BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadits
adalah
segala
sesuatu
yang
disandarkan
kepada
Nabi
Rumusan Masalah
Makalah Ulumul Hadits dengan judul Hadits Dhaif dibuat untuk
BAB II
PEMBAHASAN
A.
lemah lawan dari kata qawiy yang berarti kuat. Maka sebutan hadits dhaif,
secara bahasa berarti hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat.1[1]
Hadits dhaif ialah hadis yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan
oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz, dan cacat. Atau menurut
Imam Nawawi , yaitu hadis yang tidak memenuhi kualifikasi hadits shahih
maupun hadits hasan. Ke-dhoifan suatu hadis akan berbeda-beda, seperti
halnya perbedaan pada tingkat ke-shahihan dalam sebuah hadis shahih.
Diantara kategori hadis dhoif ada hadis yang mempunyai gelar khusus
seperti Hadits Maudhu, Hadits Syadz, dll.2[2]
B.
2.
3.
1
2
4.
ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang
lebih
ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits
shohih meski secara zohir terlihat bebas dari cacat.
C.
sebagai berikut:
Pada sanad.
Dahif karena tidak bersambung sanadnya.
1.
Hadits Mun-qathi ( ) .
Hadits Munqathi yaitu satu hadist yang di
Hadits Muallaq (
).
Menurut istilah ilmu hadist ialah hadist yang dari permulaan sanadnya gugur
seorang rowi atau lebih, dengan berturut-turut.
Contoh: Berkata Abu Isa: Dan sesungguhnya telah diriwayatkan dari Aisyah,
dari Nabi saw. beliau bersabda: Barangsiapa shalat sesudah Maghrib, dua
puluh rakaat, Allah akan mendirikan baginya sebuah rumah di surga.
3.
Hadits Mursal ( ).
Hadits Mursal adalah hadits yang gugur pada akhir sanadnya setelah
tabiin.
Contoh: Dari Malik, dari Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm, bahwa surat
yang Rasulullah saw. tulis kepada Amr bin Hazm (tersebut): Bahwa tidak
menyentuh Quran melainkan orang yang bersih.
Macam-macam hadits mursal:
i.
Al Mursal Al jaliy ( ).
Hadits Mudlal (
).
Hadits Mudhal yaitu hadist yang ditengah sanadnya gugur dua rowi atau
lebih dengan berturut-turut.
Sebagai contoh adalah Imam Malik berkata dalam kitab Al-Muwaththa;
telah menyampaikan kepadaku Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW.
bersabda:
Artinya : Apabila rapat percintaan (antara seorang dengan yang lain), maka
gugurlah syarat-syarat adab.
Keterangan :
i.
Hadits Matruk.
Matruk berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya
berkata,
Asy-Syadyakuni
bersendiriaan
di
dalam
3.
Hadits Munkar.
Munkar berarti yang diingkari.
Contoh: Permulaan bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan
# #
Hadits yang menampilkan (redaksi) tambahan, padahal bukan (bagian
dari) hadits.
Contoh hadits mudraj pada awal matan adalah hadits yang diriwayatkan
oleh Al-Khathib Al-Baghdadi dengan sanadnya dari Abu Hurairah:
Pada hadits tersebut kalimat asbighu al-wudhua adalah kalimatAbu
Hurairah sendiri.
2.
Hadits Maqlub.
Hadits Maqlub adalah hadits yang terbalik yaitu hadis yang diriwayatkan oleh
perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau
sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
Contoh hadits maqlub ini yang di matannya adalah hadits riwayat Muslim,
sebagai berikut:
Padahal seharusnya sebagaimana terdapat dalam
shahih Bukhari, Muwaththa dan selain keduanya.
3.
Hadits Mudhtharib.
Hadits Mudhtharib menurut As-Suyuthi yaitu: hadis yang diriwayatkan
dengan bentuk yang berbeda-beda padahal dari satu perawi, dua atau lebih,
atau dari dua perawi atau lebih yang berdekatan (dan tidak bisa ditarjih).
4.
Hadits Mushahhaf.
Hadits Mushahhaf
maknanya.
Contoh tashif al-matan ini adalah hadits Abu Ayyub Al-Anshary:
Bahwasanya
Nabi
SAW
bersabda:
siapa
yang
berpuasa
Ramadhan
kemudian diikuti dengan puasa 6 hari pada bulan Syawal, maka ia seperti
puasa sepanjang masa.
Perkataan sittan yang artinya enam oleh Abu Bakr Al-Shauly dirubah
menjadi syaian yang berarti sedikit. Dengan demikian rusaklah maknanya.
Adapun
tashif
pada
sanad
misalnya
saja
nama
sanad
yang
Hadits Muharraf.
Yaitu hadits yang perbedaanya terjadi disebabkan Karena perubahan
Musa
Muhammad
Ibn
Al-Mutsanna
menyangka,
bahwa
makna
ibnu Wahb,
telah mengkhabarkan kepada kami, Yunus dari Ibnu Syihab, dari Amrah binti
Abdirrahman, telah mengkhabarkandari Aisyah istri Nabi SAW, bahwa
Rasulullah SAW. Berkurban untuk keluarga Muhammad (=istri-istrinya) pada
haji wada seekor sapi betina.
2.
Hadits Muallal.
Hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang di dalamnya
Si penjual dan si pembeli boleh memilih, selama belum berpisahan.
Illat ini terdapat pada Amr Ibn Dinar. Seharusnya bukan ia yang
meriwayatkan, melainkan Abdullah Ibn Dinar. Hal ini diketahui dari riwayatriwayat lain yang juga melalui sanad tersebut.
Dhaif dari Segi Matan.
Para ahli hadits memasukkan ke dalam kelompok hadits dhaif dari sudut
persandarannya ini adalah hadits yang mauquf dan yang maqthu.
1.
Hadits Mauquf.
Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik berupa perkataan,
mauquf,
karena
sandarannya
terhenti
pada
thabaqah
sahabat. Kemudian tidak dikatakan marfu, Karena hadits ini tidak dirafakan
atau disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Ibnu Shalah membagi hadits mauquf kepada dua bagian:
a.
b.
Mauquf al-maushul
Mauquf ghair al-maushul.
2.
Hadits Maqthu.
Yaitu hadits yang diriwayatkan dari tabiin dan disandarkan kepadanya, baik
perkataan maupun perbuatannya.
D.
dengan
hadits
dhaif
untuk
keutamaan
amal.
Ibnu
Hajar
Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhaif tersebut masih berada di
bawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan
(shahih dan hasan).
3.
[5]
hadits dhaif itu, Ulama membagi menjadi dua: 1) yang mesti di tolak dan
2) yang tidak mesti di tolak. Dengan kata lain yaitu ada yang sangat lemah
dan ada juga yang lemahnya ringan.
Tentang yang sangat lemah ini tidak ada perselisihan dan menolaknya,
sedangkan yang lemahnya ringan, ulama berpendapat boleh dipakai untuk
beberapa hal saja.
[6]
a. Fadla-ilul-amal; keutamaan-keutamaan dari beberapa amal , yakni hadishadis yang menerangkan keutamaan sesuatu amal.
b. Qish-shah-qish-shah; cerita-cerita, yakni hadis-hadis yang berisi cerita-cerita.
c. Zuhud; tidak suka kepada dunia , yakni hadis-hadis yang mengandung
supaya manusia benci kepada dunia,
5
6
Home Berbagi Ilmu Contoh-Contoh Hadits Nabi Qouliyah Filiyah dan Taqririyah
tulisan saya adinawas.com. Mengetaui pengertiannya saja tidaklah cukup karena kita juga harus
tahu bagaimana contoh dari hadits-hadits tersebut. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa hadits
terbagi atas tiga bagian, yaitu qouliyah, filiyah dan taqririyah. Maka, pada artikel saya kali ini,
saya ingin ingin memberikan contoh hadits dengan bahasa arabnya tentang tiga bagian hadits
tersebut.
Baca Juga : Tingkatan-Tingkatan Hadits
)
Segala amalan itu mengikuti niat (orang yang meniatkan). (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Seluruh ulama hadits telah sepakat dan ikut meriwayatkannya.
Selain itu ada contoh hadits yang lainnya, yaitu :
tidak ada wasiat (tidak boleh diwasiatkan) untuk orang yang menerima pusaka (warisan). (HR.
Ad-Daruquthny dari Jabir)
Hadits ini adalah hadits masyhur, ibn Hazm mengatakan bahwa itu hadits mutawatir.
Contoh Hadits Filiyah (Perbuatan)
Contoh-contoh hadits yang berupa perbuatan Nabi (filiyah) banyak kita temukan, diantaranya
seperti cara-cara nabi melakukan shalat (baik shalat wajib maupun shalat sunah), tata cara
mengerjakan ibadah haji, memutuskan sebuah perkara yang terjadi di para sahabat berdasarkan
saksi dan berdasarkan sumpah, dan adab-adab berpuasa. Semua hadits yang berkaitan dengan
hal-hal ini diterima dari nabi dengan perantaraan sunnah filiya (hadits dalam bentuk perbuatan),
lalu kemudian para sahabat menukilnya.
Contohnya hadits nabi untuk meneladani nabi dalam urusan shalat, Nabi saw bersabda :
Bershalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku bershalat. (HR. Al-Bukhary dan Muslim
dari Malik ibn Huwairits)
Selain hadits tentang shalat, contoh lainnya adalah hadits tentang haji. Nabi bersabda :
)
ambilah dariku cara-cara mengerjakan haji. (HR. Muslim dari Jabir)
Untuk Contoh Hadits Taqriri (Penetapan)
Untuk contoh hadits taqriri (penetapan) adalah sebagai berikut :
Diriwatkan oleh Al-Bukhari dan Imam Muslim bahwa sahabat Khalid bin Walid memakan dhab
(sejenis biawak) yang kemudian dihidangkan kepada Nabi saw, akan tetapi Nabi enggan untuk
memakannya. Lalu sebagian sahabat (Khalid) bertanya: Apakah kita diharamkan makan dhab,
wahai Rasulullah? Nabi saw menjawab :
Tidak, hanya saja binatang ini tidak ada di negeriku (oleh karena itu aku tidak suka
memakannya). Makanlah, sesungguhnya dia (dhab) halal. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Beberapa contoh hadits di atas adalah contoh hadits qouliyah, filiyah dan taqririyah. Sebenarnya
masih banyak lagi contoh-contoh lain, namun disini hanya disebutkan salah satunya saja.
Demikian contoh-contoh hadits nabi berdasarkan pembagian hadits yang tiga yaitu qouliyah,
filiyah dan taqririyah. Semoga bisa menambah wawasan dan bermanfaat bagi pembaca yang
budiman.
Baca Juga : Pengertian Hadits Qudsi
OLEH KELOMPOK 5 :
Ahmad Fauzi
Halilurrahman
M.Zainal Aqli
Sigit Hidayat
: 1201210499
: 1201210514
: 1201210534
: 1201210560
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam yang Maha pengasih lagi
Maha penyayang. Shalawat serta salam mudah-mudahan selalu tercurah
kepada junjungan kita,Nabi besar Muhammad Saw. Kepada keluarga,
sahabat, kerabat, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillahirabbil alamin makalah ini berhasil kami buat walaupun
dengan penuh kesadaran bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Namun, kami berharap kepada dosen pembimbing untuk
bersedia menerima & mengoreksi makalah ini agar kiranya akan lebih baik
lagi kedepannya dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini memberikan manfaat kepada siapa saja
yang membacanya dan menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Banjarmasin,
November 2012
p
enyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................2
A. Hadits Shahih..............................................................................2
B. Macam-macam Hadits Shahih....................................................6
C. Kehujjahan Hadits Shahih...........................................................7
D. Kitab-kitab Hadits Shahih............................................................8
E. Hadits Hasan...............................................................................9
F. Kriteria Hadits Hasan..................................................................11
G. Macam-macam Hadits Hasan.....................................................12
H. Kehujjahan Hadits Hasan............................................................14
I.
J.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadits Shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi
cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah. SAW., atau sahabat, tabiin,
bukan hadits yang syadz, dan terkena ilat yang menyebabkan cacat penerimaannya.
Hadits hasan adalah hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan
sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang adil, kurang dhabthnya,
serta tidak tidak ada syudzudz dan illat yang berat didalamnya.
B.
1.
2.
3.
Rumusan Masalah
Aapakah hadits shahih itu?
Apakah hadits hasan itu?
Apa perbandingan antara hadits shahih dan hasan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. HADITS SHAHIH
Sahih menurut bahasa berarti
dari batil.7[1] Menurut istilah ilmu hadits ialah : satu hadits yang sanadnya
bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang
yang adil, memiliki kemampuan mengapal yang sempurna (dhabith). Serta
tidak ada penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya (syad)
dan tidak ada illat yang berat.
Defenisi yang ringkas yang didefinisikan oleh Imam An-Nawawi sebagai
berikut :8[2]
Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang
adil lagi dhabith, tidak syadz, dan tidak berillat.
Pengertian hadits shahih baru jelas setelah ulama Al-Mutaakhirin
mendefinisikan secara konkret, seperti :
.
Adapun hadits shahih ialah hadits yang sanadnya bersambung
sampai kepada nabi, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith sampai
akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan berillat.
7
8
Para ulama telah memberikan defenisi hadits shahih yang telah diakui
dan disepakati dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadits shahih
mempunyai 5 kriteria, yaitu :
1. Sanadnya bersambung 9[3]
Yang dimaksud sanadnya bersambung yaitu bahwa tiap-tiap perawi
dalam
sanad
hadits
menerima
riwayat
hadits
dari
perawi
terdekat
sebelumnya keadaan itu berlangsung seperti itu sampai akhir sanad dari
hadits itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi
hadts shahih sejak perawi terakhir sampai kepada para sahabat yang
menerima hadits langsung dari Nabi Muhammad SAW. Bersambung dalam
periwayatannya.
2. Perawinya adil
Kata adil menurut bahasa berarti lurus, tidak berat sebelah, tidak
dzalim, tidak meyimpan, tulus, dan jujur. Seseorang dikatakan adil apabila
pada
dirinya
ketakwaan,
terdapat
yaitu
sifat
senantiasa
yang
dapat
mendorong
melaksanakan
perintah
terpeliharanya
agama
dan
larangannya.
b. Senantiasa menjauhi dosa-dosa kecil.
c.
Senantiasa memeliharaucapan dan perbuatan yang dapat menodai
muruah.
3. Para perawi bersifat dhabith (dhabith ar-ruwah)
Maksudnya para perawi itu memiliki daya ingat hapalan yang kuat dan
sempurna. Daya ingat dan hapalan kuat sangat diperlukan dalam rangka
menjaga otentitas hadits, mengingat tidak seluruh hadits tercatat pada masa
awal perkembangan islam. Sifat dhabith ini ada dua macam :
a.
: :
, , : :
, .
Artinya :
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-bukhari, ia berkata memberitakan
kepada kami musaddad. Memberitakan kepada kami mutamir ia berkata, :
aku mendengar ayahku berkata : aku mendengar anas bin Malik berkata :
Nabi Muhammad SAW berdoa :Ya Allah sesungguhnya mohon perlindungan
kepada Engkau dari sifat lemah, lelah, penakut, dan pikun. Aku mohon
perlindungan kepada Engkau dari fitnah hidup dan menegaskan dengan dan
aku mohon perlidungan kepada Engkau dari adzab kubur.
Hadits di atas dinilai berkualitas shahih karena telah memenuhi beberapa
lima kriteria, yaitu sebagai berikut :
a.
b. Semua para perawi dalam sanad hadits diatas menurut ulama al-jarh wa attadil telah memenuhi persyaratan adil dan dhabith.
c.
a.
Artinya :
Hadits shahih lighayrih adalah hadits hasan lidzatihi ketika ada periwayatan
melalui jalan lain yang sama atau lebih kuat dari padanya.
Yaitu ingatan perawinya kurang sempurna (qalil ad-dhabt). Maka biasa
dikatakan bahwa sebenarnya hadits shahih asalnya bukan hadits shahih
melainkan hadits hasan lidzatih. Karena adanya syahid atau mutabi yang
menguatkannya.
Contoh hadits shahih lighayrih adalah hadits riwayat Turmudzi melalui
jalur Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW. Bersabda :
seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya akan ku perintahkan
bersiwak setiapkali hendak melaksanakan shalat.
C. Kehujjahan Hadits Shahih
Kehujjahan
hadits
shahih
yaitu
hadits
yang
telah
memenuhi
persyaratan hadits shahih wajib diamalkan sebagai hujjah atau dalil syara
sesuai dengan ijma para ulama hadits dan sebagian ulama ushul dan fikih
yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam
hal-hal yang berhubungan dengan akidah.
Ada beberapa pendapat ulama yang memperkuat kehujahan hadits
shahih, diantaranya sebagai berikut :12[6]
12
a.
b.
2.
3. Adhful Al-Asanid, yaitu rangkaian sanad yang tingkatannya lebih rendah dari
tingkatan kedua seperti Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya Abu Hurairah.
Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi 7
tingkatan, dari tingakat yang tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah,
yaitu sebagai berikut :
a.
c.
f.
g.
Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-bukhari dan
Muslim dan tidak menuruti persyaratan keduanya, seperti Ibnu khuzaimah,
Ibnu Hibban dan lain-lain.
Shahih Al-Bukhari
b. Shahih Muslim
c.
Mustadrak Al-hakim
f.
g. Shahih Al-Albani
E. HADITS HASAN
Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus bisa juga dibilang
keindahan. Menurut istilah yaitu hadits yang sanadnya bersambung dari
permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang adil, kurang
dhabthnya,
serta
tidak
tidak
ada
syudzudz
dan
illat
yang
berat
didalamnya.13[7]
Perbedaan antara hadits hasan dengan shahih terletak pada dhabith yang
sempurna untuk hadits shahih dan dhabith yang kurang untuk hadits hasan.
Menurut At-Turmidzi mendefenisikan hadits hasan sebagai berikut :14[8]
.
13
14
Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh
dusta, pada pqda matannya tidak terdapat kejanggalan, dan hadits itu
diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan (mempunyai banyak jalan) yang
sepadan dengannya.
Definisi hadits hasan menurut At-Turmudzi ini terlihat karang jelas
sebab bisa jadi hadits yang perawinya tidak tertuduh dusta dan matannya
tidak terdapat kejanggalan disebut hadits shahih. Dengan demikian, melalui
definisi ini At-Turmudzi tidak bermaksud menyamakan hadits hasan dengan
hadits shahih, sebab justru At-Turmudzi lah yang mula-mula memunculkan
istilah hadits hasan ini.
Sebagian ulama lain menyebutkan bahwa hadits hasan sama dengan
hadits dhaif yang dapat dijadikan hujjah. Penyebutan seperti ini karena
mereka membagi hadits hanya menjadi dua, yaitu hadits shahih dan hadits
dhaif yang tidak dapat dijadikan hujjah. Hadits dhaif yang dijadikan hujjah
inilah yang o;eh At-Turmudzi diistilahkan hadits hasan.
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa hadits
hasan hampir sama dengan hadits shahih, hanya saja terdapat perbedaan
dalam soal ingatan perawi. Pada hadits shahih, ingatan atau daya
hapalannya harus sempurna, sedangkan pada hadits hasan, ingatan atau
daya hapalannya kurang sempurna, dengan kata lain bahwa syarat-syarat
hadits hasan dapat dirinci sebagai berikut :
a.
Sanadnya bersambung.
b. Perwawinya adil.
c.
1. Hadits hasan lidzatih yaitu hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits
hasan diatas.
2. Hadits hasan lighayrih yaitu hadits hasan yang tidak memenuhi persyaratan
hadits hasan secara sempurna atau pada dasarnya hadits tersebut adalah
hadits dhaif, tetapi karena ada sanad atau matan lain yang menguatkannya
(syahid atau mutabi), maka jedudukan hadits dhaif tersebut naik derajatnya
menjadi hasan lighayrih.
Ibn Ash-Shalah, sebagaimana dikutip oleh Al-Qasimi menyebutkan
bahwa hadits hasan lighayrih ialah hadits yang sandaran atau sanadnya
terdapat orang yang mastur (yang belum jelas terbukti keahliannya), bukan
pelupa yang banyak kesalahannya, tidak terlihat adanya sebab-sebab yang
menjadikan
fasiq,
dan
matan
haditsnya
diketahui
baik
berdasarkan
.
hadits yang kami sebut hadits hasan dalam kitab kami adalah hadits
yang sanadnya baik menurut kami, yaitu setiap hadits yang diriwayatkan
melalui sanad yang yang didalamnya tidak terdapat tidak terdapat rawi yang
dicurigai berdusta, matan haditsnya tidak janggal, diriwayatkan melalui
sanad yang lain pula yang sederajat. Hadits yang demikian menurut kami
adalah hadits hasan.15[9]
Dengan demikian, kriteria hadits hasan yang merupakan factor-faktor
pembeda antara hadits hasan dan jenus hadits lainnyaadalah berikut ini :
Pertama, pada sanadnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta.
Kriteria ini mengecualikan hadits seorang rawi yang dituduh berdusta, dan
mencakup hadits yang sebagian rawinya memiliki ddaya hapal rendah tidak
dijelaskan jarh maupun takdilnya, atau
namun tidak dapat ditentukan, atau rawi mudallis yang meriwayatkan hadits
15
, : : : , : : : :
.
Ya Rasulullah kepada siapakah aku harus berbakti?Rasulullah
menjawab kepada ibumu. Aku bertanya lalu kepada siapa ? Rasulullah
menjawab. Ibumu, kemudian bapakmu, kemudian kerabat terdekat, dan
selanjutnya.
Sanad hadits ini bersambung, tak ada kejanggalan dan tidak ada cacat
padanya, karena baik dalam rangkaian sanadnya maupun dalam matannya
tidak terdapat perbedaan diantara riwayat-riwayatnya.
G. Macam-macam Hadits Hasan
a.
[10]
Hasan lidzatih
Hadits hasan lidzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya, karena telah
memenuhi segala kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan. Hadits
hasan lidzatih sebagaimana definisi dan penjelasannya diatas.
Hadits dhaif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama
atau lebih kuat.
Hadits dhaif jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab ke-dhaif-an
bukan karena fasik atau dustanya perawi.
Dari dua definisi diatas dapat difahami bahwa hadits dhaif bisa naik
menjadi hasan lighayrih dengan dua syarat, yaitu :
1. Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang seimbang atau lebih kuat.
2.
Sebab ke-dhaif-an hadits tidak berat seprti dusta dan fasik, tetapi ringan
seprti hapalan yang kurang atau terputusnya sanad atau tidak diketahui
dengan jelas (majhul) identitas perawi.
Contoh riwayat Ibnu Majjah dari Al-Hakam bin Abdul Malik dari Qatadah
dari Said bin Al-Musayyab dari Aisyah, Nabi bersabda :
Allah melaknat kalajengking janganlah engkau membiarkannya baik
keadaan shalat atau yang lain, maka bunuhlah ia ditanah halal atau ditanah
haram.
Hadits diatas dhaif karena Al-Hakam bin Abdul Malik seorang dhaif,
tetapa dalam sanad lain riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat sanad lain yang
16
shahih.
Semua
fuqaha,
sebagian
Muhadditsin
dan
ushuliyyin
mempersyaratkan
penerimaan
hadits
(musyaddidin).
Bahkan
a.
Di antara gelar tadil para perawi yang digunakan dalam hadits maqbul atau
hasan sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Jah wa At-Tadil adalah :
Al-Mahfuz (terpelihara).
b.
Perkataan
mereka
muhadditsin
yaitu
haadza
haditsun
hasanul
isnaadi ini hadits hasan sanadnya. Maknanya hadits ini hanya hasan
sanadnya saja sedang matannya perlu penelitian lebih lanjut.
c.
islam atau sebagai hujjah dalam bidang hukum apalagi dalam bidang
akidah.
K. Kitab-kitab yang mengandung Hadits Hasan
Hadits hasan banyak kita dapatkan pada sebagian kitab, diantaranya :17[11]
-
Sunan Daruqhuti
dan menyebutnya dengan nama yang lain (baca: taqiyah). Setelah itu, mereka membuat haditshadits palsu yang menunjukkan keutamaannya. (asy-Syiah wa as-Sunnah, hlm. 117)
Mereka melakukan taqiyah ini sampai mati atau keluarnya imam Mahdi versi mereka. Ali bin
Musa bin Jafar (imam ke-8 versi Syiah) berkata, Tidak ada agama bagi orang yang memiliki
sikap wara dan tidak ada iman bagi orang yang tidak bertaqiyah karena yang paling mulia di
antara kalian di sisi Allah Subhanahu wataala adalah yang paling bertakwa (baca: bertaqiyah).
Lalu dia ditanya sampai kapan? Dia menjawab, Sampai waktu yang sudah ditentukan, yaitu hari
keluarnya (Imam Mahdi) yang menegakkan keadilan. Barang siapa yang meninggalkan taqiyah
sebelum keluarnya Imam Mahdi, berarti dia bukan golongan kita. (Kasyful Ghummah [sebuah
buku Syiah], hlm. 241)
Dusta, Ajaran Agama Syiah
Dalam rangka melegalisasikan ajaranajarannya yang sesat dan menyesatkan, Syiah
menghalalkan dusta demi agama (baca: agama Syiah) Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir
menjelaskan di dalam kitabnya, asy- Syiah was-Sunnah (hlm. 100), Tidaklah terucap kata-kata
Syiah kecuali akan tergambarkan kedustaan senantiasa bersamanya, seakan-akan dua kata yang
sinonim (semakna) yang tidak ada perbedaannya. Dua perkara tersebut saling menuntut dari
sejak awal munculnya mazhab ini (baca: agama ini). Syiah sejak awal munculnya berasal dari
kedustaan dan diiringi dengan kedustaan pula. Tatkala Syiah adalah induknya kedustaan, maka
mereka memberi label kedustaan tersebut dengan bungkus pengultusan dan pengagungan yang
mereka menamainya (at-Taqiyah) yaitu nama yang bukan aslinya. Mereka menginginkan dengan
taqiyah supaya bisa menampakkan segala sesuatu yang menyelisihi dengan apa yang mereka
sembunyikan dan menyatakan (segala sesuatu) yang berlawanan dengan apa yang mereka
rahasiakan, sampai-sampai mereka berlebih-lebihan dengan taqiyah ini sehingga mereka
menjadikannya sebagai keyakinan agama mereka dan salah satu prinsip dari prinsip-prinsip
ajaran agama mereka. Lalu mereka menisbatkan prinsip ini kepada salah seorang imam mereka
yang mashum menurut mereka yaitu Abu Jafar bin Yaqub al-Kulaini, At-Taqiyah itu termasuk
agamaku (keyakinanku) dan keyakinannya bapak-bapakku. Tidak ada iman bagi orang yang
tidak bertaqiyah. (al-Kafi fi al-Ushul, hlm. 217 terbitan Iran)
Macam-Macam Kedustaan Syiah
1. Dusta atas Nama Allah Subhanahu wataala Rabb kita Subhanahu wataala mengharamkan
kedustaan atas nama-Nya di dalam firman-Nya,
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap
Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (al-Anam: 144)
Allah Subhanahu wataala juga berfirman,
Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (al- Baqarah: 169)
Namun dengan larangan Allah Subhanahu wataala itu yang sangat keras, mereka orangorang
Syiah berarti mengada-ngadakan kedustaan atas nama Rabb kita Subhanahu wataala dalam
rangka membenarkan prinsip taqiyah yang jahat dengan tujuan menyesatkan hamba-hamba-Nya.
Mereka menukilkan ucapan Abu Abdillah al-Baqir, imam ke-6 versi Syiah, yang mereka gelari
ash-Shadiq, Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta
terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. tatkala ditanya tentang firman Allah
Subhanahu wataala,
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. (al-Hujurat: 13)
Lalu dia menjawab, Yang beramal dengan taqiyah di antara kalian. (al- Itiqad, pasal atTaqiyah terbitan Iran tahun 1347 H) Demikian juga Imam Bukhari mereka yang bernama
Muhammad bin Yaqub al-Kulaini meriwayatkan di dalam Shahih-nya (al-Kafi fi al-Ushul, hlm.
217 yang diterbitkan di Iran) dari Abi Bashir, dari Abu Abdillah berkata, Taqiyah itu bagian dari
agama Allah Subhanahu wataala. Maka aku (Abu Bashir) bertanya, Termasuk dari agama
Allah Subhanahu wataala? Lalu dia menjawab, Ya, demi Allah, termasuk bagian dari agama
Allah Subhanahu wataala.
Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaknya dia mempersiapkan tempat
duduknya dari neraka.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin radhiyallahu anhu menjelaskan, Golongan
manusia yang paling banyak berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah
Syiah Rafidhah. Sebab, tidak ditemukan kelompok-kelompok ahli bidah yang lebih sering
berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam daripada mereka. Hal ini ditegaskan
oleh para ulama ahli hadits tatkala membahas tentang hadits palsu. Merekaberkata,
Sesungguhnya yang paling banyak berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
adalah Syiah Rafidhah. Ini adalah realitas yang dapat diketahui oleh orang yang meneliti kitabkitab mereka. (Syarah Riyadhus Shalihin, 4/70)
Adapun bukti kedustaan mereka terhadap Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah
sebagai berikut. Mereka menukil dari Abu Abdillah, dia berkata bahwa ketika Abdullah bin Ubai
bin Salul (pemimpin munafikin)meninggal, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menghadiri
jenazahnya. Umar berkata kepada Rasulullah, Bukankah Allah Subhanahu wataala telah
melarangmu dari menyalatinya? Beliau diam. Umar bertanya lagi, Wahai Rasulullah,
bukankah Allah telah melarangmu dari menshalatinya? Beliau Shallallahu alaihi wasallam pun
berkata kepadanya, Celaka kamu! Apa yang kamu ketahui tentang apa yang aku ucapkan (pada
doaku)? Sesungguhnya aku telah berdoa, Ya Allah, penuhilah rongga perutnya dengan api
neraka dan masukkanlah dia ke dalam neraka. Abu Abdillah berkomentar, Dia (Umar)
mendapat kejelasan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang masalah (yang
mulanya) dia membencinya. (al-Kafi fi al-Furu, Kitab al-Janaiz hlm. 188 terbitan Iran)
Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir mengomentarinya, Inilah akidah Syiah dalam masalah taqiyah.
Menurut mereka Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memerdaya para sahabat,
wal-iyadzubillah. Beliau tampakkan seolah-olah memohon ampun kepada Allah Subhanahu
wataala untuk si munafik padahal Allah Subhanahu wataala telah melarangnya. Demikian
pula, beliau tampakkan bahwa beliau menyelisihi perintah dan larangan Allah Subhanahu
wataala dengan melakukan sebuah amalan yang tidak dilakukan oleh para sahabat sesuai
dengan apa yang mereka lihat dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sendiri. Sebab,
mereka tidak mengetahui apakah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mendoakan kebaikan
ataukejelekan bagi si munafik. Rasul Shallallahu alaihi wasallam menampilkan diri sebagai
hamba yang belas kasih terhadapnya, padahal yang beliau rahasiakan adalah menyelisihi yang
beliau tampakkan. Jadi, lahiriah beliau menyelisihi batinnya (berdasarkan riwayat mereka).
Beliau berkata pula, Anda boleh bertanya kepada mereka, apa yang menyebabkan beliau takut
sehingga memaksa beliau menyalatkan jenazah Abdullah bin Ubai bin Salul si munafik, padahal
waktu itu Islam dalam posisi yang sangat kuat. Demikian pula, tidaklah si munafik ini
menyembunyikan kekafirannya kecuali karena takut terhadap Islam dan kekuatan Islam serta
ambisi mendapatkan keuntungan pribadi dari Islam. Syiah tidaklah mengada-adakan kedustaan
ini kecuali untuk melegalkan akidah mereka yang najis ini, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam melakukan taqiyah atau dusta sebagaimana halnya yang dilakukan oleh imam-imam
mereka. Inilah taqiyah menurut Syiah. Taqiyah yang mereka nyatakan, Tidak dilakukan kecuali
dengan menyembunyikan suatu perkara untuk menyelamatkan jiwa dan menjaga diri dari
kejahatan. Adakah seorang muslim yang bimbang bahwa ini adalah kemunafikan dan
kedustaan? (asy-Syiah wa as- Sunnah, hlm. 106107)
Ash-Shadiq meriwayatkan dari Jabir, aku berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya orangorang berkata bahwa Abu Thalib mati dalam keadaan kafir. Beliau menjawab, Wahai Jabir,
Rabbmu lebih mengetahui yang gaib. Tatkala aku isra miraj ke langit dan sampai di Arsy, aku
melihat empat cahaya. Dikatakan kepadaku, Ini Abdul Muthalib, ini pamanmu Abu Thalib, ini
bapakmu Abdullah, dan ini anak laki-laki pamanmu, Jafar bin Abu Thalib. Aku bertanya,
Sembahanku, mengapa mereka bisa mendapatkan kedudukan yang mulia ini? Dia menjawab,
Mereka menyembunyikan keimanan dan menampakkan kekafiran, sampai mereka mati dalam
keadaan seperti itu. (Jami al-Akhbar, hlm. 140)
Mereka membuat kedustaan atas nama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau
bersabda, Permisalan seorang muslim yang tidak bertaqiyah seperti tubuh yang tidak
berkepala. (Tafsir al-Askari, hlm. 162)
Taqiyah dan Tauriyah
Taqiyah berbeda dengan tauriyah. Tauriyah, menurut an-Nawawi radhiyallahu anhu dalam
Riyadhus Shalihin, adalah memaksudkan perkataannya dengan maksud yang benar, bukan
maksud dusta kalau dilihat niatnya; walaupun perkataan itu kalau dilihat zahirnya adalah dusta
kalau dilihat dari apa yang dipahami oleh orang yang diajak bicara. (Sebagai contoh) apabila
seorang muslim bersembunyi dari orang zalim yang ingin membunuhnya atau mengambil
hartanya dan dia menyembunyikan harta itu. Jika seorang ditanya tentang orang muslim itu,
wajib dia berdusta dengan cara menyembunyikannya. Demikian pula apabila dirinya dititipi
sebuah barang yang ingin dirampas oleh orang zalim, ia harus berdusta dengan menyembunyikan
titipan itu. Yang lebih hati-hati dalam hal ini semuanya adalah melakukan tauriyah. (Riyadhus
Shalihin, bab Bayanu ma Yajuzu minal Kadzib)
Apabila berbicara, dia berdusta. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abdullan bin Amr bin alAsh radhiyallahu anhu)
Syiah menukilkan bahwa Ali bin Abi Thalib z berkata, Taqiyah termasuk amalan seorang
mukmin yang paling mulia. Dengan taqiyah itu dia menjaga/ melindungi diri dan saudarasaudaranya dari orang-orang yang jahat. (Tafsir al-Askari, hlm. 162)
Husain bin Ali berkata, Kalau tidak ada taqiyah, tidak bisa dibedakan antara wali/saudara kita
dengan musuh kita. (Tafsir al-Askari, hlm. 162)
Ali bin Husain bin Ali berkata, Allah Subhanahu wataala akan mengampuni dosa-dosa orang
yang beriman dan akan menyucikannya dari dosa di dunia dan di akhirat, kecuali dua macam
dosa, yaitu meninggalkan taqiyah dan meninggalkan hak-hak saudara. (Tafsir al-Askari, hlm.
164)
Semua ini adalah nukilan dusta dari ahlul bait, padahal mereka lebih suci dari mengatakan hal
tersebut.
Islam Mengajarkan Kejujuran dan Melarang Dusta
Agama Islam membawa syariat yang mulia dan sempurna. Ia senantiasa memerintah para
hamba-Nya untuk berlaku jujur dan menjauhi dusta. Sebagian bukti yang menunjukkannya
adalah Allah Subhanahu wataala memerintah hamba-hamba-Nya agar berjalan bersama dengan
orang-orang jujur setelah perintah untuk bertakwa,
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar. (at-Taubah: 119)
Orang-orang yang jujur adalah salah satu golongan yang Allah Subhanahu wataala janjikan
bagi mereka ampunan dan pahala yang agung,
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin,
laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan
yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama)
Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (al- Ahzab: 35)
Demikianlah karena kejujuran akan mendatangkan ketenangan, keselamatan serta kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Abu Muhammad al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib berkata,
n:
Aku hafal dari Rasulullah, Tinggalkanlah segala sesuatu yang membingungkanmu kepada
yang tidak membingungkanmu, karena kejujuran itu menimbulkan ketenangan, sedangkan dusta
menimbulkan kegundahan/ ketidaktenangan. (HR. at-Tirmidzi dan beliau menyatakan, Ini
hadits yang sahih)
Ibnu Masud radhiyallahu anhu berkata bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda
(yang artinya), Sesungguhnya kejujuran itu akan menuntun kepada kebaikan, sedangkan
kebaikan akan menuntun untuk masukke dalam jannah. Sungguh seseorang berbuat jujur
sehingga ditetapkan di sisi Allah Subhanahu wataala sebagai orang yang sangat jujur.
Sesungguhnya kedustaan itu akan menyeret pelakunya ke dalam kejahatan dan kejahatan akan
menyeret pelaku ke dalam neraka. Sesungguhnya seseorang berbuat dusta sehingga ditetapkan
di sisi Allah Subhanahu wataala sebagai pendusta.
Adapun dusta adalah ciri khas orang-orang munafik sebagaimana yang diberitakan oleh
Allah Subhanahu wataala dalam firman-Nya,
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, Kami mengakui bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya
kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orangorang munafik
itu benar-benar orang pendusta. (al-Munafiqun: 1)
Ciri khas mereka yang lain adalah nifaq (kemunafikan), yaitu menyembunyikan kekafiran dan
menampakkan keimanan.
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, Kami
telah beriman. Dan bila mereka kembali kepada setansetan mereka, mereka mengatakan,
Sesungguhnya kami sependirian denganmu, kami hanyalah berolokolok. (al-Baqarah: 14)
Demikian pula Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
:
Ada empat hal; barang siapa yang ada pada dirinya empat hal itu, berarti dia adalah orang
yang munafik; dan barang siapa yang ada pada dirinya salah satu darinya, berarti ada pada
dirinya perangai nifaq sehingga dia meninggalkannya. (Empat perkara tersebut adalah) apabila
dia dipercaya dia khianat, apabila dia berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia
mengingkarinya, dan apabila dia berbantah-bantahan maka dia curang. (Muttafaqun alaih)
Pembahasan ini kita akhiri dengan sebuah pertanyaan, Apakah mungkin mempertemukan dan
menyatukan antara Islam dengan Syiah atau antara Sunnah dengan Syiah? Pertanyaan tersebut
dijawab oleh seorang alim yang sangat paham dengan kesesatan dan kebobrokan Syiah, yaitu
asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir. Beliau katakan, Bagaimana mungkin menyatukan orang yang
jujur dengan pendusta? Perbuatan dustanya bukan karena keadaan darurat yang mengharuskan
dusta, melainkan keyakinan bahwa dusta adalah kewajiban. Terlebih lagi dusta itu diyakini
sebagai amalan ibadah yang agung yang dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah Subhan