Anda di halaman 1dari 19

Daraf Tradisi perspektif hadis Dalam Pandangan Wahdah Islamiah (Studi

Pemahaman Dosen-Dosen STIBA Makassar)

BAB I

A. Latar Belakang

Indonesia secara umum termasuk masyarakat pluralisme agama yaitu sebuah


pemahaman yang mengakui secara sadar bahwa terdapat perbedaan, keragaman dan
pluralitas dalam hal beragama. Wujud perbedaan dan keragaman tersebut tidak berarti
mengizinkan atau mengakui kebenaran secara teologi dan etika bagi agama lain. 1
Namun bentuk pluralism agama tersebut meninggalkan budaya yang melekat pada
penganutnya sehingga Islam yang masuk dan penyebarannya datang belakangan
bersentuhan dengan budaya lokal yang telah ada sebelumnya. Persentuhan tersebut
menjadi salah satu metode dakwah yang dilakukan oleh para penyebar Islam masa
awal sehingga dari persentuhan itu lahirlah beberapa kebudayaan Islam di Indonesia.
Yaitu Tradisi Tabot atau Tabuik, Kupatan atau Bakdo Kupat, Grebeg yakni: grebeg
pasa-syawal, grebeg besar, dan grebeg maulud., tradisi halal-bihalal, budaya tumpeng
dan beberapa budaya lainnya.2

Kota Makassar merupakan salah satu kota yang maju dari segi peradaban dan
ekonominya berbagai mazhab dan aliran dapat dijumpai di kota tersebut tidak
terkecuali organisasi seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiah, DDI, Jamaah Tablig
dan Wahdah Islamiyah. Keragaman tersebut berdiri di atas prinsip keberagaman
masing-masing yang saling berbeda antara satu dan yang lainnya bahkan pada
beberapa hal tertentu terdapat kontradiktif yang saling bertolak belakang antara satu
dan lainnya. Nahdatul Ulama misalnya yang menganggap bahwa semua tradisi
maupun kebudayaan adalah baik selama tidak berlawanan dengan tuntutan syariat.

1
Umi Hanik, “Pluralisme Agama Di Indonesia,” Jurnal Pemikiran Keislaman 25, no. 1 (2014):
44–63.
2
Sejarah Masuknya, Islam… |abdul Mujib, and Abdul Mujib, “Sejarah Masuknya Islam Dan
Keragaman Kebudayaan Islam Di Indonesia,” Jurnal Dewantara 11, no. 01 (2021): 117–124,
http://ejournal.iqrometro.co.id/index.php/pendidikan/article/view/164.
Maka dalam hal ini NU menggunakan metode akulturasi-asimilasi dalam berdakwah
yaitu dengan mengupayakan agar tradisi atau budaya yang ada tidak mengarah pada
penyekutuan atau bid‘ah sayyiah (tradisi baru yang buruk).3 Sedangkan Wahdah
Islamiah memilih jalan dakwah Puritanisme Islam yang dalam prinsipnya
mengharamkan segala pembaharuan dalam urusan agama. Meskipun demikian
menurut Marhaini Saleh, Wahdah Islamiyah tidak tergolong kelompok takfiri bahkan
mereka moderat dalam menjalankan dakwahnya. Tidak hanya itu, mereka juga
melakukan kontekstualisasi dalam beradaptasi dengan kondisi dan kultur
masyarakat.4

Islam adalah agama samawi yang paling akhir hadir di muka bumi ini. Agama
Islam pertama kali dibawah dan disebarkan oleh Rasulullah Saw. di Makkah dan
Madinah yang diapit beberapa suku dan qabilah serta agama yang memiliki
karakteristik masing-masing. Kehadiran islam sebagai agama baru bagi masyarakat
Arab pada masa itu mampu menjadi inspirator dan membawa mereka menjadi bangsa
yang besar dan terkenal, melalui upaya interalisasi ajaran dan nilai-nilai Islam ke
dalam kehidupan pribadi dan kelompok secara seimbang, dan menyatukan
keseimbangan tersebut pada peradaban setempat dan peradaban modern yang dimiliki
bangsa Rumawi dan Persia.5 Upaya-upaya penyatuan tersebut dapat terlihat pada
beberapa hadis-hadis nabi dengan mengganti tradisi yang sudah ada dengan tradisi
baru yang mencirikan keislaman seseorang

Salah satu hadis yang menggambarkan hal tersebut adalah anjuran memotong
kumis dan memanjangkan jenggot, dari Ibnu ‘Umar Rasulullah bersabda: “berbedalah

3
Nasiri, “Karakteristik Dakwah Nahdatul Ulama (NU),” SYAIKHUNA: Jurnal Pendidikan
dan Pranata Islam 7, no. 1 (2016): 97–132,
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/syaikhuna/article/view/3069.
4
Marhaeni Saleh M, “Eksistensi Gerakan Wahdah Islamiyah Sebagai Gerakan Puritanisme
Islam Di Kota Makassar,” Aqidah-ta : Jurnal Ilmu Aqidah 4, no. 1 (2018). h. 74-94
5
Mansur Abu, “ISLAM DAN PERADABAN RASIONAL (Melacak Akar Dan Keemasan
Peradaban Islam Abad VII-XIII Di Bidang Sastra, Seni Dan Politik),” Ilmu Agama 15, no. 1 (2014): 1–
14, http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/JIA/article/view/480.
dengan orang-orang musyrik, cukur pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot” tradisi
memelihara jenggot merupakan tradisi jazirah arab yang telah ada sebelum islam
datang bahkan pada tahun 1900 SM. Telah ditemukan ukiran dari gading binatang
yang menggambarkan wajah bangsa semit yang berjenggot dan memotong
kumisnya.6 Maka islam dalam menanggapi tradisi tersebut tidak melarang mereka
untuk menghilangkan jejak tersebut secara keseluruhan tetapi dengan melihat dampak
dan pengaruhnya.

Dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdullāh berkata bahwa ada seorang majusi yang
membiarkan kumisnya dan memendekkan jenggotnya datang kepada Rasulullah Saw.
lalu Rasulullah bertanya: siapa yang memerintahkan kamu seperti ini? Ia menjawab:
tuhanku. Rasulullah berkata akan tetapi tuhanku menyuruhku untuk memendekkan
kumisku dan membiarkan jenggotku.7 Berdasarkan penjelasan tersebut penulis
menyimpulkan bahwa ketika sebuah tradisi bersipat temporal dan tidak mencirikan
kesyirikan maka agama tidak menolak tetapi ketika tradisi tersebut mencirikan agama
lain atau kesyirikan maka agama memberikan pembaharuan di dalamnya.
Sebagaimana juga dapat terlihat pada syariat ‘aqīqah dalam hadis berikut:

، ِ ‫ َح َّد َثنَا َعلِ ُّي بْ ُن احْلُ َس نْي‬،‫ت‬ ٍ ِ‫ح َّد َثنَا َأمْح ُد بن حُم َّم ِد ب ِن ثَ اب‬
ْ َ ُْ َ َ
َ ‫ت َأيِب بَُري‬
،‫ْد َة‬ ِ َ َ‫ ق‬،‫ْد َة‬ َ ‫ْد اللَّ ِه بْ ُن بَُري‬
ُ ‫ َح َّد َثنَا َعب‬، ‫َح َّدثَيِن َأيِب‬
ُ ‫ مَس ْع‬:‫ال‬
‫َأِلح ِدنَا غُاَل ٌم ذَبَ َح َش اةً َولَطَ َخ‬ ِ ‫ِ ِ ِ ِإ‬
َ ‫ ُكنَّا يِف اجْلَاهليَّة ذَا ُول َد‬:‫ول‬ ُ ‫َي ُق‬

6
Lina Shobrina, “Identitas Penampilan Muslim Dalam Hadis: Pemahaman Hadis Memelihara
Jenggot Dalam Konteks Kekinian,” skripsi (2017): 1–94.
7
Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, al-Luma‘ fī Asbāb al-Ḥadīṡ (Cet. I; Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah,
1984), h. 208.
‫ َوحَنْلِ ُق‬،‫ َفلَ َّما َج اءَ اللَّهُ بِاِإْل ْس اَل ِم ُكنَّا «نَ ْذبَ ُح َش ا ًة‬،‫َرْأ َس هُ بِ َد ِم َها‬
8 ٍ
»‫َرْأ َسهُ َونُلَطِّ ُخهُ بَِز ْع َفَران‬
Hadis tersebut di atas menunjukkan bahwa dahulu orang arab memiliki
kebiasaan menyembelih kambing ketika anak mereka lahir lalu melumuri kepalanya
dengan darah kambing tersebut. Nemun ketika Islam datang tradisi tersebut diubah
dengan menyembelih kambing lalu mencukur rambut bayinya dan melumurinya
dengan parfum. Dalam riwayat Ibnu Ḥibbān dengan tegas menyebutkan bahwa
Rasulullah bersabda: gantikanlah lumuran darah itu dengan minyak wangi. 9
Demikianlah upaya akulturasi-asimilasi yang terjadi pada masa Rasulullah Saw.

Dewasa ini seiiring dengan semakin jauhnya masa pensyariatan, klaim baik
dan buruk semakin sulit terukur. Sebuah tradisi yang telah ada sebelumnya boleh jadi
dianggap baik oleh satu kelompok tetapi berbanding terbalik oleh kelompok lain.
Klaim baik dan buruk tersebut juga masing-masing berdasarkan pada al-Qur’an
maupun hadis tetapi cara dalam memahami itulah yang terkadang berbeda-beda dan
menimbulkan hukum yang berbeda-beda pula maka melalui tulisan ini penulis ingin
melihat bagaimana Wahdah Islamiyah memahami sebuah hadis sehingga memiliki
pemahaman berbeda dari yang lainnya.

Atas dasar latar belakang di atas, maka penulis merumuskan penelirian ini
dengan judul Tradisi perspektif hadis Dalam Pandangan Wahdah Islamiah
(Studi Pemahaman Dosen-Dosen STIBA Makassar)

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus


1. Fokus Penelitian

8
Abū Dāwūd Sulaimān bin Asy‘aṡ al-Sajistānī, Sunan Abī Dāwūd, Juz. 5 (Bairūt: Dār al-
Ta’ṣīl, 2015), h. 43.
9
Ibn Ḥibbān al-fārisī, Al-Iḥsān Fī Taqrīb Ṣaḥīḥ Ībn Ḥibbān (Bairūt: Dār al-Ta’ṣīl, 2014).
Berdasarkan latar belakan di atas, maka yang menjadi fokus penelitian penulis
dalam tulisan ini adalah pandangan dosen-dosen STIBA Makassar pada tradisi dalam
mendeskripsikan kata muḥdaṡ, mā laisa minnā dan Sunnah ḥasanah-sunnah sayyiah
dalam hadis-hadis nabi yang menurut penulis menjadi akar permasalahan adanya
pengharaman dan pembolehan melakukan sesuatu yang baru ada praktiknya dalam
agama. Maka inti pembahasan dari tulisan ini adalah metode interpretasi ke tiga hadis
tersebut di atas dan hubungannya dengan tradisi yang baru dimunculkan oleh para
ulama belakangan yang dalam pandangan mereka para penggagasnya tidak
melanggar norma-norma syariat.

2. Deskripsi Fokus

Sebagaimana penulis telah jelaskan sebelumnya, tulisan ini yang berjudul


“Tradisi Dalam Pandangan Wahdah Islamiah (Studi Kasusu Dosen-Dosen STIBA
Makassar)” agar tidak mengandung makna ganda dari masing-masing kata pada judul
tersebut, maka berikut penulis akan menguraikan secara rinci fokus penelitian ini.
Yaitu:

1. Tradisi atau kebiasaan terambil dari kata “traditium” yang berarti warisan


dari masa lalu, bentuk-bentuk tradisi pun cukup beragam ada yang
berbentuk hasil cipta, karya, atau sesuatu yang diciptakan oleh manusia
dengan objek berupa material, kepercayaan atau dapat pula berupa cerita-
cerita legenda dan mitos. Kehadiran sebuah tradisi dalam masyarakat
menjadi sebuah ikatan yang kuat untuk terus menjalankan dan membentuk
keharmonisan dalam lingkungannya. Namun tradisi yang menjadi fokus
dalam tulisan ini adalah 1.) muḥdaṡ yang berarti sesuatu yang baru atau
tradisi (kebiasaan) yang tidak pernah dipraktikkan pada masa Rasulullah
dan masa sahabatnya; 2.) Sunnah yaitu sesuatu yang menjadi kebiasaan
dan 3.) mā laisa minnā yaitu sesuatu tidak berasal dari kami dalam hal
agama.
2. Perspektif hadis, adalah kesimpulan atau kaidah-kaidah yang ditemukan
dengan melakukan kajian pada hadis-hadis nabawi yang berbicara tentang
tradisi
3.
C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut untuk membatasi cakupan pembahasan


pada tulisan ini, maka penulis melakukan pembatasan masalah dengan merumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman dosen-dosen STIBA Makassar pada hadis-hadis


tentang tradisi?
2. Bagaimana implementasi pemahaman dosen-dosen STIBA Makassar
tentang tradisi pada hukum melakukan tradisi tersebut ?
D. Kajian Pustaka

Penelitian yang menjadikan Wahdah Islamiyah sebagai objek penelitiannya


telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya baik itu berupa tesis, jurnal,
artikel maupun tulisan lepas. Begitupun dengan penelitian terkait tradisi dalam hadis
dan organisasi tertentu juga telah banyak dilakukan. Walaupun demikian, penulis
tidak penelitian yang membahas tentang konsep tradisi dalam hadis menurut
pandangan Wahdah Islamiah. Adapun penelitian-penelitian yang penulis maksud
adalah sebagai berikut:

1. Jurnal artikel yang ditulis oleh Islahuddin Ramadhan Mubarak dkk,


STIBA Makassar dengan judul “Metode Istinbāt Dewan Syariah Wahdah
Islamiyah dalam Menetapkan Hukum BPJS Kesehatan Mandiri.” Fokus
penelitian pada tulisan ini metode istinbāt hukum yang dilakukan Dewan
Syariah Wahdah Islamiyah dalam menentukan hukum BPJS mandiri
dengan menggunakan al-Qur’an, Sunnah, Ijmak dan Qiyas sebagai sumber
hukumnya.10 Berbeda dengan fokus peneitian yang akan penulis sajikan
dalam tulisan ini yaitu konsep tradisi dalam hadis menurut pandangan
dosen-sosen STIBA Makassar yang berada dibawah naungan Wahdah
Islamiah. Dari penjelasan tersebut tampaklah bahwa persamaan dalam
penelitian penulis dan jurnal tersebut adalah pandangan para tokoh-tokoh
dari ormas tersebut terhadap suatu phenomena.
2. Tesis, ditulis oleh Budi Asnawi Said, UIN Alauddin Makassar dengan
judul “Karakteristik dan Peranan Wahdah Islamiyah dalam Penerapan
Hukum Islam di Kota Makassar.” Adapun yang menjadi fokus masalah
pada tulisan Budi Asnawi tersebut adalah bagaimana kerakteristik dan
peran Wahdah Islamiyah dalam menerapkan hukum di Kota Makassar.
Hal yang membedakan penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis
lakukan adalah pada penelitian tersebut berfokus pada penilaian dan
pergerakan yang dilakukan Wahdah Islamiyah sedangkan penulis
memfokuskan pada pemahaman Wahdah Islamiyah terkait tradisi.
3.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pemahaman dosen-dosen STIBA Makassar terkait hadis-
hadis tentang tradisi.
b. Untuk mengetahuai bagaimana implementasi dari pemahaman tersebut
terhadap hukum melakukan perkara atau tradisi yang baru.
2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para pembaca


dan para peneliti selanjutnya, baik manfaat tersebut bersifat teoritis maupun praktis.
Yaitu:

10
Islahuddin Ramadhan Mubarak, Sulkifli Herman, and Rahmat Saputra, “Metode Istinbath
Dewan Syariah Wahdah Islamiyah Dalam Menetapkan Hukum BPJS Kesehatan Mandiri,”
BUSTANUL FUQAHA: Jurnal Bidang Hukum Islam 1, no. 1 (2020): 60–78.
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsi
akademik bagi para peneliti selanjutnya sebagai referensi terkait tradisi
menurut pandangan dosen-dosen STIBA Makassar pada khususnya dan
Wahdah Islamiah pada umumnya.
b. Secara praktis, sebagai referensi bagi masyarakat agar mampu
menentukan sikap dalam berinteraksi dengan tradisi-tradisi yang berada di
sekitaran mereka dan menjadi penguat dalam mamantapkan pilihan yang
telah mereka tempuh.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Sejarah Wahdah Islamiyah

Wahdah Islamiyah adalah sebuah Organisasi Massa (Ormas) Islam yang


manhajnya mendasarkan pemahaman dan amaliahnya pada al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah Saw. selain itu juga menggunakan ijma’ dan qiyas dam memutuskan
sebuah hukum sesuai paham ahlussunnah wal jamaah. Organisasi ini bergerak pada
bidang dakwah, pendidikan, sosial, muslimah, kesehatan dan lingkungan hidup.
Organisasi ini pertama kali didirikan pada tanggal 18 Juni 1988 M dengan nama
Yayasan Fathul Mu’in (YFM), berdasarkan akta notaris Abdullah Ashal, SH No.20.

Pada tanggal 19 Februari 1998 M nama YFM berubah menjadi Yayasan


Wahdah Islamiyah (YWI) yang berarti “persatuan Islam” perubahan nama tersebut
diresmikan berdasarkan akta notaris Sulprian , SH No. 059. Sehubungan dengan
adanya rencana untuk mendirikan sebuah Perguruan Tinggi Islam, YWI menambah
sebuah kata dalam identitasnya menjadi Yayasan Pesantren Wahdah Islamiyah
(YPWI) yang dimaksudkan agar dapat juga menaungi lembaga-lembaga pendidikan
tingginya, berdasarkan Akta Notaris Sulprian, SH No.055 tanggal 25 Mei 2000.

Pada Musyawarah YPWI ke-2, tanggal 1 Shafar 1422 H (bertepatan dengan


14 April 2002 M) disepakati mendirikan organisasi massa (ormas) dengan nama yang
sama, yaitu Wahdah Islamiyah (WI). Sejak saat itulah, YPWI yang merupakan cikal
bakal berdirinya ormas WI disederhanakan fungsinya sebagai lembaga yang
mengelola pendidikan formal milik Wahdah Islamiyah.

Legalitas formal yang telah didapatkan oleh Wahdah Islamiyah di antaranya


adalah akta notaris Abdullah Ashal, SH No.20 tanggal 18 Juni 1988 di Makassar.
Surat keterangan terdaftar dari direktorat jendral kesatuan bangsa dan politik
departemen dalam negeri, di Jakarta No.57/D.III.2/VI/2008, surat keterangan
terdaftar pada badan kesatuan bangsa propinsi Sulawesi Selatan, No.220/465-I/BKB-
SS, Surat keterangan dari wali kota makassar dan legalitas formal dari pemerintah
provinsi maupun pemerintah kota /Kabupaten lainnya yang terdapat Cabang wahdah
Islamiyah. Sejarah berdiri manhaj.44 fikih unjuk rasa wahdah islamiah.

B. Wahdah Islamiah dan Pengaruhnya di Kota Makassar

Wahdah Islamiyah dalam menetapkan hukum berdasarkan pada al-Qur’an dan


hadis serta pendalilan yang berdasarkan pada al-Qur’an dan hadis seperti Ijma’ yang
mu’tabarah, qiyas yang shahih. Wahdah Islamiyah menjadikan qiyas sebagai umber
hukum pada tiga masalah yaitu masalah yang pertama, masalah pokok yakni masalah
yang telah disebutkan hukumnya secara jelas dalam nas untuk dijadikan patokan
dalam mengiaskan hukum suatu masalah. Kedua, masalah cabang yakni sebuah kasus
yang disebutkan ketentuannya dalam nas secara cakupan atau belum jelas.

Wahdah Islamiah tidak menganjurkan segala bentuk panatisme termasuk


tindakan fanatisme mazhab sebab tindakan fanatisme mazahab dapat mengarah pada
pengkultusan suatu mazhab. Menurutnya, mazhab-mazhab fikih cukup dijadikan
sebagai institusi pembelajaran dan pengenalan terhadap hukum-hukum Islam
sehingga setiap individu memiliki referensi ilmiyah yang dapat
dipertanggungjawabkan. Namun Wahdah Islamiyah wajib mencintai, menghargai dan
menghormati para ulama mazhab dan tidak memperolok-olok. Sikap ini menjadikan
mereka tidak terikap pada suatu mazhab tertentu dan apabila mereka menemukan
perbedaan pandangan dari para ulama mazhab maka mereka memilih pandangan
yang lebih kuat. Menurut Budi Asnawi bahwa Wahdah Islamiyah lebih cenderung
pada mazhab Ahmad bin Hanbal sedangkan mayoritas ulama cenderung pada
mazahab Imam al-Syafi’i. 11

C. Konsep Tradisi

11
Budi Asnawi Sawid, “Karakterisitik Dan Peranan Wahdah Islamiyah Dalam Penerapan Hukum Islam
Di Kota Makassar,” Tesis (2013): 1–159.
‫‪Tradisi adalah kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang‬‬

‫‪Sebagaimana dijelaskan pada fokus masalah penelitian ini, tradisi pada‬‬


‫‪penelitian ini mencakup tiga teks hadis berikut:‬‬

‫‪1. Hadis-hadis tentang bid’ah‬‬

‫ف‪َ ،‬ح َّدثَنَا حَيْىَي بْ ُن ُس لَْي ٍم‪َ ،‬ح َّدثَيِن َج ْع َف ُر بْ ُن حُمَ َّم ٍد‪َ ،‬ع ْن‬ ‫َأخبرنَ ا حُمَ َّم ُد بْن َأمْح َ َد بْ ِن َأيِب َخلَ ٍ‬
‫ُ‬ ‫ْ ََ‬
‫ال‪ :‬خطَبنَا رس ُ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫ص لَّى‬ ‫ول اللَّه َ‬ ‫ي ‪َ -‬رض َي اللَّهُ َعْن ُه َما ‪ -‬قَ َ َ َ َ ُ‬ ‫صا ِر ِّ‬ ‫َأبِيه‪َ ،‬ع ْن َجابِ ِر بْ ِن َعْبد اللَّه اَأْلنْ َ‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَي ِْه‬ ‫ٍ‬ ‫اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم فَ َح ِم َد اللَّهَ َوَأْثىَن َعلَْي ِه مُثَّ قَ َ‬
‫ي حُمَ َّمد َ‬ ‫ض َل اهْلَ ْد ِي َه ْد ُ‬ ‫ال‪ِ« :‬إ َّن َأفْ َ‬
‫ض اَل لَةٌ» [تعليق احملقق] إسناده حسن من أجل‬ ‫ْدثَا ُت َها‪َ ،‬و ُك َّل بِ ْد َعةٍ َ‬ ‫اُأْلمو ِر حُم َ‬
‫َو َسلَّ َم‪َ ،‬و َشَّر ُ‬
‫حيىي بن س ليم ولكن ه مل ينف رد ب ه ب ل تابع ه علي ه عب د الوه اب الثقفي وس ليمان بن بالل‬
‫‪12‬‬
‫وسفيان فيصح اإلسناد‬

‫بْد الْ َم ِجي ِد‪َ ،‬ع ْن َج ْع َف ِر بْ ِن حُمَ َّم ٍد‪َ ،‬ع ْن‬
‫اب بن ع ِ‬
‫بْد الْ َو َّه ِ ْ ُ َ‬ ‫وح َّدثَيِن حُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمَثىَّن ‪َ ،‬ح َّدثَنَا َع ُ‬
‫َ‬
‫ِإ‬ ‫ِ‬ ‫اهلل‪ ،‬قَ َال‪َ :‬ك ا َن رس ُ ِ‬ ‫ْد ِ‬ ‫َأبِ ِيه‪ ،‬عن ج ابِ ِر ب ِن عب ِ‬
‫ت‬‫ب امْح َ َّر ْ‬‫ص لَّى اهللُ َعلَيْه َو َس لَّ َم َذا َخطَ َ‬ ‫ول اهلل َ‬ ‫َُ‬ ‫َْ َ ْ َ‬
‫«ص بَّ َح ُك ْم َو َم َّس ا ُك ْم»‪،‬‬ ‫اش ت َّد َغض به‪ ،‬حىَّت َكَأنَّه من ِ‬
‫ْذ ُر َجْي ٍ‬
‫ول‪َ :‬‬ ‫ش َي ُق ُ‬ ‫ُُ‬ ‫ص ْوتُهُ‪َ ،‬و ْ َ َ ُ ُ َ‬ ‫َعْينَ اهُ‪َ ،‬و َعاَل َ‬
‫ول‪:‬‬‫الس بَّابَِة‪َ ،‬والْ ُو ْس طَى‪َ ،‬و َي ُق ُ‬‫ص َب َعْي ِه َّ‬
‫ْر ُن َبنْي َ ِإ ْ‬ ‫ِ‬
‫اعةُ َك َه اَتنْي »‪َ ،‬و َيق ُ‬
‫الس َ‬‫ت َأنَ ا َو َّ‬ ‫وي ُق ُ ِ‬
‫ول‪« :‬بُعثْ ُ‬ ‫ََ‬
‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫اُأْلم و ِر حُم َ‬
‫ْدثَاتُ َها‪،‬‬ ‫ْر اهْلُ َدى ُه َدى حُمَ َّمد‪َ ،‬و َش ُّر ُ‬ ‫اب اهلل‪َ ،‬و َخي ُ‬‫«َأما َب ْع ُد‪ ،‬فَِإ َّن َخي َْر احْلَديث كتَ ُ‬ ‫َّ‬
‫َأِلهلِ ِه‪َ ،‬و َم ْن‬ ‫ِ ِ ِِ‬
‫ول‪َ« :‬أنَا َْأوىَل بِ ُك ِّل ُم ْؤ م ٍن م ْن َن ْفس ه‪َ ،‬م ْن َت َر َك َم ااًل فَ ْ‬ ‫َو ُك ُّل بِ ْد َعةٍ َ‬
‫ضاَل لَةٌ» مُثَّ َي ُق ُ‬
‫‪13‬‬
‫اعا فَِإيَلَّ َو َعلَ َّي»‪.‬‬
‫ضيَ ً‬ ‫َتَر َك َد ْينًا َْأو َ‬

‫‪12‬‬
‫سنن الدريمي‬
‫‪13‬‬
‫مسلم‬
‫يد بْ ُن ُم ْس لِ ٍم قَ َال‪َ :‬ح َّد َثنَا‬ ‫ِ‬
‫ِّم ْش ِق ُّي َح َّد َثنَا الْ َول ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َح َّد َثنَا َعْب ُد اللَّه بْ ُن َأمْح َ َد بْ ِن بَش ِري بْ ِن ذَ ْك َوا َن الد َ‬
‫اض‬ ‫ال‪ :‬مَسِ ع ِ‬
‫ت الْع ْربَ َ‬ ‫اع‪ ،‬قَ َ ْ ُ‬ ‫ال‪َ :‬ح َّدثَيِن حَيْىَي بْ ُن َأيِب الْ ُمطَ ِ‬ ‫بْد اللَّ ِه بْ ُن الْ َعاَل ِء َي ْعيِن ابْ َن َزبْ ٍر قَ َ‬
‫َع ُ‬
‫ات َي ْوٍم‪َ ،‬ف َو َعظَنَ ا َم ْو ِعظَ ةً‬ ‫ِ‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَيْه َو َس لَّ َم َذ َ‬
‫ول‪ :‬قَ ام فِينَ ا رس ُ ِ‬
‫ول اللَّه َ‬ ‫بْ َن َس ا ِريَةَ‪َ ،‬ي ُق ُ َ َ ُ‬
‫ت ِمْن َه ا الْعُيُ و ُن‪ ،‬فَِقي َل يَ ا َر ُس َ‬
‫ول اللَّ ِه‪َ :‬و َعظَْتنَ ا َم ْو ِعظَ ةَ‬ ‫وب‪َ ،‬وذَ َرفَ ْ‬‫ت مْن َه ا الْ ُقلُ ُ‬
‫بلِيغَ ةً‪ ،‬و ِجلَ ِ‬
‫َ ْ‬ ‫َ‬
‫م و ِّد ٍع‪ ،‬فَاعه ْد ِإلَين ا بِعه ٍ‬
‫اع ِة‪َ ،‬وِإ ْن َع ً‬
‫بْدا‬ ‫الس ْم ِع َوالطَّ َ‬ ‫ْوى اللَّ ِه‪َ ،‬و َّ‬ ‫ِ‬
‫ال‪َ « :‬علَْي ُك ْم بَتق َ‬ ‫ْد‪َ ،‬ف َق َ‬ ‫ْ َ َْ َ‬ ‫َُ‬
‫ين‬ ‫يدا‪َ ،‬فعلَي ُكم بِس نَّيِت ‪ ،‬وس ن َِّة اخْل لَ َف ِاء َّ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫عْدي ِ‬ ‫حب ِش يًّا‪ ،‬وس ترو َن ِمن ب ِ‬
‫الراش د َ‬ ‫َُ ُ‬ ‫اختاَل فً ا َش د ً َ ْ ْ ُ‬ ‫ْ‬ ‫َ َ ََ ْ ْ َ‬ ‫ََ‬
‫‪14‬‬ ‫ِ‬
‫ور الْ ُم ْح َدثَات‪ ،‬فَِإ َّن ُك َّل بِ ْد َعةٍ َ‬
‫ضاَل لَةٌ»‬ ‫ِ ِ ِ ِإ‬ ‫ِ‬
‫اُأْلم َ‬
‫ني‪َ ،‬عضُّوا َعلَْي َها بالن ََّواجذ‪َ ،‬و يَّا ُك ْم َو ُ‬ ‫الْ َم ْهديِّ َ‬

‫‪14‬‬
‫ابن ماحه‬
BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk menganalisis objek penelitian terkait Hadis dan bagaiman memperoleh

makna yang akurat maka dibutuhkan sebuah sistematika penulisan dan metodologi.

penulis akan mengemukakan sistematika dan metodologi yang digunakan dalam

penelitian ini yakni jenis penilitian, pendekatan penelitian, metode penafsiran, metode

pengumpulan data, metode pengolahan dan analisis data.

A. Jenis Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka penelitian
ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif yakni penelitian yang sumber
datanya berdasarkan pada data dekriptif berupa data tertulis atau lisan, data responden
dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang hasil
kajiannya terbatas pada pengungkapan atau interpretasi fakta-fakta lapangan. 15 Selain
itu, Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan menggunakan
analisis dengan pendekatan induktif.16 Metode ini disebut juga dengan metode
artistik, karena pada proses penelitian ini lebih bersifat seni.17 Analisis data yang
penulis lakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang penulis temukan di
lapangan kemudian bibangun menjadi sebuah hipotesis atau teori. Metode kualitatif
digunakan untuk memperoleh data yang mendalam.18 Penelitian ini berangkat dari
hadis Nabi saw., tentang hal yang tidak dilakukan pada masa nabi kemudian
diarahkan pada konsep pemahaman hadis tersebut oleh para dosen-dosen STIBA

15
Hermawan Wasita, Pengantar Metodologi Penelitian (Cet. V; Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1997), h. 10.
16
Sitti Mania, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Cet.I; Makassar: Alauddin
University Press, 2013). h. 37.
17
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, (Cet. XXVI; Bandung: CV,
Alfabeta, 20017). h. 7-8.
18
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, h. 9.
Makassar dan akan berimplikasi pada hukum sebuah tradisi di kalangan Wahdah
Islamiyah.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Berdasarkan deskripsi di atas, maka penelitian ini termasuk penelitian
lapangan yang membutuhkan waktu serta tempat penelitian yang jelas maka dalam
hal ini waktu dan tempat penelitian ini adalah berikut:
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini yang berjudul: “Tradisi perspektif hadis Dalam Pandangan
Wahdah Islamiah (Studi Pemahaman Dosen-Dosen STIBA Makassar)” tentu
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan berbagai data dan sumber
yang bisa menunjang penyusunan penelitian ini, bila bertumpu pada ketentuan umum
penelitian lapangan maka waktu yang digunakan adalah tidak kurang dari 3 bulan
bulan, terhitung sejak penelitian ini dilakukan secara resmi melalui surat izin meneliti
oleh lembaga perizinan penelitian.
2. Tempat Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang penulis lakukan adalah Sulawesi Selatan
khususnya kota Makassar pada perguruan tinggi yang berada di bawah naungan
Wahdah Islamiyah yakni Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa dan Agama (STIBA)
Makassar. STIBA Makassar berada di Jl.Nipa-Nipa Kelurahan Manggala, Kecamatan
Manggala Kota Makassar.
C. Pendekatan Penelitian
1. Pendekatan ma‘ānī al-ḥadīṡ (pemaknaan hadis)

D. Sumber Data.
Karena penelitian ini adaalah penelitian kualitatif, maka dalam pengambilan sampel
data penulis menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel sumber
data dengan pertimbangan tertentu.19 Purposive bertujuan untuk menentukan data
lapangan sedangkan untuk data tertulis digunakan data sebagai berikut:
1. Data primer
Data primer dalam penelitian ini adalah hadis-hadis yang berbicara tentang
tradisi dan data yang diperoleh lansung dari para informan yaitu para dosen hadis di
STIBA Makassar.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data pendukung yang penulis gunakan dalam
menganalisis data-data primer yakni berupa kitab-kitab syarah hadis, kitab matan,
jurnal terkait, draf pedoman wawancar serta buku-buku pendukung lainnya
E. Instrumen Penelitian.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan instrumrn sebagai berikut:
1. Pedoman wawancara yakni sejumlah daftar pertanyaan terkait tradis, hadis
tentang tradisi dan pemahaman tentang tradisi yang kemudian akan
dinarasikan sehingga menjadi sebuah data.
2. Observasi lansung, yakni koordinasi dengan pihak kampus dan
menyepakati jadwal pertemuan dengan salah beberapa dosen hadis STIBA
Makassar untuk memastikan dugaan awal pemahaman Wahdah Islamiyah
tentang tradisi.
3. Dokumentasi, yakni penulis melakukan dokumentasi terhadap dakwah
atau pernyataan terkait tradisi dalam ceramah atau kajian yang diadakan
oleh Wahdah Islamiyah. Kemudian penulis melakukan klarifikasi
pernyataan tersebut dengan metode kajiaannya.
F. Teknik Analisis Data.
Salah satu tahap dalam proses penelitian adalah tahap analisis data. Tahap
analisis data merupakan tahap penting, di mana data yang dikumpulkan diolah, dan
disajikan untuk membantu peneliti menjawab permasalahan yang ditelitinya. Dalam

19
Soerjono Soekarto, Sosiologi; Sebuah Pengantar (Cet. I; Jakarta: CV. Rajawali, 1982), h. 18
dan 53.
penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis data yang dikembangkan oleh
Miles dan Huberman yaitu penyajian data atau data display, reduksi data atau data
reduction, verifikasi atau verivication, dan penarikan kesimpulan atau conclusion
drawing.
1. Reduksi data
Secara etimologi, kata reduksi atau reduction berarti pengurangan, penurunan
atau potongan. Dalam teknik ini, yang dimaksud dengan reduksi adalah pengurangan,
penurunan atau potongan data tanpa mengurangi esensi makna yang terkandung
didalamnya. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang mempertajam atau
memperdalam, memusatkan, menyingkirkan, dan mengorganisasi data untuk
disimpulkan dan diverifikasi. Reduksi data dilakukan untuk menyederhanakan
penggunaan Bahasa dari hasil penelitian agar mudah dipahami. Hal ini bertujuan
untuk membuat hasil penelitian menjadi sederhana dan tidak berbelit-belit. Data-data
yang tingkat akurasinya rendah, akan disederhanakan atau dibuang sehingga tujuan
penelitian sesuai dengan sasarannya.
2. Penyajian data
Data-data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara disusun secara
sistematis dan dijelaskan secara naratif sehingga dapat memberikan gambaran secara
menyeluruh dari hasil penelitian.
3. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan berarti proses penggabungan beberapa penggalan
informasi untuk mengambil keputusan. Sedangkan verifikasi dalam penelitian adalah
penggunaan data empiris, observasi, tes, atau eksperimen untuk menentukan
kebenaran atau pembenaran rasional terhadap hipotesis. Penarikan kesimpulan harus
disertai verifikasi untuk membuktikan validitas kesimpulan yang ditarik sesuai
dengan subjek dan objek penelitian.
G. Pengujian Keabsahan Data.
3. Triangulasi
Pengujian keabsahan data dengan menggunakan triangulasi sangat diperlukan
dalam penelitian kualitatif demi validitas data yang terkumpul. Pengujian keabsahan
data dengan menggunakan triangulasi adalah menguji kredibilitas data dengan
berbagai sumber dan teknik pengumpulan data. Pengujian keabsahan data yang
digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu triangulasi sumber, triangulasi
teknik, dan triangulasi waktu.
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek
kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari lapangan penelitian
dengan membandingkan data yang diperoleh dari beberapa informan yang dihasilkan
dari satu metode pengumpulan data. Dalam hal ini, dengan membandingkan hasil
wawancara dengan hasil observasi yang satu dengan yang lain.
b. Triangulasi teknik
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara membandingkan data hasil
observasi dengan data hasil wawancara dari sumber data yang sama sehingga dapat
disimpulkan kembali untuk memperoleh data akhir yang autentik (dapat dipercaya)
sesuai dengan masalah yang ada dalam penelitian.
c. Triangulasi waktu
Triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan wawancara
dan observasi dalam waktu dan situasi yang berbeda untuk menghasilkan data yang
valid sesuai dengan masalah yang ada dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Abū Dāwūd Sulaimān bin Asy‘aṡ al-Sajistānī. Sunan Abī Dāwūd. Bairūt: Dār al-
Ta’ṣīl, 2015.
Abu, Mansur. “ISLAM DAN PERADABAN RASIONAL (Melacak Akar Dan
Keemasan Peradaban Islam Abad VII-XIII Di Bidang Sastra, Seni Dan
Politik).” Ilmu Agama 15, no. 1 (2014): 1–14.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/JIA/article/view/480.
Hanik, Umi. “Pluralisme Agama Di Indonesia.” Jurnal Pemikiran Keislaman 25, no.
1 (2014): 44–63.
Ibn Ḥibbān al-fārisī. Al-Iḥsān Fī Taqrīb Ṣaḥīḥ Ībn Ḥibbān. Bairūt: Dār al-Ta’ṣīl,
2014.
Islahuddin Ramadhan Mubarak, Sulkifli Herman, and Rahmat Saputra. “Metode
Istinbath Dewan Syariah Wahdah Islamiyah Dalam Menetapkan Hukum BPJS
Kesehatan Mandiri.” BUSTANUL FUQAHA: Jurnal Bidang Hukum Islam 1,
no. 1 (2020): 60–78.
Masuknya, Sejarah, Islam… |abdul Mujib, and Abdul Mujib. “Sejarah Masuknya
Islam Dan Keragaman Kebudayaan Islam Di Indonesia.” Jurnal Dewantara
11, no. 01 (2021): 117–124.
http://ejournal.iqrometro.co.id/index.php/pendidikan/article/view/164.
Nasiri. “Karakteristik Dakwah Nahdatul Ulama (NU).” SYAIKHUNA: Jurnal
Pendidikan dan Pranata Islam 7, no. 1 (2016): 97–132.
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/syaikhuna/article/view/
3069.
Saleh M, Marhaeni. “Eksistensi Gerakan Wahdah Islamiyah Sebagai Gerakan
Puritanisme Islam Di Kota Makassar.” Aqidah-ta : Jurnal Ilmu Aqidah 4, no.
1 (2018).
Sawid, Budi Asnawi. “Karakterisitik Dan Peranan Wahdah Islamiyah Dalam
Penerapan Hukum Islam Di Kota Makassar.” Tesis (2013): 1–159.
Shobrina, Lina. “Identitas Penampilan Muslim Dalam Hadis: Pemahaman Hadis
Memelihara Jenggot Dalam Konteks Kekinian.” skripsi (2017): 1–94.

Anda mungkin juga menyukai