Anda di halaman 1dari 12

Ulumul Hadis

Disusun oleh :

Muhammad Risman Fahlevi (190901004)

Dosen Pembimbing :

Mujiburrahman, S.pd.I.,M.A.

FAKULTAS PSIKOLOGI

PRODI PSIKOLOGI

TAHUN AJARAN 2019/2020

UIN AR-RANIRY BANDA ACEH


ULUMUL HADIS

Penulis : Ahmad Zuhri, S.Ag., MA.

Fatimah Zahra, S,Ag., MA.

Watni Warpaung, MA.

ISBN : 978-602-71624-0-2

Desain sampul : Johan Iskandar, S.Si.

Tata Letak : Muhammad Hakiki

Penerbit : CV. Manhaji dan Fakultas Syariah IAIN

Sumatera Utara

Tebal halaman : 160 Halaman

Jl. IAIN / Sutomo Ujung No.8 Medan

Email : cvmanhaji@yahoo.com - cvmanhaji@gmail.com

Cetakan pertama: Oktober 2014


A. Sunnah dan Hadis Nabi
1. Sunah
Secara etimologis, kata “sunnah” memiliki beberapa arti, antara lain
tariqah yang berarti jalan, sirah yang berarti tingkah laku atau kebiasaan
yang baik maupun yang jelek. Menurut ulama fiqh sunah diartikan sebagai
suatu perbuatan yang pelakunya mendapatkan pahala dan orang yang
meninggalkannya tidak mendapat dosa. Sunah terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
 Sunah qauliyah, yaitu setiap perkataan Rasulullah yang dapat dijadikan
sebagai dalil dalam menetapkan hukum syara’.
 Sunah fi’liyah, yaitu setiap perbuatan Rasul SAW. Yang dapat dijadikan
sebagai dalil untuk menetapkan hukun syara’.
 Sunah taqririyah, yaitu setiap pengakuan dan persetujuan Rasulullah
terhadap perkataan dan perbuatan sahabat. Persetujuannya tersebut bisa
dalam bentuk diamnya beliau tanpa mengingkarinya, atau dengan cara
persetujuannya dan menyatakan kebaikan perkataanatau perbuatan
sahabat.

2. Hadis
Secara bahasa kata hadis (al-hadis) berarti baru atau sesuatu yang baru.
Secara terminologi hadis berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW. baik perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat beliau.
1) Bentuk-bentuk Hadis Nabi
 Hadis qauli, yaitu perkataan atau ucapan dari nabi Muhammad SAW
yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk syara’, peristiwa, kisah-
kisah, baik yang berkaitan dengan akidah, syari’ah, akhlak, dan lainnya.
 Hadis fi’li, yaitu segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi seperti
cara Nabi melaksanakan wudu’, shalat, haji, dan lain-lain.
 Hadis taqriri, yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi terhadap apa yang
datang atau dilakukan oleh para sahabatnya.
 Hadis ahwali, yaitu hadis yang berupa hal ihwal Nabi yang berkenaan
dengan keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya.
 Hadis hammi, yaitu hadis yang berupa hasrat Nabi yang belum
terealisasikan.
2) Unsur-unsur pokok hadis
 Sanad, adalah para perawi yang terdapat sebelum matan hadis.
 Matan, adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad. Matan adalah
lafaz, materi atau teks dari hadis itu sendiri.
 Rawi, Menurut istilah ilmu hadis, ar-riwayat adalah kegiatan
penerimaan dan penyampaian hadis, serta penyandaran hadis itu kepada
rangkaian periwayatnya dengan bentuk-bentuk tertentu.

B. Kehujjahan Hadis dan Fungsinya


Secara etimologi,hujjah berarti alasan ,sedangkan menurut terminologi
yaitu alasan yang harus dikemukakan untuk menetapkan atau
mempertahankan pandangan yang diajukan. Kata hujjah juga disebut
penetapan hukum. Jadi dapat disimpulkan kehujjahan hadis adalah dapat
tidaknya hadis dijadikan alasan(dasar) dalam hukum(Islam).
1. Kedudukan dan Fungsi hadis terhadap al-quran
Menurut jumhur ulama,kedudukan hadis bila dilihat dari segi status sebagai
dalil dan sumber ajaran islam menempati posisi kedua setelah Al-
Quran,dan dari segi tunjukan(dilalah)dibagi menjadi dua bagian yaitu,
 Qat’i ad-dilalah, yaitu suatu tunjukan lafaz yang bersifat pasti dan
tidak membutuhkan interpretasi dan ta’wil.
 Zanni ad-dilalah, yaitu suatu tunjukan lafaz yang bersifat relatif
yang membutuhkan interpretasi dan ta’wil.
Hadis mempunyai fungsi sebagai berikut:
1) Bayan at-Taqrir
Disebut juga dengan bayan at-ta’kid dab bayan al-isbat, yaitu
menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam al-
quran. Mengungkapkan kembali apa yang telah dimuat dan terdapat
dalam alquran, tanpa menambah atau menjelaskan apa yang terdapat
dalam ayat tersebut.
2) Bayan at-Tafsir
Menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat al-quran yang datang secara
mujmal,’am,dan mutlaq. Fungsi hadis sebagai penafsir al-quran dapat
dibagi tiga yaitu:
 Menafsirkan serta merinci ayat-ayat yang mujmal (bersifat global),
yakni penjelasan ayat-ayat yang bersifat ringkas atau singkat,
sehingga maknanya kurang atau bahkan tidak jelas kecuali ada
penjelasan atau perincian.
 Mengkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum, yaitu penjelasan Nabi
dengan cara membatasi atau mengkhususkan ayat-ayat al-quran yang
bersifat umum, sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu
yang mendapat pengecualian.
 Memberi batasan (taqyid) terhadap ayat-ayat al-quran yang bersifat
mutlak dengan sifat, keadaan, atau syarat tertentu.
3) Bayan Tasyri’
Yaitu penjelasan yang berupa penetapan suatu hukum atau aturan syar’i
yang tidak didapati nashnya dalam al-quran. Bayan ini disebut juga
bayan za’id ‘ala al-kitab al-karim.
4) Bayan an-Nasakh
Yaitu penjelasan hadis yang menghapus ketentuan hukum yang terdapat
dalam al-quran. Hadis yang datang setelah al-quran menghapus
ketentuan-ketentuan al-quran. Dalil syara’ (alquran) yang datang lebih
dahulu dan telah dihapus hukum yang ditunjukkannya disebut mansukh.
Sementara dalil syara’ yang datang kemudian untuk mengapusnya yang
dalam hal ini hadis disebut nasikh.

C. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hadis


1. Hadis pada masa nabi
Nabi Muhammad SAW menyampaikan hadis melalui beberapa metode.
Pertama melalui majlis al-‘ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang
diadakan nabi. Kedua, dalam banyak kesempatan Rasulullah juga
menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, dan oleh para sahabat
akan disampaikan kepada yang lainnya. Ketiga, menyampaikan hadis
melalui istri-istrinya.

2. Hadis pada masa al-khulafa ar-rasyidin


Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa sahabat,
khususnya khulafa’ar-rasyidin sejak tahun 11 H sampai 40 H. Pada masa ini
perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran al-
quran, sehingga periwayatan hadis belum begitu berkembang. Mereka sangat
berhati-hati dan membatasi diri dalam meriwayatkan hadis.
3. Hadis pada masa sahabat kecil dan tabi’in
Pada masa ini al-quran sudah dibukukan dalam satu mushaf, sehingga
tidak lagi mengkhawatirkan mereka. Pada masa ini daerah kekuasaan islam
semakin luas. Banyak sahabat ataupun tabi’in yang pindah keberbagai
daerah sehingga membawa perbendaharaan hadis. Masa ini dikenal dengan
‘asr intisyar ar-riwayah (masa menyebarnya periwayatan hadis).

4. Hadis pada masa kodifikasi


Kodifikasi berarti mengumpulkan, membukukan, dan menertibkan
sesuatu, maksudnya menghimpun catatan hadis Nabi Saw. ke dalam suatu
mushaf. Kodifikasi hadis secara esmi dimulai pada masa pemerintahan
khalifah kedelapan Bani Umayyah, yaitu Umar ibn ‘Abn al-Aziz ibn
Marwan.

5. Hadis pada masa awal sampai akhir abad III H


Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis, yaitu masa
dimana para mudawwin hadis menyeleksi hadis secara ketat, sebagaimana
kelanjutan dari upaya para ulama sebelumnya yang telah berhasil melahirkan
suatu kitab tadwin. Masa ini dimulai ketika masa pemerintahan dinasti Bani
‘Abbasyiah, khususnya sejak masa al-makmun sampai masa pemerintahan
al-muktadir.

6. Hadis pada abad IV H sampai pertengahan abad VII H


Masa seleksi dilanjutkan dengan masa pengembangan dan
penyempurnaan sistem penyusunan kitab-kitab hadis. Masa ini dikenal ‘asr
at-taqrib wa al-istidrak wa al-jam’i (masa pemeliharaan, penertiban,
penambahan, dan penghimpunan).Penyusunan kitab pada masa ini lebih
mengarah untuk memperkaya buku yang sudah ada.

7. Hadis pada masa pertengahan abad VII H sampai dengan sekarang


Kegiatan ulama hadis pada masa ini berkaitan dengan upaya mensyarah
kitab-kitab hadis yang sudah ada, menghimpun dan mengumpulkan hadis-
hadis dari kitab-kitab yang sudah ada, mentakhrij hadis dalam kitab-kitab
tertentu, dan membahas kandungan kitab-kitab hadis, sehingga
menghasilkan berbagai jenis karya.
D. Ilmu Hadis dan Sejarah Perkembangannya
Ilmu hadis adalah ilmu yang mengkaji dan membahas segala yang
disandarkan kepada Nabi Saw. baik berupa perkataan, perbuatan,
persetuuan, sifat-sifat, tabiat, dan tingkah lakunya, atau segala yang
disandarkan kepada sahabat maupun tabi’in.
1. Pembagian ilmu hadis dan cabang-cabangnya
1) Pembagian ilmu hadis
a. Ilmu hadis riwayah
Ilmu hadis riwayah mengkaji tentang segala yang disandarkan
kepada Nabi Saw. dan juga mengkaji segala yang disandarkan
kepada sahabat dan tabi’in. Pengkajiannya dilakukan secara detail,
terperinci, secara bebas dan cermat. Objek ilmu hadis ini adalah
membicarakan bagaimana cara menerima hadis, menyampaikan
kepada orang lain, memindahkan, dan mentadwinkan hadis.
b. Ilmu hadis dirayah
Menurut definisi, ilmu hadis dirayah mengkaji beberapa hal, yaitu
hakikat periwayatan, syarat-syarat periwayatan, macam-macam
periwayatan, hukum-hukum periwayatan, keadaan periwayat, syarat-
syarat mereka, jenis-jenis yang diriwayatkan. Objek pembahasan
ilmu hadis dirayah adalah sanad (rawi/ periwayat hadis) dan matan
(marwi/ isi hadis) dari segi diterima (maqbul) dan ditolaknya
(mardud) suatu hadis.
2) Cabang-cabang ilmu hadis
a. Ilmu Rijal al-Hadis, Yaitu ilmu yang membahas tentang rang-orang
yang meriwayatkan hadis. Ilmu ini membahas keadaan para
periwayat baik dari kalangan sahabat, tabi’in, dan generasi-generasi
berikutnya yang terlibat dalam periwayatan hadis.
b. Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil, Yaitu ilmu yang menerangkan tentang
cacat dan keadilan para periwayat hadis dengan menggunakan
redaksi khusus serta membahas redaksi-redaksi itu.
c. Ilmu Tarikh ar-Ruwah, Yaitu ilmu yang membahas tentang sejarah
periwayat hadis. Ilmu Tarikh ar-Ruwah adalah ilmu yang membahas
segala hal yang terkait dengan para periwayat hadis.
d. Ilmu Garib al-Hadis, Yaitu ilmu yang menerangkan makna kalimat
yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui dan yang
jarang dipakai oleh umum. Ilmu ini menjelaskan suatu hadis yang
samar maknanya.
e. Ilmu Asbab al-Wurud al-Hadis, Yaitu ilmu pengetahuan yang
membicarakan tentang sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan
waktu beliau menuturkan sabdanya itu, seperti sabda Rasul tentang
suci dan menyucikannya air laut.
f. Ilmu Nasikh wa Mansukh al-Hadis, Yaitu ilmu yang membahas
hadis-hadis yang berlawanan dan tidak mungkin dikompromikan
diantara keduanya, dimana salah satu hadis dihukumi nasikh dan
yang lain sebagai mansukh. Hadis yang lebih dulu disebut mansukh
dan yang datang kemudian dinamakan nasikh.
g. Ilmu Mukhtallif al-Hadis, Yaitu ilmu yang membahas tentang hadis-
hadis yang secara lahiriah bertentangan dengan maksud untuk
menghilangkan pertentangan itu atau menyesuaikan dan
mengkompromikannya.

E. Hadis Mutawatir dan Ahad


1. Hadis Mutawatir
1) Pengertian Hadis Mutawatir
Hadis ini merupakan hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang
banyak pada setiap tingkatan atau setiap generasi sanadnya yang
menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka sepakat berdusta untuk
membuat hadis yang bersangkutan.
2) Kriteria hadis mutawatir
a. Hadis tersebut diriwayatkan oleh periwayat yang banyak
b. Periwayat yang banyak itu mustahil menurut adat bersepakat untuk
berdusta
c. Periwayat yang banyak itu (harus) ada pada tiap thabaqat (tingkatan/
generasi) periwayat
d. Sandaran riwayat mereka adalah pancaindra
3) Pembagian hadis mutawatir
Hadis mutawatir terbagi dua bagian, yaitu Hadis mutawatir lafzi adalah
hadis yang mutawatir lafaz dan maknanya. Hadis mutawatir ma’nawi
adalah adalah hadis yang mutawatir maknanya saja, bukan lafaznya.
2. Hadis Ahad
1) Pengertian hadis ahad
Hadis ini merupakan hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis
mutawatir.
2) Pembagian hadis ahad
a. Hadis masyhur
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih pada
setiap tingkatan sanad, selama jumlahnya tidak mencapai jumlah
perawi hadis mutawatir.
b. Hadis ‘aziz
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh paling sedikit dua orang pada
setiap thabaqat (tingkatan) sanadnya, dan boleh jadi lebih dari dua
orang, dengan syarat bahwa pada salah satu tingkatan sanadnya harus
ada perawinya yang terdiri dari dua orang.
c. Hadis gharib
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu orang periwayat, baik pada
semua tingkatan sanad maupun pada sebagiannya saja. Hadis gharib
terbagi dua, pertama hadis gharib mutlak, yang diriwayatkan secara
sendirian pada tingkatan sahabat. Kedua hadis gharib nisbi, yang
diriwayatkan secara sendirian ditengah-tengah sanad, meskipun
diriwayatkan oleh banyak periwayat pada tingkatan sahabat.

F. Hadis Sahih dan Hasan


1. Pengertian Hadis Sahih dan Hasan
Hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, para periwayatnya
bersifat ‘adil dan dabit, tidak mengandung syaz (kejanggalan) dan ‘illat
(cacat). Hadis hasan adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan
oleh periwayat yang ‘adil, tidak mengandung syaz atau ‘illat, tetapi diantara
periwayatnya dalam sanad ada yang kurang dabit.

2. Kriteria Hadis Sahih dan Hasan


1) Sanad bersambung
2) Periwayat bersifat ‘adil (tidak berat sebelah, tidak zalim, lurus)
3) Periwayat bersifat dabit (terpelihara kebenarannya)
4) Terhindar dari syaz (kejanggalan)
5) Terhindar dari ‘illat (cacat)

3. Pembagian Hadis Sahih dan Hasan


1) Pembagian hadis sahih
Hadis sahih dibagi menjadi dua macam, yaitu hadis sahih li zatih dan
hadis sahih li gairih. Hadis sahih li zatih adalah hadis yang memenuhi
kriteria-kriteria hadis sahih yang lima sebagaimana dijelaskan
sebelumnya. Hadis sahih li gairih adalah hadis yang kesahihannya
dibantu oleh hadis lain, atau hadis hasan li zatih (yang diperkuat) oleh
hadis lain yang memiliki kualitas yang sama atau kualitas yang lebih
tinggi.
2) Pembagian hadis hasan
Hadis hasan juga dibagi menjadi dua macam, yaitu hadis hasan li zatih
dan hadis hasan li gairih. Hadis hasan li zatih adalah hadis yang
memenuhi kriteria hadis hasan yang lima, kehasanannya bukan karena
dukungan atau bantuan hadis lain, tetapi karena dirinya sendiri. Hadis
hasan li gairih adalah hadis yang berkualitas hasan karena adanya hadis
lain yang menguatkan dan mengangkatnya.

G. Hadis Dha’if
1. Pengertian Hadis Dhaif
Kata dha’if menurut bahasaberarti lemah, sebagai lawan kata dari al-
qawiy (yang kuat). Hadis dha’if berarti hadis yang sakit. An-Nawawi
mendefinisikan hadis dha’if sebagai hadis yang didalamnya tidak terdapat
syarat-syarat hadis sahih dan syarat-syarat hadis hasan. Jelas dikatakan
bahwa hadis yang tidak memenuhi satu persyaratan saja dari beberapa
persyaratan hadis maqbul (hadis sahih dan hasan) disebut hadis dha’if.

2. Kriteria Hadis Dhaif


Kriteria hadis dha’if adalah kebalikan dari kriteria hadis sahih, yaitu:
1) Sanadnya terputus
2) Periwayatnya tidak ‘adil
3) Periwayatnya tidak dabit
4) Mengandung syaz
5) Mengandung ‘illat
3. Macam-macam Hadis Dha’if
 Hadis mu’allaq
Menurut Mahmud at-Tahhan menyebutkan bahwa hadis mu’allaq adalah
hadis yang dihapus (dibuang) dari awal sanadnya seorang perawi atau
lebih secara berturut-turut.
 Hadis mursal
Yaitu suatu hadis disebut mursal apabila diriwayatkan tabi’i langsung
dari Nabi tanpa menyebut sahabat. Hadis mursal adalah hadis yang
disandarkan langsung kepada Nabi oleh at-tabi’i, tanpa terlebih dahulu
disandarkan kepada sahabat Nabi.
 Hadis munqathi’
Hadis munqathi’ adalah hadis yang ditengah sanadnya ada periwayat
yang gugur seorang atau dua orang tidak secara berurutan.
 Hadis mu’dhal
Hadis ini adalah hadis yang gugur pada sanadnya dua orang atau lebih
secara berurutan.
 Hadis mudallas
Yaitu hadis yang diriwayatkan dengan cara yang diperkirakan bahwa
hadis itu tidak bercacat.
 Hadis maudhu’
Yaitu hadis dusta yang dibuat-buat dan dinisbahkan kepada Rasulullah.
Menurut istilah hadis maudhu’ adalah pernyataan yang dibuat seseorang
secara palsu dan dusta kemudian dinisbahkan kepada Nabi Saw.
 Hadis matruk
yaitu hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang tertuduh dusta.
 Hadis munkar
Yaitu hadis yang dalam sanadnya terdapat periwayat yang mengalami
kekeliruan yang parah, banyak mengalami kesalahan, dan pernah
berbuat fasik.
 Hadis mudraj
Ialah hadis yang bentuk sanadnya diubah atau kedalam matannya
dimasukkan sesuatu kata atau kalimat yang sebetulnya bukan bagian
dari hadis tersebut tanpa ada tanda pemisah.
 Hadis maqlub
Ialah hadis yang didalamnya periwayat menukar suatu kata atau kalimat
dengan kata atau kalimat yang lain. Hadis maqlub terbagi dua, yaitu
maqlub as-sanad dan maqlub al-matn.
 Hadis mazid
Jika sebuah hadis mendapat tambahan kata atau kalimat yang bukan
berasal dari hadis itu, baik pada sanad maupun pada matan, maka hadis
itu dinamakan hadis mazid.
 Hadis muttarib
Kata al-muttarib berasal dari kata al-ittirab, yang berarti kekacauan
sesuatu atau kerusakan aturannya. Hadis ini adalah hadis yang
diriwayatkan dengan cara yang berbeda-beda, tetapi sama dalam
kekuatannya.
 Hadis musahhaf
Adalah hadis yang mengalami perubahan lafal ataupun makna, baik
perubahan karena faktor pendengaran maupun penglihatan yang terjadi
pada sanad atau matan.
 Hadis majhul
Hadis majhul adalah hadis yang tidak diketahui jati diri periwayat atau
keadaannya. Hadis majhul diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu
majhul al-‘ayn, majhul al-hal, dan al-mubham

H. Hadis Maudhu’
1. Pengertian hadis maudhu’
Menurut istilah, hadis maudhu’ adalah kebohongan yang diciptakan dan
dibuat yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. Hadis mardhu’ adalah
hadis (pernyataan, perbuatan maupun ketetapan) yang diciptakan, dibuat dan
diadakan seseorang, kemudian dinisbahkan kepada Nabi Saw. secara palsu
dan dusta, baik secara sengaja atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai