Anda di halaman 1dari 37

HADIS DHO'IF BESERTA CONTOH-CONTOHNYA

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Hadits

adalah

segala

sesuatu

yang

disandarkan

kepada

Nabi

Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau ketetapan


setelah beliau diangkat menjadi Nabi/ Rasul. Para ahli hadits membagi hadits
menjadi banyak bagian dengan istilah yang berbeda-beda. Namun, semua
itu tujuannya pada pokoknya kembali kepada tiga objek pembahasan, yaitu
dari segi matan, sanad, serta matan dan sanad-sanad secara bersama-sama.
Dan kebanyakan mereka mengklasifikasikan hadits secara keseluruhan
menjadi tiga kategori yaitu shahih, hasan, dan dhaif.
Dalam makalah ini saya akan membahas lebih dalam dari salah satu
kategori hadits diatas yaitu hadits dhaif. Jadi untuk lebih jelasnya tentang
hadits dhaif secara keseluruhan akan dibahas dalam makalah ini.
B.

Rumusan Masalah
Makalah Ulumul Hadits dengan judul Hadits Dhaif dibuat untuk

memenuhi tugas Ulumul Hadits dan untuk mempermudah diskusi dalam


kelas. Pokok permasalahan yang akan dibahas adalah:
1.
2.
3.
4.

Apa pengertian dari hadits dhaif?


Apa saja karakteristik dari hadits dhaif?
Apa saja macam-macam hadits dhaif beserta contohnya?
Bagaimana kehujjahan hadits dhaif?.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian hadits dhaif


Kata dhaif menurut bahasa berasal dari kata dhuifun yang berarti

lemah lawan dari kata qawiy yang berarti kuat. Maka sebutan hadits dhaif,
secara bahasa berarti hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat.1[1]
Hadits dhaif ialah hadis yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan
oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz, dan cacat. Atau menurut
Imam Nawawi , yaitu hadis yang tidak memenuhi kualifikasi hadits shahih
maupun hadits hasan. Ke-dhoifan suatu hadis akan berbeda-beda, seperti
halnya perbedaan pada tingkat ke-shahihan dalam sebuah hadis shahih.
Diantara kategori hadis dhoif ada hadis yang mempunyai gelar khusus
seperti Hadits Maudhu, Hadits Syadz, dll.2[2]
B.

Karakteristik Hadits Dhoif


Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shohih dan

hadits hasan yang tidak terdapat padanya, yaitu sebagai berikut:


1.

sanadnya tidak bersambung

2.

kurang adilnya perawi

3.

kurang dhabithnya perawi

1
2

4.

ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang

lebih

tsiqah dibandingkan dengan dirinya


5.

ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits
shohih meski secara zohir terlihat bebas dari cacat.
C.

Macam-macam Hadits Dhoif


Berdasarkan sebab-sebab tertolaknya hadits ini, maka macam-macamnya dikelompokkan

sebagai berikut:
Pada sanad.
Dahif karena tidak bersambung sanadnya.
1.
Hadits Mun-qathi ( ) .
Hadits Munqathi yaitu satu hadist yang di

tengah sanadnya gugur

seorang rowi atau beberapa rowi, tetapi tidak berturut-turut.


Contoh hadits munqathi : Rasulullah SAW. bila masuk ke dalam mesjid,
membaca dengan nama Allah, dan sejahtera atas Rasulullah; Ya Allah,
ampunilah dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmatMu.
2.

Hadits Muallaq (

).

Menurut istilah ilmu hadist ialah hadist yang dari permulaan sanadnya gugur
seorang rowi atau lebih, dengan berturut-turut.
Contoh: Berkata Abu Isa: Dan sesungguhnya telah diriwayatkan dari Aisyah,
dari Nabi saw. beliau bersabda: Barangsiapa shalat sesudah Maghrib, dua
puluh rakaat, Allah akan mendirikan baginya sebuah rumah di surga.
3.

Hadits Mursal ( ).
Hadits Mursal adalah hadits yang gugur pada akhir sanadnya setelah

tabiin.
Contoh: Dari Malik, dari Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm, bahwa surat
yang Rasulullah saw. tulis kepada Amr bin Hazm (tersebut): Bahwa tidak
menyentuh Quran melainkan orang yang bersih.
Macam-macam hadits mursal:
i.
Al Mursal Al jaliy ( ).

Menurut pembicaraan ilmu hadist, ditentukan mursal jaliy itu untuk


satu hadist yang diriwayatkan seorang rowi dari seorang syaikh, tetapi
syaikh ini tidak semasa dengannya.
ii.
Al Mursal Al khafi ( ).
Mursal Khafi maksudnya: putus yang tersembunyi atau putus yang tidak
terang.
4.

Hadits Mudlal (

).

Hadits Mudhal yaitu hadist yang ditengah sanadnya gugur dua rowi atau
lebih dengan berturut-turut.
Sebagai contoh adalah Imam Malik berkata dalam kitab Al-Muwaththa;
telah menyampaikan kepadaku Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW.
bersabda:

Bagi budak itu ada hak makanan dan pakaian.


Hadits seperti ini disebut mudlal karena tidak mungkin Imam Malik
menerima hadis dari Abu Hurairah.
Hadits mudhal ini tidak bisa dijadikan hujjah, karena ia lebih buruk
keadaannya daripada hadits munqathi dan hadits munqathi lebih buruk
daripada hadis mursal. Begitulah pendapat Al-Jurjani sebagaimana dikuti
oleh As-Suyuthi.
5.
Hadits Mudallas ( ) .
Hadits Mudallas yaitu: Hadits yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda.3[3]
Hadist ini ada dua macam:
a. Mudallas Syuyukh.
Syuyukh itu berasal dari kata-kata syaikh. Syaikh maksudnya: guru atau
rawi.
b. Mudallas Isnad
Seorang rowi meriwayatkan hadis dari seorang rowi lain yang semasa
dan bertemu dengannya, tetapi ia tidak mendengar hadis itu daripadanya.
3

Si mudallis membuang lafazh riwayat serta menyebut nama


syaikhnya.
Dhaif karena tiadanya syarat adil.
1.
Al-Maudhu.
Hadist Maudlu ialah satu hadits yang diada-adakan orang atas nama Nabi
SAW. dengan sengaja atau dengan tidak sengaja.
Contoh :

Artinya : Apabila rapat percintaan (antara seorang dengan yang lain), maka
gugurlah syarat-syarat adab.
Keterangan :
i.

Perkataan ini, orang katakan hadist Nabi SAW., padahal

sebenarnya adalah itu ucapan seorang yang bernama junaid.


ii.
Karena ucapan tersebut bukan sabda nabi SAW., maka
yang demikian dinamakan Maudlu, yakni hadits yang dibuat-buat orang.
(Lihat Bagian-bagian Maudlu No., 2 hal. 120).
2.

Hadits Matruk.
Matruk berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya

diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh


berdusta.
Contoh; telah datang kepadamu suku Adzi , orang-orang yang paling
bagus wajahnya , paling manis mulutnya, dan paling sungguh-sungguh
dalam perjumpaan.
Arth-Thabrani

berkata,

Asy-Syadyakuni

bersendiriaan

di

dalam

meriwayatkannya isnad ini. Adz-Dzahabi dalam adh-dhuafawal matrukin,


ibnu Main berkata; dia suka berbuat dusta Al-Bukhari berkata, dia perlu
dipertimbangkan. Abu Hakim berkata , mathruk (ditinggalkan).4[4]

3.

Hadits Munkar.
Munkar berarti yang diingkari.
Contoh: Permulaan bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan

dan terakhirnya adalah pembebasan dari (siksa) naraka.


Dhaif karena tiadanya dhabit.
1.
Mudraj.

# #
Hadits yang menampilkan (redaksi) tambahan, padahal bukan (bagian
dari) hadits.
Contoh hadits mudraj pada awal matan adalah hadits yang diriwayatkan
oleh Al-Khathib Al-Baghdadi dengan sanadnya dari Abu Hurairah:


Pada hadits tersebut kalimat asbighu al-wudhua adalah kalimatAbu
Hurairah sendiri.
2.

Hadits Maqlub.

Hadits Maqlub adalah hadits yang terbalik yaitu hadis yang diriwayatkan oleh
perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau
sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
Contoh hadits maqlub ini yang di matannya adalah hadits riwayat Muslim,
sebagai berikut:


Padahal seharusnya sebagaimana terdapat dalam
shahih Bukhari, Muwaththa dan selain keduanya.
3.

Hadits Mudhtharib.
Hadits Mudhtharib menurut As-Suyuthi yaitu: hadis yang diriwayatkan

dengan bentuk yang berbeda-beda padahal dari satu perawi, dua atau lebih,
atau dari dua perawi atau lebih yang berdekatan (dan tidak bisa ditarjih).

4.

Hadits Mushahhaf.
Hadits Mushahhaf

yaitu terjadinya perubahan redaksi hadits dan

maknanya.
Contoh tashif al-matan ini adalah hadits Abu Ayyub Al-Anshary:
Bahwasanya

Nabi

SAW

bersabda:

siapa

yang

berpuasa

Ramadhan

kemudian diikuti dengan puasa 6 hari pada bulan Syawal, maka ia seperti
puasa sepanjang masa.
Perkataan sittan yang artinya enam oleh Abu Bakr Al-Shauly dirubah
menjadi syaian yang berarti sedikit. Dengan demikian rusaklah maknanya.
Adapun

tashif

pada

sanad

misalnya

saja

nama

sanad

yang

sesungguhnya Ibnu Al-Badzar diubah dengan Ibnu Al-Nadzar.


5.

Hadits Muharraf.
Yaitu hadits yang perbedaanya terjadi disebabkan Karena perubahan

syakal kata dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.


Contoh pada makna:

Bahwa Rasulullah SAW. sembahyang pada anazah.


Abu

Musa

Muhammad

Ibn

Al-Mutsanna

menyangka,

bahwa

makna

Al-Anazah tersebut adalah salah satu suku masyhur Di Arab.


Dhaif Karena Kejanggalan dan Kecacatan.
1.
Hadits Syadz.
Hadits Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul,
akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang
kualitasnya lebih utama.
Contoh hadits

syadz ini adalah Kata abu Daud telah menceritakan

kepada kami, Ibnu-Sarah, telah menceritakan kepada kami,

ibnu Wahb,

telah mengkhabarkan kepada kami, Yunus dari Ibnu Syihab, dari Amrah binti
Abdirrahman, telah mengkhabarkandari Aisyah istri Nabi SAW, bahwa
Rasulullah SAW. Berkurban untuk keluarga Muhammad (=istri-istrinya) pada
haji wada seekor sapi betina.

2.

Hadits Muallal.
Hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang di dalamnya

terdapat cacat yang tersembunyi.


Contoh hadits muaallal ini adalah hadits Yala bin Ubaid: Dari Sufyan
Al-Tsauri, dari Amr Ibn Dinar dari Ibn Umar dari Nabi SAW ia bersabda:


Si penjual dan si pembeli boleh memilih, selama belum berpisahan.
Illat ini terdapat pada Amr Ibn Dinar. Seharusnya bukan ia yang
meriwayatkan, melainkan Abdullah Ibn Dinar. Hal ini diketahui dari riwayatriwayat lain yang juga melalui sanad tersebut.
Dhaif dari Segi Matan.
Para ahli hadits memasukkan ke dalam kelompok hadits dhaif dari sudut
persandarannya ini adalah hadits yang mauquf dan yang maqthu.
1.

Hadits Mauquf.
Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik berupa perkataan,

perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya, baik bersambung atau tidak.


Dikatakan

mauquf,

karena

sandarannya

terhenti

pada

thabaqah

sahabat. Kemudian tidak dikatakan marfu, Karena hadits ini tidak dirafakan
atau disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Ibnu Shalah membagi hadits mauquf kepada dua bagian:
a.
b.

Mauquf al-maushul
Mauquf ghair al-maushul.

2.

Hadits Maqthu.

Yaitu hadits yang diriwayatkan dari tabiin dan disandarkan kepadanya, baik
perkataan maupun perbuatannya.
D.

Kehujjahan Hadits Dhoif

Ibnu Hajar Al-Ashqalani termasuk ulama hadits yang membolehkan


berhujjah

dengan

hadits

dhaif

untuk

keutamaan

amal.

Ibnu

Hajar

memberikan 3 syartat dalam hal meriwayatkan hadits dhaif:


1.

Hadits dhaif tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits

dhaif yang disebabkan perawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak


salah, tidak dapat dijadikan hujjah meskipun untuk keutamaan amal.
2.

Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhaif tersebut masih berada di

bawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan
(shahih dan hasan).
3.

Dalam mengamalkannya tidak mengitiqadkan atau menekankan

bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada Nabi SAW., tetapi


tujuan mengamalkannya hanya semata-mata untuk kehati-hatian belaka.
5

[5]
hadits dhaif itu, Ulama membagi menjadi dua: 1) yang mesti di tolak dan

2) yang tidak mesti di tolak. Dengan kata lain yaitu ada yang sangat lemah
dan ada juga yang lemahnya ringan.
Tentang yang sangat lemah ini tidak ada perselisihan dan menolaknya,
sedangkan yang lemahnya ringan, ulama berpendapat boleh dipakai untuk
beberapa hal saja.

[6]

a. Fadla-ilul-amal; keutamaan-keutamaan dari beberapa amal , yakni hadishadis yang menerangkan keutamaan sesuatu amal.
b. Qish-shah-qish-shah; cerita-cerita, yakni hadis-hadis yang berisi cerita-cerita.
c. Zuhud; tidak suka kepada dunia , yakni hadis-hadis yang mengandung
supaya manusia benci kepada dunia,

5
6

d. Targhib; menggemarkan, yakni hadis-hadis yang mengandung penggemaran


Supaya orang suka mengerjakan suatu amal.
e. Ganjaran; yakni hadits-hadits yang menjamin ganjaran bagi suatu amal.
f. Siksaan; yakni hadits-hadits yang menerangkan kalau orang mengerjakan
amal ini atau amal itu
g. Akhlak; yakni hadits-hadits yang mengandungkemuliaan akhlak atau sopan
santun.
h. Peperangan- peperangan; hadits yang berisi tentang cerita-cerita peperangan
.
i. Dzikir- dzikir; yakni hadis yang berisi tentang dzikir-dzikir.

Home Berbagi Ilmu Contoh-Contoh Hadits Nabi Qouliyah Filiyah dan Taqririyah

Contoh-Contoh Hadits Nabi Qouliyah Filiyah dan


Taqririyah
Advertisement

Contoh-Contoh Hadits Nabi Qouliyah Filiyah dan Tqririyah


Contoh-Contoh Hadits Setelah mengetahui bagaimana pengertian hadits nabi pada tulisan
saya sebelumnya, kali ini saya ingin memberikan contoh-contoh hadits bagi anda pembaca setia

tulisan saya adinawas.com. Mengetaui pengertiannya saja tidaklah cukup karena kita juga harus
tahu bagaimana contoh dari hadits-hadits tersebut. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa hadits
terbagi atas tiga bagian, yaitu qouliyah, filiyah dan taqririyah. Maka, pada artikel saya kali ini,
saya ingin ingin memberikan contoh hadits dengan bahasa arabnya tentang tiga bagian hadits
tersebut.
Baca Juga : Tingkatan-Tingkatan Hadits

Contoh-Contoh Hadits Nabi


Contoh-contoh hadits nabi yang saya paparkan disini hanyalah salahsatunya saja, anda bisa
menemukan banyak contoh-contoh hadits qouliyah, filiyah dan taqririyah pada kitab-kitab
hadits misalnya kitab bukhari dan muslim.
Adapun conto-contoh hadits dari hadits qouliyah, filiyah dan taqririyah tersebut adalah sebagai
berikut :
Contoh Hadits Qouliyah (Ucapan)


)
Segala amalan itu mengikuti niat (orang yang meniatkan). (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Seluruh ulama hadits telah sepakat dan ikut meriwayatkannya.
Selain itu ada contoh hadits yang lainnya, yaitu :

tidak ada wasiat (tidak boleh diwasiatkan) untuk orang yang menerima pusaka (warisan). (HR.
Ad-Daruquthny dari Jabir)
Hadits ini adalah hadits masyhur, ibn Hazm mengatakan bahwa itu hadits mutawatir.
Contoh Hadits Filiyah (Perbuatan)
Contoh-contoh hadits yang berupa perbuatan Nabi (filiyah) banyak kita temukan, diantaranya
seperti cara-cara nabi melakukan shalat (baik shalat wajib maupun shalat sunah), tata cara
mengerjakan ibadah haji, memutuskan sebuah perkara yang terjadi di para sahabat berdasarkan
saksi dan berdasarkan sumpah, dan adab-adab berpuasa. Semua hadits yang berkaitan dengan
hal-hal ini diterima dari nabi dengan perantaraan sunnah filiya (hadits dalam bentuk perbuatan),
lalu kemudian para sahabat menukilnya.
Contohnya hadits nabi untuk meneladani nabi dalam urusan shalat, Nabi saw bersabda :

Bershalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku bershalat. (HR. Al-Bukhary dan Muslim
dari Malik ibn Huwairits)
Selain hadits tentang shalat, contoh lainnya adalah hadits tentang haji. Nabi bersabda :

)
ambilah dariku cara-cara mengerjakan haji. (HR. Muslim dari Jabir)
Untuk Contoh Hadits Taqriri (Penetapan)
Untuk contoh hadits taqriri (penetapan) adalah sebagai berikut :
Diriwatkan oleh Al-Bukhari dan Imam Muslim bahwa sahabat Khalid bin Walid memakan dhab
(sejenis biawak) yang kemudian dihidangkan kepada Nabi saw, akan tetapi Nabi enggan untuk
memakannya. Lalu sebagian sahabat (Khalid) bertanya: Apakah kita diharamkan makan dhab,
wahai Rasulullah? Nabi saw menjawab :



Tidak, hanya saja binatang ini tidak ada di negeriku (oleh karena itu aku tidak suka
memakannya). Makanlah, sesungguhnya dia (dhab) halal. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)

Beberapa contoh hadits di atas adalah contoh hadits qouliyah, filiyah dan taqririyah. Sebenarnya
masih banyak lagi contoh-contoh lain, namun disini hanya disebutkan salah satunya saja.
Demikian contoh-contoh hadits nabi berdasarkan pembagian hadits yang tiga yaitu qouliyah,
filiyah dan taqririyah. Semoga bisa menambah wawasan dan bermanfaat bagi pembaca yang
budiman.
Baca Juga : Pengertian Hadits Qudsi

Read more: http://adinawas.com/contoh-contoh-hadits-qouliyah-filiyah-dantaqririyah.html#ixzz3pjyYd6tB

HADITS SHAHIH DAN HADITS HASAN

OLEH KELOMPOK 5 :
Ahmad Fauzi
Halilurrahman
M.Zainal Aqli
Sigit Hidayat

: 1201210499
: 1201210514
: 1201210534
: 1201210560

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2012

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam yang Maha pengasih lagi
Maha penyayang. Shalawat serta salam mudah-mudahan selalu tercurah
kepada junjungan kita,Nabi besar Muhammad Saw. Kepada keluarga,
sahabat, kerabat, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillahirabbil alamin makalah ini berhasil kami buat walaupun
dengan penuh kesadaran bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Namun, kami berharap kepada dosen pembimbing untuk
bersedia menerima & mengoreksi makalah ini agar kiranya akan lebih baik
lagi kedepannya dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini memberikan manfaat kepada siapa saja
yang membacanya dan menambah wawasan ilmu pengetahuan.

Banjarmasin,
November 2012
p
enyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................2
A. Hadits Shahih..............................................................................2
B. Macam-macam Hadits Shahih....................................................6
C. Kehujjahan Hadits Shahih...........................................................7
D. Kitab-kitab Hadits Shahih............................................................8
E. Hadits Hasan...............................................................................9
F. Kriteria Hadits Hasan..................................................................11
G. Macam-macam Hadits Hasan.....................................................12
H. Kehujjahan Hadits Hasan............................................................14
I.

Istilah-istilah yang digunakan dalam Hadits Hasan.....................14

J.

Kedudukan Hadits Hasan............................................................15

K. Kitab-kitab yang mengandung Hadits Hasan..............................15


BAB III PENUTUP
A. Simpulan.....................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................17

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadits Shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi
cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah. SAW., atau sahabat, tabiin,
bukan hadits yang syadz, dan terkena ilat yang menyebabkan cacat penerimaannya.
Hadits hasan adalah hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan
sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang adil, kurang dhabthnya,
serta tidak tidak ada syudzudz dan illat yang berat didalamnya.

B.
1.
2.
3.

Rumusan Masalah
Aapakah hadits shahih itu?
Apakah hadits hasan itu?
Apa perbandingan antara hadits shahih dan hasan?

4. Bagaimana keriteria hadits shahih dan hasan?


5. Apasaja kitab hadits shahih dan hasan?

BAB II
PEMBAHASAN
A. HADITS SHAHIH
Sahih menurut bahasa berarti

lawan dari sakit, haq lawan

dari batil.7[1] Menurut istilah ilmu hadits ialah : satu hadits yang sanadnya
bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang
yang adil, memiliki kemampuan mengapal yang sempurna (dhabith). Serta
tidak ada penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya (syad)
dan tidak ada illat yang berat.
Defenisi yang ringkas yang didefinisikan oleh Imam An-Nawawi sebagai
berikut :8[2]


Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang
adil lagi dhabith, tidak syadz, dan tidak berillat.
Pengertian hadits shahih baru jelas setelah ulama Al-Mutaakhirin
mendefinisikan secara konkret, seperti :


.
Adapun hadits shahih ialah hadits yang sanadnya bersambung
sampai kepada nabi, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith sampai
akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan berillat.
7
8

Para ulama telah memberikan defenisi hadits shahih yang telah diakui
dan disepakati dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadits shahih
mempunyai 5 kriteria, yaitu :
1. Sanadnya bersambung 9[3]
Yang dimaksud sanadnya bersambung yaitu bahwa tiap-tiap perawi
dalam

sanad

hadits

menerima

riwayat

hadits

dari

perawi

terdekat

sebelumnya keadaan itu berlangsung seperti itu sampai akhir sanad dari
hadits itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi
hadts shahih sejak perawi terakhir sampai kepada para sahabat yang
menerima hadits langsung dari Nabi Muhammad SAW. Bersambung dalam
periwayatannya.
2. Perawinya adil
Kata adil menurut bahasa berarti lurus, tidak berat sebelah, tidak
dzalim, tidak meyimpan, tulus, dan jujur. Seseorang dikatakan adil apabila
pada

dirinya

ketakwaan,

terdapat
yaitu

sifat

senantiasa

yang

dapat

mendorong

melaksanakan

perintah

terpeliharanya
agama

dan

meninggalkan larangannya, dan terjaganya sifat muruah, yaitu senantiasa


berakhlak baik dalam segala tingkah lakunya. Maka yang dimaksud dengan
perawi yang adil dalam periwayatan sand hadits adalah bahwa semua
perawinya disamping harus islam dan balig, juga harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut :
a.

Senantiasa melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan semua

larangannya.
b. Senantiasa menjauhi dosa-dosa kecil.
c.
Senantiasa memeliharaucapan dan perbuatan yang dapat menodai
muruah.
3. Para perawi bersifat dhabith (dhabith ar-ruwah)
Maksudnya para perawi itu memiliki daya ingat hapalan yang kuat dan
sempurna. Daya ingat dan hapalan kuat sangat diperlukan dalam rangka

menjaga otentitas hadits, mengingat tidak seluruh hadits tercatat pada masa
awal perkembangan islam. Sifat dhabith ini ada dua macam :
a.

Dhabith dalam dada (adh-dhabth fi as-shudur), artinya memiliki daya ingat


dan hapal yang kuat sejak ia menerima hadits dari seorang syaikh atau
seorang gurunya sampai dengan pada saat menyampaikannya kepada orang
lain atau ia memiliki kemampuan untuk menyampaikannya kapan saja
diperlukan kepada orang lain.

b. Dhabith dalam tulisan (adh-dhabth fi suthur), artinya tulisan haditsnya sejak


mendengar dari gurunya terpelihara dari perubahan, pergantian, dan
kekurangan. Singkatnya tidak terjadi kesalahan-kesalahan tulis kemudian
diubah dan diganti. Karena hal demikian akan mengundang keraguan atas
ke-dhabith-an seseorang.
4. Tidak syadz (janggal)
Tidak terjadi kejanggalan (syadzdz), syadz dalam bahasa berarti ganjil,
terasing, atau menyalahi aturan. maksud syadzdz disini adalah periwayatan
orang yang lebih tsiqah (terpercaya yakni adil dan dhabith) bertentangan
dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah.
5. Tidak berillat (ghair muallal)
Tidak terjadinya illat, dalam bahasa arti illat yaitu penyakit, sebab,
alasan atau udzur. Sedangkan arti illat disini adalah suatu sebab
tersembunyi yang membuat cacat keabsahan suatu hadits padahal lahirnya
selamat dari cacat tersebut.
Menurut istilah, illat berarti suatu sebab yang tersenbunyi atau samarsamar, sehingga dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar
karena jika dilihat dari segi zhahirnya, hadits tersebut terlihat shahih. Karena
kesamaran pada hadits tersebut mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi
tidak shahih.
Contoh hadits shahih :10[4]
10

: :
, , : :
, .
Artinya :
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-bukhari, ia berkata memberitakan
kepada kami musaddad. Memberitakan kepada kami mutamir ia berkata, :
aku mendengar ayahku berkata : aku mendengar anas bin Malik berkata :
Nabi Muhammad SAW berdoa :Ya Allah sesungguhnya mohon perlindungan
kepada Engkau dari sifat lemah, lelah, penakut, dan pikun. Aku mohon
perlindungan kepada Engkau dari fitnah hidup dan menegaskan dengan dan
aku mohon perlidungan kepada Engkau dari adzab kubur.
Hadits di atas dinilai berkualitas shahih karena telah memenuhi beberapa
lima kriteria, yaitu sebagai berikut :
a.

Sanadnya harus bersambung mulai dari perawi pertama sampai perawi


terakhir. Contoh : Anas seorang sahabat yang mendengar hadits ini dari nabi
langsung. Sulaiman bin Tarkhan bapaknya Mutamir menegaskan dengan
kata as-sama (mendengar) dari anas. Demikian juga Mutamir menegaskan
dengan as-sama dari ayahnya. Musaddad syaikhnya Al-bukhari juga
menegaskan dengan kata as-sama dari Mutamir, sedangkan Al-Bukhari
menegaskan dengan as-sama dari syaikhnya.

b. Semua para perawi dalam sanad hadits diatas menurut ulama al-jarh wa attadil telah memenuhi persyaratan adil dan dhabith.
c.

Hadits diatas tidak syadz (janggal), karena tidak bertentangan dengan


periwayatan perawi lain yang lebih tsiqah.

d. Tidak terdapat illat (ghayr muallal).


e.

Para perawi dalam sanadnya harus bersifat zabit


.

B. MACAM-MACAM HADITS SHAHIH


Macam-macam hadits shahih ada dua macam, yaitu :11[5]
11

a.

Shahih lidzatih (shahih dengan sendirinya), karena telah memenuhi 5


kriteria hadits shahih sebagaimana defenisi, contoh, dan keterangan diatas.
Yang dimaksud hadits lidzatih ialah hadits yang tidak memenuhi secara
sempurna persyaratan shahih khususnya yang berkaitan dengan ingatan
atau hapalan perawi.

b. Shahih lighayrih (shahih karena yang lain), yaitu :


Artinya :
Hadits shahih lighayrih adalah hadits hasan lidzatihi ketika ada periwayatan
melalui jalan lain yang sama atau lebih kuat dari padanya.
Yaitu ingatan perawinya kurang sempurna (qalil ad-dhabt). Maka biasa
dikatakan bahwa sebenarnya hadits shahih asalnya bukan hadits shahih
melainkan hadits hasan lidzatih. Karena adanya syahid atau mutabi yang
menguatkannya.
Contoh hadits shahih lighayrih adalah hadits riwayat Turmudzi melalui
jalur Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW. Bersabda :



seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya akan ku perintahkan
bersiwak setiapkali hendak melaksanakan shalat.
C. Kehujjahan Hadits Shahih
Kehujjahan

hadits

shahih

yaitu

hadits

yang

telah

memenuhi

persyaratan hadits shahih wajib diamalkan sebagai hujjah atau dalil syara
sesuai dengan ijma para ulama hadits dan sebagian ulama ushul dan fikih
yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam
hal-hal yang berhubungan dengan akidah.
Ada beberapa pendapat ulama yang memperkuat kehujahan hadits
shahih, diantaranya sebagai berikut :12[6]

12

a.

Hadits shahih memberi faedah qhathi (pasti kebenarannya) yang terdapat


didalam kitab shahihayn (Al-Bukhari dan Muslim).

b.

Wajib menerima hadits shahih sekalipun tidak ada seorangpun yang


mengamalkannya, pendapat Al-Qasimi dalam qhawaid at-tahdits.
Istilah-istilah yang digunakan dalam hadits shahih yang biasa digunakan oleh
ulama hadits dalam menunjuk hadits itu shahih, misalnya :

A. Haadza haditsun shahihun


B. Haadza haditsun ghairu shahihun
C. Haadza haditsun shahihul isnaadiy
D. Ashaahul asaaniidz
E. Haadza ashaahu syayin fil baabi
F. alaa syarti asy-syaihaini
G. Muttafaqun alaihi
Berdasarkan martabatnya, ulama muhaddisin membagi tingkatan
sanad menjadi tiga, yaitu :
1.

Ashah Al-Asanid, yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya.


Periwayatan sanad yang paling shahih adalah dari Imam Malik bin Anas dari
Nafi mawla (budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.

2.

Ahsanul Al-Asanid, yaitu rangkain sanad yang tingkatannya dibawah


tingkatan pertama seperti Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.

3. Adhful Al-Asanid, yaitu rangkaian sanad yang tingkatannya lebih rendah dari
tingkatan kedua seperti Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya Abu Hurairah.
Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi 7
tingkatan, dari tingakat yang tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah,
yaitu sebagai berikut :
a.

Muttafaqun Alaih, yakni disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhari dan


Muslim, atau akhrajahu/rawahu Al-Bukhari wa Muslim (diriwayatkan oleh AlBukhari dan Muslim) atau akhrajahu/rawahu asy-syaikhan (diriwayatkan oleh
dua orang guru saja).

b. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari saja.

c.

Diriwayatkan oleh Muslim saja.

d. Hadits yang diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari


dan Muslim.
e.

Hadits yang diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari


saja.

f.

Hadits yang diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Muslim


saja.

g.

Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-bukhari dan
Muslim dan tidak menuruti persyaratan keduanya, seperti Ibnu khuzaimah,
Ibnu Hibban dan lain-lain.

D. Kitab-kitab hadits shahih :


a.

Shahih Al-Bukhari

b. Shahih Muslim
c.

Shahih Ibnu Khuzaimah

d. Shahih Ibnu Hibban


e.

Mustadrak Al-hakim

f.

Shahih Ibnu As-sakan

g. Shahih Al-Albani
E. HADITS HASAN
Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus bisa juga dibilang
keindahan. Menurut istilah yaitu hadits yang sanadnya bersambung dari
permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang adil, kurang
dhabthnya,

serta

tidak

tidak

ada

syudzudz

dan

illat

yang

berat

didalamnya.13[7]
Perbedaan antara hadits hasan dengan shahih terletak pada dhabith yang
sempurna untuk hadits shahih dan dhabith yang kurang untuk hadits hasan.
Menurut At-Turmidzi mendefenisikan hadits hasan sebagai berikut :14[8]

.
13
14

Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh
dusta, pada pqda matannya tidak terdapat kejanggalan, dan hadits itu
diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan (mempunyai banyak jalan) yang
sepadan dengannya.
Definisi hadits hasan menurut At-Turmudzi ini terlihat karang jelas
sebab bisa jadi hadits yang perawinya tidak tertuduh dusta dan matannya
tidak terdapat kejanggalan disebut hadits shahih. Dengan demikian, melalui
definisi ini At-Turmudzi tidak bermaksud menyamakan hadits hasan dengan
hadits shahih, sebab justru At-Turmudzi lah yang mula-mula memunculkan
istilah hadits hasan ini.
Sebagian ulama lain menyebutkan bahwa hadits hasan sama dengan
hadits dhaif yang dapat dijadikan hujjah. Penyebutan seperti ini karena
mereka membagi hadits hanya menjadi dua, yaitu hadits shahih dan hadits
dhaif yang tidak dapat dijadikan hujjah. Hadits dhaif yang dijadikan hujjah
inilah yang o;eh At-Turmudzi diistilahkan hadits hasan.
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa hadits
hasan hampir sama dengan hadits shahih, hanya saja terdapat perbedaan
dalam soal ingatan perawi. Pada hadits shahih, ingatan atau daya
hapalannya harus sempurna, sedangkan pada hadits hasan, ingatan atau
daya hapalannya kurang sempurna, dengan kata lain bahwa syarat-syarat
hadits hasan dapat dirinci sebagai berikut :
a.

Sanadnya bersambung.

b. Perwawinya adil.
c.

Perawinya dhabith, tetapi ke-dhabit-annya dibawah ke-dhabit-an perawi


hadits hasan.

d. Tidak dapat kejanggalan (syadz).


e.

Tidak ada cacat (illat).


Para ulama ahli hadits membagi hadits hasan menjadi dua bagian,
yaitu hasan lidzatih dan hasan lighayrih :

1. Hadits hasan lidzatih yaitu hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits
hasan diatas.

2. Hadits hasan lighayrih yaitu hadits hasan yang tidak memenuhi persyaratan
hadits hasan secara sempurna atau pada dasarnya hadits tersebut adalah
hadits dhaif, tetapi karena ada sanad atau matan lain yang menguatkannya
(syahid atau mutabi), maka jedudukan hadits dhaif tersebut naik derajatnya
menjadi hasan lighayrih.
Ibn Ash-Shalah, sebagaimana dikutip oleh Al-Qasimi menyebutkan
bahwa hadits hasan lighayrih ialah hadits yang sandaran atau sanadnya
terdapat orang yang mastur (yang belum jelas terbukti keahliannya), bukan
pelupa yang banyak kesalahannya, tidak terlihat adanya sebab-sebab yang
menjadikan

fasiq,

dan

matan

haditsnya

diketahui

baik

berdasarkan

periwayatannya hadits lain yang semakna.


F. Kriteria Hadits Hasan
Menurut Imam Turmudzi bahwa kriteria-kriteria hadits hasan sebagai
berikut :


.
hadits yang kami sebut hadits hasan dalam kitab kami adalah hadits
yang sanadnya baik menurut kami, yaitu setiap hadits yang diriwayatkan
melalui sanad yang yang didalamnya tidak terdapat tidak terdapat rawi yang
dicurigai berdusta, matan haditsnya tidak janggal, diriwayatkan melalui
sanad yang lain pula yang sederajat. Hadits yang demikian menurut kami
adalah hadits hasan.15[9]
Dengan demikian, kriteria hadits hasan yang merupakan factor-faktor
pembeda antara hadits hasan dan jenus hadits lainnyaadalah berikut ini :
Pertama, pada sanadnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta.
Kriteria ini mengecualikan hadits seorang rawi yang dituduh berdusta, dan
mencakup hadits yang sebagian rawinya memiliki ddaya hapal rendah tidak
dijelaskan jarh maupun takdilnya, atau

diperselisihkan jarh dan takdilnya

namun tidak dapat ditentukan, atau rawi mudallis yang meriwayatkan hadits
15

dengan an-anah (periwayatan dengan menggunakan banyak lafal an).


Karena sifat-sifat yang demikian itu tidak bisa membuatnya dituduh dusta.
Kedua, hadits tersebut tidak janggal. Orang yang peka dan waspada
akan mengetahui bahwa yang dimaksud dengan syadz (janggal) menurut AtTurmudzi adalah hadits tersebut berbeda denganpara rawi yang tsiqah. Jadi,
diisyaratkan hadits hasan harus selamat dari pertentangan, karena bila
bertentangan dengan riwayat para rawi yang tsiqah, maka ia ditolak.
Ketiga, hadits tersebut diriwayatkan pula melalui jalan lain yang
sederajat. Hadits hasan itu harus diriwayatkan pula melalui jalan lain satu
atau lebih, dengan catatan sederajat dengannya atau lebih kuat dan bukan
berada dibawahnya, agar dengannya dapat diunggulkan salah satu dari dua
kemungkinan sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Sakhawi, akan tetapi
tidak diisyaratkan harus diriwayatkan dalam sanad yang lain dengan redaksi
yang sama, melainkan dapat diriwayatkan hanya maknanya dalam satu segi
atau segi-segi lainnya.
Imam Ahmad berkata, Yahya bin Said meriwayatkan hadits kepadaku,
bapakku dari kakakku, katanya, Aku bertanya :

, : : : , : : : :

.
Ya Rasulullah kepada siapakah aku harus berbakti?Rasulullah
menjawab kepada ibumu. Aku bertanya lalu kepada siapa ? Rasulullah
menjawab. Ibumu, kemudian bapakmu, kemudian kerabat terdekat, dan
selanjutnya.
Sanad hadits ini bersambung, tak ada kejanggalan dan tidak ada cacat
padanya, karena baik dalam rangkaian sanadnya maupun dalam matannya
tidak terdapat perbedaan diantara riwayat-riwayatnya.
G. Macam-macam Hadits Hasan

Sebagaimana hadits shahih terbagi menjadi dua macam, hadits hasan


pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan lidzatih dan hasan lighayrih.
16

a.

[10]

Hasan lidzatih
Hadits hasan lidzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya, karena telah
memenuhi segala kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan. Hadits
hasan lidzatih sebagaimana definisi dan penjelasannya diatas.

b. Hadits hasan lighayrih ada beberapa pendapat diantaranya adalah :


Hadits dhaif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama
atau lebih kuat.


Hadits dhaif jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab ke-dhaif-an
bukan karena fasik atau dustanya perawi.
Dari dua definisi diatas dapat difahami bahwa hadits dhaif bisa naik
menjadi hasan lighayrih dengan dua syarat, yaitu :
1. Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang seimbang atau lebih kuat.
2.

Sebab ke-dhaif-an hadits tidak berat seprti dusta dan fasik, tetapi ringan
seprti hapalan yang kurang atau terputusnya sanad atau tidak diketahui
dengan jelas (majhul) identitas perawi.
Contoh riwayat Ibnu Majjah dari Al-Hakam bin Abdul Malik dari Qatadah
dari Said bin Al-Musayyab dari Aisyah, Nabi bersabda :



Allah melaknat kalajengking janganlah engkau membiarkannya baik
keadaan shalat atau yang lain, maka bunuhlah ia ditanah halal atau ditanah
haram.
Hadits diatas dhaif karena Al-Hakam bin Abdul Malik seorang dhaif,
tetapa dalam sanad lain riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat sanad lain yang

16

berbeda perawi dikalangan tabiin (mutabi) melalui syubah dari Qatadah,


maka ia naik derajatnya menjadi hasan lighayrih.
H. Kehujjahan Hasan
Hadits hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya dibawah
hadits

shahih.

Semua

fuqaha,

sebagian

Muhadditsin

dan

ushuliyyin

mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan orang yang sangat ketat


dalam

mempersyaratkan

penerimaan

hadits

(musyaddidin).

Bahkan

sebagian muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan shahih


(mutasahilin) memasukannya kedalam ahadits shahih, seperti Al-Hakim, Ibnu
Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.
I.

Istilah-istilah yang digunakan dalam Hadits Hasan

a.

Di antara gelar tadil para perawi yang digunakan dalam hadits maqbul atau
hasan sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Jah wa At-Tadil adalah :

Al-Maruf (orang yang dikenal/orang baik).

Al-Mahfuz (terpelihara).

Al-Mujawwad (orang baik).

As-Tsabith (orang yang teguh/kuat).

Al-Qawiyy (orang kuat)

Al-Musyabbah (serupa dengan shahih)

As-Shalih/Az-zayid (orang baik dan bagus)

b.

Perkataan

mereka

muhadditsin

yaitu

haadza

haditsun

hasanul

isnaadi ini hadits hasan sanadnya. Maknanya hadits ini hanya hasan
sanadnya saja sedang matannya perlu penelitian lebih lanjut.
c.

Ungkapan At-turmudzi yaitu hadisun hasanun shahihun ini hadits


hasan shahih.

J. Kedudukan Hadits Hasan


Tingkatan hadits hasan berada dibawah tingkatan hadits shahih, tetapi
para ulama berbeda pendapat tentang kedudukannya sebagai sumber ajaran

islam atau sebagai hujjah dalam bidang hukum apalagi dalam bidang
akidah.
K. Kitab-kitab yang mengandung Hadits Hasan
Hadits hasan banyak kita dapatkan pada sebagian kitab, diantaranya :17[11]
-

Kitab jami At-Turmudzi

Sunan Abu Daud

Sunan Daruqhuti

Akhlak Taqiyah =Dusta


(3569 Views) September 1, 2013 8:21 pm | Published by Redaksi | 1 Comment

Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan


Makna Taqiyah
Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir berkata, Taqiyah menurut mereka (Syiah) adalah menampakkan
sesuatu dengan menyelisihi yang mereka sembunyikan atau menyatakan sesuatu yang
berlawanan dengan apa yang mereka rahasiakan. (asy-Syiah was- Sunnah, hlm. 100)
Taqiyah adalah perlindungan dengan maksud seseorang melindungi keselamatan dan
kehormatan diri dan harta dari bahaya musuh dengan menyembunyikan sesuatu serta melahirkan
apa yang berlainan dengan hakikat (yang benar) yang tersembunyi di dalam hati. Dengan kata
lain, taqiyah ialah tindakan berpura-pura atau hipokrit karena terpaksa. (Wikipedia)
Taqiyah dan Keyakinan Syiah
Muhammad bin Ali bin Husain bin Babawaih al-Qumi (salah seorang ahli hadits Syiah) berkata,
Taqiyah adalah suatu kewajiban. Barang siapa meninggalkannya, kedudukannya seperti orang
yang meninggalkan shalat. Dia juga berkata, Taqiyah adalah suatu kewajiban yang tidak boleh
ditinggalkan sampai keluar penegak keadilan (Imam Mahdi versi mereka). Barang siapa
meninggalkannya sebelum penegak keadilan tersebut keluar, berarti dia keluar dari agama
Allah Subhanahu wataala dan dari ajaran Imamiyah serta menyelisihi Allah Subhanahu
wataala, Rasul-Nya, dan imam-imam (mereka). (al-Itiqad, pasal at-Taqiyah terbitan Iran tahun
1374 H)
17

Muhibbuddin al-Khathib rahimahullah berkata, Sebab utama yang menghalangi terjadinya


tanya jawab yang jujur dan ikhlas di antara kita dan mereka (Syiah) adalah taqiyah. Sebab,
taqiyah adalah keyakinan agama yang menghalalkan mereka untuk menampakkan kepada kita
segala sesuatu yang menyelisihi apa yang mereka sembunyikan di dalam hati. Karena itu, ada
sebagian kita (Ahlus Sunnah) yang pada dasarnya hatinya selamat (baik) bisa tertipu oleh zahir
yang mereka tampakkan karena ambisi mereka supaya dipahami dan dimengerti. Padahal mereka
sendiri tidak ingin dan tidak ridha melakukannya. (al-Khuthuth al-Aridhah, hlm. 89)
Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir berkata (asy-Syiah wa as-Sunnah, hlm. 100), Taqiyah adalah
ajaran dan keyakinan mereka. Hakikatnya adalah menyembunyikan kebenaran dan
menampakkan kebatilan. Sampai-sampai mereka membuat hadits palsu untuk melegalkannya.
Mereka meriwayatkan dari Sulaiman bin Khalid, ia berkata, Abu Abdillah (Jafar bin al-Baqir
yang mereka gelari dengan ash-Shadiq), mengatakan, Wahai Salman, sesungguhnya engkau
berada di atas suatu ajaran agama yang barang siapa menyembunyikannya, niscaya Allah akan
memuliakannya; dan barang siapa menampakkannya niscaya Allah akan menghinakannya. (alKafi fi al-Ushul, hlm. 222 terbitan Iran)
Selanjutnya asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir menjelaskan, Setelah penjelasan ini, apakah mungkin
seseorang memercayai dan membenarkan ucapan mereka, berjalan bersama dan membuat
kesepakatan dengan mereka? Sungguh benar pengakuan seorang ulama Syiah, Sesungguhnya,
mazhab Imamiyah dan mazhab Ahlus Sunnah ibarat dua mata air yang mengalir berlawanan
arah. Sampai hari kiamat, dua mata air tersebut demikianlah berjauhan sehingga tidak mungkin
bertemu selamalamanya. (Mishbahu azh-Zhulam, hlm. 4142)
Mengapa dan Sampai Kapan Bertaqiyah?
Syiah melakukan taqiyah untuk menjaga jiwa, harta, dan yang lainnya. Mereka menukil dari Ali
bin Abu Thalib radhiyallahu anhu, beliau berkata, Taqiyah termasuk amalan-amalan yang
paling mulia. Dengan taqiyah, seseorang menjaga diri dan saudara-saudaranya dari orang-orang
jahat. (Tafsir al-Askari, hlm. 163)
Al-Kulaini meriwayatkan dari Zurarah, dari Abu Jafar, dia berkata, Taqiyah (dilakukan) pada
kondisi darurat.Pelakunya lebih paham, kapan harus melakukannya. (al-Kafi fi al-Ushul, bab atTaqiyah) Dalam riwayat lain, Abu Jafar berkata, Ada tiga perkara yang aku tidak akan
bertaqiyah terhadapa seorang pun: minum arak (khamr), mengusap bagian atas kedua khuf, dan
haji tamattu.
Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir (seorang ulama Sunni) berkomentar, Yang benar adalah mereka
berkeyakinan bahwa taqiyah itu wajib dalam seluruh perkara apakah untuk menjaga
(melindungi) jiwa atau yang lainnya. Mereka membiasakan dusta, kemudian melegalisasikannya

dan menyebutnya dengan nama yang lain (baca: taqiyah). Setelah itu, mereka membuat haditshadits palsu yang menunjukkan keutamaannya. (asy-Syiah wa as-Sunnah, hlm. 117)
Mereka melakukan taqiyah ini sampai mati atau keluarnya imam Mahdi versi mereka. Ali bin
Musa bin Jafar (imam ke-8 versi Syiah) berkata, Tidak ada agama bagi orang yang memiliki
sikap wara dan tidak ada iman bagi orang yang tidak bertaqiyah karena yang paling mulia di
antara kalian di sisi Allah Subhanahu wataala adalah yang paling bertakwa (baca: bertaqiyah).
Lalu dia ditanya sampai kapan? Dia menjawab, Sampai waktu yang sudah ditentukan, yaitu hari
keluarnya (Imam Mahdi) yang menegakkan keadilan. Barang siapa yang meninggalkan taqiyah
sebelum keluarnya Imam Mahdi, berarti dia bukan golongan kita. (Kasyful Ghummah [sebuah
buku Syiah], hlm. 241)
Dusta, Ajaran Agama Syiah
Dalam rangka melegalisasikan ajaranajarannya yang sesat dan menyesatkan, Syiah
menghalalkan dusta demi agama (baca: agama Syiah) Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir
menjelaskan di dalam kitabnya, asy- Syiah was-Sunnah (hlm. 100), Tidaklah terucap kata-kata
Syiah kecuali akan tergambarkan kedustaan senantiasa bersamanya, seakan-akan dua kata yang
sinonim (semakna) yang tidak ada perbedaannya. Dua perkara tersebut saling menuntut dari
sejak awal munculnya mazhab ini (baca: agama ini). Syiah sejak awal munculnya berasal dari
kedustaan dan diiringi dengan kedustaan pula. Tatkala Syiah adalah induknya kedustaan, maka
mereka memberi label kedustaan tersebut dengan bungkus pengultusan dan pengagungan yang
mereka menamainya (at-Taqiyah) yaitu nama yang bukan aslinya. Mereka menginginkan dengan
taqiyah supaya bisa menampakkan segala sesuatu yang menyelisihi dengan apa yang mereka
sembunyikan dan menyatakan (segala sesuatu) yang berlawanan dengan apa yang mereka
rahasiakan, sampai-sampai mereka berlebih-lebihan dengan taqiyah ini sehingga mereka
menjadikannya sebagai keyakinan agama mereka dan salah satu prinsip dari prinsip-prinsip
ajaran agama mereka. Lalu mereka menisbatkan prinsip ini kepada salah seorang imam mereka
yang mashum menurut mereka yaitu Abu Jafar bin Yaqub al-Kulaini, At-Taqiyah itu termasuk
agamaku (keyakinanku) dan keyakinannya bapak-bapakku. Tidak ada iman bagi orang yang
tidak bertaqiyah. (al-Kafi fi al-Ushul, hlm. 217 terbitan Iran)
Macam-Macam Kedustaan Syiah
1. Dusta atas Nama Allah Subhanahu wataala Rabb kita Subhanahu wataala mengharamkan
kedustaan atas nama-Nya di dalam firman-Nya,




Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap
Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (al-Anam: 144)
Allah Subhanahu wataala juga berfirman,


Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (al- Baqarah: 169)
Namun dengan larangan Allah Subhanahu wataala itu yang sangat keras, mereka orangorang
Syiah berarti mengada-ngadakan kedustaan atas nama Rabb kita Subhanahu wataala dalam
rangka membenarkan prinsip taqiyah yang jahat dengan tujuan menyesatkan hamba-hamba-Nya.
Mereka menukilkan ucapan Abu Abdillah al-Baqir, imam ke-6 versi Syiah, yang mereka gelari
ash-Shadiq, Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta
terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. tatkala ditanya tentang firman Allah
Subhanahu wataala,


Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. (al-Hujurat: 13)
Lalu dia menjawab, Yang beramal dengan taqiyah di antara kalian. (al- Itiqad, pasal atTaqiyah terbitan Iran tahun 1347 H) Demikian juga Imam Bukhari mereka yang bernama
Muhammad bin Yaqub al-Kulaini meriwayatkan di dalam Shahih-nya (al-Kafi fi al-Ushul, hlm.
217 yang diterbitkan di Iran) dari Abi Bashir, dari Abu Abdillah berkata, Taqiyah itu bagian dari
agama Allah Subhanahu wataala. Maka aku (Abu Bashir) bertanya, Termasuk dari agama
Allah Subhanahu wataala? Lalu dia menjawab, Ya, demi Allah, termasuk bagian dari agama
Allah Subhanahu wataala.

2. Dusta atas Nama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam


Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengancam umatnya yang berani berdusta atas
namanya dengan sabdanya,


Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaknya dia mempersiapkan tempat
duduknya dari neraka.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin radhiyallahu anhu menjelaskan, Golongan
manusia yang paling banyak berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah
Syiah Rafidhah. Sebab, tidak ditemukan kelompok-kelompok ahli bidah yang lebih sering
berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam daripada mereka. Hal ini ditegaskan
oleh para ulama ahli hadits tatkala membahas tentang hadits palsu. Merekaberkata,
Sesungguhnya yang paling banyak berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
adalah Syiah Rafidhah. Ini adalah realitas yang dapat diketahui oleh orang yang meneliti kitabkitab mereka. (Syarah Riyadhus Shalihin, 4/70)
Adapun bukti kedustaan mereka terhadap Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah
sebagai berikut. Mereka menukil dari Abu Abdillah, dia berkata bahwa ketika Abdullah bin Ubai
bin Salul (pemimpin munafikin)meninggal, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menghadiri
jenazahnya. Umar berkata kepada Rasulullah, Bukankah Allah Subhanahu wataala telah
melarangmu dari menyalatinya? Beliau diam. Umar bertanya lagi, Wahai Rasulullah,
bukankah Allah telah melarangmu dari menshalatinya? Beliau Shallallahu alaihi wasallam pun
berkata kepadanya, Celaka kamu! Apa yang kamu ketahui tentang apa yang aku ucapkan (pada
doaku)? Sesungguhnya aku telah berdoa, Ya Allah, penuhilah rongga perutnya dengan api
neraka dan masukkanlah dia ke dalam neraka. Abu Abdillah berkomentar, Dia (Umar)
mendapat kejelasan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang masalah (yang
mulanya) dia membencinya. (al-Kafi fi al-Furu, Kitab al-Janaiz hlm. 188 terbitan Iran)
Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir mengomentarinya, Inilah akidah Syiah dalam masalah taqiyah.
Menurut mereka Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memerdaya para sahabat,
wal-iyadzubillah. Beliau tampakkan seolah-olah memohon ampun kepada Allah Subhanahu
wataala untuk si munafik padahal Allah Subhanahu wataala telah melarangnya. Demikian
pula, beliau tampakkan bahwa beliau menyelisihi perintah dan larangan Allah Subhanahu
wataala dengan melakukan sebuah amalan yang tidak dilakukan oleh para sahabat sesuai
dengan apa yang mereka lihat dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sendiri. Sebab,
mereka tidak mengetahui apakah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mendoakan kebaikan
ataukejelekan bagi si munafik. Rasul Shallallahu alaihi wasallam menampilkan diri sebagai

hamba yang belas kasih terhadapnya, padahal yang beliau rahasiakan adalah menyelisihi yang
beliau tampakkan. Jadi, lahiriah beliau menyelisihi batinnya (berdasarkan riwayat mereka).
Beliau berkata pula, Anda boleh bertanya kepada mereka, apa yang menyebabkan beliau takut
sehingga memaksa beliau menyalatkan jenazah Abdullah bin Ubai bin Salul si munafik, padahal
waktu itu Islam dalam posisi yang sangat kuat. Demikian pula, tidaklah si munafik ini
menyembunyikan kekafirannya kecuali karena takut terhadap Islam dan kekuatan Islam serta
ambisi mendapatkan keuntungan pribadi dari Islam. Syiah tidaklah mengada-adakan kedustaan
ini kecuali untuk melegalkan akidah mereka yang najis ini, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam melakukan taqiyah atau dusta sebagaimana halnya yang dilakukan oleh imam-imam
mereka. Inilah taqiyah menurut Syiah. Taqiyah yang mereka nyatakan, Tidak dilakukan kecuali
dengan menyembunyikan suatu perkara untuk menyelamatkan jiwa dan menjaga diri dari
kejahatan. Adakah seorang muslim yang bimbang bahwa ini adalah kemunafikan dan
kedustaan? (asy-Syiah wa as- Sunnah, hlm. 106107)
Ash-Shadiq meriwayatkan dari Jabir, aku berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya orangorang berkata bahwa Abu Thalib mati dalam keadaan kafir. Beliau menjawab, Wahai Jabir,
Rabbmu lebih mengetahui yang gaib. Tatkala aku isra miraj ke langit dan sampai di Arsy, aku
melihat empat cahaya. Dikatakan kepadaku, Ini Abdul Muthalib, ini pamanmu Abu Thalib, ini
bapakmu Abdullah, dan ini anak laki-laki pamanmu, Jafar bin Abu Thalib. Aku bertanya,
Sembahanku, mengapa mereka bisa mendapatkan kedudukan yang mulia ini? Dia menjawab,
Mereka menyembunyikan keimanan dan menampakkan kekafiran, sampai mereka mati dalam
keadaan seperti itu. (Jami al-Akhbar, hlm. 140)
Mereka membuat kedustaan atas nama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau
bersabda, Permisalan seorang muslim yang tidak bertaqiyah seperti tubuh yang tidak
berkepala. (Tafsir al-Askari, hlm. 162)
Taqiyah dan Tauriyah
Taqiyah berbeda dengan tauriyah. Tauriyah, menurut an-Nawawi radhiyallahu anhu dalam
Riyadhus Shalihin, adalah memaksudkan perkataannya dengan maksud yang benar, bukan
maksud dusta kalau dilihat niatnya; walaupun perkataan itu kalau dilihat zahirnya adalah dusta
kalau dilihat dari apa yang dipahami oleh orang yang diajak bicara. (Sebagai contoh) apabila
seorang muslim bersembunyi dari orang zalim yang ingin membunuhnya atau mengambil
hartanya dan dia menyembunyikan harta itu. Jika seorang ditanya tentang orang muslim itu,
wajib dia berdusta dengan cara menyembunyikannya. Demikian pula apabila dirinya dititipi
sebuah barang yang ingin dirampas oleh orang zalim, ia harus berdusta dengan menyembunyikan
titipan itu. Yang lebih hati-hati dalam hal ini semuanya adalah melakukan tauriyah. (Riyadhus
Shalihin, bab Bayanu ma Yajuzu minal Kadzib)

Dusta Atas Nama Ahlul Bait


Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda tentang tanda-tanda orang munafik yang salah
satu tandanya adalah,


Apabila berbicara, dia berdusta. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abdullan bin Amr bin alAsh radhiyallahu anhu)
Syiah menukilkan bahwa Ali bin Abi Thalib z berkata, Taqiyah termasuk amalan seorang
mukmin yang paling mulia. Dengan taqiyah itu dia menjaga/ melindungi diri dan saudarasaudaranya dari orang-orang yang jahat. (Tafsir al-Askari, hlm. 162)
Husain bin Ali berkata, Kalau tidak ada taqiyah, tidak bisa dibedakan antara wali/saudara kita
dengan musuh kita. (Tafsir al-Askari, hlm. 162)
Ali bin Husain bin Ali berkata, Allah Subhanahu wataala akan mengampuni dosa-dosa orang
yang beriman dan akan menyucikannya dari dosa di dunia dan di akhirat, kecuali dua macam
dosa, yaitu meninggalkan taqiyah dan meninggalkan hak-hak saudara. (Tafsir al-Askari, hlm.
164)
Semua ini adalah nukilan dusta dari ahlul bait, padahal mereka lebih suci dari mengatakan hal
tersebut.
Islam Mengajarkan Kejujuran dan Melarang Dusta
Agama Islam membawa syariat yang mulia dan sempurna. Ia senantiasa memerintah para
hamba-Nya untuk berlaku jujur dan menjauhi dusta. Sebagian bukti yang menunjukkannya
adalah Allah Subhanahu wataala memerintah hamba-hamba-Nya agar berjalan bersama dengan
orang-orang jujur setelah perintah untuk bertakwa,


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar. (at-Taubah: 119)
Orang-orang yang jujur adalah salah satu golongan yang Allah Subhanahu wataala janjikan
bagi mereka ampunan dan pahala yang agung,

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin,
laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan
yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama)
Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (al- Ahzab: 35)
Demikianlah karena kejujuran akan mendatangkan ketenangan, keselamatan serta kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Abu Muhammad al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib berkata,

n:



Aku hafal dari Rasulullah, Tinggalkanlah segala sesuatu yang membingungkanmu kepada
yang tidak membingungkanmu, karena kejujuran itu menimbulkan ketenangan, sedangkan dusta
menimbulkan kegundahan/ ketidaktenangan. (HR. at-Tirmidzi dan beliau menyatakan, Ini
hadits yang sahih)
Ibnu Masud radhiyallahu anhu berkata bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda
(yang artinya), Sesungguhnya kejujuran itu akan menuntun kepada kebaikan, sedangkan
kebaikan akan menuntun untuk masukke dalam jannah. Sungguh seseorang berbuat jujur
sehingga ditetapkan di sisi Allah Subhanahu wataala sebagai orang yang sangat jujur.
Sesungguhnya kedustaan itu akan menyeret pelakunya ke dalam kejahatan dan kejahatan akan
menyeret pelaku ke dalam neraka. Sesungguhnya seseorang berbuat dusta sehingga ditetapkan
di sisi Allah Subhanahu wataala sebagai pendusta.

Adapun dusta adalah ciri khas orang-orang munafik sebagaimana yang diberitakan oleh
Allah Subhanahu wataala dalam firman-Nya,


Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, Kami mengakui bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya
kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orangorang munafik
itu benar-benar orang pendusta. (al-Munafiqun: 1)
Ciri khas mereka yang lain adalah nifaq (kemunafikan), yaitu menyembunyikan kekafiran dan
menampakkan keimanan.



Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, Kami
telah beriman. Dan bila mereka kembali kepada setansetan mereka, mereka mengatakan,
Sesungguhnya kami sependirian denganmu, kami hanyalah berolokolok. (al-Baqarah: 14)
Demikian pula Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,




:


Ada empat hal; barang siapa yang ada pada dirinya empat hal itu, berarti dia adalah orang
yang munafik; dan barang siapa yang ada pada dirinya salah satu darinya, berarti ada pada
dirinya perangai nifaq sehingga dia meninggalkannya. (Empat perkara tersebut adalah) apabila
dia dipercaya dia khianat, apabila dia berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia
mengingkarinya, dan apabila dia berbantah-bantahan maka dia curang. (Muttafaqun alaih)

Pembahasan ini kita akhiri dengan sebuah pertanyaan, Apakah mungkin mempertemukan dan
menyatukan antara Islam dengan Syiah atau antara Sunnah dengan Syiah? Pertanyaan tersebut
dijawab oleh seorang alim yang sangat paham dengan kesesatan dan kebobrokan Syiah, yaitu
asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir. Beliau katakan, Bagaimana mungkin menyatukan orang yang
jujur dengan pendusta? Perbuatan dustanya bukan karena keadaan darurat yang mengharuskan
dusta, melainkan keyakinan bahwa dusta adalah kewajiban. Terlebih lagi dusta itu diyakini
sebagai amalan ibadah yang agung yang dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah Subhan

Anda mungkin juga menyukai