Anda di halaman 1dari 14

AKHLAK TASAWUF

“KEDUDUKAN TASAWUF DALAM AJARAN ISLAM”

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf

Disusun Oleh:
Manajemen Dakwah/1 D
Lusi Anggraini 11210530000134

Dosen Pengampu: Dr. H. Hamidullah Mahmud, L.c, M.A.

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021M/1443H
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. atas berkat serta karunia-Nya saya
mampu menuntaskan makalah yg berjudul “Kedudukan Tasawuf dalam Ajaran
Islam” ini dengan baik. Shalawat berbingkaikan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Rasulullah SAW., kepada para keluarganya, sahabat dan kepada
seluruh pengikutnya hingga akhir hayat nanti.
Saya ucapkan terima kasih pada Bapak Dr. H. Hamidullah Mahmud, L.c,
M.A. selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf yg telah membimbing saya pada
perkuliahan ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran
supaya kedepannya saya bisa menyusun makalah yang lebih baik lagi. Semoga
makalah ini bisa menjadi bahan pembelajaran, wawasan serta bermanfaat untuk
meningkatkan pengetahuan kita.

Jakarta, 15 September 2021

Penyusun

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah Islam berhubungan dengan Kristen, Hindu dan Buddha, tasawuf
dalam Islam mulai muncul. Pada saat itu, animisme adalah kepercayaan
pertama orang Indonesia. Islam sendiri tiba tanpa kampanye, Islam datang
secara damai, berasal dari berkembangnya Islam inilah kemudian timbul para
pendakwah yang artinya gambaran pertama berasal sebagai pengantar
masuknya tasawuf1. Tasawuf merupakan pusaka keagamaan terpenting bagi
kaum muslimin yang bisa mengantarkannya untuk lebih dekat dengan Sang
Pencipta. Oleh karenanya, tasawuf dan Islam tidak dapat dipisahkan seperti
jiwa dan raga. Meski pada awalnya terdapat perdebatan mengenai asal usul
tasawuf oleh para orientalis banyak disebutkan berasal dari luar Islam. Akan
tetapi, sebagian orientalis meninjau kembali pendapat mereka, salah satunya
yaitu R.A. Nicholson yang akhirnya merujuk bahwa tasawuf berasal dari Islam
kemudian di jadikan sebagai sumber Islam.
Tasawuf atau sufisme adalah satu cabang keilmuan dalam Islam atau
secara keilmuan ialah yang akan terjadi kebudayaan Islam yang lahir setelah
Rasulullah SAW wafat. pada hakikatnya tasawuf dapat diartikan mencari jalan
untuk memperoleh kecintaan serta kesempurnaan rohani.2 Tasawuf atau
sufisme berarti salah satu aspek pemahaman Islam dan juga merupakan
penjelmaan dari Ihsan, yg menyadari akan adanya komunikasi antara hamba
dengan Tuhannya. Ajaran tasawuf ini merupakan inti dari pelaksanaan ajaran
Islam dan kunci kesempurnaan amalan spiritual.

1
Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini Di Indonesia,
(Bandung: Mizan, 2001)
2
Aboebakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi & Tasawuf, (Solo: Ramadhani, 1990), hlm. 28

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubungkan para
ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Lafal tasawuf merupakan masdar dari
kata kerja ُ‫ َّوف‬88‫َس‬
َ ‫يَت‬- َ‫ َّوف‬88‫َس‬
َ ‫ ت‬kemudian menjadi ً‫ ُّوف‬8 ‫َس‬
َ ‫ت‬, yang diistilahkan dalam
kaidah bahasa arab yang artinya menjadi atau berpindah. Jadi lafal َ َ‫الت‬
ْ‫س ُّوف‬
artinya menjadi berbulu yang banyak, dengan arti sebenarnya adalah menjadi
sufi dengan ciri khas pakaiannya selalu terbuat dari bulu domba (wol).3 Rivay
siregar menulis dalam bukunya lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf,
yaitu al-suffah (orang yang tinggal diserambi masjid nabi), saf (barisan), sufî
(suci), sophos (bahasa yunani: hikmat), dan suf (kain wol).4 Akan tetapi
pemakaian kata ini menjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama’ tasawuf.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah, bergantung dari sudut
pandang yang digunakan. Ada tiga sudut pandang yang biasa digunakan para
ahli, yaitu yang pertama dari sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas,
tasawuf didefinisikan sebagai upaya menyucikan diri dengan cara menjauhkan
pengaruh kehidupan dunia. Yang kedua dari sudut pandang manusia sebagai
makhluk yang berjuang, tasawuf merupakan upaya memperindah diri dengan
akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Yang ketiga dari sudut pandang manusia sebagai makhluk
yang bertuhan, tasawuf merupakan kesadaran fitrah (ketuhanan) yang dapat

3
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), cet. XIV, hlm.
804.
4
Rivay Siregar, Tasawwuf dari Sufisme Klasik Ke Neosufisme (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1999), hlm. 32.

2
mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat
menghubungkan manusia dengan Tuhan5
Para ulama’ tasawuf berbeda dalam memandang kegiatan tasawuf,
sehingga mereka merumuskan definisinya juga berbeda. Beberapa definisi
yang dikemukakan oleh ulama’ tasawuf, antara lain
a. Al-Sheikh Muhammad Amin al-Kurdi
Beliau mengatakan bahwa tasawuf adalah suatu ilmu yang
dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara
membersihkannya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dengan
sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju
keridhaan Allah dan meninggalkan larangan-Nya.6
b. Al-Ghazâli
Beliau mengemukakan pendapat Al-Kattany bahwa tasawuf adalah
budi-pekerti; barangsiapa yang memberikanmu bekal budi pekerti,
berarti dia telah memberimu bekal tasawwuf.7
Tasawuf adalah cabang ilmu dalam Islam yang penerapannya menekankan
pada pembersihan diri melalui pembentukan akhlak yang baik. Tasawuf
memegang peranan penting dalam kehidupan rohani Islam, dengan kata lain
bertasawuf itu adalah fitrah manusia dimana dapat membersihkan diri dari
segala kesibukan duniawi yang bertujuan untuk pencapaian hakikat kesucian
rohani yang sesungguhnya, karena sesungguhnya tujuan akhir manusia adalah
mengikat lingkaran rohaninya dengan Allah SWT. Sebagaimana tujuan dari
penciptaanya yang semata-mata untuk mengabdikan diri pada Sang Kholik.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tasawwuf adalah
melakukan ibadah kepada Allah dengan cara-cara yang telah dirintis oleh

5
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013),
hlm. 155.
6
Muhammad Amin Al-Kurdy, Tanwîr al-Qulûb Fî Mu‘âmalat ‘Alâmi al-Ghuyûb
(Surabaya: Bungkul Indah, 2010), hlm. 406.
7
Al-Ghazâli, ‘Ihyâ› ‘Ulûm Al-Dîn, Juz II (Semarang: Usaha Keluarga, tt), hlm. 376.

3
Ulama Shufi yang disebut sebagai suluk untuk mencapai suatu tujuan yaitu
ma’rifat dan mendapatkan keridhaan Allah serta kebahagiaan di akhirat.

B. Pengertian Syariat Islam


Syariat Islam (Arab: ‫المية‬88‫ شريعة إس‬Syariat Islamiyyah) yaitu hukum atau
peraturan Islam yang mengatur semua sendi kehidupan umat Muslim. Selain
mengandung hukum dan anggaran, syariat Islam juga mengandung
penyelesaian masalah semua kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut
Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna semua
permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Kata hukum Islam merupakan Indonesianisasi dari kata bahasa Arab, yaitu
as-syairi'ah al-Islamiyyah. Secara etimologis, kata as-syari'ah memiliki arti
masyar'ah al-ma' (sumber air minum). Orang-orang Arab tidak mengklaim
bahwa sumber ini berlimpah dan tidak ada habisnya. Dalam bahasa Arab,
syara'a berarti u nahaja (pergi), awdhaha (menjelaskan), syariat juga bisa
berarti madzhab (sekolah) dan tarekat mustaqimah (jalan lurus). Sejauh
menyangkut hukum Syariah, hukum Syariah mengacu pada agama yang
didirikan oleh Allah SWT untuk hamba-hamba-Nya, dan terdiri dari berbagai
undang-undang dan peraturan. Peraturan perundang-undangan tersebut disebut
hukum Islam karena konsisten atau serupa dengan sumber air minum yang
merupakan sumber kehidupan biologis. Oleh karena itu, hukum Syariah dan
agama memiliki konotasi yang sama, yaitu berbagai peraturan dan hukum yang
dibuat oleh Allah SWT untuk hamba-hamba-Nya. Pada saat yang sama, kata
al-Islam (Islam) memiliki arti etimologis dari inqiyad (ketaatan) dan istislam li
Allah (menyerahkan diri kepada Allah).
Pengertian syariat Islam ini dapat dibagi menjadi dua pengertian8
a. Pengertian Luas
Dalam pengertian luas syariat Islam ini meliputi semua bidang
hukum yang telah disusun dengan teratur oleh para ahli fiqih dalam

8
Ahmad Zaki Yamani, Syariat Islam Yang Kekal dan Persoalan Masa Kini (Jakarta: Intermasa,
1977), hlm. 14

4
pendapat-pendapat fiqihnya mengenai persoalan dimasa mereka, atau
yang mereka perkirakan akan terjadi kemudian, dengan mengambil
dalil-dalilnya langsung dari Al-Qur’an dan al-Hadits, atau sumber
pengambilan hukum seperti: ijma’, qiyas, istihsan, istish-hab, dan
mashlahlh mursalah.
b. Pengertian Sempit
Syariat Islam dalam pengertian sempit adalah hukum-hukum yang
berdalil pasti dan tegas, yang tertera dalam al-Qur’an, hadis yang sahih,
atau yang ditetapkan oleh ijma’.9
Dalam yurisprudensi Islam, hukum Syariah adalah hukum Syariah yang
sempurna, bisa meliputi semua perilaku manusia yang mengikuti tuntunan Al-
Qur'an dan Hadits Islam (Dinul Islam) terbagi menjadi tiga aspek, yaitu:
Syariah, Akidah dan moralitas. Hukum syariat mengharuskannya untuk
ditafsirkan agar hukum syariah mudah dipahami oleh umat Islam.
Ada 3 prinsip dasar syariat islam, yaitu:
a. Tidak Memberatkan
Hal ini berarti bahwa syariat Islam tidak membebani manusia
dengan kewajiban di luar kemampuannya, sehingga tidak berat untuk
dilaksanakan. Firman Allah SWT antara lain :
“... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu ... “. (QS. Al Baqarah : 185).
Berdasarkan ayat di atas, diadakan rukhshah, yakni aturan-aturan
yang meringankan agar jangan menempatkan orang Islam dalam
keadaan yang sulit dan berat
b. Menyedikitkan Beban
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan
(kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan
menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu
diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan

9
Ibid., hlm. 15

5
(kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.” (QS. Al Maidah: 101).
Kandungan ayat tersebut menunjukkan bahwa hal-hal yang tidak
disebutkan dalam syariat Islam tidak perlu dipertikaikan bagaimana
ketentuan hukumnya, hal itu merupakan rahmat Allah SWT untuk tidak
memperbanyak beban kepada umat manusia.
c. Berangsur-angsur dalam Menetapkan Hukum
Pada awal ajaran Islam diturunkan, Allah SWT belum menetapkan
hukum secara tegas dan terperinci, karena bangsa Arab pada waktu itu
telah menggunakan adat kebiasaan mereka sebagai peraturan dalam
kehidupan. Pada saat itu adat mereka ada yang baik dan dapat
diteruskan, tetapi ada pula yang membahayakan dan tidak layak untuk
diteruskan. Oleh karena itu syariat secara berangsur-angsur menetapkan
hukum agar tidak mengejutkan bangsa yang baru mengenalnya,
sehingga perubahan itu tidak terlalu dirasakan yang akhirnya sampai
pada ketentuan hukum syariat yang tegas.
C. Kedudukan Tasawuf Dalam Ajaran Islam
Setiap agama dapat menghasilkan bentuk agama yang mistik. Dalam
Islam, agama mistik ini disebut tasawuf. Para orientalis menyebutnya sufisme.
Dengan tasawuf, cinta dan kasih sayang akan selalu mekar. Itu karena tasawuf
merupakan unsur yang tidak mengabaikan hati.
Status sufi dalam ajaran Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari ajaran Islam itu sendiri. Karena rujukan tasawuf memang Al-Qur'an,
Sunnah dan al-Atsar (peninggalan) ulama terpercaya.
Untuk mengetahui kedudukan akhlaq dan tasawuf dalam Islam, maka
perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa di dalam Islam ada tiga sendi pokok
yang tidak bisa dipisah antara satu dengan yang lainnya sehingga kualitas
seorang muslim selalu dapat diukur dengan pelaksanaannya. Tiga sendi pokok
itu adalah masalah aqidah, syariah, ihsan.10 Aqidah meliputi rukun iman.

10
Mahjuddin, Kuliah Akhlaq-Tasawwuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1991), hlm. 153

6
Syariah meliputi rukun islam, dan ihsan merupakan hubungan baik terhadap
Allah Swt, sesama manusia dan seluruh makhluk di dunia. Akhlak dan tasawuf
berada di cakupan permasalahan ihsan, sebab secara fungsional akhlaq dan
tasawuf merupakan ilmu yang mengajarkan manusia untuk baik terhadap Allah
SWT dan makhluk-Nya.
Selain itu, hakikat tasawuf adalah menyadari adanya komunikasi spiritual
antara manusia dengan Tuhan. Bahkan dalam seluruh sejarah perkembangan
Islam, kaum sufilah yang paling banyak menarik perhatian dan perhatian umat.
Kajian tasawuf tidak lebih dari kegiatan yang menitikberatkan pada kebersihan
batin dan kesucian jiwa, serta kegiatan yang menitikberatkan pada
mendekatkan diri (taqarrub) dan menghubungi Allah SWT. Oleh karena itu,
semua tingkatan kehidupan dipenuhi dengan keadaan mental mulai dari mulut,
anggota badan, peredaran darah, jantung (sebab/rasio) dan perasaan (hati dan
aspek psikologis secara keseluruhan). Inilah yang membuat hidup seseorang
stabil, termotivasi dan optimis.
Mustafa Zahri menjelaskan kedudukan tasawuf dalam Islam dengan
memaparkan fungsionalitas tiga ilmu pokok Islam. Pertama, ilmu ushuludin
yang mengajarkan tentang keimanan. Kedua, ilmu fiqih yang mempelajari
tentang kewajiban-kewajiban syariah. Ketiga, ilmu tasawuf yang mempelajari
tentang pengawasan jiwa. Jadi, dalam menentukan hukum-hukum islam
dibahas melalui ilmu fiqih, sedangkan ilmu tasawuf merupakan ilmu untuk
mengontrol jiwa. Perpaduan antara fiqih dan tasawuf adalah manifestasi
kombinasi sempurna antara otak dan hati yang merupakan perpaduan yang
ideal di dalam Islam.11
Kedudukan Akhlak Tasawuf sangatlah penting dalam Islam, karena untuk
memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek asentris Islam
yakni sufisme. Di mana ia merupakan jantung ajaran Islam, sehingga bila
wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran
Islam. Ia menjadi jiwa risalah Islam, seperti hati yang ada pada tubuh,
tersembunyi jauh dari pandangan luar. Betapapun ia tetap merupakan sumber

11
Mustafa Zuhri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, (Surabaya : Bina Ilmu, 1979), hlm. 55-56

7
kehidupan yang paling dalam, yang mengatur seluruh organisme keagamaan
dalam Islam.12 Oleh karena itu, kedudukan tasawuf dalam Islam dianggap
sebagai ilmu agama yang berkaitan dengan aspek moral dan perilaku sebagai
esensi Islam.
Jadi kedudukan tasawuf dalam syari`at Islam. Pertama, sebagai metode
atau jalan untuk mendapatkan kelezatan dalam beribadah, karena tasawuf
dipandang sebagai salah satu metode untuk mendapatkan hal tersebut, sehingga
kelezatan ibadah tidak akan didapat apabila orang-orang muslim tidak
bertasawuf. Kedua, sebagai metode untuk mencapai derajat ihsan, karena
tasawuf mempunyai sumber dan landasan yang kokoh, kuat dari ajaran Islam.
Ketiga, tasawuf sebagai sarana memperkuat mental, ketabahan dalam
beribadah. Keempat, tasawuf sebagai landasan dalam mengaplikasikan rasa
syukur baik syukur secara lisan, tingkah laku atau kemantapan hati dalam
melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah. Dan
Kelima, tasawuf sebagai ruang untuk menilai dan mempelajari serta menelaah
kelemahan diri didalam melaksanakan kewajiban atau perbuatan baik dan
kesukaran dalam menjauhi serta meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh
Islam13 Dengan demikian tasawuf memiliki Kedudukan yang penting dalam
ajaran Islam, mengingat perannya yang luar biasa dalam mengkontribusikan
nilai-nilai keislaman.
D. Tujuan Tasawuf dalam Islam
Tasawuf memiliki beberapa tujuan. Menurut A. Rivay Siregar, tujuan
umum dari sufi adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akan tetapi, jika
kita memperhatikan ciri-ciri umum tasawuf, kita dapat melihat bahwa ada tiga
objek tasawuf. Pertama, tasawuf yang bertujuan pembinaan aspek moral atau
ahklak. Aspek ini meliputi pencapaian stabilitas jiwa yang berkelanjutan,
penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten kepada

12
Husein Nasr, Tasawuf Dulu dan Sekarang, Cet. 1, (terj.), Abdul Hadi W.M., dari
judul asli, Living Sufisme. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), hlm. 181.
13
Achmad Siddiq,  Menghidupkan Ruh Pemikiran, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002) hlm.
77.

8
keluhuran moral. Kedua, tasawuf bertujuan untuk mencapai ma'rifatullah
melalui pengungkapan langsung. Ketiga, Tasawuf yang bertujuan untuk
membahas bagaimana cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah
SWT. 14
Tujuan akhir tasawuf adalah berserah sepenuhnya kepada kehendak Allah
SWT yang mutlak, karena Dialah penggerak segala peristiwa di alam semesta,
melepaskan sepenuhnya segala keinginan pribadi, menyingkirkan sifat-sifat
buruk yang berkaitan dengan kehidupan duniawi, dan memusatkan perhatian
kepada Allah SWT, tiada Tuhan selain Allah SWT. Hal ini menunjukkan
bahwa ilmu tasawuf merupakan pedoman untuk membimbing manusia agar
benar-benar mengenal Allah SWT.

14
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, ed. 1, cet. 4, (Jakarta: Amzah, 2017), hlm. 58

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam sebagai agama telah melahirkan berbagai fenomena, termasuk tidak
hanya fenomena teologis dan ibadah, tetapi juga fenomena ideologis dan
sekuler, seperti politik dan masyarakat. Dengan munculnya berbagai kemajuan,
bagi manusia khususnya yang beriman kepada Tuhan yang memiliki sosok
seperti Nabi Muhammad SAW yang telah dijelaskan sebelumnya, akhlak
tasawuf memegang peranan penting dalam perjalanan kehidupan manusia
muslim yang berusaha untuk mendekati Allah SWT.15
Tujuan tasawuf menuntut manusia untuk menunjukkan kata, perbuatan,
pikiran dan niat yang murni, menjadikannya manusia yang berakhlak mulia
dan akhlak terpuji, serta menjadikannya hamba-hamba yang dicintai Allah
SWT. Oleh karena itu, dengan tasawuf, seseorang akan tegar, sabar, dan
memiliki kekuatan untuk memiliki keyakinan pada dirinya sendiri, sehingga
tidak mudah terpengaruh atau tergoda oleh kehidupan yang terlalu sekuler,
menjadi qona'ah, yang berarti kesabaran dan kepercayaan. , dan menerima
Kepunyaan Tuhan walau sedikit.
Kedudukan tasawuf dalam Islam sangat penting karena untuk menegaskan
kembali bahwa aspek non-sentral Islam adalah tasawuf. Itu inti ajaran Islam,
jadi jika daerah itu kering dan tidak berdenyut, maka aspek ajaran Islam
lainnya akan mengering.
Tujuan akhir tasawuf adalah berserah sepenuhnya kepada kehendak Allah
SWT yang mutlak, karena Dialah penggerak segala peristiwa di alam semesta,
melepaskan sepenuhnya segala keinginan pribadi, menyingkirkan sifat-sifat
buruk yang berkaitan dengan kehidupan duniawi, dan memusatkan perhatian
kepada Allah SWT, tiada Tuhan selain Allah SWT. Hal ini menunjukkan
bahwa ilmu tasawuf merupakan pedoman untuk membimbing manusia agar
benar-benar mengenal Allah SWT.

15
Edi Kurniawan Farid, Akhlak Tasawuf sebagai Kajian Keilmuan (Probolinggo: Asy-Syari’ah,
2017) hlm. 95

10
DAFTAR PUSTAKA

Shihab, Alwi. 2001. Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga
Kini Di Indonesia. Bandung: Mizan.

Atjeh, Aboebakar. 1990. Pengantar Sejarah Sufi & Tasawuf. Solo: Ramadhani

Munawwir. 1997. Kamus Al-Munawwir, cet. XIV. Surabaya: Pustaka Progressif

Siregar, Rivary. 1999. Tasawwuf dari Sufisme Klasik Ke Neosufisme. Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada

Nata, Abuddin. 2013. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada

Al-Kurdy, Muhammad Amin. 2010. Tanwîr al-Qulûb Fî Mu‘âmalat ‘Alâmi al


Ghuyûb. Surabaya: Bungkul Indah

Al-Ghazali. Ihya Ulum Al-Din Juz II. Semarang: Usaha Keluarga

Yamani, Ahmad Zaki. 1977. Syariat Islam Yang Kekal dan Persoalan Masa
Kini. Jakarta: Intermasa

Mahjuddin. 1991. Kuliah Akhlaq-Tasawwuf. Jakarta: Kalam Mulia

Zuhri, Mustafa. 1979. Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Surabaya : Bina Ilmu

Nasr, Husein. 1985. Tasawuf Dulu dan Sekarang. Jakarta: Pustaka Firdaus

11
Siddiq, Achmad. 2002. Menghidupkan Ruh Pemikiran. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama

Farid, Edi Kurniawan. 2017. Akhlak Tasawuf sebagai Kajian Keilmuan.


Probolinggo: Asy-Syari’ah

12

Anda mungkin juga menyukai