum berubah-ubah menurut sebab terjadinya pembalikan (qalb).
1. Jika Pembalikan pada sebuah matan atau sanad hadits dilakukan
bertujuan agar sanad atau matannya tidak diketauhi. Maka perbuatan
ini tidak diperbolehkan karena perbuatan tersebut sama dengan
merubah hadits, sedangkan merubah hadits adalah perbuatan para
perawi pendusta.
2. Jika dilakukan untuk mengujiyang bertujuan untuk mengecek tingkat
kekuatan hafalan seorang ahli hadits, maka hal ini diperbolehkan.
Kebolehan melakukan pembalikan ini harus memenuhi syarat. Yaitu
seorang perawi yang melakukan pembalikan harus menjelaskan matan
dan sanad hadits tersebut sebelum ia meninggalkan tempat6.

J. Hadits syadz

Hadits syadz, hadits yang jarang yaitu hadits yang


diriwayatkan oleh perawi orang yang terpercayayang bertentangan dengan
hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi lain.

Contoh syadz yang terjadi pada matan.


Sebuah hadits yang diriwayatkan Oleh Imam Abu Dawuddan At-
Tirmidzi, dari hadits Abdul Wahid bin Ziyad, dari Al-A’masy, dari Abu
shalih, dari Abu Hurairah secara marfu’:
‘’Jika salah seorang diantara kalian selesai sholat sunnah fajar,
maka hendaklah ia berbaring diatas sebelah badannya yang kanan.’’
Imam Al-Baihaqi berkata ‘’Abdul Wahid meneyelisihi banyak
perawi dalam hadits ini. Karena mereka meriwayatkan hadits tersebut

6
Nuzhah An-Nazar hlm.47, Taisir Musthalah hlm.107, Uluumul Hadits hlm 91

17
dariperbuatan Rasulullah bukan dari sabda beliau. Berarti Abdulwahid
menyendiri dengan lafazh tersebut dari para perawi yang terpercaya dari
teman-teman Al-A’masy. Maka hadits yang diriwayatkan dari jalur
Abdulwahid (ia adakah perawi yang terpercaya) adalah hadits syadz.
Sedangkan yang diriwayatkan dari para perawi terpercaya yang lain
dinamakan hadits mahfudz.

K. Hadits Munkar

Hadits Munkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh


seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/ jujur.

Contoh:

Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari riwayat Abi


Zakir Yahya bin Muhammad bin Qais, dari Hisyam bin Urwah, dari
bapaknya dari Aisyah secara marfu’,
‘’Makanlah balah (kurma mentah) dengan tamr (kurma matang), karena
syetan akan marah jika anak Adam memakannya.’’
An-Nasa’i berkata, ‘’Ini hadits munkar, Abu Zakir
meriwayatkannya sendiri, dia adalah seorang syeikh yang saleh, Imam
Muslim meriwayatkannya dalam mutaba’at’’. Hanya saja ia tidak sampai
pada derajat perawi yang dapat meriwayatkan hadits secara sendiri.’’

L. Hadist Matruk

Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu


Hadits yang hanya dirwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu
dituduh berdusta.

18
Penyebab rawi dituduh berdusta
a. Hadits tersebut tudak diriwayatkan kecuali melalui jalur dia, dan
bertentangan dengan prinsip-prinsip yang umum.
b. Kebohongan dapat diketahui dari kebiasaan ucapannya, tetapi dalam
hadits Nabi itu kebohongannya tidak tampak.

Contoh:

Hadits Amru bin Syamr Al-Ju’fi Al-Kufi Asy-Syi’i dari Jabir, dari
Abu Thufail, dari Ali dan Ammar keduannya berkata, ‘’AdaLah Nabi
melakukan qunut pada sholat fajar, dan takbir pada hari Arafah dalam
sholat zhuhur dan memotong sholat ashar pada akhir hari tasyriq.’’
Imam An-Nasa’i dan A-Daruquthni dan ulama lainnya berkata
tentang Amru bin Syamr, ‘’Haditsnya matruk.’’
Dan jika hadits maudhu’adalah seburuk-buruknya tingkatan dhaif,
maka hadits matruk berada pada peringkat berikutnya.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Dari sini dapat kita ketahui bahwa hadis ditinjau dari
kualitas perawinya yaitu ada hadis shahih, hadis hasan, hadis dha’if,
dan hadis maudhu’. Hadis shahih adalah hadis yang paling shahih
diantara hadis-hadis tersebut karena kualitas perawinya hadis ini paling
kuat diantara yang lainnya. Dan hadis yang paling lemah diantara hadis
diatas adalah hadis maudhu’ karena hadis ini merupakan hasil
mengada-ada atau membuat hadis yang palsu, mempercayainya pun
hukumnya haram seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW
dalam sebuah hadisnya sebagimana yang diriwayatkan oleh
H.R.Muslim.

20
21
Daftar Pustaka

Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar,2005)
DR. Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis, (Jawa Barat : Pustaka Thariqul
Izzah,2005)
Khusniati Rofiah, M.SI, Studi Ilmu Hadits, (Ponorogo : IAIN PO Press,208)
https://menuntunanak.blogspot.com/2020/07/tingkatan-hadis-nabi-sebagai-
sandaran.html#Hadis_Mudha_af

Anda mungkin juga menyukai