Anda di halaman 1dari 6

Nama : Wafa Nurbayinah

NIM : 2205689
Kelas : 1B
Resuman PAI

IJTIHAD
Usaha segenap kesanggupan dan kemampuan ahli fiqih atau mujtahid dalam menetapkan
hukum baru untuk menemukan hukum yang lebih baik dikarenakan zaman yang selalu berubah
dan dengan munculnya masalah atau persoalan baru yang belum ada ketetapan hukumnya,
namun harus berdasarkan syariah Islam.
 Syarat Menjadi Mujtahid
1. Menguasai dan memahami bahasa Arab secara menyeluruh.
2. Memiliki pengetahuan memahami Alquran secara menyeluruh.
3. Memiliki pengetahuan memahami hadits secara menyeluruh.
 Syariah, Fiqih dan Hukum Islam
1. Syariah adalah hukum-hukum Allah yang diturunkan kepada nabinya dan
ditujukan kepada umat manusia.
2. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah nya melalui lisan
para rasulnya.
3. Muamalat adalah sebuah peraturan agama yang mana merupakan salah satu
macam-macam fiqih dan dimaksudkan untuk menjaga hak yang dimiliki manusia.
 Fungsi Ijtihad
1. Sebagai sumber hukum islam ketiga
2. Sebagai sarana untuk menyelesaikan persoalan baru
3. Sebagai suatu cara disyariatkan
4. Sebagai wadah pencurahan pemikiran kaum muslimin dalam mencari jawaban
dari masalah asasi, esensial dan insidentil.
 Syarat Ijtihad
1. Arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Alquran, baik menurut bahasa maupun
syariah.
2. Hadits-hadits tentang hukum, baik menurut bahasa maupun syariah.
3. Nasakh dan mansukh dari Alquran dan Assunnah, supaya tidak salah dalam
menetapkan hukum (tidak harus menghafalnya).
4. Permasalahan yang sudah ditetapkan melalu ijma’ ulama, sehingga ijtihad-nya
tidak bertentangan dengan ijma’.
5. Qiyas (kaidah dalam ber-ijtihad) dan berbagai persyaratan serta meng-istinbatnya.
6. Bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu tentang bahasa dan problematikanya.
7. Ilmu Ushul Fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad.
8. Maqashidu Asy-Syari’ah (tujuan syariah) secara umum.
 Hukum Melakukan Ijtihad
1. Fardu Ain
2. Fardu Kifayah
3. Sunnah
4. Haram
 Metode Ijtihad
1. Qiyas
2. Ijma
3. Istihsan
4. Maslahat
 Perbedaan dalam Hukum Islam
Perbedaan dalam pemahaman hukum islam muncul karena :
1. Perbedaan dalam bacaan
2. Perbedaan penafsiran terhadap nash
3. Perbedaan dalam masalah hadist
4. Perbedaan dalam menggunakan dalil hukum
5. Perbedaan dalam men-tarjih dalil yang berlawanan
 Cara Menyikapi Perbedaan Hukum Islam
Apabila ada perbedaan pendapat antara satu ijtihad dengan ijtihad lainnya, maka seorang
muslim boleh mengikuti salah satunya yang dianggap benar dan meninggalkan yang lain.

HADIST

 Pengertian Hadits, Sunnah, dan Khabar


1. Pengertian Hadits
Kata hadis berasal dari bahasa arab ، ‫حديثاَحدثاَيحدثَحدث‬yang memiliki arti bercerita
atau memberitahu informasi. Kata ( ‫الحذيج‬bentuk jamak : , ) ‫ألحاديج‬,‫حذحان‬secara etimologi
merupakan isim mashdar dari kata kerja : ‫حذيخا‬-‫حذث–يحذث‬yang berarti “komunikasi,
cerita,
percakapan, baik dalam konteks agama maupun duniawi, atau dalam konteks sejarah atau
peristiwa dan kejadian aktual.
Sedangkan menurut terminologi, hadis diberi pengertian yang berbeda–beda oleh
para ulama berdasarkan bidang keilmuannya. Hadits adalah segala perkataan (sabda),
perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan
ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam.
2. Pengertian Sunnah
Sunnah ( )‫السنة‬secara bahasa berarti As-Siirah Al-Muttaba’ah ( )‫المتبعة السيرة‬yang
berarti jalan yang diikuti. Setiap jalan dan perjalanan yang diikuti dinamakan sunnah,
baik itu jalan yang baik maupun jalan yang buruk. Sunnah menurut istilah para ahli hadits
adalah Segala sesuatu yang dinukil dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam baik itu
ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik, kepribadian, maupun perjalanan hidup, baik
itu sebelum diutus maupun sesudah diutus.
3. Pengertian Khabar
Khabar ( )‫الخبر‬secara bahasa berarti An-Naba’ ( )‫النبأ‬yang berarti kabar atau berita.
Adapun secara istilah khabar ini semakna dengan hadits sehingga memiliki definisi yang
sama dengan hadits. Namun, menurut pendapat yang lain menyatakan bahwa khabar ini
lebih umum dari pada hadits. Sehingga definisi khabar adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan juga kepada selain beliau.
Syaikh Utsaimin
mengatakan : “Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam dan juga disandarkan kepada selainnya”.
 Hubungan antara Hadis dengan Alquran sebagai sumber ajaran Islam
1. ada empat hal fungsi sunnah terhadap Alquran.
Bayan al-Taqrir
Bayan al-Taqrir ada juga yang menyebut Bayan al-Tawkid atau Bayan al-Itsbat.
Al-Taqriir berarti memperkuat, mempertegas, dan mendukung. Maksudnya, hadis
mempertegas, memperkuat, dan mendukung sesuatu yang telah diungkapkan Al-
Qur’an. Hadis mengungkap kembali isi kandungan yang diungkap Al-Qur’an
tanpa ada penjelasan lebih lanjut dan terperinci.
2. Bayan al-Tafsir
Hadis menjelaskan ayat yang tidak mudah diketahui pengertiannya. Itulah yang
disebut hadis berfungsi sebagai bayan al-tafsir bagi ayat Al-Qur’an. Bayan al-
tafsir ini ada beberapa macam. Di antaranya ialah:
a. Bayan al-Taqrir
Bayan al-Taqrir ada juga yang menyebut Bayan al-Tawkid atau Bayan
al-Itsbat. Al-Taqriir berarti memperkuat, mempertegas, dan mendukung.
Maksudnya, hadis mempertegas, memperkuat, dan mendukung sesuatu
yang telah diungkapkan Al-Qur’an. Hadis mengungkap kembali isi
kandungan yang diungkap Al-Qur’an tanpa ada penjelasan lebih lanjut dan
terperinci.
b. Bayan al-Tafsir
Hadis menjelaskan ayat yang tidak mudah diketahui pengertiannya. Itulah
yang disebut hadis berfungsi sebagai bayan al-tafsir bagi ayat Al-Qur’an.
Bayan al-tafsir ini ada beberapa macam. Di antaranya ialah:
a. Tafshil Al-Ayat Al-Mujmalah
Kata tafshil berarti menjelaskan dan merinci. Sedangkan kata almujmalah
berarti yang ringkas (global), tidak terperinci. Jadi, yang dimaksud hadis
berfungsi sebagai tafshil al-ayat al-mujmalah adalah hadis memerinci
pengertian ayat yang ringkas (global), hadis menjelaskan panjang lebar
maksud kandungan ayat yang tidak terperinci. Sebagai contoh adalah ayat
yang memerintahkan mendirikan salat, tidak diperinci dan tidak dijelaskan
oleh ayat itu sendiri dan ayat lain tata caranya, tidak diterangkan rukun
rukunnya, tidak disebut waktu-waktu pelaksanaannya, dan lain-lain.
b. Takhshish al-Ayat al-‘Ammah
Kata takhshish berarti menentukan dan mengkhususkan. Sedangkan kata
al-‘ammah berarti, Suatu lafal yang dipakai untuk menunjukkan kepada
satuansatuan yang tak terbatas dan mencakup semua satuan itu. Jadi, yang
dimaksud hadis berfungsi men-takhshish-kan ayat yang ‘ammah adalah
hadis datang memberi pengkhususan, penentuan, dan pembatasan maksud
dan pengertian ayat yang umum.
c. Taqyid al-Ayat al-Muthlaqah
Kata taqyid berarti mengikat dan membatasi. Sedangkan kata muthlaq
berarti lafal tertentu yang belum ada ikatannya (batasannya) dengan lafal
lain yang mengurangi cakupannya. Jadi, yang dimaksud hadis berfungsi
sebagai taqyid al-ayat al- muthlaqah adalah hadis datang memberi ikatan
dan batasan cakupan yang dikandung ayat yang muthlaq.
d. Bayan al-Ta’yin li al-Ayat al-Musytarakah
Kata al-ta’yiin berarti menentukan. Sedangkan kata al-musytarakah
berarti lafal yang mempunyai makna yang banyak. Jadi, yang dimaksud
hadis berfungsi sebagai bayaan al-ta‘yiin li al-ayat al-musytarakah adalah
hadis datang menentukan makna yang dikehendaki dari ayat.
3. Bayaan al-Tasyrii’
Kata al-tasyri’ berarti pembuatan, perwujudan, penetapan aturan. Jadi, yang
dimaksud hadis berfungsi sebagai bayan al-tasyri’ adalah hadis sendiri
mewujudkan, membuat, dan menetapkan suatu ketentuan, aturan, dan hukum
yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Ketiga fungsi hadis tersebut dapat
dinyatakan disepakati oleh ulama. Namun fungsi yang ketiga ini, yaitu bayan al-
tasyri’ dipermasalahkan. Ada yang melihatnya hadis menetapkan aturan atau
hukum tersendiri, tidak ada dasarnya dalam AlQur’an. Yang lain melihat adanya
penetapan hadis ada dasarnya dalam Al-Qur’an.
4. Bayan al-Nasikh
Kata al-nasikh berarti membatalkan, memindahkan, dan mengubah.Yang
dimaksud hadis berfungsi sebagai bayan al-nasikh terhadap ayat Al-Qur’an adalah
hadis dating sesudah Al-Qur’an dan menghapus ketentuan-ketentuannya. Banyak
ulama menolak fungsi hadis ini, tetapi ada ulama yang membolehkannya dengan
ketentuan-ketentuan tertentu.
Ulama yang membolehkan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu:
a. Ibn Hazm dan sebagaian pengikut Aliran Zhahiriyah berpendapat bahwa
segala macam hadis sahih dapat menasakh Al-Qur’an.
b. Aliran Mu’tazilah berpendapat Hadis Mutawatir saja yang dapat me-
nasakh ayat Al-Qur’an.
c. Aliran Hanafiyah berpendapat bahwa minimal Hadis Masyhur yang dapat
me-masakh ayat Al-Qur’an.

 Proses Periwayatan Hadis


Periwayatan (riwayat) hadis adalah proses penerimaan hadis oleh seorang rawi dari
seorang gurunya dan setelah dipahami, dihafal, dihayati, diamalkan, ditulis dan
disampaikan kepada orang lain sebagai murid dengan menyebutkan sumber pemberitaan
riwayat tersebut. Dalam bahasa Indonesia kata Riwayat yang berasal dari Bahasa Arab
tersebut mempunya arti antara lain: cerita, sejarah, dan tambo. Sedangkan menurut Ilmu
Hadis yang dimaksud adalah riwayat kegiatan penerimaan dan penyampaian hadis, serta
penyandaran hadis itu kepada rangkaian para periwayatan dengan bentuk-bentuk tertentu,
orang yang telah menerima hadis dari seorang periwayat, tetapi dia tidak menyampaikan.
Hadis itu itu pada orang lain maka dia disebut periwayat, sekiranya orang tersebut
menyampaikan hadis yang telah diterimanya oleh orang lain, tetapi ketika menyampaikan
hadis itu dia tidak menyebutkan rangkaian para periwayatnya maka orang tersebut juga
tidak dapat dikatakan aebagai orang yang telah melakukan periwayatan hadis.
Jadi ada tiga unsur yang harus dipenuhi dalam periwayatan hadis yakni:
1. Kegiatan menerima hadis dari periwayat Hadis.
2. Kegiatan menyampaikan hadis itu kepada orang lain dan
3. Ketika hadis itu disampaikan.
 Jenis dan Tingkatan Kualitas Hadits
1. Hadis Sahih
Definisi Hadis Sahih menurut Ibnu Shalah : "Hadis Sahih adalah hadis musnad
(hadis yang mempunyai sanad) yang bersambung sanadnya, dan dinukil oleh
seorang yang
adil dan dabit dari orang yang adil dan dlabit, hingga akhir sanadnya, tanpa ada
kejanggalan
dan cacat."
Hadis Sahih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sahih li zatihi dan sahih li gairihi.
a. Sahih li Zatihi. Yaitu Hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis sahih,
seperti rawi harus adil, rawi kuat ingatannya (dhabit), sanadnya tidak
putus, matannya tidak mempunyai cacat, dan tidak ada kejanggalan.
b. Sahih li Gairihi. Artinya yang sahih karena yang lainnya, yakni menjadi
sahih karena dikuatkan oleh sanad atau keterangan lain. Hukum memakai
hadis sahih adalah wajib, Sebagaimana kesepakatan para ahli hadis dan
para fuqaha. Argumennya adalah hadis sahih adalah salah satu sumber
hukum syariat, sehingga tidak ada alasan untuk mengingkarinya.
2. Hadis Hasan
Kata hasan berasal dari kata al-husnu yang berarti al-jamalu, yang artinya
kecantikan dan keindahan. Adapun tentang definisi Hadis Hasan, ada perbedaan
pendapat dikalangan para muhaddisin. Pendapat Abu Isa at-Tirmizi tentang Hadis
Hasan: "Hadis yang dalam sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh bohong,
hadisnya tidak janggal, serta diriwayatkan tidak hanya dalam satu jalur rawian."
3. Hadis Da’if
Definisi hadis daif adalah: “Hadis yang tidak memenuhi syarat diterimanya suatu
hadis dikarenakan hilangnya salah satu syarat dari beberapa syarat yang ada.”
Dari definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa jika salah satu syarat dari
beberapa syarat diterimanya suatu hadis tidak ada, maka hadis tersebut
diklasifikasikan ke dalam hadis daif. Para ulama ada perbedaan pendapat
mengenai masalah hukum menggunakan hadis da’if. Mayoritas ulama
membolehkan mengambil Hadis Daif sebagai hujjah, apabila terbatas
pada masalah fadal’ilul 'amal.

 Kitab-Kitab Kumpulan Hadis


1. Al-Jaami', yaitu kitab hadits yang menghimpun segala permasalahan dan dibagi
menjadi berbagai bab berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, yang
tidak terbatas pada bab-bab fiqih saja. Contoh: Al-Jaami' Al-Shahih karya Imam
Al-Bukhari.
2. Al-Sunan, yaitu kitab hadits yang dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan
bab-bab fiqih dan ahkam. Contoh : Sunan Abi Dawud. Berikut ini beberapa kitab
Al-Sunan yang lain :
a. Al-Sunan karya Imam Sa'id ibn Manshur (wafat tahun 227 H)
b. Al-Sunan Al-Kubra karya Imam Nasai (wafat tahun 303 H)
c. Al-Sunan karya Imam Al-Daruquthni (wafat tahun 385 H)
d. Al-Sunan Al-Sughra dan Al-Sunan Al-Kubra karya Imam Al-Baihaqi (wafat
tahun 458H)
 Kitab-kitab hadits yang enam (al-kutub al-sittah) adalah sebagai berikut:
a. Shahih Al-Bukhari (194 - 256 H), berisi 7275 hadits (2230 hadits tanpa perulangan).
b. Shahih Muslim (206 - 261 H), berisi 9200 hadits (2200 hadits tanpa perulangan).
c. Sunan Abi Dawud (202 - 275 H), berisi 4800 hadits.
d. Sunan Al-Tirmidzi (209 - 279 H), disebut juga Jaami' Al-Tirmidzi, berisi 3956 hadits
e. Sunan Al-Nasai, yakni Al-Sunan Al-Sughra, disebut juga Al-Mujtaba, karya Imam
Nasai (214 - 303 H), berisi 5270 hadits.
f. Sunan Ibn Majah (209 - 273 H) berisi lebih dari 4000 hadits.

Anda mungkin juga menyukai