Anda di halaman 1dari 45

1

HADIS TENTANG BID’AH

(Suatu Analisis Kritik Berdasarkan Kualitas Hadis\)

MAKALAH

Dibuat Menjadi Presentasi serta Untuk Memenuhi Tugas


Pada Mata Kuliah: Ta>kKHrij al-Ha>dis & Praktikum
Semester 3 Tahun Akademik 2022

Dosen Pengampu: Makmur S.TH.i, M.TH.i.

OLEH

IRWANSAH (301561210040)

JURUSAN USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH


PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) MAJENE
2022
2

KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
‫نبين ا وحبيبن ا‬,‫ والص الة والس الم على اش رف األنبي اء واملرس لين‬,‫الحم د هلل رب العلمين‬

‫ اما بعد‬,‫محمد وعلى اله وصحبه اجمعين‬

Alh}amdulilla>hi rabbil ‘a>lami>n. Puji syukur atas kehadirat Allah


subh}a>nahu> wa ta'a>la>. Yang senantiasa memberikan cahaya ilmu-Nya
kepada sekalian manusia, sehingga insan manusia mampu menyelesaikan segala
permasalahan dalam kehidupan. Tentunya tidak lepas juga kaitannya dengan
penulis berkat penerangan ilmu-Nya lah, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tulisan ini sebagai salah satu tugas mata kuliah Takhri>j al-H{adi>s.
Shalawat dan salam, tak terlupa pula penulis kirimkan kepada Nabi
Muhammad s}allalla>hu'alaihi wa sallam, para sahabat dan keluarganya, Nabi
yang menjadi suri tauladan bagi kita semua. Penulis menyadari akan
kesempurnaan tulisan yang tergolong sangat jauh dari kesempurnaan tersebut.
Olehnya itu saran dan kritikan yang membanguntetap penulis harapkan dari
sekalian khalayak. Dan juga tak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyelesaian
makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga segala sumbangsi yang telah
diberikan oleh berbagai pihak mendapat berkah disisi Allah Subh}a>nahu >wa
ta’al>a> dan segala aktivitas kita bernilai ibadah dihadapan-Nya. Aamiin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pambusuang, 17 Januari 2023

Penyusun,
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mustafa al-Siba’iy dalam bukunya “al-Sunnatu wa makanatuha fi al-

tasyri‘ al-Islami” menyatakan bahwa umat Islam sejak dahulu sampai sekarang

telah sepakat (ijma') menetapkan bahwa hadis atau sunnah Rasul berupa

perkataan, perbuatan dan pengakuannya merupakan dasar atau sumber hukum

Islam yang wajib diikuti.1 Tidak dapat diragukan lagi bahwa al-Hadis adalah

sumber yang kedua hukum islam dan seluruh ulama sepakat menetapkan bahwa

al-Sunnah itulah yang bertindak mengikuti segala apa yang dikehendaki al-

Quran. Olehnya itu al-Hadis merupakan penjelasan, penafsir, pengqaid, dan

pentakhsis. Allah menerangkan kedudukan Sunnah terhadap al-Quran dalm surah

al-Nahl ayat 44, kedudukan Sunnah sebagai penjelas bila al-Quran tidak

menyebutkan rincian dan penjelasan tentang suatu permasalahan. Itulah

kesimpulan yang dipetik oleh ’Imran bin Husain ketika melempar tuduhan yang

sangat lengah dan tidak sehat akan pemahaman seorang lelaki, yang berkata

"Apakah semua itu dapat engkau temukan jelas dalam Kitab Allah? al-Quran

tidak menjelaskan hal ini dan hanya menyebutkannya secara global. Yang

menerangkannya dengan jelas dan tegas adalah Sunnah.

Pada sisi lain, al-Quran berbeda dengan hadis Nabi, yaitu dari segi

periwayatan al-Quran bersifat qat}'i al-wurud. Sedangkan untuk hadis Nabi

umumnya bersifat zann al-wurud.2 Olehnya itu dalam periwayatan hadis

1
Ambo Asse, Pengantar Memahami Hadis Nabi. (Makassar: Dar al-Hikmah wa
al-'Ulum, 2010), h. 69.
2
Mahmud al-Tahhan, Usul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid (Cet. III; al-Riyad}:
Maktabah al-Ma’arif, 1417 H./1996 M), h. 13-14.
4

mengalami periwayatan secara maknawi berbeda dengan al-Qur'an yang terjamin

keaslian teksnya dari Allah swt.

Metode periwayatan yang terjadi di zaman Nabi tentulah berbeda dengan

apa yang terjadi pada zaman setelah beliau. Pada zaman Nabi lebih bebas karena

jika ditemukan adanya pemalsuan hadis maka akan segera diteliti lebih lanjut

apakah ada periwayatan langsung oleh Nabi. Berbeda dengan periwayatan yang

terjadi setelah Nabi wafat, maka akan lebih sulit menentukan apakah benar hadis

tersebut berasal dari Nabi sehingga terajdinya syarat-syarat yang ditetapkan oleh

para ulama.

Namun sebagian ahli hadis, ahli fiqhi, dan ahli ushul bersikap ketat.

Mereka mewajibkan periwayatan hadis dengan lafaz, dan tidak diperbolehkan

periwayatan dengan makna sama sekali. Mayoritas ulama cenderung

berpendapat bahwa seorang muhaddis boleh meriwayatkan dengan makna, tidak

dengan lafaz, bila ia memahami bahasa Arab dengan segala seluk-beluknya dan

mengerti makna-makna dan kandungan hadis serta memahami kata yang bisa

merubah makna dan kata yang tidak bisa merubahnya. Bila demikian, ia

diperbolehkan meriwayatkan dengan makna. Karena dengan pemahamannya

yang kuat, ia bisa menghindari perubahan makna dan pergeseran hukum-hukum

yang terkandung di dalamnya.

Kemudian setelah adanya periwayatan hadis maka kajian selanjutnya

merupakan langkah penelitian dan pentashihan hadis, seperti yang dilakukan oleh

Imam Bukhari, Imam Muslim dengan menggunakan kriteria tersendiri dalam

menilai kualitas sebuah riwayat, hingga hal tersebut berlanjut sampai sekarang

dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan. Sehingga lahirlah ilmu

yang khusus menjadikan objek kajian sanad hadis, matan serta periwayat hadis.
5

Olehnya itu untuk melihat kualitas hadis baik dari segi sanad, matan serta

perawinya sangat penting adanya kegiatan naqd al-hadis (kritik hadis) yang

menguji validitas hadis agar nantinya dapat dijadikan sebagai hujjah dan landasan

hukum dalam mengaplikasikan nilai-nilai ibadah. Takhrij al-hadis merupakan

metode serta upaya untuk mengembalikan hadis pada sumber aslinya sehingga

nantinya dapat dilihat manakah yang termasuk hadis sahih, hasan serta da’if.

Dengan demikian kami mengambil sebuah hadis yang akan kami teliti

bedasarkan metode-metode tersebut, karena melihat realitas yang ada sekarang

ini banyak orang yang terkesan lupa dengan apa yang diajarkan, apa yang

disampaikan oleh Nabi, mereka cenderung berlepas dari dua sumber hukum

pokok Islam, yaitu al-Quran dan Hadis, karenanya kami mencoba meneliti hadis

yang berkaitan dengan hal tersebut, apakah hadis mengenai pedoman umat Islam

adalah al-Quran dan al-Hadis, dalam artian apakah hadis tersebut sahih atau tidak

sahih.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penelitian Takhrij al-Hadis?

2. Bagaimana kualitas hadis berdasarkan kritik sanad?

3. Bagaimana kualitas hadis berdasarkan kritik matan?

C. Tujuan & Kegunaan

1. Untuk mengetahui penelitian Takhrij al-Hadis

2. Untuk mengetahui kualitas hadis berdasarkan kritik sanad

3. Untuk mengetahui kualitas hadis berdasarkan kritik matan


6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Takhrij Hadis

Menurut bahasa, kata takhrij adalah bentuk masdar dari kata kharraja-

‫خترجيا‬-‫خيرج‬-‫) خرج‬, yang terdiri dari huruf kha, ra, dan jim,
yukharriju-takhrijan (

mempunyai dua makna dasar yaitu: al-nafaz\ ‘an al-syai’ (‫ ) النفاذ عن الشئ‬yang

artinya menembus sesuatu dan ikhtilaf launain (‫ ) اختالف ل ونني‬yang artinya

perbedaan dua warna.3 Kata takhrij memiliki makna memberitahukan dan

mendidik atau bermakna memberikan warna berbeda. 4 Menurut Mahmud al-

Tahhan, takhrij pada dasarnya mempertemukan dua perkara yang berlawanan

dalam satu bentuk.5 Sedangkan menurut Hasbi as-Shiddieqy dalam sejarah dan

ilmu hadis|, takhrij menurut bahasa yaitu mengeluarkan sesuatu dari suatu

tempat.

Menurut istilah ada beberapa definisi takhrij yang dikemukakan oleh para

ulama, diantaranya sebagai berikut:

1. Mengambil suatu hadis dari suatu kitab lalu mencari sanad yang lain dari

sanad penyusun kitab itu. Istilah lain juga disebut mukharrij, mustakhrij.6

2. Menerangkan bahwa hadis itu terdapat dalam suatu kitab yang dinukilkan

ke dalamnya oleh penyusunnya dari suatu kitab lain seperti, ‫البخاري‬ ‫اخرجه‬
3. Menerangkan perawi dengan derajat hadis yang tidak diterangkan.7

3
Abu al-Husain Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya>, Mu‘jam Maqa>yi>s al-Lugah, Juz
II (Beirut: Da>r al-Fikr, 1399 H/ 1979 M), h. 175.
4
Muh}{ammad ibn Mukrim ibn Manz}u>r al-Afrīqī, Lisān al-‘Arab, Juz. II (Cet. I;
Beirut: Dār S}ādir, t. th.), h. 249.
5
Mah}mu>d al-T}ah}h}a>n, Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d, h. 7.

6
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Cet. IV; Jakarta: Amzah, 2010). h. 115.
7

Kata H}adi>s\ berasal dari bahasa Arab al-hadi>s\, jamaknya adalah al-

ah}a>di>s\ berarti sesuatu yang sebelumnya tidak ada (baru).8 Sedangkan dalam

istilah muhaddis\u>n, h}adi>s\ adalah segala apa yang berasal dari Nabi saw.

baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, persetujuan (taqrir ), sifat, atau sejarah

hidup beliu.9

Adapun kata takhri>j al-h{adi>s\, Ulama beragam dalam memberikan

defenisi. Adapun menurut Syuhudi Isma>‘il bahwa takhri>j al-h}adi>s\ ialah

penelusuran atau pencarian h}adi>s\ pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari

h}adi>s\ yang bersangkutan yang di dalam sumber itu dikemukakan secara

lengkap matan dan sanad h}adi>s\ yang bersangkutan.10 Namun defenisi yang

paling sering digunakan adalah “Mengkaji dan melakukan ijtihad untuk

membersihkan h}adi>s\ dan menyandarkannya kepada mukharrij-nya dari kitab-

kitab al-ja>mi’, al-sunan dan al-musnad setelah melakukan penelitian dan

pengkritikan terhadap keadaan h}adi>s\ dan perawinya”.11

Olehnya itu kegiatan dari takhri>j al-h{adi>s\ ini sangatlah penting,

sedikitnya ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhri>j al-

h{adi>s\ dalam melaksanakan penelitian h}adi>s\, yaitu:

 Untuk mengetahui asal-usul riwayat h}adi>s\ yang akan diteliti

7
Muh. Hasbi As-shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. (Semarang: PT Pustaka
Rezki Putra, 1997), h. 170.
8
Abu> al-H{usain Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya>, Mu‘jam Maqa>yi>s al-Lugah, h.
28.
9
Manna>' al-Qat}t}a>n, Maba>hi>s| fi> ‘Ulu>m al-Hadi>s|. (Cet. IV: Kairo; Maktabah
Wahbah, 1425 H./ 2004 M.), h. 15.
10
Muhammad Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis. (Cet. I; Jakarta: Bulan
Bintang, 1992), h. 43.
11
Abd al-Rau>f al-Mana>wi>, Faid} al-Qadi>r Syarh} al-Ja>mi‘ al-S}agi>r, Juz I (Cet.
I; Mesir: al-Maktabah al-Tija>riyah al-Kubra>, 1356 H.), h. 17.
8

 Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi h}adi>s\ yang akan diteliti

 Untuk mengetahui ada atau tidaknya sya>hid dan mutabi‘12 pada sanad

yang diteliti.

Dengan demikian, pentinganya kegiatan takhri>j al-h{adi>s\ tersebut

tidak terlepas dari unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian takhri>j al-

h{adi>s\ itu sendiri.

B. Metode Takhri>j

Untuk mengetahui kejelasan h}adi>s\ beserta sumber-sumbernya, ada

beberapa metode takhri>j yang dapat dipergunakan. Metode-metode takhri>j ini

diupayakan oleh para ulama dengan maksud untuk mempermudah mencari

h}adi>s\-h}adi>s\ Rasul. Para ulama telah banyak mengkodifikasikan h}adi>s\-

h}adi>s\ dengan mengaturnya dalam susunan yang berbeda satu dengan lainnya,

sekalipun semuanya menyebutkan ahli h}adi>s\ yang meriwayatkannya.

Perbedaan cara-cara mengumpulkan inilah yang akhirnya memunculkan Ilmu

Takhri>j.

Untuk melakukan langkah takhri>j al-h{adi>s\, maka diperlukan beberapa

metode sebagai acuan yang digunakan dalam penelitian h}adi>s\, diantaranya menurut

Abu> Muh}ammad ‘Abd al-Hadi bin ‘Abd Qadir bin ‘Abd al-Hadi menyebutkan bahwa

ada lima macam bentuk metode takhri>j antara lain:

 Takhri>j menurut lafal pertama h}adi>s\

 Takhri>j menurut lafal-lafal yang terdapat dalam h}adi>s\

 Takhri>j menurut periwayat pertama

 Takhri>j menurut tema h}adi>s\

12
al-Sya>hid adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih,
sedangkan al-muta>bi’ adalah hadis yang diriwayatkan dua orang atau lebih setelah sahabat,
meskipun pada tingkatan sahabat hanya satu orang saja. Lihat: ‘Abd al-H{|||a|||||q ibn saif al-Di>n
ibn Sa‘dulla>h al-Dahlawi>, Muqaddimah fi> Us}u>l al-H{adi>s\ (Cet. II; Beirut: Da>r al-
Basya>ir al-Isla>miyah, 1986), h. 56-57.
9

 Takhri>j menurut klasifikasi jenis h}adi>s\.

1) Takhri>j Melalui Lafal Pertama Matan H}adi>s\

Sebagian menganggap bahwa metode ini adalah cara termudah dalam

mencari h}adi>s\. Metode ini digunakan berdasarkan lafal pertama dari matan

h}adi>s\. Di samping itu, metode ini juga mengkodifikasinkan h}adi>s\-h}adi>s\

yang lafal pertamanya sesuai dengan urutan huruf hijaiyah.

Adapun kitab-kitab yang disusun berdasarkan huruf hijaiyah sebagai

berikut:

a. Kitab Al-Ja>mi’ al-S{agi>r fi> Ah{a>di>s\ al-Basyi>r al-Naz\i>r

Kitab ini dikarang oleh al-H}afi>z} Jala>l al-Di>n Abu>> al-Fad}l

‘‘Abd al-Rah}ma>n bin Abi> Bakr Muh}ammad al-Khud}airi> al-Suyu>t}i> al-

Syafi>’i atau lebih dikenal dengan Imam al-Suyu>t}i. Dalam mentakhri>j suatu

h}adi>s\, dalam kitab ini diatur menurut urutan huruf hijaiyah agar pencarian

lebih mudah. Kemudian dengan lafal pertama (awal) dari matan h}adi>s\ dengan

pasti.

Dalam kitab ini tidak menuliskan keterangan-keterangan h}adi>s\ secara

lengkap, tetapi disingkat lalu digunakan kode-kode tertentu: ‫ صح‬berarti ‫ ح‬,‫صحيح‬


berarti ‫ ض‬,‫ حسن‬berarti ‫ ضعيف‬.

Kemudian dalam penyusunan kitab ini, ditulis nama-nama kitab yang

didalamnya terdapat h}adi>s\-h}adi>s\ yang disusun. Kode-kode yang dipakai

oleh penyusun kitab ini tercantum dalam muqaddimahnya, berikut keterangan

maksud kode-kode tersebut, diantaranya:

1. ‫ ﺥ‬berarti Imam Bukha>ri> dalam S}ah}i>h}nya


2. ‫ ﻡ‬berarti Imam Muslim dalam S}ah}i>h}nya
3. ‫ ﻕ‬berarti H}adis\ muttafaq ‘alaih (Imam Bukha>ri> dan Muslim dalam
kedua s}ah}i>hnya)
10

4. ‫ ﺩ‬berarti Imam Abu>> Da>wud dalam sunannya


5. ‫ ﺕ‬berarti Imam Turmuz\iy dalam sunannya
6. ‫ ﻥ‬berarti Imam Nasa>‘i> dalam sunannya
7. ‫ ﻩ‬berarti Ibnu Ma>jah dalam sunannya
8. ٤ berarti H}adis\ yang diriwayatkan oleh empat ulama h}adis\ dalam

sunan mereka (Abu>> Da>wud, Turmuz\i>, Nasa>‘i> dan Ibnu Ma>jah)

9. ٣ berarti diriwayatkan oleh Abu>> Da>wud, Turmuz\i dan Nasa>‘i


10. ‫ ﺣﻢ‬berarti Imam Ah}mad dalam musnadnya.

11. ‫ عم‬berarti ‘Abdullah bin Imam Ah}mad dalam Zawaidnya terjadap

musnad Imam Ah}mad

12. ‫ ك‬berarti al-H{akim dalam Mustadraknya dengan keumumannya, kalau

tidak maka beliau akan menjelaskannya

13. ‫ خد‬berarti Imam Bukhari dalam kitabnya al-‘Adab al-Mufrad

14. ‫ تخ‬berarti Imam Bukhari dalam kitab al-Tarikh

15. ‫ حب‬berarti Ibnu H{ibban dalam s}ah}i>h}nya

16. ‫ طب‬berarti Imam T{abrani dalam kitabnya al-Kabir

17. ‫ طس‬berarti Imam T{abrani dalam kitabnya al-Ausat}

18. ‫ طس‬berarti Imam T{abrani dala kitabnya al-S{agir

19. ‫ ص‬berarti Sa’id bin Mansur dalam sunannya

20. ‫ ش‬berarti Imam Abi Syaibah

21. ‫ عب‬berarti ‘Abdu al-Razzaq dalam al-Jami’nya

22. ‫ ع‬berarti Abu Ya’la dalam musnadnya

23. ‫ قط‬berarti Imam al-Daruqut}ni> dalam sunannya dengan keumumannya,

kalau tidak maka beliau akan menjelaskannya

24. ‫ فر‬berarti Imam al-Dailami> dalam kitabnya Musnad al-Firdaus

25. ‫ حل‬berarti Abu Na’im dalam kitabnya al-H{ilyah


11

26. ‫ هب‬berarti Imam al-Baihaqi dalam kitabnya Sya’bul Iman

27. ‫ هق‬berarti Imam al-Baihaqi dalam kitabnya Sunan al-Kubra

28. ‫ عد‬berarti Imam Ibnu ‘Adi> dalam kitabnya al-Kamil fi al-D{u’afa

29. ‫ عق‬berarti Imam ‘Aqili> dalam kitabnya al-D{u’afa

30. ‫ خط‬berarti Imam al-Khat}ib dalam kitabnya al-Tarikh dengan

keumumannya, kalau tidak maka beliau akan menjelaskannya

b. Kitab Fath} al-Kabi>r fi> D{amm al-Ziya>dah li Ja>mi>’ al-S{agi>r

Setelah Imam Suyu>t}i selesai menyusun kitab “al-Jami>’al-S}aghi>r”

yang lain. Dalam kitab tersebut beliau menyatukan antara h}adi>s\-h}adi>s\

perkata yang terdapat dalam kitab al-Ja>mi>’al-Kabi>r dengan h}adi>s\-

h}adi>s\ dari luar al-Ja>mi’al-Kabir. Keistimewaan yang dimiliki kitab al-

Fath}u al-Kabi>r ini ialah mencakup h}adis\-h}adis\ yang banyak sekali

jumlahnya, karena ia merupakan perpaduan dari dua kitab. Sedangkan

kekurangannya beliau dalam kumpulannya tidak menyebutkan hukum-hukum

h}adis\, baik yang s}ah}i>h, h}asan dan yang Dha’if, padahal ini sangat penting

sekali. 13

Kegunaan metode kitab ini sama seperti yang digunakan oleh kitab al-

Jami>’ al-S}aghi>r yang lalu, hanya saja bila kita mendapatkan huruf (‫ )ﺯ‬ini

berarti h}adis\ tersebut berpindah dari ziyadah al-Jami’. Dalam kitab karya al-

suyu>t}i memiliki keistimewaan dan memiliki kekurangan.14

c. Kitab Jam’u al-Jawa>mi’ atau al-Ja>mi’ al-Kabi>r

13
Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, T{uruq Takhri>ji
H{adi>s\ al-Rasu>l Allah S{allalla>hu ‘Alaih wa Sallam, (Cet. I; Beirut: Da>r al-I‘tis}a>m,
1994), h. 61.
14
Keistimewaan yang dimiliki kitab al-Fath al-Kabir ini ialah karena kitab ini memuat
h}adi>s\ yang banyak sekali jumlahnya, karena ia merupakan perpaduan dari dua kitab.
Sedangkan kekurangannya tidak menyebutkan hukum-hukum h}adi>s\, baik yang s}ah}i>h},
h}asan, dan d}a’if. Lihat Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>,
T{uruq Takhri>ji H{adi>s\ al-Rasu>l Allah S{allalla>hu ‘Alaih wa Sallam, h. 29.
12

Kitab ini diklasifikasikan dalam dua kelompok,15 yakni h}adis\ perkataan

(qauliy), dan h}adis\ perbuatan (fi’liy) diklasifikasikan dalam tempatnya

tersendiri. Sistematik yang digunakan dalam penyusunan h}adis\-h}adis\ perkata

sama halnya dengan urutan huruf-huruf hijaiyah yang terdapat pada huruf

pertama dan seterusnya dari matan h}adis\. Adapun h}adis\ fi‘li> disusun

menurut nama-nama sahabat. Penyusun menuliskan nama setiap sahabat

kemudian menulis h}adis\-h}adis\ yang diriwayatkan oleh masing-masing

mereka, baik berupa perbuatan Rasul yang dilihatnya atau perbuatan sendiri.

Setelah ditemukan beberapa h}adi>s\ yang dikehendaki, maka ditemukan

kode-kode16 yang menandakan penisbatan terhadap h}adi>s\-h}adi>s tersebut

kepada kitab-kitab yang menjadi sumbernya.

Selain kitab diatas, masih ada kitab yang disusun berdasarkan metode

pertama (lafal awal) diantaranya:

15
Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, T{uruq Takhri>ji
H{adi>s\ al-Rasu>l Allah S{allalla>hu ‘Alaih wa Sallam, h. 30.

16
Kode-kode yang dimaksud sebagai berikut: 1) ‫ خ‬Imam Bukhari. 2) ‫ م‬Imam Muslim. 3)
‫ حب‬Ibnu H{ibban. 4) ‫ ك‬al-H{akim dengan penjelaan jika tidak dijadikan umum dalam
Mustadraknya. 5) ‫ ض‬D{iya’ al-Maqdisi> dalam al-Mukhtarah. 6) ‫ د‬Abu Dau>d al-Sajistani.> 7) ‫ت‬
al-Turmuz\i.> 8) ‫ ن‬al-Nasa’i>. 9) ‫ ه‬Ibnu Majah. 10) ‫ ط‬Abu Dau>d al-T{ayalisi.> 11) ‫ حم‬Ah}mad
bin H{anbal. 12) ‫‘ عم‬Abdullah bin Ah}mad bin H{anbal dalam Ziyadah al-Musnad. 13) ‫‘ عب‬Abdul
Razzaq. 14) ‫ ص‬S{aid bin Mans}ur. 15) ‫ ش‬Ibnu Abi Syaibah. 16) ‫ ع‬Abu Ya’la. 17) ‫ طب‬T{abrani>
dalam al-S{agir. 18) ‫ طس‬T{abrani> dalam al-Ausat}. 19) ‫ طص‬T{abrani> dalam al-S{agir. 20) ‫ قط‬al-
Daruqut}ni> dengan dijelaskan bila tidak dijadikan umum dalam Sunan. 21) ‫ حل‬Abu Na’im dalam
al-H{ilyah. 22) ‫ ق‬al-Baihaqi> dengan dijelaskan bila tidak dijadikan umum dalam Sunan. 23) ‫هب‬
al-Baihaqi> dalam Sya’bul Iman. 24) ‫ عق‬al-‘Aqili> dalam al-D{u’afa. 25) ‫ عد‬Ibnu ‘Adi> dalam al-
Kamil. 26) ‫ خط‬al-Khat}ib dengan dijelaskan bila tidak dijadikan umum dalam al-Tarikh. 27) ‫كر‬
Ibnu Asakir dalam Tarikhnya. Selanjutnya perbedaan antara kitab al-Jami’ al-S{agir dan al-Jami’
al-Kabir yaitu kode huruf Qaf ( ‫) ق‬. Huruf Qaf dalam kitab al-Jami’ al-S{agir berarti Muttaqun
‘Alaihi, tetapi dalam kitab al-Jami’ al-Kabir berarti Imam al-Baihaqi. Lihat Abu Muh}ammad
Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, T{uruq Takhri>ji H{adi>s\ al-Rasu>l Allah
S{allalla>hu ‘Alaih wa Sallam, h. 32-33.
13

a. Kitab al-Ja>mi’ al-Azha>r min al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Anwa>r

karangan al-Ha>fiz} Abd al-Ra‘uf bin Taj al-Di>n ‘Ali> bin al-

H{adda>di> al-Mana>wi> al-Qaha>ri> al-Syafi>’i>.

b. Kitab Hidayah al-Bary ila> Tartib ‘Ahdits al- Bukhary, karya as-Sayyid

‘Abdur-Rahman bin ‘Anbar ath-T{aht}awi>

c. Kitab Kunu>z al-Haqo’iq Fi> H}adi>s\ Khair al-Khala’il, karya ‘Abdu

ar-Rauf al-Manawi>

d. Kitab al-Maqa>s}id al-H}asanah Fi> Baya>n Kas\i>r min al-Ah}a>dis\

al-Musytahirah ‘ala al-Alsinah, karya al-H{a>fiz} Syamsuddin Abu> al-

Khair Muh}ammad bin ‘Abdu al-Rahman al-Sakhawi>. wafat pada tahun

905 H.

e. Kitab Tamyiz al-Thayyib Min al-Khabits Fi> Ma> Yadu>ru ‘Ala Alsinati

an-Na>s min al-H}adi>s\, karya Imam ‘Abdu al-Rahman bin Ali terkenal

dengan Ibnu al-Diiba’, murid al-H}afiz} al-Sakhwi>.

f. Kitab Kasyf al-Kahafa wa Muziil al-Ilbas Amma Asytahara min al-

H}adis\ Ala Alsinahan-Naas, karya Syeikh Isma’il bin Muh}ammad bin

‘Abdu al-Hady al-Jiraahy Al’ajluny ad-Dimasyqy, wafat pada tahun 1162.

2) Takhri>j Melalui Kata-kata Dalam Matan H}adi>s\

Metode ini bergantung kepada kata-kata yang terdapat dalam matan

h}adi>s\, baik itu berupa isim (nama benda) atau fi‘il (kata kerja). Dalam

penyusunan kitab ini menitikberatkan peletakan h}adi>s\ menurut lafal-lafal yang

asing. Semakin asing (gharib) suatu kata, maka pencarian h}adi>s\ akan semakin

mudah dan efisien. Di samping itu kitab ini mempunyai keistimewaan dan

kekurangan17.

17
Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, T{uruq Takhri>ji
H{adi>s\ al-Rasu>l Allah S{allalla>hu ‘Alaih wa Sallam, h. 60-61.
14

Di antara keistimewaan metode ini ialah: 1) Metode ini mempercepat

pencarian h}adi>s\-h}adi>s\; 2) Para penyusun kitab-kitab takhri>j dengan

metode ini membatasi h}adi>s\-h}adi>s\ dalam beberapa kitab-kitab induk

dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab dan halaman; 3) Memungkinkan

pencarian h}adi>s\ melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan

h}adi>s\.

Sedangkan di antara kekurangan metode ini ialah: 1) Keharusan memiliki

kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmu-ilmunya yang memadai. Karena

metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap kata-kata kuncinya kepada

kata dasarnya; 2) Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat

untuk mengetahui nama sahabat yang menerima h}adi>s\ dari Nabi saw.; 3)

Terkadang suatu h}adi>s\ tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang

mencarinya harus menggunakan kata-kata yang lain.

Pada kitab ini dalam metode takhri>j melalui kata-kata yang terdapat

dalam Matan h}adi>s\ adalah kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s

al-Nabawi> oleh A. J. Wensinck. Kitab Mu’jam ini merupakan kumpulan

h}adi>s\-h}adi>s\ yang terdapat dalam Sembilan kitab induk h}adi>s\: a)

S}ah}i>h al-Bukha>ri>y; b) S}ah}i>h Muslim; c) Sunan Turmudz\iy; d) Sunan

Abu>> Da>wud; e) Sunan Nasa>’i>; f) Sunan Ibnu Ma>jah; g) Sunan al-

Da>rimiy>; h) Muwaththa’ Ma>lik; i) Musnad Imam Ah}mad.

Dalam mentakhri>j suatu h}adi>s\ dengan metode ini, maka langkah

pertama adalah menentukan kata kuncinya. Artinya kata tersebut adalah sebagai

alat untuk mencari h}adi>s\. Setelah itu kembalikan kata tersebut kepada bentuk

dasarnya. Lalu mencari dalam kitab mu’jam menurut urutannya dalam huruf

hijaiyah. Langkah selanjutnya mencari bentuk kata sebagaimana yang terdapat

dalam kata kunci tersebut untuk menemukan h}adi>s\ yang di maksud. Kode-
15

kode kitab terdapatnya h}adi>s\ tersebut tercantum disamping setiap h}adi>s\.

Demikian pula halnya dengan tempat h}adi>s\ tersebut dalam kitabnya. Kode-

kode tersebut bukan hanya sekedar memperkenalkan kitab sumber h}adi>s\,

tetapi bermaksud menganjurkan untuk menilai setiap h}adi>s\nya. Berikut kode-

kode yang digunakan untuk keterangan tempat h}adis}, yaitu:

 ‫ﺥ‬ berarti S}ah}i>h al-Bukha>riy dengan mencantumkan tema dan

nomor bab terhadap h}adi>s\

 ‫ ﺪ‬berarti Sunan Abu> Da>wud dengan mencantumkan tema dan nomor


bab terhadap h}adi>s\

 ‫ ﺕ‬berarti Sunan Turmuz\iy dengan mencantumkan tema dan nomor bab


terhadap h}adi>s\

 ‫ ﻥ‬berarti Sunan al-Nasa>’iy dengan mencantumkan tema dan nomor bab


terhadap h}adi>s\

 ‫جه‬ berarti Sunan Ibnu Ma>jah dengan mencantumkan tema dan nomor

bab terhadap h}adi>s\

 ‫ ﺪﻯ‬berarti Sunan Da>rimiy dengan mencantumkan tema dan nomor bab


terhadap h}adi>s\

 ‫ ﻡ‬berarti S}ah}i>h Muslim dengan mencantumkan tema dan nomor bab


terhadap h}adi>s\

 ‫ ﻃ‬berarti Muwaththa’ Malik dengan mencantumkan tema dan nomor bab


terhadap h}adi>s\

 ‫ﺣﻢ‬ berarti Musnad Imam Ah}mad dengan mencantumakan nomor juz

dan halaman terhadap h}adi>s\.18

3) Metode Takhri>j Melalui Periwayat Pertama H}adi>s\

18
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, h. 120.
16

Metode ini berdasarkan pada perawi pertama suatu h}adi>s\, baik perawi

dari kalangan sahabat bila sanad h}adi>s\nya bersambung kepada Nabi

(muttas}i>l), atau dari kalangan tabi‘in. Sebagai langkah pertama ialah mengenal

lebih dahulu perawi pertama setiap h}adi>s\ yang akan ditakhri>j melalui kitab-

kitabnya. Langkah selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam

kitabnya, kemudian mencari h}adi>s\-h}adi>s\ yang tertera dibawah nama perawi

pertama.

Adapun kitab-kitab yang digunakan dalam metode takhri>j ini adalah:

a. Tuh{fah al-Asyra>f bi Ma’rifah al-At}ra>f oleh al-Ha>fiz} al-

Muh{aqqi>q Muh{addi>s\ al-Sya>m Jama>l al-Di>n Abu> al-Hajja>j

Yu>suf ibn al-Zakki> ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>suf al-Qad}a>’i al-

Qalbi> al-Mizzi> al-Dimisyqi> al-Syafi>‘i> atau dikenal dengan Ima>m

al-Mizzi>.

Dalam kitab ini terlebih dahulu harus diketahui nama sahabat yang

meriwayatkan h}adi>s\. Maka dituntut untuk mengetahui tabi‘in yang

meriwayatkan darinya. Apabila nama tabi‘in tidak diketahui sebagai perawi

diatas. Pada bagian tertentu pentahqiq kitab mencantumkan nama pertama dan

nama akhir sahabat-sahabat yang terdapat padanya.

Dengan demikian secara pintas dapat mengetahui nama sahabat yang

dicari pada bagiannya sendiri. Bila telah mengetahui nama sahabat yang

bersangkutan, selanjutnya menelusuri h}adi>s\-h}adi>s\nya hingga sampai pada

h}adi>s\ yang dimaksud. Sahabat dari kalangan yang banyak meriwayatkan

h}adi>s|, oleh penyusun nama-nama tabi‘in yang meriwayatkan darinya diurut

berdasarkan huruf mu‘jam. Nama sahabat tersebut tentunya dicari menurut nama

tabi‘innya berdasrkan huruf-hurufnya. Namun bila tidak mengetahui nama perawi


17

dari sahabat, maka harus menelusuri h}adi>s\ sahabat tersebut tanpa terlebih

dahulu melihat murid-muridnya.

b. Kitab Syawa>hir al-Mawa>ris fi ala Mawa>dhi> al-Hadi>s\ oleh

Ima>m Alla>mah Abd al-Gha>ni bin Isma>’il al-Hana>fi>a al-

Dimisyqi>. Yang lahir di damaskus 5 dzulhijjah tahun 1050 H, dan wafat

pada tahun 1143 H19

Metode takhri>j pada kitab ini, langkah pertama yang harus diketahui

ialah perawi h}adi>s\, kemudian meneliti apakah perawi tersebut seorang sahabat

ataukah seorang tabi‘in atukah seorang yang mubham (tidak disebut namanya).

Bila perawi tersebut seorang sahabat, maka nama dan julukannya dapat diketahui

pada indeks-indeks kitab tersebut. Setelah memukan identitas perawi tersebut,

langkah selanjutnya ialah menelusuri h}adi>s\-h}adi>s\ satu-persatu sambil

memperhatikan nama-nama sahabat yang terdapat dalam indeks kitab tersebut.

Kitab ini tidak mencantumkan teks h}adi>s\nya, tetapi hanya sejumlah kata yang

ringkas dan sekiranya menunjukkan maksud h}adi>s\ yang diteliti. Kitab ini juga

memiliki kelebihan dan kekurangan.20

c. Kitab-kitab Musnad seperti Musnad al-Imam Ah}mad bin Hanbal disusun

oleh Imam Ah}mad bin H}anbal. Lahir pada tahun 164 H dan wafat pada

jum’at 12 rabiul awal 241 H.21

19
Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, T{uruq Takhri>ji
H{adi>s\ al-Rasu>l Allah S{allalla>hu ‘Alaih wa Sallam, h. 98.
20
Kelebihan yang dimiliki kitab ini yakni; penyusunannya yang teliti yang memudahkan
peneliti sampai kepada tujuan, dapat melakukan takhri>j hadis dari sahabat yang di cari, dapat
mengetahui hadis-hadis yang dimiliki setiap sahabat dalam tujuh induk hadis, dapat mengetahui
hadis-hadis mursal yang terdapat dalam tujuh kitab tersebut, dapat mengetahui hadis-hadis yang
dalam jalannya sanad terdapat seorang yang samar namanya, agar dapat dijadikan ibarat untuk
dipelajari melalui periwayat lain yang bersambung, terutama kesamaran nama tersebut terjadi pada
selain sahabat. Sedangkan kekurangannya: penggunaan kitab ini sangat bergantung pada
pengenalan perawi teratas, baik sahabat atau tabi’in. Ini sesuatu yang terkadang tidak mudah,
kesulitan mencari hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang termaksud banyak riwayatnya.
18

Metode takhri>j dengan Musnad Imam Ah}mad bin H}anbal, terlebih

dahulu memperkenalkan kepada sahabat yang meriwayatkan h}adi>s\. Bila telah

mengetahui sahabat yang meriwayatkan h}adi>s\ tersebut, kemudian mencari

h}adi>s\-h}adi>s\ pada musnad. sangat membantu bila terlebih dahulu melihat

daftar isi yang terdapat pada akhir setiap juz. Bila sampai pada h}adi>s\-h}adi>s\

nya, maka langkah selanjutnya ialah memelusuri h}adi>s\-h}adi>s\ yang di

maksud. Disamping itu juga kitab ini memiliki kelebihan dan kekurangan.22

4) Metode Takhri>j Menurut Tema H}adi>s|

Takhri>j dengan metode ini bersandar pada pengenalan tema h}adi>s\ dan

sebagian ahli mengatkan bahwa takhri>j al-h}adi>s\ dengan pendekatan tema

merupakan cara terbaik dalam mencari h}adi>s\. Disamping itu, metode ini juga

memiliki kelebihan dan kekurangan.

Adapun kelebihan metode ini: 1) Metode tema h}adi>s\ tidak

membutuhkan pengetahuan-pengetahan lain diluar h}adi>s\, seperti keabsahan

lafal pertamanya, sebagaimana metode pertama, pengetahuan bahasa arab dengan

perubahan-perubahan katanya sebagai metode kedua, dan pengenalan perawi

teratas sebagai metode ketiga, yang dituntut oleh metode ke empat ialah

pengetahuan akan kandungan h}adi>s\. Hal ini logis dalam mempelajari

h}adi>s\-h}adi>s\, 2)metode ini mendidik ketajaman pemahaman h}adi>s\ pada

diri penelitian. Seorang peneliti setelah menggunakan metode ini beberapa kali

21
Abdul Gaffar Sulaiman al-Bandary, Mansuah Rijal al-Kutub al-Tir’ah ( Juz I, Beirut:
Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, t. th), h. 22. Dan lihat Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn
‘Abd al-Ha>di>, T{uruq Takhri>ji H{adi>s\ al-Rasu>l Allah S{allalla>hu ‘Alaih wa Sallam, h.
112.
22
Kelebihan musnad ini ialah; musnad ini mencakup hadis–hadis dalam jumlah yang
sangat banyak, memiliki nilai kebenaran yang lebih banyak dari yang lainnya, kitab ini mencakup
hadis-hadis dan as|ar-as|ar yang tidak terdapat pada lainya. Sedangkan kekurangannya: tanpa
mengetahui nama sahabat tidak mungkin sampai pada hadis yang ditujuh ,untuk mengetahui hadis
maudhu’ mengharuskan membaca musnad keseluruan, dari segi tata letaknya mengakibatkan sulit
menggunakan musnad dengan efisien.
19

akan memiliki kemampuan yang bertambah terhadap tema dan maksud h{adi>s\

yang merupakan fiqh h}adi>s\; 3)metode ini juga memperkenalkan kepada

peneliti maksud h}adi>s\ yang dicarinya dan h}adi>s\-h}adi>s\ yang senada

dengannya, ini tentunya akan menambah semangat dan membantu memperdalam

permasalahan.

Sedangkan kekurangannya; 1) Terkadang kandungan h}adi>s\ sulit

disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak dapat menentukan temanya.

Akibatnya dia tidak mungkin memfungsikan medote ini; 2) Terkadang pula

pemahaman penelitian tidak sesuai dengan pemahaman penyusunan kitab,

sebagai akibatnya penyusun kitab meletakkan h}adi>s\ pada pada posisi yang

tidak diduga oleh peneliti.23

Dalam kitab Mifta>hu Khunu>zi as-Sunnah, yang disusun oleh AJ.

Wensinck. Kitab-kitab yang menjadi rujukan kitab kamus tersebut ada 14 buah

kitab, diantaranya: a) S}ah}i>h al-Bukha>riy>; b) S}ah}i>h Muslim; c) Sunan

Turmudz|i>y; d) Sunan Abu>> Da>wud; e) Sunan Nasa>’i>; f) Sunan Ibnu

Ma>jah; g) Sunan al-Da>rimi>y; h) Muwaththa’ Ma>lik; i) Musnad Imam

Ah}mad; j) Musnad al-Thayalisi; k) Musnad Zaid bin ‘Ali bin Husein bin ‘Ali

bin Thalib yang wafat pada tahun 122 H; l) al-Thabaqat al-Kubra, karangan al-

H}afizh al-S|iqah Muh}ammad bin Sa‘ad wafat tahun 230 H; m) Sirah Ibnu

Hisyam; n) al-Maghazy, karangan Muh}ammad bin Umar al-Waqidy, wafat

tahun 207 H.

Selain kitab takhri>j al-h}adis\ yang disebut di atas, masih banyak lagi

kitab takhri>j yang berdasarkan tema antara lain:

23
Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, T{uruq Takhri>ji
H{adi>s\ al-Rasu>l Allah S{allalla>hu ‘Alaih wa Sallam, h. 122-123.
20

a. Kanz al-‘Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l karangan Syeikh

Imam ‘A<lim Kabi>r Muh}addis\ ‘Ali> bin H{isa>m al-Di>n ‘‘Abd al-

Ma>lik bin Qa>d}i> Khan, terkenal dengan sebutan Imam al-Muttaqi>.24

b. Kitab Bulu>ghu al-Mara>m min Ja>mi' Adillati al-Ahkam oleh Al-

Hafizh Ibnu Hajar

c. Kitab al-Durru al-Mantsu>r Fi> al-Tafsi>r bi al-Ma’tsu>r oleh al-

Hafidz Jalaluddin al-Suyu>t}i>.

d. Kitab Kifa>yah al-Tha>lib Fii Khasha>’ish al-Habi>b, oleh al-H}afidz

Jalaluddin al-Suyu>t}i>.

5) Metode Takhri>j Berdasarkan Status H}adi>s\

Metode ini adalah metode yang mengetengahkan suatu hal yang

berkenaan dengan upaya pada kumpulan h}adi>s\ berdasarkan status h}adis\.

Kitab-kitab ini sangat membantu dalam proses pencarian h}adi>s\ berdasarkan

statusnya, seperti h}adi>s\ qudsi, h}adi>s\ masyhur, h}adis\ mursal, h}adi>s\

shahi>h dan lain-lain. Kitab-kitab tersebut dapat diketahui melalui kitab yang

berdasarkan metode tersebut, antara lain:25

a. Kitab al-Azha>r al-Mutana>tsirah fi> al-Akhba>r al-Mutawa>tirah

karangan al-H{afiz} Imam Jalal al-Di>n al-Suyu>t}iy.

Kitab ini menghimpun h}adi>s\-h}adi>s\ yang memuat syarat-syarat

mutawatir, yaitu dengan perawi-perawi pada setiap tingkatannya sepuluh orang

atau lebih. Al-Suyu>t}iy menyebutkan sanad-sanad secara lengkap dari ulama

yang mengeluarkan hingga tingkatan sahabat.

Untuk mengfungsikan kitab ini terlebih dahulu harus diketahui secara

pasti bahwa h}adi>s\ yang akan di takhri>j adalah mutawatir. Dalam kitab al-

24
Manna>' al-Qat}t}a>n, Maba>hi>s| fi> ‘Ulu>m al-Hadi>s|, h. 191.

25
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, h. 127.
21

Azhar al-Suyu>t}iy mencantumkan ulama yang mengeluarkannya, untuk itu

harus merujuk pada kitab-kitab mereka dan menjelaskan posisi h}adi>s\ pada

masing-masing kitabnya.

b. Kita>b al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah fi> al-Ah}a>di>s\ al-Qudsiyyah

karangan Syaikh Muh}ammad bin Mah}mu>d bin S{a>lih} bin H{asan

al-T{arbizu>ni>.

Kitab-kitab ini memuat h}adi>s\-h}adi>s\ qudsi.26 Untuk mengfungsikan

kitab ini terlebih dahulu yang perlu diketahui secara pasti adalah bahwa h}adi>s\

tersebut adalah h}adi>s\ qudsi, kemudian merujuk kepada kitab-kitab yang

ditujukan dan mengeluarkan takhri>j.

c. Kitab al-Mara>sil, karangan Abu> Daud dan lain sebagainya.27

Kitab ini memuat h}adi>s\-h}adi>s\ yang mursal, h}adi>s\-h}adi>s\

disusun berdasarkan tema, dan untuk mentakri>j h}adi>s\ dalam kitab ini harus

mencari melalui temanya.

b. Kitab S{ah}i>h} wa D{a‘i>f al-Ja>mi‘ al-S{agi>r wa Ziya>datuh al-

Fath} al-Kabi>r oleh Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n al-Ba>ni>.

Untuk mencari h}adi>s\ dalam kitab ini, terlebih dahulu harus mengetahui

status h}adi>s\ dari segi kualitasnya. Kemudian melakukan penelusuran matan

h}adi>s\ mulai dari nomor urut pertama karena h}adi>s\-h}adi>s\ yang dimuat

dalam kitab ini disusun berdasarkan alphabet huruf hijaiyyah.

Dengan demikian, lima metode takhri>j al-h}adi>s\ telah diklasifikasikan

oleh para ulama dengan tujuan untuk membantu para peneliti dan pencari

h}adi>s\ untuk mendapatkan h}adi>s\ yang dibutuhkan.

26
Yang dimaksud hadis qudsi adalah hadis yang disandarkan kepada rasulullah saw. dan
disandarkan kepada Allah swt. Lihat Nur al-Din ltr. Manhaj al-naqd fi al-hadis. (Damaskus: Dar
al-Fike, 1979).
27
Abu> Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, T{uruq Takhri>ji
H{adi>s\ al-Rasu>l Allah S{allalla>hu ‘Alaih wa Sallam, h. 194.
22

C. Takhrij Hadits

Selanjutnya peneliti mencoba meneliti atau mentakhrij hadits dengan

menggunakan 2 metode yang telah dijelaskan sebelumnya.

 Matan Hadits

Dalam makalah ini kami meneliti sebuah hadits berdasarkan matan hadits

yang diberikan oleh dosen yang berbunyi:

ٍ ِ
َ ‫اُأْلمو ِر فَِإ َّن‌ ُك َّل‌بِ ْد َعة‬
ٌ‫‌ضاَل لَة‬ ‫ِإ‬
ُ ‫َو يَّا ُك ْم َوحُمْ َدثَات‬
Artinya:
Dari Abu Dzar radhiallahuanhu: Sesungguhnya sejumlah orang dari
shahabat Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata kepada
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasululullah, orang-
orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka
shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa
dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sedang kami tidak
dapat melakukannya). (Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam) bersabda:
Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah? :
Sesungguhnya setiap tashbih merupakan sedekah, setiap takbir merupakan
sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan
sedekah, amar ma’ruf nahi munkar merupakan sedekah dan setiap
kemaluan kalian merupakan sedekah. Mereka bertanya: Ya Rasulullah
masakah dikatakan berpahala seseorang diantara kami yang menyalurkan
syahwatnya? Beliau bersabda: Bagaimana pendapat kalian seandainya hal
tersebut disalurkan dijalan yang haram, bukankah baginya dosa?
Demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal,
maka baginya mendapatkan pahala.
Hadits ini menjelaskan tentang kebajikan dalam segala sesuatu yang baik.

Walaupun hadits ini sudah lengkap secara matan namun tidak berarti hadits ini

bisa dijadikan hujjuah atau motivasi dalam melakukan ibadah dalam kehidupan

sehari-hari disebabkan hadits ini belum diketahui siapa periwayatnya sehingga

belum diketahui apakah hadits ini termasuk hadits shahih, hasan, atau dhaif.

 Metode Takhrij yang digunakan

1. Metode takhrij dengan menggunakan salah satu lafaz matan hadis


23

Metode takhrij yang digunakan untuk mencari lafal hadis tersebut adalah

dengan metode salah satu lafal matan hadis. Cara mencari salah satu lafal matan

h}adi>s\ dengan metode ini adalah dengan mengembalikan kata dasar dari lafal

h}adi>s\ yang ingin dicari, selanjutnya mencari dengan urutan abjat huruf

hijaiyyah. Adapun kitab yang kami gunakan pada metode ini adalah Mu ‘jam al-

Mufah}ras li al-Fa>z}il al-H{adi>s\ an-Nabawi> karangan A.J. Wensick.

Setelah melakukan penelusuran dengan metode ini, hasil yang didapatkan oleh

peneliti adalah sebagai berikut:

‫ضل‬ .1

‫فان كل بدعة ضاللة‬

7 ,6 ‫ مقدمة‬: ‫جه‬

43 ‫ مجعة‬:‫م‬

5 ‫ سنة‬:‫د‬

23 ,16 ‫ مقدمة‬:‫دى‬

127 ,126 ,4 ,310 ,3 :‫حم‬

Maksud dari keterangan diatas yaitu:

1. Dengan menggunakan lafaz ‫ ضل‬kami menemukan 5 jalur sanad, hadisnya


sebagai berikut:

a. Sunan Ibnu Majah, kitab muqaddimah, bab 6

‫ َح َّد َثنَا َعْب ُد‬:‫يد بْ ُن ُم ْس لِ ٍم قَ َال‬ِ


ُ ‫ِّم ْش ِق ُّي َح َّدثَنَا الْ َول‬ ِ ِ
َ ‫َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّه بْ ُن َأمْح َ َد بْ ِن بَش ِري بْ ِن ذَ ْك َوا َن الد‬
،َ‫اض بْ َن َس ا ِريَة‬ ِ ‫ مَسِ ع‬:‫ قَ َال‬،‫اع‬
َ َ‫ت الْع ْرب‬ ُ ْ ِ َ‫ َح َّدثَيِن حَيْىَي بْ ُن َأيِب الْ ُمط‬:‫اللَّ ِه بْ ُن الْ َعاَل ِء َي ْعيِن ابْ َن َزبْ ٍر قَ َال‬
‫ت ِمْن َه ا‬ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ُ ‫ قَ ام فِينَ ا رس‬:‫ول‬
ْ َ‫ َوجل‬،ً‫ َف َو َعظَنَ ا َم ْوعظَ ةً بَليغَ ة‬،‫ات َي ْوم‬ َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم ذ‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ ُ ‫َي ُق‬
24

،‫اع َه ْد ِإلَْينَ ا بِ َع ْه ٍد‬


ْ َ‫ ف‬،‫ َو َعظَْتنَ ا َم ْو ِعظَ ةَ ُم َو ِّد ٍع‬:‫ول اللَّ ِه‬
َ ‫يل يَ ا َر ُس‬ ِ
َ ‫ فَق‬،‫ت مْن َه ا الْعُيُ و ُن‬
ِ َ‫ وذَرف‬،‫الْ ُقلُ وب‬
ْ َ َ ُ
‫اختِاَل فً ا‬ ِ ِ ِ ِ َّ‫الس م ِع والط‬ ِ
ْ ‫ َو َس َتَر ْو َن م ْن َب ْع دي‬،‫ َوِإ ْن َعْب ًدا َحبَش يًّا‬،‫اع ة‬ َ َ ْ َّ ‫ َو‬،‫«علَْي ُك ْم بَِت ْق َوى اللَّه‬ َ :‫َف َق َال‬
‫ور‬ ‫ِ ِ ِ ِإ‬ ِ ِ ِ َّ ‫ وسن َِّة اخْل لَ َف ِاء‬، ‫ َفعلَي ُكم بِسنَّيِت‬،‫يدا‬ ِ
َ ‫اُأْلم‬
ُ ‫ َو يَّا ُك ْم َو‬،‫ َعضُّوا َعلَْي َها بالن ََّواجذ‬،‫ني‬ َ ِّ‫ين الْ َم ْهدي‬
َ ‫الراشد‬ ُ ُ َ ُ ْ ْ َ ً ‫َشد‬
ٍ ِ
َ ‫ فَِإ َّن‌ ُك َّل‌بِ ْد َعة‬،‫الْ ُم ْح َدثَات‬
28
ٌ‫‌ضاَل لَة‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin
Dzakwan Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Al Walid
bin Muslim berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al
'Ala` berkata, telah menceritakan kepadaku Yahya bin Abi Al Mutha' ia
berkata, aku mendengar 'Irbadl bin Sariyah berkata, "Pada suatu hari
Rasulullah ‫ ﷺ‬berdiri di tengah-tengah kami. Beliau memberi nasihat yang
sangat menyentuh, membuat hati menjadi gemetar, dan airmata
berlinangan. Lalu dikatakan, "Wahai Rasulullah, engkau telah memberikan
nasihat kepada kami satu nasihat perpisahan, maka berilah kami satu
wasiyat." Beliau bersabda, "Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah,
mendengar dan taat meski kepada seorang budak Habasyi. Dan
sepeninggalku nanti, kalian akan melihat perselisihan yang sangat dahsyat,
maka hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para
khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan
gigi geraham, dan jangan sampai kalian mengikuti perkara-perkara yang
dibuat-buat, karena sesungguhnya semua bid'ah itu adalah sesat."

b. Sunan Ibnu Majah, kitab muqaddimah, bab 7

‫ َع ْن َج ْع َف ِر‬،‫الث َق ِف ُّي‬
َّ ‫اب‬ ِ ‫ ح َّدثَنَا َعْب ُد الْو َّه‬: ‫ قَااَل‬،‫ي‬
َ َ ُّ ‫ت اجْلَ ْح َد ِر‬ ٍ ِ‫ وَأمْح ُد بن ثَاب‬،‫يد‬ ٍِ
ُ ْ َ َ ‫َح َّدثَنَا ُس َويْ ُد بْ ُن َس ع‬
‫ِإ‬ ِ ِ ُ ‫ َكا َن رس‬:‫ قَ َال‬،‫ عن جابِ ِر ب ِن عب ِد اللَّ ِه‬،‫ عن َأبِ ِيه‬،‫ب ِن حُم َّم ٍد‬
‫ب‬ َ َ‫ ذَا َخط‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬ َ ‫ول اللَّه‬ َُ َْ ْ َ ْ َ َْ َ ْ
:‫ول‬ ُ ‫«ص بَّ َح ُك ْم َم َّس ا ُك ْم» َو َي ُق‬
َ :‫ول‬ ُ ‫ش َي ُق‬ٍ ‫ َكَأنَّهُ ُمْن ِذ ُر َجْي‬،ُ‫ضبُه‬ َ ‫ َوا ْشتَ َّد َغ‬،ُ‫ص ْوتُه‬ َ ‫ َو َعاَل‬،ُ‫ت َعْينَاه‬
ْ ‫امْح ََّر‬
‫ فَ ِإ َّن‬،‫«َأما َب ْع ُد‬
َّ :‫ول‬ ُ ‫الس بَّابَِة َوالْ ُو ْس طَى» مُثَّ َي ُق‬
َّ ‫ص َب َعْي ِه‬ ْ ‫ َو َي ْق ِر ُن َبنْي َ ِإ‬، ِ ‫اعةَ َك َه اَتنْي‬ َّ ‫ت َأنَ ا َو‬
َ ‫الس‬
ِ
ُ ْ‫«بُعث‬
ٍ ٍ ِ ِ
»ٌ‫‌ض اَل لَة‬َ ‫ َو ُك ُّل بِ ْد َع ة‬،‫اُأْلم و ِر حُمْ َدثَا ُت َها‬
ُ ‫ َو َش ُّر‬،‫ي حُمَ َّمد‬ ُ ‫ َو َخْي ُر اهْلَ ْد ِي َه ْد‬،‫اب اللَّه‬ ُ َ‫اُأْلم و ِر كت‬
ُ ‫َخْي َر‬
29 ‫ِإ‬
َّ‫ َف َعلَ َّي َو يَل‬،‫اعا‬ ِ ِ َ‫ «من َتر َك مااًل ف‬:‫ول‬
ً َ‫ضي‬
َ ‫ َو َم ْن َتَر َك َد ْينًا َْأو‬،‫َأِلهله‬ ْ َ َ ْ َ ُ ‫َو َكا َن َي ُق‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa'id dan Ahmad bin Tsabit
Al Jahdari keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul
28
Ibn Majah Abu ‘Abdullah Muhammad Ibn Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah,Juz I,
(Daru Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1431 H), h.15
29
Ibn Majah Abu ‘Abdullah Muhammad Ibn Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah,Juz I,
(Daru Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1431 H), h.17.
25

Wahhab Ats Tsaqafiy dari Ja'far bin Muhammad dari Bapaknya dari Jabir
bin Abdullah ia berkata, "Rasulullah ‫ ﷺ‬apabila berkhotbah matanya
menjadi merah, suaranya tinggi dan emosinya menggebu-gebu, seakan-
akan ia adalah seorang pemberi peringatan pada pasukan, beliau berseru,
"Waspadalah, musuh akan datang di pagi hari, musuh akan datang di sore
hari!" Dan beliau berseru, "Aku diutus dengan datangnya hari kiamat
seperti (kedua jari) ini," beliau menggandengkan antara dua jarinya; jari
telunjuk dan jari tengah. Beliau lalu bersabda, "'Amma ba'du;
sesungguhnya sebaik-baik perkara adalah kitabullah dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad, seburuk-buruk perkara adalah yang
diada-adakan, dan setiap bid'ah adalah sesat." Dan beliau selalu bersabda,
"Barang siapa meninggalkan harta, maka bagi ahli warisnya. Dan barang
siapa meninggalkan utang atau amanah maka akulah yang
menanggungnya."
c. Shahih Muslim, kitab Jami’ah, bab 43

، ‫ َع ْن‌َأبِ ِيه‬، ‫‌ج ْع َف ِر بْ ِن حُمَ َّم ٍد‬ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ َع ْن‬، ‫‌عْب ُد الْ َو َّهاب بْ ُن َعْب د الْ َمجيد‬ َ ‫ َح َّد َثنَا‬، ‫َو َح َّدثَيِن ‌حُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمَثىَّن‬
‫ِإ‬ ِ ِ ُ ‫ « َك ا َن رس‬:‫ قَ َال‬، ‫اهلل‬ ِ ‫عن‌ج ابِ ِر ب ِن عب ِد‬
،ُ‫ت َعْينَ اه‬ ْ ‫ب امْح َ َّر‬َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َذا َخط‬ َ ‫ول اهلل‬ َُ َْ ْ َ ْ َ
‫ت َأنَا‬ ِ ُ ‫ وي ُق‬.‫ ص بَّح ُكم وم َّس ا ُكم‬:‫ول‬
ُ ْ‫ بُعث‬:‫ول‬ َ َ ْ َ َ ْ َ َ ُ ‫ َي ُق‬،‫ش‬ ٍ ‫ َحىَّت َكَأنَّهُ ُمْن ِذ ُر َجْي‬.ُ‫ضبُه‬ َ ‫ َوا ْشتَ َّد َغ‬،ُ‫ص ْوتُه‬ َ ‫َو َعاَل‬
ِ ‫ فَ ِإ َّن خي ر احْل ِد‬.‫ ََّأما بع ُد‬:‫ول‬ ُ ‫ َو َي ُق‬.‫الس بَّابَِة َوالْ ُو ْس طَى‬
َّ ‫ص َب َعْي ِه‬
‫يث‬ َ َ َْ َْ ْ ‫ َو َي ْق ُر ُن َبنْي َ ِإ‬، ِ ‫اعةُ َك َه اَتنْي‬
َ ‫الس‬َّ ‫َو‬
ٍ ٍ ِ ِ
‫ َأنَ ا‬:‫ول‬ َ ‫ َو ُك ُّل بِ ْد َع ة‬.‫اُأْلم و ِر حُمْ َدثَا ُت َها‬
ُ ‫ مُثَّ َي ُق‬.ٌ‫‌ض اَل لَة‬ ُ ‫ َو َش ُّر‬.‫ َو َخْي ُر اهْلُ َدى ُه َدى حُمَ َّمد‬.‫اب اهلل‬ ُ َ‫كت‬
30
»‫اعا فَِإيَلَّ َو َعلَ َّي‬ ِ ِ َ‫ من َتر َك مااًل ف‬.‫َأوىَل بِ ُك ِّل مْؤ ِم ٍن ِمن َن ْف ِس ِه‬
ً َ‫ضي‬َ ‫ َو َم ْن َتَر َك َد ْينًا َْأو‬.‫َأِلهله‬
ْ َ َ َْ ْ ُ ْ
Artinya:
Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan
Abdul Wahhab bin Abdul Majid dari Ja'far bin Muhammad dari bapaknya
dari Jabir bin Abdullah ia berkata, bahwasanya; Apabila Rasulullah ‫ﷺ‬
menyampaikan khotbah, maka kedua matanya memerah, suaranya lantang,
dan semangatnya berkobar-kobar bagaikan panglima perang yang sedang
memberikan komando kepada bala tentaranya. Beliau bersabda,
"Hendaklah kalian selalu waspada di waktu pagi dan petang. Aku diutus,
sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari
telunjuk dan jari tengah)." Kemudian beliau melanjutkan bersabda,
"Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah,
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ‫ﷺ‬. Seburuk-buruk
perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat."
Kemudian beliau bersabda, "Aku lebih utama bagi setiap muslim daripada
dirinya sendiri. Karena itu, siapa yang meninggalkan harta, maka harta itu
adalah miliki keluarganya. Sedangkan siapa yang mati dengan
meninggalkan utang atau keluarga yang terlantar, maka hal itu adalah
30
Abu Husain Muslim Ibn Hajjaj Ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz
III (Turki: Darul Thoba’ah al-‘Amirah,1334 H), h. 11.
26

tanggungjawabku." Dan telah menceritakan kepada kami Abdu bin


Humaid, telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad, telah
menceritakan kepadaku Sulaiman bin Bilal, telah menceritakan kepadaku
Ja'far bin Muhammad dari bapaknya ia berkata, Saya mendengar Jabir bin
Abdullah berkata, Isi khotbah Nabi ‫ ﷺ‬pada hari Jumat adalah, beliau
memuji Allah, dan membaca puji-pujian atas-Nya, kemudian beliau
menyampaikan khotbah dengan suara yang lantang. Kemudian ia pun
menyebutkan hadits. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin
Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari
Ja'far dari Bapaknya dari Jabir berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬jika berkhotbah,
beliau memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya kemudian beliau
melanjutkan dengan kata, "Barang siapa yang Allah memberinya petunjuk,
niscaya tidak ada yang akan menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat,
niscaya tidak ada yang menunjukinya, dan sebaik-baik perkataan adalah
kitab Allah, " kemudian hadits sebagaimana hadits Ats Tsaqafi.
d. Sunan Abu Dawud, kitab Sanah, bab 5

‫ َح َّدثَيِن َخالِ ُد بْ ُن‬:‫ قَ َال‬،‫ َح َّد َثنَا َث ْو ُر بْ ُن يَِزي َد‬،‫ َح َّد َثنَا الْ َولِي ُد بْ ُن ُم ْس لِ ٍم‬،‫َح َّدثَنَا َأمْح َ ُد بْ ُن َحْنبَ ٍل‬
ِ ِ ُّ ‫ ح َّدثَيِن عب ُد الرَّمْح ِن بن عم ٍرو‬:‫ قَ َال‬،‫مع َدا َن‬
َ َ‫ َأَتْينَ ا الْع ْرب‬: ‫ قَ ااَل‬،‫ َو ُح ْج ُر بْ ُن ُح ْج ٍر‬،‫الس لَم ُّي‬
‫اض بْ َن‬ َْ ُْ َ َْ َ َْ
}‫ت اَل َِأج ُد َم ا َأمْحِ لُ ُك ْم َعلَْي ِه‬ ِ ِ ِ َّ ِِ ‫مِم‬
َ ‫ين ِإ َذا َم ا َأَت ْو َك لتَ ْحملَ ُه ْم ُق ْل‬
َ ‫{واَل َعلَى الذ‬
ِ
َ ‫ َو ُه َو َّْن َن َز َل فيه‬،َ‫َس اريَة‬
ُ ‫ص لَّى بِنَ ا َر ُس‬ ِ ِ ِ ‫ِئ‬ ‫ َأَتينَ َ ِئ‬:‫ و ُق ْلنَا‬،‫] فَسلَّمنَا‬92 :‫[التوبة‬
‫ول‬ َ :‫اض‬ َ ‫ين َو ُم ْقتَبِس‬
ُ َ‫ َف َق َال الْع ْرب‬،‫ني‬ َ ‫اك َزا ِر‬
َ ‫ين َو َعا د‬ ْ َ َْ
‫ت ِمْن َه ا الْعُيُ و ُن‬ ِ ِ ٍ ِ ِ
َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َذ‬
ْ َ‫ مُثَّ َأْقبَ َل َعلَْينَ ا َف َو َعظَنَ ا َم ْوعظَ ةً بَليغَ ةً َذ َرف‬،‫ات َي ْوم‬ َ ‫اللَّه‬
‫ فَ َم ا َذا َت ْع َه ُد ِإلَْينَ ا؟‬،‫َأن َه ِذ ِه َم ْو ِعظَ ةُ ُم َو ِّد ٍع‬
َّ ‫ول اللَّ ِه َك‬
َ ‫ يَ ا َر ُس‬:‫ َف َق َال قَاِئ ٌل‬،‫وب‬ ِ َ‫وو ِجل‬
ُ ُ‫ت مْن َه ا الْ ُقل‬
ْ ََ
‫ش ِمْن ُك ْم َب ْع ِدي‬ ِ ِ ِ َّ‫الس م ِع والط‬ ِ ِ
َ َ ْ َّ ‫َف َق َال «ُأوص ي ُك ْم بَِت ْق َوى اللَّه َو‬
ْ ‫ فَِإنَّهُ َم ْن يَع‬،‫ َوِإ ْن َعْب ًدا َحبَش يًّا‬،‫اع ة‬
ُّ ‫ مَتَ َّس ُكوا هِبَا َو َع‬،‫ين‬
‫ض وا َعلَْي َه ا‬ ِ ِ َّ ‫ َفعلَي ُكم بِسنَّيِت وسن َِّة اخْل لَ َف ِاء الْمه ِديِّني‬،‫فَسيرى اختِاَل فًا َكثِريا‬
َ ‫الراشد‬ َ َْ ُ ُ َ ُ ْ َْ ً ْ َََ
31
ٌ‫‌ضاَل لَة‬ ٍ ٍ
َ ‫ َو ُك َّل‌بِ ْد َعة‬،ٌ‫ فَِإ َّن ُك َّل حُمْ َدثَة بِ ْد َعة‬،‫اُأْلمو ِر‬
ِ ‫ِ ِ ِ ِإ‬
ُ ‫ َو يَّا ُك ْم َوحُمْ َدثَات‬،‫بالن ََّواجذ‬
Artinya:

31
Abu Dawud Sulaiman al-Asy’asy Ibn Ishaq Ibn Basyir Ibn Syidad Ibn Amr, Sunan Abu
Dawud,Juz IV (Beirut: al-Maktabah al-Ashriyyah, 1431 H),h. 200.
27

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, ia berkata, telah


menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Tsaur bin Yazid, ia berkata, telah menceritakan
kepadaku Khalid bin Ma'dan, ia berkata, telah menceritakan kepadaku
'Abdurrahman bin Amr As Sulami dan Hujr bin Hujr, keduanya berkata,
"Kami pernah mendatangi Irbadh bin Sariyah, sementara ia adalah
termasuk seseorang yang turun kepadanya ayat: '(Dan tiada (pula dosa)
atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kami
memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh
kendaraan orang yang membawamu) ' -QS. At-Taubah: 92- Kami ucapkan
salam kepadanya seraya berkata, "Kami mendatangimu untuk berkunjung,
duduk-duduk mendengar sesuatu yang berharga darimu." Irbadh pun
berkata, "Suatu ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah salat bersama kami, beliau
lantas menghadap ke arah kami dan memberikan sebuah nasihat yang
sangat menyentuh, yang membuat mata menangis dan hati bergetar. Lalu
seseorang berkata, 'Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat
untuk perpisahan! Lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami?' Beliau
bersabda, 'Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah,
senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah adalah seorang
budak Habasyah yang hitam. Sesungguhnya orang-orang yang hidup
setelahku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian
berpegang dengan sunnahku, dan sunnah para Khalifah. Berpegang
teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh
kalian perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab setiap perkara
yang baru adalah bid 'ah, dan setiap bid 'ah adalah sesat."
e. Sunan Ad-Da>rimi, kitab Muqaddimah, bab 16

‫ َع ْن‬،‫ َع ْن َعْب ِد الرَّمْح َ ِن بْ ِن َع ْم ٍرو‬،‫ َح َّدثَيِن َخالِ ُد بْ ُن َم ْع َدا َن‬،‫يد‬ ِ ‫َأخبرنَا َأب و ع‬
َ ‫ َأنبََأنَا َث ْو ُر بْ ُن يَِز‬،‫اص ٍم‬ َ ُ ََ ْ
َّ‫ مُث‬،‫صاَل َة الْ َف ْج ِر‬ ِ ِ ُ ‫ صلَّى لَنَا رس‬:‫ قَ َال‬،‫اض ب ِن سا ِريةَ ر ِضي اللَّه عْنه‬ ِ
َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ ُ َ ُ َ َ َ َ ْ ِ َ‫ع ْرب‬
‫ َكَأن ََّها‬،‫ول اللَّ ِه‬
َ ‫ يَا َر ُس‬:‫ َف َق َال قَاِئ ٌل‬.‫وب‬ ِ َ‫ وو ِجل‬،‫وعظَنَا مو ِعظَةً بلِيغَةً َذرفَت ِمْنها الْعيو ُن‬
ُ ُ‫ت مْن َها الْ ُقل‬ْ َ َ ُُ َ ْ َ َ َْ َ َ
،‫اع ِة َوِإ ْن َك ا َن َعْب ًدا َحبَ ِش يًّا‬ َّ ‫«ُأوص ي ُك ْم بَِت ْق َوى اللَّ ِه َو‬
َ َّ‫الس ْم ِع َوالط‬
ِ :‫ َف َق َال‬.‫مو ِعظَ ةُ م و ِّد ٍع؟ فََأو ِص نَا‬
ْ َُ َْ
‫ين‬ ِ ِ َّ ‫ َفعلَي ُكم بِس نَّيِت وس ن َِّة اخْل لَ َف ِاء‬،‫ فَس يرى اختِاَل فً ا َكثِ ريا‬،‫فَِإنَّه من يعِش ِمْن ُكم بع ِدي‬
َ ‫الراش د‬ ُ َ َ ُ ْ َْ ً ْ ََ َ َْ ْ ْ َ َُْ
ِ ‫وقال َأب و ع‬ ٍ ِ ِ ِ ِ
‫اص ٍم‬ َ ُ َ »ٌ‫ فَ ِإ َّن ُك َّل حُمْ َدثَة بِ ْد َع ة‬،‫ َوِإيَّا ُك ْم َوالْ ُم ْح َدثَات‬،‫ َعضُّوا َعلَْي َه ا بِالن ََّواج ذ‬،‫ني‬ َ ِّ‫الْ َم ْه دي‬
ٍ ِ
َ ‫اُأْلمو ِر فَِإ َّن‌ ُك َّل‌بِ ْد َعة‬ ‫ ِإ‬:‫مَّر ًة‬
32
»ٌ‫‌ضاَل لَة‬ ُ ‫«و يَّا ُك ْم َوحُمْ َدثَات‬ َ َ
Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami Abu 'Ashim, telah mengabarkan kepada
kami Tsaur bin Yazid, telah menceritakan kepadaku Khalid bin Ma'dan
dari Abdur Rahman bin 'Amr dari 'Irbadl bin Sariah ia berkata, "Rasulullah
32
Abu Muhammad Abdullah Ibn Abdurrahman Ibn Fadli Ibn Bahrami Ibn Abdul Shomad
ad-Darimi, Musnad ad-Darimi al-Ma’rufi, Juz I (al-Mamlukah al-‘Arabiyyah al-Sa’udiyyah
; Dar al-Mugni li an-Nasyri wa at-Tauzi’, 1433 H), h. 228.
28

‫ ﷺ‬salat Subuh bersama kami, kemudian beliau memberikan wejangan


dengan wejangan yang sangat dalam hingga air mata (kami) bercucuran
dan bergetarlah hati- hati (kami), kemudian seseorang bertanya, " wahai
Rasulullah ‫ ﷺ‬seakan-akan wejangan ini adalah wejangan penutup (yang
engkau berikan), maka berikanlah kami wasiat. Lalu beliau berkata, "Aku
wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah Subhaanallahu wa
Ta'ala dan selalu mendengar dan taat (kepada para pemimpin), meskipun
ia seorang budak dari Habasyah, sesungguhnya barang siapa diantara
kalian yang hidup setelahku niscaya ia melihat perbedaan yang banyak,
maka kalian harus mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa`urrasyidin
yang lurus, gigitlah dengan gigi geraham kalian (peganglah dengan teguh),
berhati-hatilah dengan segala sesuatu yang baru (perkara bid'ah), karena
sesuatu yang baru itu bid'ah." Abu 'Ashim berkata, "Hendaklah kalian
berhati-hati terhadap perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena
setiap bid'ah itu sesat".
f. Sunan Ad-Da>rimi, kitab Muqaddimah, bab 23

،‫يه‬ِ ِ‫ عن َأب‬،‫ ح َّدثَيِن جع َف ر بن حُم َّم ٍد‬،‫ ح َّد َثنَا حَي بن س لَي ٍم‬،‫ف‬ ٍ َ‫َأخبرنَ ا حُمَ َّم ُد بْن َأمْح َ َد بْ ِن َأيِب َخل‬
َْ َ ُْ ُ َْ َ ْ ُ ُ ْ ‫ْىَي‬ َ ُ ََ ْ -
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ ُ ‫ خطَبنَ ا رس‬:‫ قَ َال‬- ‫ ر ِض ي اللَّه عْنهم ا‬- ‫ي‬
َ ‫ول اللَّه‬ ِ َ ْ‫َع ْن َج ابِ ِر بْ ِن َعْب ِد اللَّ ِه اَأْلن‬
َُ َ َ َ ُ َ ُ َ َ ِّ ‫ص ار‬
‫ َو َش َّر‬،‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ٍ ِ
َ ْ‫ «ِإ َّن َأف‬:‫َو َس لَّ َم فَ َح ِم َد اللَّهَ َوَأْثىَن َعلَْي ه مُثَّ قَ َال‬
ُ ‫ض َل اهْلَ ْد ِي َه ْد‬
َ ‫ي حُمَ َّمد‬
ٍ
َ ‫ َو ُك َّل بِ ْد َعة‬،‫اُأْلمو ِر حُمْ َدثَا ُت َها‬
» »ٌ‫ضاَل لَة‬ ُ
Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Abu Khalaf,
telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim ia berkata, "Telah
menceritakan kepada kami Ja'far bin Muhammad dari ayahnya dari Jabir
bin Abdullah Al Anshari radhiallahu'anhu ia berkata, "Rasulullah
Subhanallahu wa Ta'ala berkhotbah (di depan kami) lalu beliau memuji
Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian beliau bersabda, 'Sesungguhnya
petunjuk yang terbaik adalah petunjuk Muhammad ‫ ﷺ‬dan seburuk-buruk
perkara adalah hal baru yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat.'"

g. Musnad Ahmad, Juz III, Hal 310

‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه‬ ِ ُ ‫يه عن ج ابِ ٍر قَ َال خطَبنَ ا رس‬


َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ
ِِ ٍ
َ ْ َ ‫ب بْ ُن َس اَّل م َح َّد َثنَا َج ْع َف ٌر َع ْن َأب‬ ُ ‫ص َع‬ْ ‫َح َّدثَنَا ُم‬
‫اب اللَّ ِه َوِإ َّن‬ ِ ِ ِ ‫ِ مِب‬ ِ
ُ َ‫َأص َد َق احْلَ ديث كت‬ ْ ‫َو َس لَّ َم فَ َحم َد اللَّهَ َوَأْثىَن َعلَْي ه َا ُه َو لَ هُ َْأه ٌل مُثَّ قَ َال ََّأما َب ْع ُد فَ ِإ َّن‬
ٍ ٍ
ُ‫ص ْوتَهُ َوحَتْ َم ُّر َو ْجنَتَ اه‬ َ ‫اُأْلم و ِر حُمْ َدثَا ُت َها َو ُك َّل بِ ْد َع ة‬
َ ‫ض اَل لَةٌ مُثَّ َيْرفَ ُع‬ ُ ‫ي حُمَ َّمد َو َش َّر‬ ُ ‫ض َل اهْلَ ْد ِي َه ْد‬ َ ْ‫َأف‬
ُ‫اعة‬َ ‫الس‬ َّ ‫ت َأنَ ا َو‬ ِ
ُ ْ‫اعةُ بُعث‬ َّ ‫ول َأَتْت ُك ْم‬
َ ‫الس‬ ُ ‫ش قَ َال مُثَّ َي ُق‬ٍ ‫اعةَ َكَأنَّهُ ُمْن ِذ ُر َجْي‬ َّ ‫ض بُهُ ِإ َذا ذَ َك َر‬
َ ‫الس‬ َ ‫َويَ ْش تَ ُّد َغ‬
29

‫َأِلهلِ ِه َو َم ْن‬
ْ َ‫اعةُ َو َم َّس ْت ُك ْم َم ْن َت َر َك َم ااًل ف‬
َ ‫الس‬
َّ ‫ص بَّ َحْت ُك ْم‬ ِ َّ ‫َأش ار بُِأص بعي ِه‬
َ ‫الس بَّابَة َوالْ ُو ْس طَى‬ ْ َ ُ ْ َ َ ‫َه َك َذا َو‬
ِ
»‫ني‬َ ‫اعا فَِإيَلَّ َو َعلَ َّي َوالضَّيَاعُ َي ْعيِن َولَ َدهُ الْ َم َساك‬
ً َ‫ضي‬
َ ‫َتَر َك َد ْينًا َْأو‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim, telah
menceritakan kepada kami Tsaur bin Yazid, telah menceritakan kepada
kami Khalid bin Ma'dan berkata, telah menceritakan kepada kami
Abdurrahman bin 'Amr As-Sulami dan Hujr bin Hujr berkata, kami
mendatangi Al 'Irbadl bin Sariyah dia adalah termasuk orang yang
menyebabkan turunnya ayat, 'Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang
yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka
kendaraan, lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk
membawamu " Lalu kami mengucapkan salam dan kami katakan, "Kami
mendatangi Anda, dalam rangka mengunjungi, kembali dan mencari ilmu.
lalu 'Irbadl berkata, "Rasulullah ‫ ﷺ‬salat Subuh bersama kami pada suatu
hari, lalu beliau menemui kami dan memberi nasihat yang sangat
mengena, yang menyebabkan mata bercucuran dan hati menjadi tergetar.
Lalu ada seseorang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, sepertinya ini
adalah nasihat perpisahan, maka apa yang Anda wasiatkan kepada kami."
Beliau bersabda, "Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah,
mendengar dan taat walau kepada budak dari Habasyah. Sungguh siapa
yang hidup di antara kalian setelahku akan melihat perselisihan yang
banyak. Berpeganglah dengan sunahku dan sunnah Khulafa' Rasyidin
yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah dan gigitlah dengan gigi
geraham. Hindarilah kalian hAl hal yang baru, sesungguhnya setiap hal
yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah ada sesat. Telah menceritakan
kepada kami Haiwah bin Syuraih, telah menceritakan kepada kami
Baqiyyah, telah menceritakan kepadaku Bahir bin Sa'ad dari Khalid bin
Ma'dan dari Ibnu Abu Bilal dari Al 'Irbadl bin Sariyah, ia menceritakan
kepada mereka sesungguhnya Rasulullah ‫ ﷺ‬telah memberi nasihat kepada
mereka pada suatu hari setelah salat Subuh, lalu dia sebutkan. Telah
menceritakan kepada kami Isma'il dari Hisyam Ad-Dustuwa'i dari Yahya
bin Abu Katsir dari Muhammad bin Ibrahim bin Al Harits dari Khalid bin
Ma'dan dari Abu Bilal dari Al 'Irbadl bin Sariyah, dia menceritakan kepada
mereka sesungguhnya Rasulullah ‫ ﷺ‬memberi nasihat kepada mereka pada
suatu hari setelah salat Subuh, lalu dia menyebutkanya secara lengkap.

h. Musnad Ahmad, Juz IV, Hal 126

‫ح دثنا الض حاك بن خمل د عن ث ور عن خال د بن مع دان عن عب د ال رمحن بن عم رو الس لمي عن‬
‫ صلى لنا رسول اهلل الفجر مل أقبل علينا قوعظنا موعظة بليغة ترقت هلا‬:‫عرباض بن سارية قال‬
‫األعني ووجلت منه ا القل وب قلن ا أو ق الوا ي ا رس ول اهلل ك أن ه ذه موعظ ة م ودع فأوص نا ق ال‬
30

‫«أوص يكم بتق وى اهلل والس مع والطاع ة وإن ك ان عب دا حيثي ا فإن ه من يعش منكم ي رى بع دي‬
‫اختالف ا كث ريا فعليكم بس نيت وس نة اخللف اء الراش دين امله ديني وعض وا عليه ا بالتواج د وحياكم‬
33
" ‫وحمدثات األمور فإن كل حمدثة بدعة وإن كل بدعة ضاللة‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Adl-Dlahak bin Mukhlad dari Tsaur dari
Khalid bin Ma'dan dari Abdurrahman bin 'Amr As-Sulami dari Al 'Irbadl
bin Sariyah berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬salat fajar bersama kami, lalu beliau
menghadap kepada kami dan memberi nasihat kepada kami dengan nasihat
mendalam, yang menyebabkan mata bercucuran dan hati tergetar. Kami
bertanya atau mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah
nasihat perpisahan, maka wasiatkanlah kepada kami." Beliau bersabda,
"Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat
walau kepada budak dari Habasyah. Sungguh siapa yang hidup di antara
kalian akan melihat perselisihan yang banyak. Berpeganglah dengan
sunahku dan sunah Khulafa' Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah
kalian dengan gigi geraham. Hindarilah kalian hAl hal yang baru,
sesungguhnya setiap hal yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah ada
sesat.
i. Musnad Ahmad , Juz IV, Hal 127

‫ مع دان ق ال ثن ا عب د ال رمحن بن‬.‫ح دثنا الولي د بن مس لم ثن ا ث ور بن يزي د ثن ا خال د بن‬


‫ين‬ ِ َّ
َ ‫عمرو السلمي وحجر بن حجرة قاال أتيناالعرباض بن سارية وهوا ممن نزل فيه ( وال َعلَى الذ‬
‫لت ال َِأج ُد َم ا َأمْح لُ ُك ْم َعلَْي ه ) فس لمنا وقلن ا أتين اك زائرين وعائدين‬ ِ َ َ‫ِإ َذا م ا َأت‬
َ ُ‫وك لتَ ْحملَ ُه ْم ق‬ َ
‫ صلى بنا رسول اهلل الصبح ذات يوم مث أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة‬: ‫ومقتبسني فقال عرباض‬
‫ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب فقال قائل يا رسول اهلل كأن هذه موعظة مودع فماذا‬
‫تعهد إلينا ؟ فقال أوصيكم بتقوى اهلل والسمع والطاعة وإن كان عبدا حبشيا فإنه من يعش منكم‬
‫بعدي فسريى اختالفا كثريا فعليكم بسنيت وسنة اخللفاء الراشدين املهديني فتمسكوا هبا وعضوا‬
»‫عليها بالنواجذ وإياكم وحمدثات األمور فإن كل حمدثة بدعة وكل بدعة ضاللة‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Walid bin Muslim, telah menceritakan
kepada kami Tsaur bin Yazid, telah menceritakan kepada kami Khalid bin
Ma'dan berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin 'Amr
As-Sulami dan Hujr bin Hujr berkata, kami mendatangi Al 'Irbadl bin
Sariyah dia adalah termasuk orang yang menyebabkan turunnya ayat, 'Dan
tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang
kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata,
33
al-Imam Ahmad Ibn Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hanbal, Juz IV
(Qahirah;Darul Hadits, 1416 H), h. 126.
31

"Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu " Lalu kami


mengucapkan salam dan kami katakan, "Kami mendatangi Anda, dalam
rangka mengunjungi, kembali dan mencari ilmu. lalu 'Irbadl berkata,
"Rasulullah ‫ ﷺ‬salat Subuh bersama kami pada suatu hari, lalu beliau
menemui kami dan memberi nasihat yang sangat mengena, yang
menyebabkan mata bercucuran dan hati menjadi tergetar. Lalu ada
seseorang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah nasihat
perpisahan, maka apa yang Anda wasiatkan kepada kami." Beliau
bersabda, "Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah,
mendengar dan taat walau kepada budak dari Habasyah. Sungguh siapa
yang hidup di antara kalian setelahku akan melihat perselisihan yang
banyak. Berpeganglah dengan sunahku dan sunnah Khulafa' Rasyidin
yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah dan gigitlah dengan gigi
geraham. Hindarilah kalian hAl hal yang baru, sesungguhnya setiap hal
yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah ada sesat. Telah menceritakan
kepada kami Haiwah bin Syuraih, telah menceritakan kepada kami
Baqiyyah, telah menceritakan kepadaku Bahir bin Sa'ad dari Khalid bin
Ma'dan dari Ibnu Abu Bilal dari Al 'Irbadl bin Sariyah, ia menceritakan
kepada mereka sesungguhnya Rasulullah ‫ ﷺ‬telah memberi nasihat kepada
mereka pada suatu hari setelah salat Subuh, lalu dia sebutkan. Telah
menceritakan kepada kami Isma'il dari Hisyam Ad-Dustuwa'i dari Yahya
bin Abu Katsir dari Muhammad bin Ibrahim bin Al Harits dari Khalid bin
Ma'dan dari Abu Bilal dari Al 'Irbadl bin Sariyah, dia menceritakan kepada
mereka sesungguhnya Rasulullah ‫ ﷺ‬memberi nasihat kepada mereka pada
suatu hari setelah salat Subuh, lalu dia menyebutkanya secara lengkap.
2. Metode takhrij dengan menggunakan tema hadits (Maudhu’i)

Takhri>j dengan metode ini bersandar pada pengenalan tema h}adi>s\ dan

sebagian ahli mengatkan bahwa takhri>j al-h}adi>s\ dengan pendekatan tema

merupakan cara terbaik dalam mencari h}adi>s\. Disamping itu, metode ini juga

memiliki kelebihan dan kekurangan. Alamat Hadits Yang Diperoleh Merujuk

Pada Kitab Miftah Kunuz as-Sunnah Menggunakan Kata Kunci ‫بدعة‬ Pada

Halaman 76. Setelah melakukan penelusuran dengan metode ini, hasil yang

didapatkan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

5 ‫ ب‬39 ‫بد – ك‬ .1

Dengan menggunakan lafaz ‫بدعة‬ kami menemukan 1 jalur sanad, hadisnya

sebagai berikut:
32

j. Sunan Abu Dawud, kitab sanah, bab 5

‫ َح َّدثَيِن َخالِ ُد بْ ُن‬:‫ قَ َال‬،‫ َح َّد َثنَا َث ْو ُر بْ ُن يَِزي َد‬،‫ َح َّد َثنَا الْ َولِي ُد بْ ُن ُم ْس لِ ٍم‬،‫َح َّدثَنَا َأمْح َ ُد بْ ُن َحْنبَ ٍل‬
ِ ِ ُّ ‫ ح َّدثَيِن عب ُد الرَّمْح ِن بن عم ٍرو‬:‫ قَ َال‬،‫مع َدا َن‬
‫اض بْ َن‬َ َ‫ َأَتْينَ ا الْع ْرب‬: ‫ قَ ااَل‬،‫ َو ُح ْج ُر بْ ُن ُح ْج ٍر‬،‫الس لَم ُّي‬ َْ ُْ َ َْ َ َْ
}‫ت اَل َِأج ُد َم ا َأمْحِ لُ ُك ْم َعلَْي ِه‬ ِ ِ ِ َّ ِِ ‫مِم‬
َ ‫ين ِإ َذا َم ا َأَت ْو َك لتَ ْحملَ ُه ْم ُق ْل‬
َ ‫{واَل َعلَى الذ‬ َ ‫ َو ُه َو َّْن َن َز َل فيه‬،َ‫َس اريَة‬
ِ
ُ ‫ص لَّى بِنَ ا َر ُس‬ ِ ِ ِ ‫ِئ‬ ‫ َأَتينَ َ ِئ‬:‫ و ُق ْلنَا‬،‫] فَسلَّمنَا‬92 :‫[التوبة‬
‫ول‬ َ :‫اض‬ ُ َ‫ َف َق َال الْع ْرب‬،‫ني‬ َ ‫ين َو ُم ْقتَبِس‬
َ ‫ين َو َعا د‬ َ ‫اك َزا ِر‬ ْ َ َْ
ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
‫ت مْن َه ا الْعُيُ و ُن‬ ْ َ‫ مُثَّ َأْقبَ َل َعلَْينَ ا َف َو َعظَنَ ا َم ْوعظَ ةً بَليغَ ةً َذ َرف‬،‫ات َي ْوم‬ َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َذ‬
َ ‫اللَّه‬
‫ فَ َم ا َذا َت ْع َه ُد ِإلَْينَ ا؟‬،‫َأن َه ِذ ِه َم ْو ِعظَ ةُ ُم َو ِّد ٍع‬
َّ ‫ول اللَّ ِه َك‬ َ ‫ يَ ا َر ُس‬:‫ َف َق َال قَاِئ ٌل‬،‫وب‬ ُ ُ‫ت مْن َه ا الْ ُقل‬
ِ َ‫وو ِجل‬
ْ ََ
‫ش ِمْن ُك ْم َب ْع ِدي‬ ِ ِ
ْ ‫ فَِإنَّهُ َم ْن يَع‬،‫ َوِإ ْن َعْب ًدا َحبَش يًّا‬،‫اع ة‬
ِ َّ‫الس م ِع والط‬ ِ
َ َ ْ َّ ‫َف َق َال «ُأوص ي ُك ْم بَِت ْق َوى اللَّه َو‬
ِ
‫ض وا َعلَْي َه ا‬ ُّ ‫ مَتَ َّس ُكوا هِبَا َو َع‬،‫ين‬ ِ ِ َّ ‫ َفعلَي ُكم بِسنَّيِت وسن َِّة اخْل لَ َف ِاء الْمه ِديِّني‬،‫فَسيرى اختِاَل فًا َكثِريا‬
َ ‫الراشد‬ َ َْ ُ ُ َ ُ ْ َْ ً ْ َََ
34
»ٌ‫‌ضاَل لَة‬ ٍ ٍ
َ ‫ َو ُك َّل‌بِ ْد َعة‬،ٌ‫ فَِإ َّن ُك َّل حُمْ َدثَة بِ ْد َعة‬،‫اُأْلمو ِر‬
ِ ‫ِ ِ ِ ِإ‬
ُ ‫ َو يَّا ُك ْم َوحُمْ َدثَات‬،‫بالن ََّواجذ‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Tsaur bin Yazid, ia berkata, telah menceritakan
kepadaku Khalid bin Ma'dan, ia berkata, telah menceritakan kepadaku
'Abdurrahman bin Amr As Sulami dan Hujr bin Hujr, keduanya berkata,
"Kami pernah mendatangi Irbadh bin Sariyah, sementara ia adalah
termasuk seseorang yang turun kepadanya ayat: '(Dan tiada (pula dosa)
atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kami
memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh
kendaraan orang yang membawamu) ' -QS. At-Taubah: 92- Kami ucapkan
salam kepadanya seraya berkata, "Kami mendatangimu untuk berkunjung,
duduk-duduk mendengar sesuatu yang berharga darimu." Irbadh pun
berkata, "Suatu ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah salat bersama kami, beliau
lantas menghadap ke arah kami dan memberikan sebuah nasihat yang
sangat menyentuh, yang membuat mata menangis dan hati bergetar. Lalu
seseorang berkata, 'Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat
untuk perpisahan! Lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami?' Beliau
bersabda, 'Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah,
senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah adalah seorang
budak Habasyah yang hitam. Sesungguhnya orang-orang yang hidup
setelahku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian
berpegang dengan sunnahku, dan sunnah para Khalifah. Berpegang
teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh

34
Abu Dawud Sulaiman al-Asy’asy Ibn Ishaq Ibn Basyir Ibn Syidad Ibn Amr, Sunan Abu
Dawud,Juz IV (Beirut: al-Maktabah al-Ashriyyah, 1431 H),h. 200
33

kalian perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab setiap perkara


yang baru adalah bid 'ah, dan setiap bid 'ah adalah sesat."

BAB III

KRITIK SANAD DAN MATAN

A. Pengertian Sanad

Sanad secara bahasa berarti al-mu’tamad ‫ امل ْعتَ َم ُد‬yaitu “yang diperpegangi
ُ
(yang kuat) yang bisa dijadikan pegangan”. dapat juga diartikan: ‫م اَ ْار َت َف َع ِم َن‬
35

‫اَألرض‬
ْ
36
yaitu “Sesuatu yang terangkat (tinggi) dari tanah”.

35
Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadits, (Beirut:Dar al-Quran al-Karim, 1412
H/1991 M), h. 20.
36
M.’Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits: Ulumuhu wa Musththalahuhu, (Beirut:Dar al-
Fikr,1989), h. 32.
34

Sedangkan secara terminologi sanad berarti: Jalannya matan, yaitu

silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya

yang pertama.37

Ada beberapa istilah yang erat hubungannya dengan sanad, yaitu isnad,

musnad, dan musnid.

a. Isnad

Isnad secara etimologi berarti menyandarkan sesuatu kepada yang lain. 38

Sedangkan menurut istilah isnad berarti: Mengangkat hadis kepada yang

mengatakannya (sumbernya), yaitu menjelaskan jalan matan dengan

meriwayatkan hadis secara musnad.39

b. Musnad

Musnad adalah bentuk isim maf’ul dari kata kerja ‫َأس نَ َد‬
ْ , yang berarti

sesuatu yang disandarkan kepada yang lain.40

Secara terminologi musnad mengandung tiga pengertian41, yaitu :

1. Hadis yang tersambung sanadnya dari perawinya (dalam contoh sanad

di atas adalah Bukhari) sampai kepada akhir sanadnya (yang biasa

adalah sahabat dan dalam contoh di atas adalah Anas r.a).

2. Kitab yang menghimpun hadis-hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh

sahabat, seperti hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar ra. dan

lainnya. Contohnya, adalah kitab Musnad Imam Ahmad.

37
M.’Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits: Ulumuhu wa Musththalahuhu, h. 32.

38
Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis I, (Jakarta: Bulan Bintang,
1981), h.43.
39
M.’Ajjaj al-khatib, Ushul al-Hadits: Ulumuhu wa Musththalahuhu, h. 32.

40
Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadits, h. 15.

41
Zhafar al-Tahanawi, Qawaid fi ‘Ulum al-Hadis,ed. Abd al-fattah Abu Ghuddah (Beirut:
Maktabat al-Nah’ah, 1404 H/1984 M), h.26.
35

3. Sebagai mashdar (mashdar mimi) mempunyai arti sama dengan sanad.

c. Musnid

Kata musnid adalah isim fa’il dari ‫أس نَ َد → يُ ْس نِد‬


ْ yang berarti orang yang
menyandarkan sesuatu kepada yang lainnya. Sedangkan pengertiannya dalam

istilah hadis adalah “Setiap perawi hadis meriwayatkan hadis dengan

menyebutkan sanadnya, apakah ia mempunyai pengetahuan tentang sanad

tersebut, atau tidak mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, tetapi hanya

sekedar meriwayatkan saja.42\

B. Jenis-jenis Sanad

Adapun jenis-jenis sanad terbagi menjadi dua43 yaitu:

1. Sanad ‘Aliy

Sanad ‘aliy adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit jika

dibandingkan dengan sanad yang lain. Sanad ‘aliy ini terbagi menjadi dua:

a. Sanad ‘aliy yang bersifat mutlak. Yaitu sanad yang jumlah rawinya

sampai ke Rasulullah SAW lebih sedikit, jika dibandingkan dengan

jalur yang lain. Dan jika sanad tersebut shahih maka ia menempati

tingkatan tertinggi dari jenis sanad ‘aliy.

b. Sanad ‘aliy yang bersifat nisby. Yaitu sanad yang jumlah rawinya

lebih sedikit jika dibandingkan dengan para imam ahli hadis, seperti

42
Zhafar al-Tahanawi, Qawaid fi ‘Ulum al-Hadis,ed. Abd al-fattah Abu Ghuddah, h.26.

43
M. Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, h. 96
36

Syu’bah, al-‘Amasy, Ibnu Juraij as-Syafi’I, malik, Muslim, Bukhari,

dan sebagainya.

2. Sanad Nazil

Sanad nazil adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih banyak jika

dibandingkan dengan sanad yang lain. Hadis dengan sanad yag lebih banyak akan

tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih sedikit.

C. Kriteria Keshahihan Sanad Hadis

Imam al-Syafi’i-lah yang pertama yang mengemukakan penjelasan yang

lebih konkret dan terurai tentang riwayat hadis yang dapat dijadikan hujjah (dalil).

Dia menyatakan hadis ah}ad tidak dapat dijadikan hujjah, kecuali menemukan

dua syarat, yaitu pertama hadis tersebut diriwayatkan oleh orang yang tsiqah (adil

dan dhabit), kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi

Muhammad saw. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi. 44

Untuk melanjutkan dan memperjelas persyaratan hadis shahih muncullah

pendapat muhadditsin mutakhkhirin, di antaranya dikemukakan oleh Ibnu Shalah

dalam muqaddimahnya:

44
Abu Abdullah Muhammad ibn Idris al-Syafi>’i, al-Risa>lah, naskah diteliti dan
disyarah oleh Ahmad Muhammad Syakir (Kairo: Maktabat Dar al-Turas, 1399 H/1979 M), h.369.
37

Hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh

perawi yang adil dan dhabit sampai akhir sanadnya, tidak terdapat kejanggalan

(Syaz) dan cacat (Illat).45

Dari defenisi hadis shahih di atas tampak jelas bahwa hadis shahih harus

memenuhi lima syarat :

1. Bersambung sanadnya

2. Diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil

3. Diriwayatkan oleh periwayat yang dhabit

4. Terhindar dari syaz

5. Terhindar dari illat.46

D. Kritik Sanad

Setelah melakukan takhri>j dan i‘tiba>r (mengeluarkan hadis dan

mengumpulkan hadis yang terdapat dalam kitab sumber hadis) serta menyusun

skema sanad hadis yang dimaksudkan untuk melihat apakah hadis-hadis tentang

sujud sahwi tersebut memiliki penguat pada kalangan sahabat (sya>hid) ataupun

pada kalangan setelah sahabat (muta>bi‘). Maka langkah selanjutnya, peneliti

akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan kualitas sanad dan matan hadis-

hadis tentang bid’ah, dimaksudkan untuk mengetahui kualitas hadis tersebut,

apakah sahih, hasan ataupun daif. Terkait dengan penentuan kualitas sebuah hadis,

mayoritas ulama berpegang pada defenisi hadis sahih yang telah disaring oleh Ibn

al-S}ala>h} sebagai syarat sebuah hadis dapat dinyatakan sahih, yaitu; setiap

periwayat yang terlibat dalam proses periwayatan hadis harus bersambung atau

45
Ibnu al-Shalah, Ulumul Hadis, (Beirut:al-maktabah al-ilmiyah,1989), h. 7.

46
Bustamin M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, (Cet I; Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,
2004), h. 24.
38

bertemu, bersifat adil dan memiliki kekuatan hafalan. Sementera dua lainnya,

yakni tidak terdapat pertentangan pada setiap matan hadis, baik yang semakna

ataupun yang tidak semakna (sya>z\) dan setiap matannya tidak memiliki lafal

yang membuat maknanya menjadi janggal bahkan rusak (‘illat), sebagaimana

yang telah peneliti jelaskan pada bab sebelumnya tentang kaidah kesahihan hadis.

Dengan demikian, persyaratan inilah yang akan peneliti coba aplikasikan dalam

meneliti kualitas hadis-hadis tentang bid’ah pada Sunan Ibnu Majah, kitab

muqaddimah, bab 6.

1. Ibn Ma>jah

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Yazi>d al-Rab’i Abu Abdullah

Ibn Ma>jah Al-Qazwini al-Hafiz. Lahir pada tahun 209 H dan Wafat di Mesir

pada tahun 273 H di hari Senin dan dimakamkan di hari Selasa. Beliau meninggal

di usia 64 tahun. Beliau merupakan salah satu penulis buku “al-Sunan” dengan

klasifikasi yang bermanfaat dan perjalanan luas. Beliau telah mengunjungi

berbagai negeri untuk melakukan Rihlah Ilmiyah di Khurasan, Irak, Mekah,

Mesir, Syam dan Negara-negara lain. Beliau memiliki pengetahuan yang banyak

dalam dalam hadis| dan hafalan al-Qur’an dan memiliki karya dalam sunan, tafsir

dan sejarah.

Beliau memiliki beberapa guru dan murid, diantara guru beliau adalah

Ahmad bin S|a>bit, Ahmad bin Sa’i>d, Ah}mad bin Suna>n bin Asad bin

Hubba>n, Husain bin Hasan H{arb al-Sulmi, Husain bin Junaid, Husain bin

Salamh bin Isma>’il. Adapun murid beliau diantaranya adalah Ibra>him bin

Di>na>r, Ahmad bin Ibra>him, Abu ‘Amru> Ahmad bin Muhammad bin

Haki>m, Isha>q bin Muhammad, Ja’far bin Idri>s, Husain bin Ali bin

Yuzda>niya>r.
39

Dalam t}abaqat beliau menempati posisi urutan t}abaqat ke-9 yaitu,

S{iga>r Atba>’ al-Ta>bi’i>n. Dalam kitab Tahz\i>b al-Kama>l al-Mizzi>

mengemukakan bahwa menurut Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Khalil bin Abdullah Al-

Khaili Al-Qazwini ia menilai Ibn Ma>jah S|iqat Kabi>r.

2. Abdullah bin Ahmad bin Basyir

Al-Mizzi berkata dalam Tahz\ib al-Kama>l Nama lengkapnya adalah Abu

‘Amru Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Dzakwan al-Bahrani. Beliau lahir di

Damasykus pada tahun 173 H dan wafat pada tahun 242 H. Beliau adalah seorang

Qari, imam masjid di Damaskus. Beliau tinggal di darb dan keturunan bani

hasyim. Beliau memiliki beberapa murid dan guru, diantara murid-murid beliau

adalah Abu Dawud, Ibn Ma>jah, Ahmad bin Anas bin Malik, Ahmad bin Abu

Hawari dan Ahmad bin ‘Amir bin Mu’ammar. Adapun guru-guru beliau

diantaranya adalah ‘Ishaq bin Muhamad bin Abdurrahman, Ayyub bin Tamimi,

Wali>d bin Muslim, dan Abu Badri as-Syaja’i.

Dalam t}abaqat beliau menempati posisi urutan t}abaqat ke-10, yaitu

Kiba>r al-Akhizi>na ‘an Taba’a al-‘Atba>’. al-Mizzi> dalam kitabnya Tahz\ib

al-Kama>l menjelaskan bahwa Abu Hatim menilai ‘Abdullah bin Ahmad bin

Basyir S}adu>q. Yahya bin Mu’in menjelaskan bahwa tidak ada masalah pada

‘Abdullah bin Ahmad bin Basyir.

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa jarak wafat antara Ibn

Ma>jah (l: 209 H – w: 273 H) dengan ‘Abdullah bin Ahmad bin Basyi>r (l: 173 –

w: 242 H) adalah 27 tahun, jika ditinjau dari jarak lahir Ibn Ma>jah dengan

Husain bin Hasan adalah 37, jika berdasar pada standar seorang perawi menerima

dan meriwayatkan hadis| yaitu umur 15 tahun, maka keduanya memungkinkan

untuk bertemu dikarenakan Ibn Ma>jah memiliki waktu 20 tahun setelah

berumur 15 tahun untuk belajar sebelum ‘Abdullah bin Ahmad bin Basyi>r wafat.
40

Berdasarkan analisis diatas, maka peneliti menilai ketersinambungan sanad

keduanya dapat dipertanggungjawabkan beserta sigat “Hadas|ana>” yang

digunakan.

3. Wali>d bin Muslim

Nama lengkapnya adalah Walid bin Muslim al-Quraisyi. Beliau wafat

pada tahun 195 atau 196 H. Beliau memiliki guru dan murid, diantara murid

beliau adalah Ibra>him bin al-‘Ala’i>, Ibra>him bin al-Munzir al-H<iza>mi>,

‘Abdullah bin Ahmad bin Basyi>r, Isha>q bin Abi Isra>i>l, Isha>q bin

Ra>hawiyah, Muhammad bin ‘Abdullah bin Maimu>n al-Iskandari>. Adapun

guru-guru beliau diantaranya Sa’i>d bin Basyi>r, ‘Abdullah bin Zahir, ‘Abdullah

bin al-Mugi>rah, Muhammad bin ‘Ajlani, ‘Abdullah bin al-‘Alai, Ayyas bin

‘Uqabah, ‘Amru> bin al-Haris\.

Dalam t}abaqat beliau menempati posisi urutan t}abaqat ke-8, yaitu al-

Wust}a min ‘Atba>’a al-Ta>bi’i>n. Muhammad bin Sa’id dalam kitab S}aghir

dalam Tabaqat al-Khamsah dan Kabi>r dalam Tabaqat as-Sadisah dia menilai

bahwa Wali>d bin Muslim S|iqat dan memiliki banyak hafalan hadis\.

4. ‘Abdullah bin al-‘Alai

Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin al-‘Ala’ bin Zabri ar-Ruba’i.47

Beliau lahir pada tahun 75 H dan wafat pada tahun 164 H. Anaknya bernama

Ibrahim bin ‘Abdullah bin al-‘Alai bin Zabri dan saudaranya bernama Bashr bin

al-‘Alai bin Zabri. Beliau memiliki beberapa guru dan murid, diantara murid-

murid beliau adalah Muhammad bin Syu’aib, Walid bin Muslim, Mus’ab bin

Sullam, Utsman bin Abdurrahman, Zaid bin Yahya bin ‘Ubaid. Adapun guru-guru

47
Yu>suf bin ‘Abd al-Rahman bin Yu>suf Abu> al-H{a>jja>j Jama>l al-Di>n al-Zakki>
Abi> Muh}ammad al-Qad}a>’i> al-Kalbi> al-Mizzi>, Tahz\ib al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l,
Juz. LIII, h.19.
41

beliau adalah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, ‘Umar bin Muhajir, al-Qasim bin

‘Abdurrahman, Yahya bin al-Mutha’.

Dalam t}abaqat beliau menempati posisi urutan t}abaqat ke-7, yaitu min

Kibar ‘Atba>’a al-Ta>bi’i>n. al-Mizzi> dalam kitabnya Tahz\i>b al-Kama>l

berkata bahwa Hanbal bin Ishaq dari Ahmad bin Hanbal menilai bahwa Abdullah

bin al-Alai muqarib al-hadis. ‘Abbas al-Dauri, Abu Bakar bin Abi Khayt}amah,

Usman bin Said al-Darimi dan Muawiyah bin sSalih dari Yahya bin Muin, Abu

D}ara’a al-Dimasyqiy, Abu Bishr al-Dulabi dan Abu Dawud menilai bahwa

Abdullah bin al-Alai S|iqa>t. Muhammad bin Auf al-T{ai berkata dari Yahya bin

Mu’in bahwa tidak ada yang salah dengan dia.

5. Yahya bin al-Mutha’

Nama lengkapnya adalah Yahya bin Abu al-Mutha’ al-Quraisyi. Beliau

memiliki beberapa guru dan murid, diantara murid-murid beliau adalah ‘Abdullah

bin al-‘Ala’, ‘At}a’ al-Kharasani, al-Walid bin Sulaiman bin Abu Saib. Adapun

guru-guru beliau adalah Mu’awiyah bin Abu Sufyan, ‘Irbad} bin Sariyyah.

Dalam t}abaqat beliau menempati posisi urutan t}abaqat ke-4, yaitu al-

Wust}a> min al-Ta>bi’i>n. Usman bin Sa’id al-Darimi berkata dari Dahim

menilai bahwa Yahya bin al-Mutha S|iqat ma’ruf. Hal itu juga disebutkan oleh

Ibnu Hibban dalam bukunya.

6. ‘Irba>d} bin Sariyyah

Nama lengkapnya adalah Abu Dzar Jundub bin Juna>dah al-Gifa>ri.

Wafat pada tahun 70 H. Beliau memiliki beberapa guru dan murid, diantara

murid-murid beliau adalah Hakim bin ‘Amir, Khalid bin Mu’da>n, Sa’id bin

Hanai, Syarih bin ‘Ubaid, Yahya bin al-Mut}ha, dan Abdurrahman bin Abu

Bila>l. Adapun guru-guru beliau adalah Nabi Muhammad dan Abu ‘Ubaidah al-

Jarah.
42

Dalam t}abaqat beliau menempati posisi urutan t}abaqat ke-1, yaitu

S}aha>bi.48

Setelah melakukan kritik terhadap sanad hadis diatas, maka penulis

menilai bahwa sanad hadis bersambung, maka dapat disimpulkan bahwa hadis

yang diteliti bersifat s}ahih dikarenakan tidak terdapat data yang menunjukkan

adanya periwayat yang lemah oleh kritikus, maka dari itu penelitian dapat

dilanjutkan ke kritik matan.

E. Kritik Matan Hadits


Para kritikus dalam melakukan validasi penyandaran hadis kepada Nabi
Muhammad. tidak hanya meneliti sanad tapi juga meneliti matan, karena adanya
periwayatan hadis secara makna. Berdasarkan kenyataan bahwa terdapat sejumlah
matan yang tidak dapat disandarkan kepada Nabi Saw. meskipun sanadnya
tampak ṡiqah. Dengan kata lain, sanad yang ṡiqah tidak harus berarti matannya
juga dipercaya. Disamping kepercayaan isnad, keṣahihan matan juga harus
dibuktikan untuk kemurnian sebuah hadis. Untuk mencapai hasil yang maksimal
dari penelitian hadis tidak bisa dilakukan tanpa adanya landasan, yakni berupa
langkah-langkah yang harus dilalui Untuk mencapai hasil yang maksimal dari
penelitian hadis tidak bisa dilakukan tanpa adanya landasan, yakni berupa
langkah-langkah yang harus dilalui oleh ahli hadis dalam meneliti hadis.
Langkah-langkah metodologi kegiatan penelitian matan hadis secara sederhana
diklasifikasi pada tiga bagian:

1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya.

2. Meneliti susunan lafal berbagai matan yang semakna.

3. Meneliti isi kandungan matan.49

48
Yu>suf bin ‘Abd al-Rahman bin Yu>suf Abu> al-H{a>jja>j Jama>l al-Di>n al-Zakki>
Abi> Muh}ammad al-Qad}a>’i> al-Kalbi> al-Mizzi>, Tahz\ib al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l,
Juz. II, h. 46.
49
M. Syuhudi Ismail,Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: P.T. Bulan Bintang, cet. I,
1992) hal. 121-122.
43

1. Kualitas Matan Berdasarkan Sanadnya

Dari sanad yang telah diteliti yang merupakan objek kajian, maka peneliti
menemukan bahwa sanad hadis tersebut s}ah}i@h}, karena telah memenuhi
kaidah kes}ah}i@h}an sanad hadis, yaitu: ittis}a>l al-sanad, keadilan para
perawi (‘ada>lah al-ruwa>t) dan sempurnanya hafalan rawi (ta>m al-d}abt}).
Berdasarkan kualitas sanad diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas matan hadits
ini s}ah}i@h.

2. Lafadz Matan Yang Semakna Diberbagai Periwayat

Setelah mengetahui kualitas sanad hadis yang dikritik, maka langkah

selanjutnya yang dilakukan peneliti ialah dengan meneliti susunan lafal dari

berbagai matan hadis.

Dalam meneliti lafal matan hadis disini penulis mengacu pada kaidah mayor

kesahihan matan hadis yaitu terhindar dari ‘illah yang mana kaidah minornya

adalah terhindar dari ziya>dah (tambahan), inqila>b (pembalikan lafal), mudraj

(sisipan), naqi>s (pengurangan) dan al-tahri>f/al-tas}h}i>f (perubahan

huruf/syakalnya).
Untuk mempermudah dalam mengetahui ‘illah yang telah disebutkan

pembagiannya di atas, maka peneliti melakukan pemenggalan-pemenggalan lafal

matan hadis dalam setiap riwayat.

a. Sunan Ibn Majah


‫ِإ‬ ِ ِ ُ ‫َكا َن رس‬
ُ‫ت َعْينَاه‬ َ َ‫ ذَا َخط‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
ْ ‫ب امْح ََّر‬ َ ‫ول اللَّه‬ َُ
ٍ
َ ‫ َو ُك ُّل بِ ْد َعة‬،‫اُأْلمو ِر حُمْ َدثَاتُ َها‬
ٌ‫‌ضاَل لَة‬ ُ ‫‌ َو َشُّر‬
b. Shahih Muslim
‫ِإ‬ ِ ِ ُ ‫َكا َن رس‬
ُ‫ت َعْينَاه‬ َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ذَا َخط‬
ْ ‫ب امْح ََّر‬ َ ‫ول اهلل‬ َُ
ٌ‫‌ضاَل لَة‬ ٍ ِ ِ
َ ‫ َو ُك ُّل ب ْد َعة‬.‫اُأْلمور حُمْ َدثَا ُت َها‬
ُ ‫َو َشُّر‬

c. Musnad ad-Da>rimi>
44

‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫خطَبنَا رس‬


َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ
ٍ
َ ‫ َو ُك َّل بِ ْد َعة‬،‫اُأْلمو ِر حُمْ َدثَا ُت َها‬
ٌ‫ضاَل لَة‬ ُ ‫َو َشَّر‬
Untuk membuktikan apakah matan hadis tersebut terhindar dari
‘illat atau tidak, maka dibutuhkan langkah-langkah yang dalam hal ini
dikenal dengan kaidah minor matan terhindar dari ‘illat yaitu sebagai
berikut :
a. Tidak ada ziyadah. Ziyadah adalah tembahan dari perkataan perawi siqah
yang biasanya terletak di akhir matan. Tambahan itu berpengaruh terhadap
kualitas matan jika dapat merusak makna matan. Akan tetapi peneliti tidak
mendapati adanya ziyadah pada matan hadits.
b. Naqs adalah pengurangan dari lafal matan hadis yang sebenarnya. Akan
tetapi peneliti tidak mendapati adanya ziyadah pada matan hadits.
c. Tagyir (perubahan lafal). Pada hadis yang peneliti kaji terdapat perubahan
lafal pada riwayat ad-Da>rimi> yaitu lafal ‫خطََبنَا‬.
َ
d. Idraj adalah adanya sisipan dalam matan hadis yang biasanya terdapat
dipertengahan matan hadis, baik itu perkataan perawi atau hadis lain, yang
bersambung dengan matan hadis tanpa ada keterangan sehingga tidak
dapat dipisahkan. Tambahan seperti itu dapat merusak kualitas matan
hadis. Ma>hir Ya>sin berpendapat bahwa idraj adalah tambahan kalimat
dari sebagian rawi, sehingga pendengarnya mengira bahwa tambahan itu
bagian dari matan asli. Tambahan tersebut terkadang berada di awal,
tengah atau akhir matan. Pada hadis yang peneliti kaji Tidak ada idraj.
e. Inqila>b adalah terjadinya pemutar balikan lafal matan seperti
mengakhirkan lafal yang seharusnya diawal, Pada hadis yang peneliti kaji
tidak terjadi inqila>b.
f. Tas}h{if dan tah}rif, yakni perubahan yang terjadi pada huruf atau syakal
huruf pada matan hadis, Pada hadis yang peneliti kaji tidak ada tas}h{if
dan tah}rif.

3. Syarah Matan Hadits

Peneliti mengutip beberapa pendapat Imam mengenai syarah matan hadits


ini,berikut syarahnya:

a. Imam Syafi'i
45

"Perkara baru itu ada dua macam, yaitu yang pertama sesuatu hal baru yang
bertentangan dengan al-Qur'an, as-Sunnah, Atsar dan Ijma', maka itu disebut
bid'ah yang sesat.Yang kedua adalah sesuatu yang baru namun baik dan tidak
ada bertentangan dengan salah satu dari hal diatas (Qur'an, Sunnah, Atsar dan
Ijma'), maka hal itu disebut hal baru tapi tidak tercela.”(Manaqibus-syafi'i
Imam Baihaqi, Jilid 1 hal. 469)

b. Imam Al-Ghazali

"Apa yang disebut sebagai hal baru sesudah era Nabi tidak semuanya terlarang,
yang terlarang itu adalah yang bertentangan dengan hadits dan mengangkat
suatu perkara dalam syariah dengan tetapnya illat yang ada. Bahkan hal baru
itu terkadang menjadi wajib bergantung berubahnya sebab-sebab yang ada.
(Ihya' ulumudin jilid 3 hal.2)

c. Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqolani

"Bid'ah adalah hal baru yang tidak ada contoh sebelumnya, jika dikaitkan
dengan hadits bisa menjadi tercela, namun hakikatnya jika hal baru itu berisi
sesuatu yang baik dalam hukum syariah maka hukumya menjadi baik pula,
demikian juga jika berisi hal buruk dalam pandangan syariah maka hukumnya
juga tercela. Jika tidak ada dalil tentang baik atau buruknya, maka itu menjadi
bid'ah yang mubah. (Fathul Bari Syarah Bukhori jilid 4 hal.294).

Anda mungkin juga menyukai