Oleh
Muh. Lubis
Nim: 80700221024
Dosen Pemandu
Dr. Mukhlis Mukhtar., M.Ag
Prof. Muhammadiah Amin., M.Ag
setelah al-Qur’an. Dalam struktur hadis, hadis terdiri dari dua hal yaitu sanad dan
matan. Sanad dalam hadis berfungsi untuk menglarifikasi keaslian sebuah matan
dengan nama-nama orang yang menerima dan menyampaikan sebuah hadis dari
Rasulullah hingga hadis itu dituliskan. Sedangkan matan hadis adalah teks yang
merekam ucapan, perbuatan atau ketetapan yang disandarkan kepada nabi sebagai
fungsi kerasulannya.
Makna fungsi kerasulan pada matan hadis telah disebutkan dalam al-
produk yang didalamnya ada campur tangan Allah sebagaimana disebutkan dalam
QS. al-Najm/53:3-4 bahwa tidaklah apa yang diucapkan oleh Rasulullah itu
adalah berdasarkan pada hawa nafsunya belaka tetapi apa yang diucapkannya
tersebut adalah wahyu dari Allah. Disisi lain, Nabi Muhammad juga adalah
manusia biasa yang memiliki perasaan, emosional dan butuh terhad hal-hal yang
Rasulullah kepada orang yang disekitarnya terdapat ucapan yang murni dari
dirinya sendiri.
Susunan dan makna kalimat sebuah hadis bagi para kritikus hadis menjadi
hal yang sangat penting untuk diperhatikan bukan perkara yang mustahil apabila
perawi hadis melakukan kesalahan dalam memaknai hadis karena sebagian besar
hadis-hadis nabi diriwayatkan bil ma’na dan bukan hal yang mustahil pula bila
para periwayat hadis keliru dalam menuliskan atau melafalkan sebuah hadis.
Maka pada tulisan ini akan membahas kritik matan pada hadis-hadis yang
matan ?
PEMBAHASAN
Naqd al-Matn terdiri dari dua kata yaitu Al-Naqd dalam bahasa Indonesia
dan menghakimi.1 Dan kata al-matn secara etimologi berarti punggung atau
permukaan jalan atau dapat bula berarti tanah yang tinggi dan keras. Sedangkan
Saw., yang berada diujung sanad.2 Sehingga ketika dua kata tersebut digabungkan
berarti kritik yang dilakukan pada matan hadis, menurut Abī Ḥatim al-Rāzī, kritik
matan adalah usaha untuk menyeleksi antara hadis shahih dan ḍa‘īf dan
Demikian juga terjadi pada kritik matan hadis para ulama dalam
desa yang terkenal di Mesir sebagai desa yang banyak mencetak para ulama, Desa
mesir yang memperoleh penghargaan dari raja arab. Menurut Muhammad al-
Gazāli, dalam melakukan kritik matan dapat dilakukan dengan melihat pada
1
Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati and Ali Yasmanto, “Studi Kritik Matan Hadis:,” Al-Bukhari :
Jurnal Ilmu Hadis 2, no. 2 (2019): 209–231.
2
M Mutmainnah, “Metodologi Ulama Hadis Dalam Membentengi Hadis Dari Segi Matan,” AL-
THIQAH: Jurnal Ilmu Keislaman 1 (2018): 75–88,
http://ejurnal.stiuda.ac.id/index.php/althiqah/article/view/5%0Ahttp://ejurnal.stiuda.ac.id/index
.php/althiqah/article/download/5/5.
empat aspek yaitu 1.) kandungannya tidak bertentangan dengan al-Qur’an. 2.)
tidak bertentangan dengan hadis mutawatir atau hadis yang lebih shahih darinya
3.) hadis tidak bertentangan dengan fakta historis. 4.) tidak bertentangan dengan
kebenaran ilmiyah.4
Kedua, Shuhudi Ismail. Arifuddin Ahmad menyampaikan unsur kaidah
minor dalam pemikiran Syuhudi Ismail ada dua yaitu: syadz dan ‘illah. Kaedah
minor adalah terhindarnya matan dari unsur syadz, yang terdiri dari Sanad hadis
tidak tunggal (tidak terdiri dari satu jalur periwayatan saja); 2. Matan hadis tidak
bertentangan dengan hadis lain yang lebih shahih dan mutawatir; 3 matan hadis
tidak bertentangan dengan nas al-Qur’an; dan 4. Matan hadis tidak bertentangan
dengan akal dan fakta sejarah. Sedang kaidah minor bagi matan hadis yang
menyimpan ‘illah adalah 1. Tidak terdapat idrāj (sisipan) dalam matan hadis
tersebut; 2. Tidak terdapat penambahan ( ziyadah) dalam matan hadis tersebut; 3.
Tidak terdapat maqlūb (perubahan lafal atau kalimat) pada matan hadis tersebut;
4. Tidak terdapat iḍṭirāb (pertentangan yang tidak dapat dikompromikan) pada
matan hadis tersebut; dan 5. Tidak terdapat susunan lafal yang rancau dan makna
yang jauh menyimpang dari matan hadis tersebut. Jika ‘illah hadis itu
mengandung pertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat, maka matan hadis
tersebut sekaligus mengandung syudzudz.
kaidah bahas.
kritik matan yang telah dilakukan oleh para ulama mutaqaddimin demikian pula
4
K Kasban, “Kritik Matan Syaikh Muhammad Al-Ghazali,” AT-TAHDIS: Journal of Hadith
Studies 1 (2017): 83–94, http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/attahdits/article/view/643.
pada metode penyelesaian hadis-hadis tersebut. Maka dalam mengidentifikasi
Dalam al-Qur’an Allah telah menjelaskan salah satu misi kerasulan nabi
Terjemahnya:
Dan kami turunkan al-ẑikr (al-Qur’an) kepadamu, agar engkau
menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan agar memikirkan.
Menurut al-Gazālī bahwa kritik yang paling tertinggi adalah pertentangan
dengan al-Qur’an olehnya itu ia berpendapat bahwa seorang kritikus hadis harus
pemahaman tersebut, terdapat beberapa hadis dalam kitab ṣaḥīḥ al-bukhāri dan
ṣaḥīḥ muslim dinialai sebagai hadis ḍa‘īf oleh al-Gazali. Bahkan ia menegaskan
hadis yang sanadnya ḍa‘īf tetapi sejalan dengan prinsip-prinsip al-Qur’an itu lebih
dipilih dari pada hadis yang bersanad ṣaḥīḥ tetapi kandungan matannya tidak
Hairul Hudaya dalam tulisannya bahwa hadis yang bertentangan dengan al-
berstatus ḍa‘īf. Karena secara akal hadis tidak mungkin bertentangan dengan
dengan al-Qur’an yung juga merupakan bagian dari wahyu Allah. Menurut al-
Adlabi, ada tiga faktor yang menyebabkan hadis bertentangan atau tampak
hadis tersebut.
hadis.6
Dalam hal ini, para ulama memberikan contoh hadis tentang tangisan
dengan 37 jalur dari delapan kitab hadis yang tersebar dalam kitab ṣaḥīḥ al-
bukhārī lima jalur, ṣaḥīḥ muslim tujuh jalur, sunan al-tirmizī tiga jalur, sunan ibnu
majah satu jalur, musnad aḥmad tiga belas jalur dan muwatta‘ mālik satu jalur.7
riwayat Abu Hurairah, ‘Umar dan Ibnu ‘Umar ketika hadis tersebut sampai
orang kafir sebab tangisan keluarganya. Dan ‘Āisyah berkata cukub bagimu ayat
6
Hairul Hudaya, “Metodologi Kritik Matan Hadis Menurut Al-Adlabidari Teori Ke
Aplikasi,” Ilmu Ushuludin 13, no. 1 (2014): 29–40. h. 33.
7
Kasban, “Kritik Matan Syaikh Muhammad Al-Ghazali.” h. 89.
al-Qur’an “ dan seseorang tidak akan memikul beban
2. Bersifat Universal
berpendapat bahwa tidak boleh sengaja merubah bentuk matan secara mutlak dan
tidak boleh meringkas lafalnya dengan pengurangan, tidak boleh merubah lafal
dengan sinonimnya kecuali bagi bagi orang yang tau persis makna yang
bahasa. Maka dalam hal ini terdapat beberapa matan yang menggunakan bahasa
8
Ṣalāḥ al-Dīn bin Aḥmad Al-Adlabī, Manhaj Naqd Al-Matn ‘Inda ‘Ulamā’ Al-Ḥadīṡ Al-
Nabawī, Cet. 1. (Kairo: Muassasah Qurra al-Khairiyah, 2013),
https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results.
9
Aḥmad bin ‘Alī bin Muḥammad bin Aḥmad bin Ḥajar al-‘Asqalānī, Nazhah al-Naẓr fī Taudīḥ
Nukhbah al-Fikr fī Muṣṭalaḥ Ahl al-Aṡar (Cet. I; Riyāḍ: Maṭba‘ah Safīr, 1422 H.), h. 119.
10
Nūr al-Dīn Muḥammad ‘Itr al-Ḥalībī, Manhaj al-Naqd fī ‘Ulūm al-Ḥadīṡ (Cet. III; Damasyq: Dār
al-Fikr,1997), h. 450.
Dalam hal kebahasaan terdapat empat hal yang harus diperhatikan oleh
2. Penggunaan kata dalam matan hadis, yakni kosa kata yang digunakan
adalah kosa kata yang umum digunakan pada masa nabi. artinya bukan
kosa kata yang baru dirumuskan pasca masa kenabian dan baru digunakan.
11
Mutmainnah, “Metodologi Ulama Hadis Dalam Membentengi Hadis Dari Segi Matan.”
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada prinsipnya kritik matan pada era kontemporer tidak jauh berbeda
dengan kritik matan pada masa klasik dari segi kaidahnya yaitu pada illah dan
syadz, hanya saja pada ere kontemporer keritik matan memperluas kajian illah dan
syaz tersebut pada beberapa kajian yang salah satunya adalah bertentangan
dengan misi kerasulan dan bertentangan dengan kaidah bahasa adapun misi
salah satu misi kerasulan. Lalu yang kedua adalah bertentangan dengan kaidah
bahasa. Rasulullah adalah orang yang paling pasih di bangsanya sehingga kalimat
yang rancau tentu tidak pantas disandarkan kepada Rasulullah. Maka hadis yang
keshahihan hadis.
DAFTAR PUSTAKA
Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati and Ali Yasmanto, “Studi Kritik Matan Hadis:,”
Al-Bukhari : Jurnal Ilmu Hadis 2, no. 2 (2019): 209–231.
M Mutmainnah, “Metodologi Ulama Hadis Dalam Membentengi Hadis Dari Segi
Matan,” AL-THIQAH: Jurnal Ilmu Keislaman 1 (2018): 75–88,
http://ejurnal.stiuda.ac.id/index.php/althiqah/article/view/5%0Ahttp://ejurna
l.stiuda.ac.id/index.php/althiqah/article/download/5/5.
K Kasban, “Kritik Matan Syaikh Muhammad Al-Ghazali,” AT-TAHDIS: Journal
of Hadith Studies 1 (2017): 83–94,
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/attahdits/article/view/643.
Hairul Hudaya, “Metodologi Kritik Matan Hadis Menurut Al-Adlabidari Teori Ke
Aplikasi,” Ilmu Ushuludin 13, no. 1 (2014): 29–40. h. 33.
Ṣalāḥ al-Dīn bin Aḥmad Al-Adlabī, Manhaj Naqd Al-Matn ‘Inda ‘Ulamā’ Al-
Ḥadīṡ Al-Nabawī, Cet. 1. (Kairo: Muassasah Qurra al-Khairiyah, 2013),
https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results.
Aḥmad bin ‘Alī bin Muḥammad bin Aḥmad bin Ḥajar al-‘Asqalānī, Nazhah al-
Naẓr fī Taudīḥ Nukhbah al-Fikr fī Muṣṭalaḥ Ahl al-Aṡar (Cet. I; Riyāḍ:
Maṭba‘ah Safīr, 1422 H.), h. 119.
Nūr al-Dīn Muḥammad ‘Itr al-Ḥalībī, Manhaj al-Naqd fī ‘Ulūm al-Ḥadīṡ (Cet. III;
Damasyq: Dār al-Fikr,1997), h. 450.