Dosen Pengampu:
Drs. Achmad Hasmi Hashona, M. A.
Disusun Oleh
Kelompok 1
Muhammad Faqih Firman NIM. 2108056049
Miftahul Mu’minin NIM. 2108056034
Hadziq Isomuddin NIM. 21080560
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Hadits didefinisikan pada umunya oleh ulama seperti definisi Al-Sunnah yaitu
sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Muhammad SAW, baik ucapan,
perbuatan maupun taqrir (ketetapan), Sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau menjadi
nabi atau sudah menjadi nabi. Ulama ushul fiqih membatasi pengertian hadits hanya pada
ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum”; sedangkan bila
mencakup perbuatan dan taqrir beliau yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini
mereka namai dengan sunnah. Pengertian hadits seperti yang dikemukakan oleh ulama
ushul fiqih tersebut, dapat dikatakan sebagai bagian dari wahyu Allah SWT yang tidak
berbeda dari segi kewajiban menaatinya dan ketetapan-ketetapan hukum yang bersumber
dari wahyu Al-Quran. (Quraisy Shihab, Membumikan AlQuran, (Bandung: Mizan,
1994), hlm. 21.)
Hadits merupakan sumber ajaran agama Islam, pedoman hidup kaum muslimin
yang kedua setelah Al-quran, Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-quran sebagai
sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa hadits sebagai sumber hukum
islam juga. Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin
akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal cara shalat, kadar dan ketentuan zakat,
cara haji dan lain sebagainya. sebab ayat-ayat Al-quran dalam hal itu hanya berbicara
secara global dan umum, yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah,
selain itu juga akan mendapat kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat
yang musytarak, dan muhtamal, dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan hadits
atau sunnah untuk menafsirkannya atau menjelaskanya. (H. A. Sadali Dkk, Dasar-dasar
Agama Islam, Universitas terbuka, Jakarta, Tahun 1999, Hal 315)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis perlu untuk merumuskan
masalah mengenai Hadis dan Kedudukannya sebagai berikut:
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan hadits.
2. Menjelaskan tentang macam-macam hadits.
3. Menjelaskan perbedaan hadits sunnah, asar, khabar.
4. Menjelaskan kedudukan hadits dalam syari’at islam.
5. Menjelaskan fungsi hadis
C. TUJUAN
Sebagaimana yang terdapat dalam rumusan masalah maka tujuan dari
penulisannya ini adalah:
1. Untuk memahami tentang hadis.
2. Untuk memahami macam-macam hadis.
3. Untuk mengidentifikasi perbedaan hadits sunnah, asar, khabar.
4. Untuk mengetahui kedudukan hadits dalam syari’at islam.
5. Untuk mengetahui fungsi hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hadits
Hadits menurut Bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat
atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain. Hadits secara bahasa
juga bisa diartikan ucapan, perkataan, khabar, cerita dan wawancara. Bentuk jama’nya
adalah ahaadits. Hadits menurut istilah ahli hadits adalah: “Segala yang disandarkan
kepada Nabi saw, baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir (diam/persetujuan) atau sifat
beliau.” (Thahhan, 1996: 15). Contoh perkataan Nabi adalah sabda beliau:
“Sesungguhnya setiap perbuatan itu didasari oleh niat, dan bagi setiap orang apa yang dia
niatkan” (HR. Bukhari Muslim). Contoh perbuatan Nabi adalah cara wudhu, shalat,
manasik haji dan lain sebagainya yang beliau kerjakan. (Muhammad hambal Shafwan,
“Studi Ilmu Hadits”, (Malang: Pustaka Learning Center 2020), hlm. 20)
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik
itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir).
2. Macam-Macam Hadits
a. Hadits Qauliyah (ucapan)
Hadits Qauliyah adalah hadits Rasulullah SAW, yang diucapkan dalam berbagai
tujuan dan persuaian (situasi).
b. Hadits Fi’liyah (perbuatan)
Hadits Fi’liyah adalah perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti
pekerjaan melakukan shalat 5 waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya,
pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu saksi
dan sumpah dari pihak penuduh.
c. Hadits Taqririyah (perkataan)
Hadits Taqririyah adalah perbuatan sebagian para sahabat nabi yang telah
diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan,
sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan
anggapan baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan
itu. Bila sesesorang melakukan suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan
dihadapan nabi atau pada masa nabi, nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu
dan mampu menyanggahnya, namun nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal
itu merupakan pengakuan dari nabi.
Artinya :
“sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah (Q.S.Al-Ahzab:21).
Dari ayat diatas jelas bahwa Rasul SAW adalah Rasulullah memiliki kedudukan
penting di tengah-tengah kaumnya, terutama menghadapi problema mereka
berkenaan dengan figure atau profil tokoh riil yang baik untuk dicontoh.
Menurut keterangan Al-Qur’an itu sendiri jelas, bahwa Muhammad SAW adalah
Rasulullah yang diutus untuk menjadi teladan bagi umat manusia. Menjadi teladan
disini, bukan hanya sekadar sebagai profil yang tampil untuk waktu-waktu tertentu,
melainkan untuk waktu-waktu tertentu melainkan untuk sepanjang kehidupan.
Dengan menjadi teladan dalam kehidupan, maka ada tokoh yang mudah ditiru untuk
dijadikan sebagai profil ideal untuk dicontoh dalam kehidupan.
Dari kedudukan rasul SAW di atas, maka kedudukan hadits dalam islam adalah
sebagai contoh nyata untuk diteladani oleh segenap umat manusia. Prof.DR.H.M.Erfan
Soebahar,M.Ag.Opcit, hal. 16
5. Fungsi Hadits
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wayu dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Mizan, 1994.
H. A. Sadali Dkk, Dasar-dasar Agama Islam, Universitas terbuka, Jakarta, Tahun 1999.