Anda di halaman 1dari 11

METODE KRITIK MATAN

Pertentangan dengan kaidah bahasa dan misi kerasulan

Dipresentasikan dalam Seminar Kelas Semester 2 Non Regular


Pada Matakuliah “Metode Kritik Matan” Pascasarjana (S2)
UIN Alauddin Makassar

Oleh
Muh. Lubis
Nim: 80700221024

Dosen Pemandu
Dr. Mukhlis Mukhtar., M.Ag
Prof. Muhammadiah Amin., M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA (S2)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis adalah salah satu sumber hukum Islam dan menjadi suber kedua

setelah al-Qur’an. Dalam struktur hadis, hadis terdiri dari dua hal yaitu sanad dan

matan. Sanad dalam hadis berfungsi untuk menglarifikasi keaslian sebuah matan

dengan nama-nama orang yang menerima dan menyampaikan sebuah hadis dari

Rasulullah hingga hadis itu dituliskan. Sedangkan matan hadis adalah teks yang

merekam ucapan, perbuatan atau ketetapan yang disandarkan kepada nabi sebagai

fungsi kerasulannya.

Makna fungsi kerasulan pada matan hadis telah disebutkan dalam al-

Qur’an bahwa al-Qur’an sendiri telah menjamin keorisinalan hadis sebagai

produk yang didalamnya ada campur tangan Allah sebagaimana disebutkan dalam

QS. al-Najm/53:3-4 bahwa tidaklah apa yang diucapkan oleh Rasulullah itu

adalah berdasarkan pada hawa nafsunya belaka tetapi apa yang diucapkannya

tersebut adalah wahyu dari Allah. Disisi lain, Nabi Muhammad juga adalah

manusia biasa yang memiliki perasaan, emosional dan butuh terhad hal-hal yang

bersifat manusiawi sehingga tidak menutup kemungkanan dalam interaksi

Rasulullah kepada orang yang disekitarnya terdapat ucapan yang murni dari

dirinya sendiri.

Susunan dan makna kalimat sebuah hadis bagi para kritikus hadis menjadi

hal yang sangat penting untuk diperhatikan bukan perkara yang mustahil apabila

perawi hadis melakukan kesalahan dalam memaknai hadis karena sebagian besar

hadis-hadis nabi diriwayatkan bil ma’na dan bukan hal yang mustahil pula bila

para periwayat hadis keliru dalam menuliskan atau melafalkan sebuah hadis.

Maka pada tulisan ini akan membahas kritik matan pada hadis-hadis yang

bertentangan dengan misi kerasulan dan Bahasa.


B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut;

1. Bagaimana langkah-langkah para ulama hadis dalam melakukan kritik

matan ?

2. Bagaimana bentuk-bentuk hadis yang tidak sesuai dengan misi kerasulan

dan kaidah bahasa serta bagaimana metode penyelesaiannya?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian (Naqd al-Matn) Kritik Matan

Naqd al-Matn terdiri dari dua kata yaitu Al-Naqd dalam bahasa Indonesia

bisa berarti menimbang, membanding, mengkritik, analisis, penelitian,pengecekan

dan menghakimi.1 Dan kata al-matn secara etimologi berarti punggung atau

permukaan jalan atau dapat bula berarti tanah yang tinggi dan keras. Sedangkan

secara terminologi matan adalah narasi sebuah informasi berupa ucapan

Rasulullah atau perbuatan dan ketetapan yang disandarkan kepada Rasulullah

Saw., yang berada diujung sanad.2 Sehingga ketika dua kata tersebut digabungkan

berarti kritik yang dilakukan pada matan hadis, menurut Abī Ḥatim al-Rāzī, kritik

matan adalah usaha untuk menyeleksi antara hadis shahih dan ḍa‘īf dan

memutuskan status integritas perawi, baik atau tidak.3

Demikian juga terjadi pada kritik matan hadis para ulama dalam

menentukan kriteria keshahihan matan juga cukup beragam. Adapun standar-

standar kritikus hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:


Pertama, Syaikh Muhammad al-Gazali lahir pada tahun 1917 M. di sebuah

desa yang terkenal di Mesir sebagai desa yang banyak mencetak para ulama, Desa

tersebut bernama Nakla al-Inab. Ia wafat pada tahun 1996 M. ia memberikan


kuliah di Universitas Ummul Qurā’ dan menjadi orang pertama yang berasal dari

mesir yang memperoleh penghargaan dari raja arab. Menurut Muhammad al-

Gazāli, dalam melakukan kritik matan dapat dilakukan dengan melihat pada

1
Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati and Ali Yasmanto, “Studi Kritik Matan Hadis:,” Al-Bukhari :
Jurnal Ilmu Hadis 2, no. 2 (2019): 209–231.
2
M Mutmainnah, “Metodologi Ulama Hadis Dalam Membentengi Hadis Dari Segi Matan,” AL-
THIQAH: Jurnal Ilmu Keislaman 1 (2018): 75–88,
http://ejurnal.stiuda.ac.id/index.php/althiqah/article/view/5%0Ahttp://ejurnal.stiuda.ac.id/index
.php/althiqah/article/download/5/5.
empat aspek yaitu 1.) kandungannya tidak bertentangan dengan al-Qur’an. 2.)

tidak bertentangan dengan hadis mutawatir atau hadis yang lebih shahih darinya

3.) hadis tidak bertentangan dengan fakta historis. 4.) tidak bertentangan dengan

kebenaran ilmiyah.4
Kedua, Shuhudi Ismail. Arifuddin Ahmad menyampaikan unsur kaidah
minor dalam pemikiran Syuhudi Ismail ada dua yaitu: syadz dan ‘illah. Kaedah
minor adalah terhindarnya matan dari unsur syadz, yang terdiri dari Sanad hadis
tidak tunggal (tidak terdiri dari satu jalur periwayatan saja); 2. Matan hadis tidak
bertentangan dengan hadis lain yang lebih shahih dan mutawatir; 3 matan hadis
tidak bertentangan dengan nas al-Qur’an; dan 4. Matan hadis tidak bertentangan
dengan akal dan fakta sejarah. Sedang kaidah minor bagi matan hadis yang
menyimpan ‘illah adalah 1. Tidak terdapat idrāj (sisipan) dalam matan hadis
tersebut; 2. Tidak terdapat penambahan ( ziyadah) dalam matan hadis tersebut; 3.
Tidak terdapat maqlūb (perubahan lafal atau kalimat) pada matan hadis tersebut;
4. Tidak terdapat iḍṭirāb (pertentangan yang tidak dapat dikompromikan) pada
matan hadis tersebut; dan 5. Tidak terdapat susunan lafal yang rancau dan makna
yang jauh menyimpang dari matan hadis tersebut. Jika ‘illah hadis itu
mengandung pertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat, maka matan hadis
tersebut sekaligus mengandung syudzudz.

B. Bentuk-bentuk hadis yang bertentangan dengan misi kerasulan dan

kaidah bahas.

Pada dasarnya konsep tentang hadis pertentanagn misi kerasulan dan

kaidah kebahasaan adalah hasil pengembangan dari permasalahan-permasalahan

yang telah dibahas oleh para ulama mutaqaddimin sehingga dalam

mengidentifikasi hadis-hadis tersebut tentu tidak keluar dari langkah-langkah

kritik matan yang telah dilakukan oleh para ulama mutaqaddimin demikian pula

4
K Kasban, “Kritik Matan Syaikh Muhammad Al-Ghazali,” AT-TAHDIS: Journal of Hadith
Studies 1 (2017): 83–94, http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/attahdits/article/view/643.
pada metode penyelesaian hadis-hadis tersebut. Maka dalam mengidentifikasi

hadis-hadis yang bertentangan dengan misi kerasulan yaitu:

1. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an

Dalam al-Qur’an Allah telah menjelaskan salah satu misi kerasulan nabi

Muhammad adalah untuk menjelaskan kandungan al-Qur’an kepada manusia

sebagaimana termaktub dalam QS. al-Naḥl/16:44:

Terjemahnya:
Dan kami turunkan al-ẑikr (al-Qur’an) kepadamu, agar engkau
menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan agar memikirkan.
Menurut al-Gazālī bahwa kritik yang paling tertinggi adalah pertentangan

dengan al-Qur’an olehnya itu ia berpendapat bahwa seorang kritikus hadis harus

faham al-Qur’an terlebih dahulu sebelum melakukan kritik matan. Berdasarkan

pemahaman tersebut, terdapat beberapa hadis dalam kitab ṣaḥīḥ al-bukhāri dan

ṣaḥīḥ muslim dinialai sebagai hadis ḍa‘īf oleh al-Gazali. Bahkan ia menegaskan

tentang hadis yang berbicara kemaslahatan dan muamalah dunyawiyah bahwa

hadis yang sanadnya ḍa‘īf tetapi sejalan dengan prinsip-prinsip al-Qur’an itu lebih
dipilih dari pada hadis yang bersanad ṣaḥīḥ tetapi kandungan matannya tidak

sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran al-Qur’an.5

Pemahaman yang sama juga dianut al-Adlabi sebagaimana diungkapkan

Hairul Hudaya dalam tulisannya bahwa hadis yang bertentangan dengan al-

Qur’an maka dinilai sebagai hadis yang tertolak atau sekurang-kurangnya

berstatus ḍa‘īf. Karena secara akal hadis tidak mungkin bertentangan dengan

dengan al-Qur’an yung juga merupakan bagian dari wahyu Allah. Menurut al-

Adlabi, ada tiga faktor yang menyebabkan hadis bertentangan atau tampak

bertentangan dengan al-Qur’an yaitu:


5
Kasban, “Kritik Matan Syaikh Muhammad Al-Ghazali.” h. 88-89.
1. Terdapat salah satu perawi yang keliru atau lupa dalam menerima dan

menyampaikan hadis nabi.

2. Adanya perawi yang hilang atau tidak disebutkan dalam periwayatan

hadis tersebut.

3. Kritikus hadis kurang memahami maksud perkataan nabi dalam sebuah

hadis.6

Dalam hal ini, para ulama memberikan contoh hadis tentang tangisan

keluarga yang menjadi penyebab siksaan mayyit. Hadis tersebut diriwayatkan

dengan 37 jalur dari delapan kitab hadis yang tersebar dalam kitab ṣaḥīḥ al-

bukhārī lima jalur, ṣaḥīḥ muslim tujuh jalur, sunan al-tirmizī tiga jalur, sunan ibnu

majah satu jalur, musnad aḥmad tiga belas jalur dan muwatta‘ mālik satu jalur.7

Al-Adlabi menjelaskan kritik Sayyidah ‘Āisyah yang menolak hadis

riwayat Abu Hurairah, ‘Umar dan Ibnu ‘Umar ketika hadis tersebut sampai

padanya. ‘Āisyah dengan tegas menyatakan bahwa Rasulullah tidak pernah


menyampaikan bahwa orang mukmin akan disiksa sebab tangisan keluarganya

akan tetapi rasulullah bersabda sesungguhnya Allah akan menambah siksaan

orang kafir sebab tangisan keluarganya. Dan ‘Āisyah berkata cukub bagimu ayat

6
Hairul Hudaya, “Metodologi Kritik Matan Hadis Menurut Al-Adlabidari Teori Ke
Aplikasi,” Ilmu Ushuludin 13, no. 1 (2014): 29–40. h. 33.
7
Kasban, “Kritik Matan Syaikh Muhammad Al-Ghazali.” h. 89.
al-Qur’an “ dan seseorang tidak akan memikul beban

dosa orang lain.8

2. Bersifat Universal

C. bertentangan dengan kaidah Bahasa.

Berkaitan dengan susunan kalimat dalam hadis, imam al-‘Asqalānī

berpendapat bahwa tidak boleh sengaja merubah bentuk matan secara mutlak dan

tidak boleh meringkas lafalnya dengan pengurangan, tidak boleh merubah lafal

dengan sinonimnya kecuali bagi bagi orang yang tau persis makna yang

dikehendaki lafal dan kemungkinan makna-makna lain secara tepat.9

Untuk mengetahui hadis-hadis yang kontradiksi dengan kaidah bahasa

maka pendekatan yang harus dilakukan juga tentu menggunakan pendekatan

bahasa. Maka dalam hal ini terdapat beberapa matan yang menggunakan bahasa

yang kurang rapi, atau rancau yaitu:

hadis pada hadis Rasulullah “

“ dalam hadis tersebut terdapat adāt al-istṡnā’ yang tidak


menyebutkan mustaṡnanya sehingga kalimat tersebut secara sepintas kalimatnya
rancau. Sebab pesan dari teks tersebut tidak tersampaikan secara lansung

walaupun al-Khaṭṭābī menjelaskan bahwa ada pembuangan kalimat setelah

yaitu lalu lafal tersebut dibuang


untuk meringkas dan mengacu pada pahamnya pendengar.10

8
Ṣalāḥ al-Dīn bin Aḥmad Al-Adlabī, Manhaj Naqd Al-Matn ‘Inda ‘Ulamā’ Al-Ḥadīṡ Al-
Nabawī, Cet. 1. (Kairo: Muassasah Qurra al-Khairiyah, 2013),
https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results.
9
Aḥmad bin ‘Alī bin Muḥammad bin Aḥmad bin Ḥajar al-‘Asqalānī, Nazhah al-Naẓr fī Taudīḥ
Nukhbah al-Fikr fī Muṣṭalaḥ Ahl al-Aṡar (Cet. I; Riyāḍ: Maṭba‘ah Safīr, 1422 H.), h. 119.
10
Nūr al-Dīn Muḥammad ‘Itr al-Ḥalībī, Manhaj al-Naqd fī ‘Ulūm al-Ḥadīṡ (Cet. III; Damasyq: Dār
al-Fikr,1997), h. 450.
Dalam hal kebahasaan terdapat empat hal yang harus diperhatikan oleh

seorang kritikus hadis yaitu:

1. Struktur bahasa, yakni susunan kalimat yang digunakan tidak menyalahi

kaidah dasar bahasa arab.

2. Penggunaan kata dalam matan hadis, yakni kosa kata yang digunakan

adalah kosa kata yang umum digunakan pada masa nabi. artinya bukan

kosa kata yang baru dirumuskan pasca masa kenabian dan baru digunakan.

3. Matanhadis tersebut menunjukkan bahasa kenabian.

4. Melakukan penelusuran genealogi kosa kata yang digunakan dalam hadis.

Apakah terjadi pergeseran makna atau tidak?.11

11
Mutmainnah, “Metodologi Ulama Hadis Dalam Membentengi Hadis Dari Segi Matan.”
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pada prinsipnya kritik matan pada era kontemporer tidak jauh berbeda

dengan kritik matan pada masa klasik dari segi kaidahnya yaitu pada illah dan

syadz, hanya saja pada ere kontemporer keritik matan memperluas kajian illah dan

syaz tersebut pada beberapa kajian yang salah satunya adalah bertentangan

dengan misi kerasulan dan bertentangan dengan kaidah bahasa adapun misi

kerasulan sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an bahwa hadis sejatinya adalah

penjelas terhadap al-Qur’an sehingga tidak bertentangan dengan al-Qur’an adalah

salah satu misi kerasulan. Lalu yang kedua adalah bertentangan dengan kaidah

bahasa. Rasulullah adalah orang yang paling pasih di bangsanya sehingga kalimat

yang rancau tentu tidak pantas disandarkan kepada Rasulullah. Maka hadis yang

berlawanan dengan kaidah bahasa adalah hadis yang dapat mempengaruhi

keshahihan hadis.
DAFTAR PUSTAKA
Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati and Ali Yasmanto, “Studi Kritik Matan Hadis:,”
Al-Bukhari : Jurnal Ilmu Hadis 2, no. 2 (2019): 209–231.
M Mutmainnah, “Metodologi Ulama Hadis Dalam Membentengi Hadis Dari Segi
Matan,” AL-THIQAH: Jurnal Ilmu Keislaman 1 (2018): 75–88,
http://ejurnal.stiuda.ac.id/index.php/althiqah/article/view/5%0Ahttp://ejurna
l.stiuda.ac.id/index.php/althiqah/article/download/5/5.
K Kasban, “Kritik Matan Syaikh Muhammad Al-Ghazali,” AT-TAHDIS: Journal
of Hadith Studies 1 (2017): 83–94,
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/attahdits/article/view/643.
Hairul Hudaya, “Metodologi Kritik Matan Hadis Menurut Al-Adlabidari Teori Ke
Aplikasi,” Ilmu Ushuludin 13, no. 1 (2014): 29–40. h. 33.
Ṣalāḥ al-Dīn bin Aḥmad Al-Adlabī, Manhaj Naqd Al-Matn ‘Inda ‘Ulamā’ Al-
Ḥadīṡ Al-Nabawī, Cet. 1. (Kairo: Muassasah Qurra al-Khairiyah, 2013),
https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results.
Aḥmad bin ‘Alī bin Muḥammad bin Aḥmad bin Ḥajar al-‘Asqalānī, Nazhah al-
Naẓr fī Taudīḥ Nukhbah al-Fikr fī Muṣṭalaḥ Ahl al-Aṡar (Cet. I; Riyāḍ:
Maṭba‘ah Safīr, 1422 H.), h. 119.
Nūr al-Dīn Muḥammad ‘Itr al-Ḥalībī, Manhaj al-Naqd fī ‘Ulūm al-Ḥadīṡ (Cet. III;
Damasyq: Dār al-Fikr,1997), h. 450.

Anda mungkin juga menyukai