PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
:
Aku tinggalkan bagi kamu dua perkara yang mana kamu tidak akan sesat
selagimana kamu berpegang teguh kepadanya : Kitab Allah dan Sunnah
RasulNya. (Hadis riwayat Imam Malik & Tirmizi).
Hadist merupakan dasar ajaran umat Islam setelah al quran. Meskipun
demikian, Hadist tidak dapat dipisahkan dengan Al Quran, karena hadist
secara fungsioanal merupakan ekspansi terhadap kandungan isi Al
Quran. Sesuai dengan ayat Allah dalam surat an nahl ayat 44 :
Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan.
Walaupun hadist merupakan dasar umat Islam, tetapi sebagian umat
Islam ada yang belum mengerti apa itu makna hadist. Kadangkala,
mereka mengartikan hadist sama dengan sunnah, khobar, atau atsar. Hal
ini dikarenakan mereka hanya mempelajari secara dzohirnya saja, tidak
mendalami dengan baik pengertian dari hadist itu sendiri. Sehingga
mereka menganggap sunnah, khobar atau atsar sama dengan hadist.
b.
Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A.
a. Pengertian Hadist
Sebelum membahas makna hadist secara terminologi, kali ini akan
dibahas terlebih dahulu pengertian hadist secara etimologi. Hadist berasal
dari bahasa arab yakni al haadist, bentuk jamak dari al ahaadist, al
hidsaan dan al hudsaan.[1]
Bentuk jamak al ahaadist disebut sebagai simai yaitu dalam terminology
disebut sesuatu yang didengar dari pembicaraan (kalam) bahasa arab
yang kemudian kata tersebut digunakan sebagaimana adanya dalam
sehari-hari. Sedangkan bentuk kedua lainnya disebut qiyasi, yaitu sesuatu
yang diqiyaskan dengan wazan tertentu. Dengan demikian, kata al
hidsaan dan al hudsaan itu diqiyaskan mengikuti wazan filan dan fulan
yang dipakai sebagai standar baku dikalangan ahli bahasa. Di antara
ketiga jamak tersebut, kata al ahadist lebih banyak dipakai untuk
menyebut hadist-hadist Rasulullah, seperti ahadist Rasul, dan jarang
sekali dipakai kata hudsaan ar rasul ataupun hidsaan ar rasul.
Secara etimologi, hadist juga bias bermakana al jadiid (baru), lawan dari
al qadiim (terdahulu). Melihat dari makna al jadiid ini berorientasi kepada
kalam nabi Muhammad SAW, dan sebaliknya al qadiim lebih berorientasi
terhadap firman-firman Allah SWT.
Selain di atas, hadist dalam makna etimologi bermakna Al khabaar
(berita). Hal ini disandarkan dari ungkapan dalam pemberitaan hadist
yang
diungkapakan
oleh
para
perawi
yang
menyampaikan
yang
disandarkan,
atau
Sesuatu
yang
disandarkan
Sesuatu
Pengertian Sunnah
Sunnah secara etimologi berasal dari bahasa Arab sanna, yasunna,
sunnatan, yang berarti perilaku yang mentradisi, norma-norma, undangundang.[3] Secara etimologi, istilah sunnah memiliki arti yang berabeka
ragam. Di antaranya = Suatu perjalanan yang diikuti, baik
dinilai perjaanan baik atau perjalanan buruk. Misalnya sabda Nabi SAW :
3.
c.
Pengertian Khabar
Secara etimologi, khabar diartikan = berita. Dan dari segi istilah di
antar para ulama mendefinisikan sebagai :
Sesuatu yang datang dari nabi Muhammad SAW dan dari yang lain seperti
para sahabat, tabiin dan pengikut tabiin atau orang-orang setelahnya.
Pengertian atsar
Secara etimologi atsar di artikan peninggalan atau bekas
sesuatu, maksudnya peninggalan atau bekas Nabi (hadis). Atau bisa
diartikan sebagai
dapat
dilihat
dari
sandarannya
yang
ada
dua;
Pertama,
seperti
yang
dikatakan
Dr.
Subhi
Shalih
dalam
bukunya
Allah
yang
mengandung
mujizat,
diturunkan
kepada
Nabi
1. Al quran adalah firman Allah SWT, bukan sabda Nabi, manusia atau juga
malaikan dan lain sebagainya.
2. Al quran mengandung mujizat seluruh kandungannya sekalipun sekecil
huruf dan titinyapun dapat mengalahkan lawan-lawannya.
3. Al quran diturunkan secara mutawatir sehingga kepastiannya itu mutlak.
Sedangkan hadist qudsi kebanyakan adalah khabar ahad sehingga
kepastiannya masih merupakan dugaan. Adakalanya hadist qudsi itu
shahih, hasan, terkadang pula dhaif.
4. Membaca al quran adalah ibadah sedangkan membaca hadist qudsi tidak
.
C.
masyarakat Arab secara umum. Artinya tradisi tersebut telah ada dan
dilakukan oleh para Sahabat untuk meriwayatkan hadits.
Tampaknya hasil kajian Schacht mulai menunjukkan kelemahan dengan
banyaknya bantahan dari pakar Islam. Adalah Dr. Ugi Suharto dengan
analisanya telah menguatkan bantahan M.M. Azami terhadap Schacht.
Beliau mengatakan bahwa tradisi periwayatan hadits dengan isnad telah
dimulai sejak para Sahabat menerima hadits dari Rasul Saw. Salah satu
contoh yang dikemukakan oleh Dr. Ugi Suharto adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya bahwa Rasul Saw telah
bersabda: Hendaklah orang yang muda memberi salam kepada yang
tua, yang berjalan kepada yang duduk, dan yang sedikit kepada yang
banyak. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ahmad ibn Hanbal
dari Abd al-Razzaq dari Mamar dari Hammam ibn Munabbih dari Abu
Hurairah r.a.
Dalam rangkaian sanad tersebut yang menarik adalah bahwa semua rawi
tersebut adalah ahli hadits dan memiliki kitab-kitab hadits. Sebagaimana
diketahui bahwa Abu Dawud (w. 275 H/888 M) adalah murid dari Imam
Ahmad (w. 241 H/855 M) dan meriwayatkan hadits darinya. Hadits di atas
terdapat dalam Sunan Abu Dawud dalam Kitab al-Adab, bagian Bab Man
Awla bi al-Salam. Hal demikian sudah tentu Abu Dawud selama belajar
kepada Imam Ahmad sempat menyimak Musnad milik Imam Ahmad.
Ternyata ketika membuka Musnad Imam Ahmad hadits tersebut
ditemukan di sana. Hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa Musnad
Imam Ahmad turut berperan menjadi rujukan Imam Abu Dawud.
Usaha kalangan orientalis yang menyerang agama ini akan terus
menemui kebuntuan. Hal ini karena para ulama dan para fuqoha serta
orang-orang yang ikhlas tidak akan pernah berhenti menyingkap
kebohongan-kebohongan mereka dengan menampakkan kebenaran Islam.
Serta mengembalikan dan meluruskan kembali pemahaman kaum
muslimin, menyingkirkan racun pemikiran (sekulerisme, liberalisme,
yang
perundang-undangan
setelah
Al-Quran
sebagaimana
yang
pokok
tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad lamanya,
tetapi murni dalam teksnya
Menurut Ahmad hanafi Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum
sesudah Al-Quranmerupakan hukum yang berdiri sendiri.
dapat
dilaksanakan
dalam
kehidupan
manusia.
Karena
itu,
Barangsiapa yang mentaati Rosul, maka sesungguhnya dia telah
mentaati Alloh2[7]
Sejak masa sahabat sampai hari ini para ulama telah bersepakat dalam
penetapan hukum didasarkan juga kepada Hadits Nabi, terutama yang
berkaitan dengan petunjuk operasional.
Dalam ayat lain Allah berfirman QS. Al-Hasyr :: 7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, makatinggalkanlah.
Dalam Q.S An Nisa 59, Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembali kanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya)
Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak
cukup hanya berpedoman pada Al-Quran dalam melaksanakan ajaran
Islam, tapi juga wajib berpedoman kepada Hadits Rasulullah Saw.
BAB III
PENUTUP
Dari
pembahasan makalah di
atas
penulis
memberikan
beberapa
3.
4.
5.
6.
Allah SWT
Hadist nabawi merupakan segala sesuatu yang dinisbatkan kepada
Rasulullah dan diriwayatkan dari beliau. Adapun hadist qudsi dinisbatkan
kepada Allah yang berupa kalam, sedangkan Rasul SAW menceritakan dan
meriwayatkan dari Allah SWT. Sedangkan al quran merupakan mukjizat
yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad secara mutawattir dan
yang membacanya merupakan ibadah berbeda dengan hadis nabawi atau
hadist qudsi yang membacanya bukan termasuk bentuk ibadah.
Daftar Pustaka
Ichwan, Mohammad Nor, 2007. Studi Ilmu Hadis. Semarang; RaSAIL Media
Grup.
Khon, Abdul Majid, 2009. Ulumul Hadis. Jakarta; KDT
Solahuddin, M. Agus, 2008. Ulumul Hadis. Bandung; Pustaka Setia
Diktat Mata Kuliah Ulumul Hadist STAIL Hidayatullah Surabaya 2007.
http//:www.perbedaan-antara-sunnah-dengan-hadits.html