Anda di halaman 1dari 18

AKAR KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN ALIRAN-ALIRAN

KEAGAMAAN DI INDONESIA1
OLEH :

H ABDUL ROZAK2

Abstrak

Akar kemunculan dan Perkembangan Aliran-aliran Keagamaan di Indonesia, secara


praktis realistis, sebenarnya hanya karena faktor perbedaan cara memandang (Approach) dari
masing-masing organisasi dalam memandang sesuatu permasalahan. Oleh sebab itu, masing-
masing organisasi Islam di Indonesaia memiliki karakter yang berbeda dari sisi ini.

Kata-kata Kunci. Islam, aproach, aliran Islam, toleransi

PENDAHULUAN
ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAMPAI DENGAN SHAHABAT

Membicarakan akar kemunculan dan perkembangan aliran-aliran keagamaan Islam di


Indonesia, perlu membicarakan Islam pada masa dahulu. Karena pada masa dahulu, Islam
menjadi sebuah agama pembawa kedamaian dan peradaban, bahkan dikenal sebagai agama
yang menciptakan guru-guru bagi kemajuan peradaban dunia.

Seorang ahli menyatakan bahwa sejak abad ke VI sd. Abad ke XIII 3. Dunia masih
didominasi oleh pemikiran Islam yang memberikan pencerahan kepada dunia. Diakui sendiri
oleh para ahli Eropah, bahwa Eropah sangat berhutang budi kepada umat Islam karena umat
Islam telah menjadi guru-guru bagi orang-orang Eropah. Beberapa ilmu pengetahuan yang kini
sangat dikagumi oleh orang-orang Eropah, baik ilmu filsafat maupun teologi, ilmu kedokteran
dan ilmu kefarmasian atau obat-obatan, ilmu-ilmu khusus seperti tentang optik, kerumah
sakitan, pemeliharaan kesehatan rumah tangga dan lingkungan dan selainnya, ilmu
peternakan, teknologi produksi bahan pangan, geologi, mineralogi, metereologi, keindahan

1
Makalah disampaikan pada acara seminar nasional mengungkap geneologis Aliran keagamaan di Indonesia. Di
sampaikan pada tanggal 29 oktobern 2016 pada Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, IAIN Bengkulu
2
Guru Besar SPPI Fakulktas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
3
Edward Mc Nall Burns. 1994. Western Civilizations; Their History and Their Culture.. Edisi IV. New York: W.W.
Norton & Company. Inc. P. 168. Mernyatakan bahwa: The Saracenic civilization upon medieval Europe and the
Renaissance was almost incalculable; and some of that influence has of cource, persisted until the present time.
The philosophy of the Saracenic Was almost as important as Christianity in providing a basis for the Scholastic
thought of the thirteenth century. Jo. W Montgomery Watt. 1994. The Influence of Islam on Medieval Europe.
Great Britain:Edinburgh University Prees, Jo. M M Sharif. 1970. Dialektika Islam: Alam Pikiran Islam. Dari Muslim
Thought, Its Origin and achievement. Terjemah Dr Fuad Moh. Fachruddin. Bandung: Diponegoro. P. 125-127.
Menyatakan bahwa: Alam pikiran Islam mengalami perkembangan yang spektakuler; namun, setelah abad XIII
mengalami penurunan, pada abad XVI pemikiran Islam sangat lemah, bahkan sampai dengan abad XIX dapat
dianggap sebagai abad gelap gulita bagi alam Islami.
taman, astronomi, matematika, arsitektur, seni dalam berbagai cabangnya, bahkan embrio
bom atom dan lain-lainnya, telah dikembangkan oleh umat Islam masa ini4.

Islam pada masa ini, sangat maju berkenaan dengan umat Islam tidak pernah
bertengkar tentang berbagai masalah secara sempit, sehingga menimbulkan konflik. Bahkan
ketika terjadi permasalahan yang rumit, yang diduga kuat akan menimbulkan konflik tak
segan-segan Rasulullah selalu menengahinya dengan baik, lalu Rasul meminta agar
meninggalkan sengketa dalam diskusi itu karena diduga keras diskusi itu akan berakhir akan
menimbulkan konflik. Dinyatakan bahwa Imam Malik sangat kurang suka kaum Muslimin
membicarakan masalah Kalam, karena selain Rasulullah mencegah membicarakannya, juga
kalam itu hanya membicarakan teori bukan membicarakan praktek keislaman5. Untuk hal ini,
penulis mencoba menulis buku Ilmu Kalam II6, yang dipakai untuk memberi kuliah pada
mahasiswa Strata I, Jurusan Aqidah dan Filsafat, dan Jurusan Studi Agama-Agama di Fakultas
Ushuluddin dalam bentuk praktis. Maksudnya, Kalam dalam kajian ini, membicarakan Ilmu
Kalam/teologi Islam tentang alam semesta (makro kosmos), teologi Islam individual, dan
teologi Islam sosial. Fokus kajian mengadvokasi pemikiran umat Islam dalam memahami alam
semesta, individu dan sosial dalam Islam. Dalam hal ini, teologi dijadikan sebagai metodologi
untuk mengkaji ketiga hal tersebut.

Patut dimaklumi bahwa secara historis, terjadinya pertengkaran atau perbedaan faham
dalam masalah-masalah keagamaan Islam dan berbagai halnya itu tumbuhnya belakangan.
Sementara ketika Rasulullah dan para sahabatnya masih hidup Islam itu benar-benar damai dan
tampak hanya satu. Nilai kesatuan itu, bahkan merupakan missi Islam atau kenabian yang di
bawa oleh para nabi7. Nanti setelah rasulullah wafat dan pemersatu pemikiran itu sudah tidak
ada lagi, barulah terjadi konflik dan perbedaan pendapat diantara para shahabat yang mulai
tajam. Sehingga dinyatakan bahwa Abu Bakar Shiddiq RA, Khalifah Rasulullah SAW yang
pertama itu dianggap sebagai pengobar perang dalam Islam yang pertama kalinya8. Hal ini

4
Baca. Omar Amin Hoesin.1981. Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam
Dunia Internasional. Jakarta: Bulan Bintang. Jo. Eugene A. Myers. 2003. Zaman Keemaswan Islam.Terjemah M
Maufur el Khoiry dari “ Arabic Thought and The Western World. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
5
Baca Mushthafa Abdu al-Raziq. 1959. Tamhid li Tarikh al-Falsafah al-Islamiyyah. Kairo: Lajnah al-Ta’lif wa al-
Tarjamah wa al-Nasyr. P.267-268. dinyatakan bahwa: Kana Anas bin Malik yaqulu: al-Kalamu fi al-dini akrohuhu.
Wala uhibbu al-kalama illa fima tahtahu ‘amalun. al-Mutakallimuna qaumun yaquluna fi umurin laisa tahtahu
‘amalun. Fa kalamuhum nadhariyyun lafdhiyyun la yata’allaqu bihi fi’lun. Seterusnya dinyatakan, Qad bayyana
Malik rahimahu Allahu. Anna al-kalama fima tahtahu ‘amalun huwa al-mubahu ‘anhu wa ‘indahu ahli baladihi. .
6
Baca Abdul Rozak dkk. 2014. Ilmu Kalam 2. Ciamis: Galuh Nurani.
7
Baca Mushthafa .......p. 269. Dinyatakan bahwa jaa al-Islamu yuqarriru anna al-dina al-haqqa wahidun. Huwa
wahyu Allahi ila jami’i anbiya ihi. Wa huwa ‘ibaratun ‘an al-ushuli allati la tatabaddalu bi al-nashi wala yakhtalifu
fiha al-rusul. Wa hiya huda abadan.
8
Baca Abdurrahman Qadir. 2001. Zakat Dalam Dimensi Mahdlah dan Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.p 49.
Jo. Syed Mahmuddunnasir. 1994. Islam: Konsepsi dan Sejarahnya. Terjemah Adang Affandi dari Islam: Its Concepts
& History. Cet.IV. Bandung: Remaja Rosda Karya. P. 163. Bahwa pembayaran zakat merupakan sebuah perbuatan
yang sangat kurang disukai oleh suku-suku yang pada zaman nabi masih hidup sekedar Muslim, agar memperoleh
perlindungan. Oleh sebab itu, setelah nabi wafat mereka ingin melepaskan dari dari keterikatan dengan Islam,
salah satu sebabnya bukan karena Islamnya, tetapi keberatan harus membayar zakat itu.Terhadap hal ini, Abu
disebabkan karena alasan agama dalam hal ini zakat. Perbedaan pendapat para shahabat itu
diduga terjadi karena beberapa hal9:

Pertama, Seorang Shahabat mendengar suatu penjelasan mengenai suatu masalah;


sementara yang lainnya tidak mendengarnya, sehingga ia melakukan ijtihad. Seperti dimaklumi
bahwa ijtihad itu kemungkinan dapat berbeda antara satu shahabat dengan yang lainnya dalam
memandang sebuah permasalahan, karena:

a. Kemungkinan ijtihadnya bersesuaian dengan sebuah hadits Rasul.


b. Kemungkinan hasil ijtihadnya agak mirip dengan sebuah hadits; namun, tampaknya
hadits lebih kuat, sehingga shahabat itu mencoba untuk meralat hasil ijtihadnya
dengan berpaling pada hadits Rasul.
c. Kamungkinan hasil ijtihadnya memang agak mirip dengan hadits; namun tampaknya
pemikiran ijtihadnya lebih rasional dan lebih meyakinkan, sehingga shabat itu tidak
meninggalkan hasil ijtihadnya, bahkan ia mengesanpingkan hadits Rasul.
d. Kemungkinan tak adanya hadits yang membicarakan perihal ini.

Kedua, Sebagian Shahabat melihat Rasulullah melakukan sesuatu perbuatan, dengan


asumsi bahwa Rasul sedang melakukan sebuah ibadah, sementara yang lainnya berasumsi
Rasul hanya melakukan sebuah perbuatan biasa (kebolehan). Ketiga, Perbedaan yang
disebabkan karena salah faham. Keempat, Perbedaan karena lupa. Kelima, Perbedaan karena
beda penalaran(metode). Keenam, Perbedaan dalam memahami latar belakang sebuah sebab
permasalahan. Ketujuh, Perbedaan dalam mengkompromikan dua pendapat yang berbeda.

Sejak saat itu, mulai tumbuh ilmu-ilmu ke Islaman. Berkembang madzhab-


madzhab ilmu fiqh, ilmu kalam, tafsir, hadits, dan berbagai ilmu lainnya.

Dalam madzhab ilmu fiqh terkenal madzhab yang empat10, seperti Imam Hanafi
yang lahir tahun (th) 80 H/699 M, Imam Malik lahir (th) 93 H/712 M, Imam Syafii lahir th 150

Bakar RA, yang telah dibaiat oleh kaum Muslimin di Madinah, dengan tegas segera memerangi orang-orang yang
tidak mau bayar zakat, karena kewajiban bayar zakat nilainya sama dengan kewajiban menjalankan shalat.
9
Baca Waliyullah al-Dahlawiy.1978.al-Inshaf fi bayani asbabi ikhtilafi. Cet. II. Beirut: dar al-Nafais.p.1-30 disitu
dinyatakan bahwa: Asbabu ikhtilafi al-shahabah wa al-tabiin fi al-furu’:
1. Minha Shahabiyyan sami’a hukman fi qadliyyatin aw fatwin wa lam yasma’hu al-akhar, fa ajtahid bi ra
yihi fi dzalika w3a hadza huwa al-wujuh:
a. an yaqa’a ijtihaduhu mawaqifa al-haditsi
b. an yaqa’a bainahuma al-munadharah wa yadhharu al-haditsu bi al-wajhi alladzi yaqa’u bihi ghalibu al-
dhanni fa yarji’u ‘an ijtihadihi ila al-masmu’i
c. an yuballighahual-hadits wa lakin la ‘ala al-wajhi alladzi yaqa’u bihi ghaliu al-dhanni, fa lam yatruk
ijtihaduhu bal tha’nun fi al-haditsi .
d. an la yashila ilaihi al-haditsu ashlan.
2. Wa min tilka al-dlurubi an yaraw Rasulallahi SAW fa’ala fi’lan fa hamalahu ba’dluhum ‘ala al-qurbati wa
ba’dluhum ‘ala al-ibahati.
3. Wa minha ikhtilafu al-wahmi.
4. Wa minha ikhtilafu al-sahwi wa al-nisyani.
5. Wa minha ikhtilafu al-dlabthi.
6. Wa minha ikhtilafuhum fi ‘illati al-hukmi.
7. Wa minha ikhtilafuhum fi al-jam’i baina al-mukhtalifain.
H/767 M, dan Imam Ahmad Ibn Hambal lahir th 164 H/780 M. Mereka masing-masing
mempunyai gaya (cara) memahami al-Qur’an yang berbeda, dan dalil-dalil yang berbeda
sehingga menimbulkan kesimpulan yang berbeda dalam mengistinbatkan hukum.

Berkembang juga madzhab-madzhab ilmu Kalam (teologi Islam), seperti11: Hasan


al-Basri (30-110 H), Washil bin Atho (....-131 H), Abu Hudzail, al- Nazzam, al-Jubba’i, Ibn
Hisyam, ‘Amr bin Ubaid, dan al-Khayyat, mereka ini dikenal sebagai orang-orang Mu’tazilah.
Mereka ini dikenal sebagai para teolog rasional. Berkembang pula para teolog moderat seperti:
Abu Hasan al-Asy’ari, al-Baqillani, al-Juwaini, al-Msturidi, dan al-Bazdawi. Berkembang pula
para teolog Syiah yang menambah frunyamnya perkembangan teolpogi di dunia Islam. Karena
mereka menyampaikan pemikiran yang kontradiksi dengan mayoritas para teolog pada
zamannya. Pernyataannya itu antara lain menyatakan bahwa pewaris kekhalifahan sdetelah
wafatnya Rasulullah SAW yang sebenarnya adalah Ali bin Abi Thalib RA, menantu Rasulullah
SAW. Oleh sebab itu para khalifah sebelumnya seperti Abi Bakar al-Shiddiq RA, Umar Ibn al-
Khattab RA, dan Ustman bin Affan RA, adalah para khalifah yang tidak syah karena telah
merebut kekuasaan yang sebenarnya bukan miliknya.

Berkembang pula madzhab-madzhab Sufi12 seperti: Madzhab sufi ‘amali


umpamanya: Hasan al-Bashri (21-110 H) dengan teori al-khauf wa al-raja-nya, Robi’ah al-
Adawiyah(96-185 H) dengan teori al-hub-nya, al-Junaid (W297 H) dengan teori al-Fana wa al-
Tauhid-nya, dan Dzu Nun al-Mishri(156-245 H, dengan teori al-Ma’rifah-nya. Juga berkembang
beberapa gerakan Tasawuf Falsafi seperti Yazid al-Bustami (W261 H) dengan teori al-Fana wa
al-ittihad-nya, Abu Mansur al-Hallaj (W 244 H) dengan teori al-Hulul-nya, al-Suhrawardi al-
Maqtul (W549 H) dengan teori Hikmah al-Isyraq-nya, Muhyiddin Ibn ‘Arabi ( 598-638 H) dengan
teori Wihdah al-Wujud-nya, Jalaluddin al-Rumi ( 604-672 H) dengan teori sumbu kehidupannya,
dan Abdul Karim bin Ibrahim al-Jilli ( 767-811 H) dengan teori al-Insan al-Kamil-nya. Dan
beberapa lagi gerakan tasawuf yang mengarah kepada ajaran-ajaran tarekat.

10
Baca Abdurrahman I Do’i. 1984. Shariah The Islamic Law. London: Ta-ha Publishers Ltd. P. 88-112. Jo. Hasbi al-
Shiddiqi. 1968. Pengantar Hukum Islam. Cet.IV. Jakarta: Bulan Bintang. P.69-87. Dalam mengistinbatkan hukum
Imam Hanafi 1) Kitabullah, 2) Sunnah Rasul, dan Atasr-atsar shahih yang masyhur diantara para ulama, 3) Fatwa-
fatwa para Shahabat 4) Qiyas, 5) Istihsan, 6) Adat dan ‘Urf masyarakat. Imam Malik, dalam mengistinbatkan
hukum menggunakan 1) Kitabullah, 2) Sunah Rasul yang saheh, 3) Amal Ulama Madinah terkadang bahkan harus
menolak hadits yang tampak kontra dengan amal ulama Madinah, 4) Qiyas, 5) Mashlahah al-Mursalah dan
Istishlah. Imam Syafii dalam mengistinbatkan hukum menggunakan dalil-dalil 1) Dhahir al-Qur’an selama belum
ada dalil yang mengalihkan makna lain, 2) Sunah Rasul meski ahad asalkan perowinya terpercaya. Ia menyemakan
sunah Shahih dengan al-Qur.an, 3) Ijma (tidak ada perselisihan para ulama ), 4) Qiyas, dengan menolak istishlah
dan istihsan, dan 5) Istidlal. Imam Hambali dalam mengistinbatkan hukum menggunakan dalil 1) Nash al-Qur’an
dan Hadits Marfu, 2) Fatwa-fatwa Shahabat, 3) Fatwa Shahabat yang dekat dengan al-Qur’an dan al-sunah, jika
fatwa-fatwa itu kontradiksi, 4) Hadits Mursal dan Dlaif, dan 5) Qiyas.
11
Baca Abdul Rozak, dkk. 2012.Ilmu Kalam (Edisi Revisi).Bandung: Pustaka Setia. P.98 -158. Jo. ‘Abdul Qahir bin
Thahir bin Muhammad al-Bagdadiy al-Isfirainiy al-Tamimi.1037. al-Farqu bain al-Firaq. Mesir: Muhammad ‘Ali
Shabih wa Auladuhu. Jo. ‘Ali Mushthafa al-Gurabiy.1958. Tarikh al-Firaq al-Islamiyyah wa Nasyatu ‘Ilmi al-Kalami
‘Inda al-Muslimin. Mesir: Muhammad ‘Ali Shabih wa Auladuhu.
12
Baca kitab-kitab tasawuf seperti Dr Ibrahim Baisuni, 119. Nasyatu al-Tashawwuf al-Islamiy. Mesir: dar al-
Maarif..Jo. Abu Bakar Muhammad al-Kalabadziy. 1976. Al-Taarruf li Madzhabi ahli al-Tasawwuf. Al-Azhar: Al-
Kulliyyat al-Azhariyyah. Jo.Syaikh ‘Abdul Qadir Isa. Haqaiq al-Tasawwuf. Dan lain-lain..
Kondisi perbedaan pendapat ini, berlanjut terus sampai masa Tabiin, dan
tabiinat tabiin, serta masa-masa sesudahnya dan berkembang sampai ke seluruh dunia Islam.
Terhadap hal ini, realitas historis Islam yang dianut dan diamalkan di Saudi
Arabia, sangat berbeda dengan Islam yang dianut di Pakistan, atau di Eropah, di Amerika, dan
di Indonesia. Bahkan secara nasional, Islam yang dianut dan diamalkan di Padang Sumatera
Barat berbeda dengan Islam yang dianut dan diamalkan di etnik Jawa atau etnik Sunda.
Berkenaan dengan ini, sampai-sampai seorang orientalis13 yang sedang
melakukan konferensi orientalis tentang Islam se dunia, untuk melihat perkembangan Islam
saat itu, agar dapat diketahui perkembangan, kelemahan, lalu memberikan kritikannya, ia
menyatakan bahwa, ajaran Islam itu memang membawa kepada persatuan, tetapi dalam pada
itu menimbulkan praktek Islam dalam keragaman. Prinsip pemersatu dalam Islam ialah ajaran-
ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan dalam al-Qur’an. Tetapi al-Qur’an sendiri yang ayat-ayat
dzanninya memberikan interprestasi berragam, telah menimbulkan ragam pemikiran, dan
budaya dalam Islam. Di mata para orientalis, keragaman praktek keislaman itu, sekaligus
merupakan kekuatan Islam dalam beradaptasi dengan kehidupan lokal. Sebetulnya konferensi
yang diprakarsai oleh von Gruneboum ini atas nama Jurusan Antropologi, Universitas Chicago
dan telah memilih para peserta yang bersangkutan , antara lain: Lima belas sarjana dari negeri-
negeri Eropah, agar konferensi lebih kritis, tetapi ternyata, hasil konferensi, justru menambah
informasi bagi kaum muslimin, bahwa Islam yang tampak ragam dalam praktek itu, telah
menunjukkan bahwa Islam begitu luwes, elastis, lekat, dan adaptif dengan kultur lokal,
sehingga tampak bervariasinya warna bunga-bunga Islam dalam land skap Islam yang begitu
terhampar luas mempesona.

ISLAM MASUK DAN BERKEMBANG DI INDONESIA


Demikian pula Islam di Indonesia, meskipun seperti dinyatakan bahwa kaum
Muslimin Indonesia dikenal sebagai penganut tasawuf ‘amalinya al-Junaid, fiqh Syafi’i, teologi
Sunni14; namun, pada kenyataannya Islam di Indonesia juga tampak dalam berbagai warna
aliran.

Secara historis, kalau di runtut dalam realitas riil Islam di Indonesia, sebenarnya
telah mengalami beberapa fase perkembangan15.

13
Baca Gustave Evon Grounebaum (ed). 1983. Unity and Variety in Muslim Civilization. Terjemah Effendi N Yahya
(islam Kesatuan dan Keragaman). Jakarta: Yayasan Perkhidmatan. p.XiX-XX.
14
Baca Abdul Rozak. 2005. Teologi Kebatinan Sunda. Bandung: Kiblat. P.9.; Baca juga Abdul Rahman Haji
Abdullah. 1990. Pemikiran Umat Islam di Nusantara, Sejarah Perkembangannya Hingga Abad ke-19. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia. P. 119..
15
Bandingkan dengan pemikiran Azyumardi Azra. 1995. Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII-XVIII.Bandung. Mizan. P.23-36; Jo. A Hasymi. 1981. Sejarah Masuk dan Berkembangnyaq Islam di
Indonesia.Cet.I. Bandung. Al-Maarif. Jo. Yusuf Abdullah Puar. 1984. Masuknya Islam ke Indonesia. Bandung.
Indradjaya. Tetapi, A H Johns, dalam tulisannya, Islam in Southeast Asia: Problems of Perspective. Dalam Ahmad
Ibrahim, Sharon Siddique, dan Yasmin Hussain (Ed).1985. Readings on Islam in Southeast Asia.Singapore: Institute
of Southest Asian Studies Heng Mui Keng Terrace. Pasir Panjang.p.20.menyatakan bahwa The origins of
Islamization in Southeast Asia usually beginning with Pasai and other part towns along the northeast coast of
Pertama, fase peretas. Pada fase ini, dapat dinyatakan sebagai fase masuknya
Islam ke Indonesia. Fase ini ditandai dengan munculnya kegiatan perorangan Islam di
Indoensia. Pada masa ini orang-orang Islam dalam melaksanakan ajarannya mulai menghadapi
berbagai tantangan. Ibarat meretas hutan rimba belantara, orang-orang Islam yang sedang
mempraktikkan Islamnya ini harus berhadapan dengan para tokoh Agama Hindu juga Budha
yang mereka ini sangat mencintai kehidupan miskin dan mistik. Situasi dan kondisi semacam ini
telah menjadikan para pribadi Muslim yang telah mempersiapkan diri untuk menjadi muballigh
(dai) harus memutar dan memeras otak secara kuat, bagaimana caranya agar Islam dapat
dipercayai oleh masyarakat lokal. Pantaslah pada fase-fase berikutnya para dai itu telah
membuat beberapa variasi dakwah, sehingga dakwah mereka memperoleh apresiasi dari
masyarakat lokal, baik di etnik Jawa maupun etnik Sunda. Meskipun demikian, dalam beberapa
lokasi masih terdapat beberapa dakwah yang disampaikan itu, tampak sisa-sisa ajaran Agama
lamanya (Hindu atau Budha) nya dalam ritual atau kehidupan sehari-hari umat Islam tertentu.
Lalu difahami oleh tokoh-tokoh Islam tertentu cara ritual dan kehidupan sehari-hari umat Islam
tertentu itu sebagai ritual atau kehidupan yang singkretis. Fase ini merupakan abad–abad awal
hijriyah 16diperkirakan antara abad ke 7 atau 8 masehi(M).

Fase kedua, Fase eksplorasi. Pada fase ini munculnya dai-dai profesional
semacam-wali-wali yang dikenal dalam sejarah Indonesia17. Dalam sebuah seminar tentang
deradikalisasi di Indonesia, terdapat seorang cendekiawan Muslim18 yang kurang mempercayai
kemampuan para wali tersebut dalam menyampaikan dakwah dan berhasil di Indonesia.
Dengan alasan bahwa mereka para wali itu orang-orang Arab yang belum mengenal bahasa
daerah seperti: Jawa atau Indonesia, sehingga sangat diragukan bahwa mereka itu mampu
berdakwah dan berhasil di Indonesia.

Patut dimaklumi bahwa para personil wali sanga itu benar-benar merupakan
muballigh/da’i profesional. Keprofesionalan mereka tampak dari cara menyampaikan
dakwahnya yang sangat solutif, aspiratif, adaptif, dan memenuhi harapan kultur masyarakat

sumatera. Jo. Majlis Ulama Indonesia (MUI). 1986. Amanat Sejarah Umat Islam Indonesia. Surat Kabar (SK) Pelita.
5 Desember 1986.Jo. M C Ricklefs.1998. Sejarah Indonesia Modern. Cet.VI. Yogyakarta: Gajahmada Universiti
Press. P.4. justru menyatakan bahwa Islam baru masuk dan berkembang pada abad ke XIII.
16
Baca Azyumardi ........... 1995. P.26.
17
Baca Masykur Arif. 2013. Sejarah Lengkap Wali Sanga: Dari Masa Kecil, Dewasa, hingga Akhir
Hayatnya.Yogyakarta: Dipta. Dinyatakan bahwa Beberapa Dai terkenal dalam sejarah Islam di Indonesia, dikenal
dengan sebutan sebagai wali Sanga. Mereka itu, 1) Sunan Gresik (Mulana Malik Ibrahim), 2) Sunan Ampel(Raden
Rahmat), 3) Sunan Bonang (Raden Maulana Makdum Ibrahim), 4) Sunan Drajat ( Raden Qasim), 5) Sunan Kalijaga
(Raden Syahid), 6) Sunan Giri ( Raden Paku), 7) Sunan Kudus ( ja’far Shadiq), 8) Sunan Muria ( Raden Umar Said), 9)
Sunan Gunung Djati (syarif Hidayatullah). Jo. Nur Amin Fattah. 1994. Metode Dakwah Walisongo: Bimbingan dari
Walisongo untuk menjadi Dai yang berhasil. Pekalongan. CV Bahagia.Jo. Effendi Zaekasi.1981. Unsur Islam dalam
Pewayangan,Jakarta: Alfa Daya. P.52-53. Menyatakan bahwa para muballigh yang dikenal wali itu bukan hanya
sembilan tetai terdapat nama-nama wali lain yaitu 1)Sunan Ngudung/Syekh Sabil/ Usman Haji, 2) Sunan Muria/R
Umar Said 3) Sunan Wilis/ R Sayid Muhsin 4) Sunan Manjuran/R H Usman 5) Sunan Bintatra/R Fatah 6) Sunan
Bangkalan/R Iskandar 7) Sunan Tembayat/ Ki Gede Pandan Arangt, dan 8) Sunan Geseng/Ki Cokrojoyo..:
18
Ridwan Saidi, seorang cendekiawan Muslim, seniman, kurang mempercayai kalau para wali sanga itu merupakan
muballigh yang terkenal dan berhasil dalam mengislamkan Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam Seminar tentang
Deradikalisasi di Indonesia tahun 2015 lalu di Hotel Panghegar Bandung.
setempat pada saat itu. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) umpamanya, dalam rangka
dakwah ia mempelajari bahasa Jawa dan adat istiadatnya, sehingga ia mampu berbahasa Jawa
dengan halus, lalu beradaptasi dengan masyarakat setempat, iapun beradaptasi dengan
membuka warung, berdagang kebutuhan masyarakat setempat, bahkan ia membuka lahan
pertanian, dengan mengalirkan air (membuat irigasi) dari gunung untuk mengairi lahan
pertanian yang juga digunakan oleh para penduduk. Bahkan dalam kondisi tertentu ia menjadi
seorang tabib karena ia mampu mengobati masyarakat yang sakit tanpa memungut biaya,
padahal hampir semua orang sakit yang berobat kepadanya ternyata sembuh. Ia juga hidup
sederhana, tidak seperti para pejabat kerajaan yang tampak hidup glamour, meski dengan
perdagangannya ia mampu hidup agak mewah. Tetapi ia tidak mau melakukan kemewahan.
Iapun menghapus sistem Kasta19 (perbedaan kelas) karena, dalam prinsip Islam manusia lahir
dan hidup sama sederajat di sisi Allah SWT. Padahal dalam masyarakat bersistem pemerintahan
monarchi (kerajaan) berkembang sistem kelas; iapun mengumandangkan hal ini sambil
mempraktekkannya, dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, masyarakat kecil merasa
senang dengan perlakuan ini. Iapun mendirikan Masjid dan Pesantren untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat agar mereka melek huruf dan mengajarkan Islam kepada masyarakat
tanpa memungut bayaran sama sekali. Selain itu, ia dikenal sebagai seorang yang ahli
kanuragan, sehingga ia mampu mengalahkan para penjahat kelas berat yang suka melakukan
perampokan-perampokan kepada masyarakat, dengan itu lalu warga Desa pun merasa aman
dengan keberadaannya. Masyarakat lebih simpatik lagi, karena ketika kiai itu berada di
lingkungan itu, masyarakat merasa terjamin keamanan dan kesentosaannya. Karena sikapnya
ini, ia disenangi oleh banyak masyarakat setempat, lalu masyarakat mau belajar tentang
berbagai hal darinya20.

Begitu juga Raden Rahmat yang dikenal sebagai Sunan Ampel. Ia memberikan
dakwah, setelah ia beradaptasi dengan budaya setempat mau mempelajari dan memahami
bahasa Jawa sehingga ia terampil berbahasa Jawa halus. Setelah itu iapun mau melakukan
pengobatan gratis pada masyarakat yang sakit tanpa dipungut bayaran. Iapun mulai
mendirikan pesantren, dan dengan eloknya ia menggunakan bahasa lokal untuk menyebut
istilah-istilah agama tertentu seperti: Mushalla ia sebut sebagai langgar (seperti sanggar tempat
berkumpul orang-orang di padepokan untuk belajar ilmu-ilmu tertentu), shalat ia sebut
sembahyang (dari istilah sembah dan Hiyang)21 dan lain-lain. Wali ini juga sangat suka memberi
cindera mata kepada orang-orang tertentu, berupa kipas dari rotan berkhasiat yang dapat
menyembuhkan. Sehingga Adipati Arya Damar dari Palembang bersama istrinya yang telah
menerima kipas darinya segera masuk Islam. Keislamannya itupun diikuti oleh hampir semua

19
Baca Abdurrahman dkk (RED). 1988.Agama-agama di Dunia.Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press. P. 79. Kasta
merupakan sebuah struktur masyarakat dalam Agama Hindu. Di dalam Agama Hindu masyarakat diklasifikasikan
dalam kelas-kelas (kasta). Kelas Brahmana itu kelompok Pendeta, kelas Ksatria itu para karyawan dan pejabatnya
pemerintahan, dan kelas Waisya itu kelompok para pekerja. Sementara rakyat biasa dimasukkan dalam kelas
Sudra yaitu kelas rakyat biasa. Dalam menghadapi parorangan dalam lkelas-kelas ini mempunyai cara dan budaya
berbeda-beda.
20
Baca Masykur Arif ... p. 30-34.
21
Baca Masykur Arif.....p.90-91.
rakyatnya di Palembang. Berkenaan dengan itu, semua orang yang menjumpainya selalu ingin
memperoleh cinderamata kipas darinya. Menariknya lagi, semua orang yang ingin memperoleh
cinderamata darinya cukup membayar dengan mengucapkan kalimat syahadat alias masuk
Islam. Berkenaan dengan itu, karena simpati kepadanya Raja Majapahit memberikan
keleluasaan Sunan Ampel untuk berdakwah di seluruh wilayah kerajaan Majapahit, meski Raja
Majapahit sendiri Prabu Bra Wijaya Kertawijaya dengan secara halus menolak masuk Islam.

Satu Sunan lagi Sunan Kalijaga. Ia dikenal sebagai seorang Dai yang ahli di bidang
seni. Ia telah menggubah Syair-syair tertentu dengan lagu yang bernuansa Islam. Ia juga
mengubah pementasan wayang dengan cerita yang lebih Islami. Beberapa wayang telah
dirubah oleh Sunan Kalojogo dengan istilah yang lebih Islami. Seperti nama pendawa lima,
tokoh sepuh Puntodewo diganti dengan istilah Jawa Samiaji (Sami-sami pada ngaji). Arjuna
dikenalkan dengan nama Jannaka (surgamu), dan lain-lain lagi. Sambil menggunakan gamelan,
yang sangat menyenangkan masyarakat Jawa. Iapun mengubah kebiasaan lama dengan
kebiasaan baru yang lebih produktif. Ia ubah semedi untuk mencari berita-berita wangsit
(ilham), dengan sembahyang, ia ubah sesaji yang dimaksudkan untuk para lelembut, genderwo
dan selainnya, dengan memberikan shadaqah untuk fakir miskin.22dan selainnya.

Betapa syair lagu ilir-ilir yang paling terkenal di Jawa Tengah, itu merupakan hasil
ciptaan Sunan Kalijogo ini. Syair Lagu itu : Ilir-ilir tandure wis sumilir

Tak ijo royo-royo tak songko penganten anyar

Cah angon penekno blimbing kuwi

Lunyu-lunyu penekno kanggo masuh dodot iro

Pumpung padang rembulane pumpung jembar kalangane

Surake surak hore.

Dan berbagai-bagai hal lagi.

Dengan sample ini, merupakan fakta bahwa para wali itu memang benar-benar
dikenal sebagai para dai profesional. Sampai hari ini, ketika terdapat dai yang mempunyai
kebiasaan dakwah seperti ini, pastilah ia sangat disukai masyarakatnya.

Ketiga, fase Institusionalisasi. fase ini merupakan fase munculnya kerajaan-


kerajaan Islam di Indonesia. Seperti dinyatakan di depan bahwa para muballigh/dai-dai itu
benar-benar profesional. Karena profesiolitasnya itu, mereka sangat dicintai oleh
masyarakatnya. Para dai itu dalam kegiatan berdagang sehari-hari memperolah keuntungan
yang sangat memadai. Dengan modal yang cukup, ketika mereka melihat peluang politik, disitu

22
Baca Masykur Arif.... p.246-253.
kerajaan setempat23 --yang belum beragama Islam-- secara kebetulan sedang mengalami
kelemahan, peluang ini tak disia-siakan oleh muballigh-muballigh ini untuk merebut kekuasaan
kerajaan. Berdirilah kerajaan Islam pertama, Kerajaan Samudera-Pasai di Pesisir Timur laut
Aceh, Kabupaten Lhouk Seumawe, sekarang Aceh Utara. Berdiri pula Kerajaan Aceh Darussalam
pada abad 16-17 M.

Begitu pula di pulau Jawa, ketika kerajaan Majapahit yang beragama Budha
dalam kondisi lemah, situasi ini dimanfaatkan oleh seorang muballigh profesional di Demak.
Ialah Sunan Kudus. Sebetulnya Sunan Kudus (Pangeran Bintara) masih keluarga kerajaan
Majapahit. Oleh sebab itu, ia dijadikan sebagai Senopati di Demak wilayah Kerajaan Majapahit.
Namun, setelah melihat peluang, karena kerajaan Majapahit dalam kondisi lemah, ia segera
melakukan serangan dan mendirikan kerajaan Islam disitu24. Prabu Bra Wijaya, sebagai raja
Majapahit saat itu sempat melarikan diri bersama keluarga dan beberapa senopati yang setia.
Bra Wijaya jatuh ke tangan Kerajaan Islam pada tahun 1478 M25. Setelah Majapahit jatuh,
Sunan Giri, yang menjadi pemimpin para Wali menggantikan Sunan Ampel karena wafat,
Menobatkan Pangeran Bintara sebagai penguasa Islam pertama di Jawa dengan gelar Senapati
Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.26 Berdiri pula Kerajaan
Banten pada 1596-1685 m. Kerajaan Mataram pada 1580-1645 M.

Berdiri pula kerajaan Islam di Ternate dengan rajanya antara lain Zainal Abidin
yang terkenal dengan Raja Bulawanya, artinya raja cengkeh, pada tahun 1486 -1500 M27.
Berdiri pula Kerajaan Gowa dan Tallo di Makasar, Sulawesi Selatan pada abad ke 17 M28.

Atas pengaruh Raden Fatah, Adipati Unus dari Jepara, mengembangkan


sayapnya sampai ke pesisir Utara Jawa Barat (Cirebon) mendirikan Kerajaan Islam Sunda Kelapa
dengan rajanya Sunan Gunung Djati pada tahun 1527 M29.

Sejak saat itu, setelah kaum Muslimin merasakan kuat, dakwah Islam yang
selama ini dilakukan oleh para Muballigh hanya mendirikan pesantren-pesantren, pementasan-
pementasan seni, dan face to face antar pribadi, dan kegiatan-kegiatan sosial seperti bertani
dan ladang juga berdagang. Kini mereka sudah mampu menggunakan kekuatan politik, dengan
mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di berbagai peloksok pulau, baik di Kalimantan, maupun
Sulawesi dan selainnya.

Keempat, fase Ekspansi, pada fase ini muncul berbagai model pendidikan
modern Islam di Indonesia. Pendidikan modern ini berkembang setelah terdapat beberapa

23
Baca Marwati Djoened Poesponegoro, dan Nugroho Notosusanto.1993. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta:
Balai Pustaka. P.3. Pada saat itu Kerajaan Sriwijaya sedang menhgalami kelemahan.
24
Baca Marwati Djoened Poesponegoro......... p. 6-7.
25
Baca Zaini Muchtarom (Red). 1990. Bebersapa Kajian Indonesia dan Islam. Jakarta : Seri INIS.Jilid IV.p. 114-115
26
Baca Zaini Mchtarom ,,,,,,,, p. 118.
27
Baca Marwati Djoened Poesponegoro. .......p.22.
28
Baca Hasan Muarif Ambari. 1987. Zaman Keemasan Kerajaan Islam di Indonesia. Surat Khabar (SK) Pelita.
Tanggal 30 Agustus sampai dengan 5 September 1987.
29
Baca Marwati Djoened Poesponegoro. ......p.20.
tokoh Muslim Indonesia yang belajar di Timur Tengah dan terpengaruh oleh pemikiran dan
gerakan modern di Timur Tengah30, seperti gerakan Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh,
dan selainnya.

Juga sarjana Muslim Indonesia yang alumni pendidikan Barat kembali ke


Indonesia, lalu membangkitkan modernisasi dan semangat belajar para warga negara Indonesia
agar lebih maju. Untuk hal ini, mereka yang merasa dirinya mampu menjadi penggerak
modernisasi, segera mendirikan organisasi-organisasi modern.

Dinyatakan31 bahwa Mahasiswa pertama Indonesia yang kuliah di Den Haag


Negeri Belanda adalah Raden Mas Ismangoon. Ia tercatat sebagai mahasiswa pertama di
Universitas itu pada tanggal 26 September 1871, diikuti oleh beberapa mahasiswa Indonesia
yang lain.

Raden Moentajib Moeda merupakan orang Indonesia pertama yang membuat


laporan tertulis mengenai perjalanannya ke Eropah tahun 1868-1869 M. Ia melaporkan tentang
orang-orang Indonesia yang belajar di Eropah dengan berbagai aktivitasnya. Alumni Eropah ini
juga ikut mempengaruhi gerakan modernisasi Islam di Indonesia.

Dalam rangka menyantuni hasrat umat Islam Indonesia, -- pemerintah saat itu --
mendirikanlah Departemen Agama32pada tanggal 3 Januari 1946. Setelah Departemen Agama
berdiri, berdiri pula beberapa Sekolah yang berada dalam naungannya seperti Ibtidaiyyah,
Tsanawiyah, Aliyah, Pendidikan Guru (PGA) 4 tahun dan PGA 6 tahun, juga PGA Putri. Bahkan
berdiri pula IAIN-IAIN Institut Agama Islam Negeri), STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri),
dan kini telah berdiri pula Universitas Negeri Islam (UIN) di berbagai tempat.

Berdiri pula Pengadilan-Pengadilan Agama (PA) di seluruh Indonesia dan


Penyelenggaraan Haji yang semakin intensif. Bahkan untuk menyelesaikan kasus-kasus konflik
antar maupun internal umat beragama Islam dan umat selainnya, Departemen Agama
mendirikan pula Majlis Ulama Indonesia (MUI).

WARNA ISLAM DI INDONESIA


Salah satu usaha yang segera diupayakan para modernis, setelah mereka
kembali ke Indonesia antara lain mendirikan organisasi-organisasi Islam modern, dan sekolah-
sekolah modern ala Barat. Pada tahun 190533. Berdiri Serikat Dagang Islam (SDI), dan pada
tahun 1911 SDI berubah menjadi Serikat Islam (SI), dan Cokroaminoto sebagai pelopor atau

30
Baca Abul Hasan Ali al-Nadwi. 1983. Pertarungan Antara Alam Pikiran Islam dengan Alam Pikiran Barat.
Terjemah Mahjuddin Sjaf. Dari al-Shira’u baina al-fikrati al-Islamiyyati wa al-Fikrati al-Gharbiyyati fi al-Aqathari al-
Islamiyyati. Cet.II. Bandung: Al-Maarif. P.38-152.Jo. Harun Nasution.1984. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah
Pemikiran dan Gerakan. Jakarta. Bulan Bintang.
31
Baca zaini Muchtarom .........p. 2
32
Baca Deliar Noer. 1983. Administrasi Islam di Indonesia, edisi Baru. Jakarta: Rajawali. P.13.-125
33
A Syafii Maarif. 1988. Islam dan Politik di Indonesia. Cet.1. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga. P. 17
bidan bagi berdirinya SI ini. Berdiri pula Muhammadiyah34, 18 Nopember 1912 yang dipelopori
oleh K H Ahmad Dahlan. Berdiri pula Persatuan Islam (Persis) pada tanggal 11 September 1923
oleh Haji Zamzam dan Haji Mahmud Yunus 35. Berdiri pula Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal
31 Januari 192636. Pada 21 September 1937, dengan semangat Ukhuwah Islamiyyah, beberapa
tokoh antara lain: K H Mas Mansur (Muhammadiyah), K H A Wahab Hasbullah (NU), K H
Achmad Dachlan ( Non Partai), mendirikan MIAI (Majlis Islam ‘Ala Indonesia) di Surabaya.

Kelima fase penataan, pada fase ini muncul gerakan-gerakan Islam yang
bermaksud menasionalisasi gerakan umat Islam agar bergabung dengan nasionalis sekuler
untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Saat pada tanggal 17 Agustus
1945, pada kesempatan Jepang menyerah atas tentara Sekutu, para tentara, pejuang, para
politisi, dan beberapa tentara Hizbullah Indonesia menyatakan diri sebagai Negara yang
merdeka dan berdaulat.

Hari ini, Islam di Indonesia secara nasional menampakkan berragam aliran. Ada
Islam Muhammadiyah yang sangat teologis, ada Islam Nahdlatul Ulama (NU) yang teologis dan
sufis, ada Islam Persatuan Islam Bandung (Persis) yang salafis, dan selainnya. Lebih dari itu,
Islam di lokal-lokal tertentu, justru menampakkan ke khassan lokal, seperti Islam di wilayah
Jawa tertentu, juga di Sunda tertentu, yang menampakkan Islam singkretis37. Sebagian
cendekiawan seperti H M Rasyidi38, menganggap bahwa aliran islam singkretris, khususnya
yang berhimpun dalam aliran Kepercayaan/Kebatinan dianggap merusak ajaran Islam, bahkan
cenderung ia melecehkan ajaran Islam. Pemikiran Rasyidi ini sangat beralasan, karena diantara
beberapa aliran Kepercayaan yang berkembang di Indonesia itu, menggunakan term-term
islam khususnya ajaran-ajaran Islam yang diselewengkan maknanya sesuai dengan kehendak
nafsu kelompoknya sendiri. Diantara beberapa penyelewengan tafsir ajaran islam oleh
kelompok aliran kepercayaan kebatinan yaitu tentang syahadat39, yang dimulai dengan kalimat

34
Baca Abdul Aziz Thaba dan Afan Gaffar. 1996. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani
Press. P. 133,
35
Baca Howard M Federspiel. 1996. Persatuan Islam: pembaharuan Islam Indonesia Abad XX. Persatuan Islam.
Terjemah Yudian W Asmin dkk. Dari “ Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia”.Yogyakarta: Gajahmada
University Press. P.14.
36
Baca PBNU Headquarters, tt. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.Jakarta: Pengurus Besar NU.
37
Baca M Bambang Pranowo. 2011. Memahami Islam Jawa. Jakarta: Alvabet.; Jo. Abdul Rozak. 2005. Teologi
Kebatinan Sunda. Bandung: Kiblat, Jo. Suwardi Endraswara. 2003. Mistik Kejawen: Singkretisme., Simbolisme, dan
Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta: Narasi, Jo. Zainuddin Maliki. 2004. Agama Priyayi: Makna
Agama di Tangan Elite Penguasa. Yogyakarta: Pustaka Marwa.; Jo. Noerid Haloei Radam. 2001. Religi Orang Bukit.
Yogyakarta: Yayasan Semesta. Dan masih banyak lagi.
38
Baca Abdul Rozak. 2005. Teologi ........p.15. menyatakan bahwa H M Rasyidi meneliti Aliran Kepercayaan dari
persfektif teologi dan menyimpulkan bahwa Aliran Kepercayaan itu penganut teologi Islam sempalan, yang
merusak ajaran Islam.
39
Baca H M Rasyidi.1967. Islam dan Kebatinan. Jakarta: Bulan Bintang.p. 41. Dalam buku ini Rasyidi membeberkan
beberapa ajaran Islam yang diselewengkan penafsirannya. Kajiannya dilakukan dengan meneliti isi kitab-kitab
Darmogandul, Gatoloco, dan Hidayat Jati. Baca juga Hilman Hadikusuma. 1993. Antropologi Agama: Bag.I.
Pendekatan Budaya terhadap Aliran Kepercayaan Agama Hindu, Budha, Kong Hu Cu, di Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti. P.83.
(kata) asyhadu yang diartikan oleh mereka sebagai bapak dan ibu kita yang mengadu
kemaluan. Allah artinya kemaluan bapak itu ala (jelek). Annahu artinya ibu bersenggama.

Berkenaan dengan perbedaan-perbedaan yang menampakkan ciri khas atau


karakter tertentu terhadap aliran-aliran Islam di Indonesia, yang telah dilakukan oleh para
ahlinya itu, secara teoritis sebenarnya perbedaan praktek keagamaan berbagai komunitas
Kislam di Indonesia itu hanya karena mereka berbeda cara pandang atau berbeda approach
dalam memahami sesuatu permasalahan.

Penulis telah meneliti tentang cara pandang40 atau approach para ulama Islam
dahulu dalam memahami Islam. Hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya
terdapat lima cara pandang dalam memahami Islam. Pertama, Cara pandang
Kewahyuan/skripturalistik. Cara pandang ini dalam operasionalnya selalu memandang segala
sesuatu permasalahan dengan landasan wahyu, baik wahyu tertulis, maupun wahyu tak
tertulis. Cara pandang ini banyak dilakukan oleh orang-orang yang menyatakan dirinya
kelompok Salafi. Kelompok ini kebanyakan berada di komunitas Persatuan Islam (Persis)
Kedua, Cara pandang teologik. Cara pandang ini dalam operasionalnya selalu memandang
segala sesuatu permasalahan dengan landasan wahyu, baik tertulis maupun tak tertulis
ditambah dengan pemikiran rasional manusia. Cara pandang ini banyak dilakukan oleh orang-
orang yang menganggap dirinya sebagai komunitas modernis, karena mencoba mengembalikan
semua persoalan kepada ayat al-Qur’an dan sunahnya, lalu dikuatkan dengan dalil-dalil
rasional. Komunitas ini banyak berada dalam komunitas Muhammadiyah. Ketiga, Cara pandang
rasionalistik. Cara pandang ini dalam operasionalnya selalu memandang segala sesuatu
permasalahan dengan landasan rasional atau ilmiah. Baik ilmiah murni (filosofis), maupun
ilmiah empirik (sains). Cara pandang ini banyak dilakukan oleh para ilmuwan atau saintis.
Mereka berpandangan sangat luas dan modern, sehingga sering dianggap sebagai liberalis.
Keempat, Cara pandang sufistik atau spiritualistik. Cara pandang ini dalam operasionalnya
selalu memandang segala sesuatu permasalahan dengan landasan perenungan agar
memperoleh inspirasi atau ilham. Cara pandang ini banyak dilakukan oleh orang-orang yang
senang melakukan dzikir-dzikir, dan ini berada dalam komunitas warga NU. Dan kelima. Cara
pandang holistik. Cara pandang ini dalam operasionalnya selalu memandang segala sesuatu
permasalahan dengan landasan berbagai cara pandang tersebut di depan, baik melalui cara
pandang multidisipliner atau interdisipliner, juga cara pandang antar disipliner. Cara pandang
holistik ini banyak dilakukan oleh para saintis post modernis. Mereka sering tampak pada para
ilmuwan yang tidak memihak, netral, dan cenderung hanya mau mendeskripsikan sesuatu
permasalahan, tanpa mau menjustifikasi sebuah permasalahan, meski mereka ini pada
mulanya berada dalam komunitas muslim tertentu

Dalam sebuah kajian, --tampaknya-- kalau sesuatu permasalahan ingin dikaji


supaya hasilnya lengkap sekali atau istilahnya secara komprehensif, maka melalui pendekatan
holistik inilah cara yang paling baik. Oleh sebab itu, kalaulah para tokoh aliran Islam di

40
Baca Abdul Rozak. 2001. Cara Memahami Islam (metodologi Studi Islam ).Bandung: Gema Media Pusakatama..
Indonesia itu mau memahami bahwa perbedaan cara pandang itulah yang telah menjadikan
mereka harus berbeda dalam pengamalan ajaran Islam. dan hal ini telah dimaklumi, maka
tidaklah harus terjadi konflik internal umat beragama Islam di Indonesia, hanya gara-gara
diantara mereka berbeda dalam aspek pengamalan keberagamaan Islam.

Keenam fase pembangunan. Pada fase ini, umat Islam sudah berani berbaur
dengan orang-orang non Muslim membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
telah direbut dengan penuh gelimang peluh dan darah, kurang makan dan tidur, dari penjajah
Belanda. Sejak itu umat Islam mulai membangun partai politik.

Berdiri partai Serikat Islam (SI) tahun 1916.41 SI yang dahulu hanya sebuah
orgnisasi Islam yang berorientasi sosial kini telah berorientasi Politik. Berdiri pula Masyumi
pada tanggal 7 Nopember 194542yang didalamnya terdapat organisasi Islam NU. Lalu NU keluar
dari Masyumi tahun 195243.

Sejak itu, umat Islam Indonesia mulai ikut berperan dalam mengatur
pemerintahan Indonesia. Pada Pemilu tahun 1955. Umat Islam yang diwakili oleh Masyumi dan
NU. Masyumi memperoleh 7.903.886 suara 20,9%, dan NU memperoleh 6.955.141 suara,
18.4.%44.

DAMPAK WARNA ISLAM DI INDONESIA YANG POSITIF


Kondisi Islam semacam ini, khususnya bagi para cendekiawan atau ilmuwan,
justru merupakan alternatif menarik agar orang-orang Islam Indonesia dapat memilih, mana
Islam yang lebih layak dianutnya untuk kehidupannya dalam masyarakat Indonesia yang
pluralistik, kolegialistik, loyalistik dan penuh toleransi itu.

DAMPAK NEGATIF
Namun, pada saatnya Islam yang tampak berragam corak ini justru sering
menampakkan konflik secara internal umat beragama Islam. Masing-masing organisasi merasa
bahwa dirinya paling benar dalam menjalankan praktek keberislaman, sementara orang lain
tersesat, karena tuduhan bahwa mereka menjalankan syariat Islam penuh dengan klenik,
penuh bid’ah, dan banyak hal-hal yang tak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Perlu dinyatakan bahwa Rasulullah SAW itu merupakan seorang guru utama
dalam Islam. Oleh sebab itu, beliau harus memberikan contoh yang baik, agar umatnya tidak
keliru dalam menjalankan syariatnya. Namun, yang menjadi masalah apakah semua yang tidak
dicontohkan oleh Rasulullah itu berarti Rasul belum selesai mengajarkan syariat Islam. Jawaban
bagi permasalahan ini harus mengambil sampel seperti seorang guru matematika umpamanya.

41
Baca Abdul Aziz Thaba. Dkk. .......... p. 140.
42
Baca Abdul Aziz Thaba. Dkk. ............p.158.
43
Baca Abdul Aziz Thaba. Dkk. ...........p. 159.
44
Baca Abdul Aziz Thaba.dkk. ..............p.170.
Dihadapan murid-muridnya guru matematika memberi contoh pelajaran matematika sesuai
dengan kondisi dan situasi saat itu. Tetapi bahwa ujian yang diberikan dalam ujian akhir tentu
tidaklah seperti yang telah dicontohkan oleh gurunya. Bahkan terkadang jauh lebih sulit soal
ujian untuk menyelesaikannya dibandingkan contoh yang terkadang sangat sederhana
disampaikan oleh guru matematika itu. Begitulah yang terjadi pada diri Rasulullah. Jadi, kalau
hari ini terdapat permasalahan dan hukum-hukumnya belum atau tidak pernah dicontohkan
oleh Rasulullah, itu tidak berarti hukum apasaja yang diciptakan oleh para ulama, tidak berarti
ulama itu telah membuat bid’ah. Tetapi mengisi kekosongan hukum yang mirip dengan yang
telah dicontohkan oleh seorang guru yang tidak membuat semua masalah dengan jawabannya.
Seperti Hukum zakat profesi, zakat beternak ayam, atau telornya, zakat beternak puyuh atau
telornya, mina ikan, dan selainnya.

Begitu juga bahwa hari ini, tempat-tempat haji sudah berobah total seperti
towaf di tingkat II atau III Ka’bah, yang menjadikan seorang haji tidak bisa mencium hajar
aswad. Jumrah di tingkat II, III, IV, atau V. Itu telah menjadikan orang yang berbalang jumrah
selain di tingkat bawah batunya tidak masuk dalam sumur jamarat. Mina yang begitu sempit,
harus menambah lahan, sehingga ada istilah Mina Jadid (khususnya di maktab 71 dan
seterusnya bagi Jemaah haji Indonesia). Dan selainnya.

Kondisi ini memerlukan jiwa umat Islam yang besar dan penuh toleransi dengan
nilai-nilai ilmiah serta modern semakin kuat bahwa Islam itu memang sangat luas. Dengan itu,
tak sembarangan mengecam orang lain dalam bid ah, atau kafir umpamanya.

SOLUSI DAMPAK NEGATIF

Pertama, tegakkan aturan hidup beragama secara damai. Bahwa untuk hidup
berdampingan secara damai suatu komunitas muslim perlu memahami bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu merupakan negara yang plural. Oleh sebab itu suatu
komunitas tak boleh memaksakan doktrinnya kepada orang lain tanpa kesadaran penuh. Untuk
hal ini, diperlukan sikap45:

1) Fikrah Tawasutiyah
Yaitu suatu cara berfikir serba pertengahan. Seseorang yang selalu berfikir
serba tengah, akan bersifat serba seimbang dan moderat. Ia tidak berlaku
keras ke kiri maupun berlebih-lebihan ke kanan
2) Fikrah Tasamuhiyah
Yaitu suatu cara berfikir serba toleran. Seseorang yang berfikir serba toleran,
akan selalu mempertimbangkan apakah konfliknya cddengan komunitas lain,
akan menguntungkan komunitasnya atau malah merugikannya ? Yang jelas,
bahwa kritik yang mdenumbuhkan konflik itu selalu tidak menguntungkan.

45
Baca Asep Saefuddin Halim. 2012. Membumikan Aswaja. Surabaya: Khalista.
Karena pada akhirnya komunitas yang dikonfliki itu tetap tak akan merasa
bahwa komunitasnya salah. Oleh sebab itu sebaiknya bertoleran.
3) Fikrah Islahiyah
Yaitu suatu cara berfikir serba reformatif. Seseorang yang berfikir reformis,
selalu memberikan suatu alternatif dalam menyampaikan ide-idenya. Bahwa
mungkin alternatifnya itu kurang diterima oleh orang lain, yang penting ia
telah memberikan sesuatu yangt terbaik.
4) Fikrah Tathawwuriyah
Yaitu suatu cara berfikir dinamis. Seseorang yang berfikir dinamis, selalu mau
memberi dan mau mengambil. Artinya ia tidak hanya memberi saja, tetapi ia
berani mengambil dari orang lain tentang sesuatu yang menurut dirinya
kurang baik. Dimana letak kesenagna seseorang sehingga ia menyenangi
sesuatu yang dianggapnya kurang baik. Lihat bukan hanya dari sisi agama
saja. Tapi lihat dari sisi ilmiah dan selainnya.
5) Fikrah Manhajiyah.
Yaitu suatu cara berfikir serta metodologis. Seseorang yang selalu berfikir
metodologis, dapat melihat cara berfikir orang lain. Apakah orang lain
menggunakan metode seperti yang ia gunakan dalam menghadapi sebuah
permasalahan atau berbeda. Kalau dilihat, terdapat perbedaan metodologi
dalam memandang sesuatu permasalahan, maka pastilah akan berbeda
kesimpulannya. Sebab berbeda metodologi akan menjadikan berbeda pula
akhir kesimpulannya. Dengan ini harus menjadi acuan bagi umat Islam bahwa
Islam itu satu dalam bertuhan (Allah), berpedoman al-Qur’an, dan
bernabikan Muhammad, tapi ragam dalam praktik.
Kalau dengan cara-cara ini tetap saja masih terjadi perbedaan cara pandang,
maka cara kedua tersebut di belakang ini, perlu ditegakkan

Kedua, Sosialisasikan surat Keputusan Bersama 3 Menteri tentang Kerukunan


Umat Beragama. Insya Allah umat Islam akan tetap bersatu

PENUTUP
Memperhatikan seperti yang penulis nyatakan dalam paper ini, kiranya perlu
dipertimbangkan agar setiap organisasi ke Islaman di Indonesia diperkenalkan Metodologi Studi Islam.
Agar antar sesama kaum Muslimin tak terjadi saling menyalahkan yang berujung pada konflik yang
merusak ukhuwah/persaudaraan.

Wallahu al-Muwaffiq li Aqwam al-thariq.

Bandung, September 2016

H Abdul Rozak
Reference.
A. Hasymi. 1981.

Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Bandung: al-Maarif

A. Syafi’i Maarif. 1988.

Islam dan Politik di Indonesia. Cet. I. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijogo Press

‘Abdul Qahir bin Thahir bin Muhammad al-Bagdadi al-Isfiraini al-Tamimiy. 1037.

Al-Farqu baina al-Firaqi. Mesir: Muhammad ‘Ali Shabih wa Auladuhu

Abdul Rahman Haji Abdullah. 1990.

Pemikiran Umat Islam di Nusantara: Sejarah dan Perkembangannya Hingga Abad ke-19. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia.

Abdul Rozak, 2001.

Cara Memahami Islam (Metodologi Studi Islam).Bandung. Gema Media Pusakatama

..........................2005

Teologi Kebatinan Sunda: Kajian Antropologi Agama tentang Aliran Kebatinan Perjalanan.Bandung:
Kiblat Buku Utama.

.................. dkk. 2012

Ilmu Kalam. Edisi Revisi.Bandung: Pustaka Setia.

....................dkk. 2014

Ilmu Kalam 2. Ciamis: Galuh Nurani.

Abdul Aziz Thaba dan Afan Gaffar. 1996.

Islam dan Negara Dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani Press.

Abdurrahman I Do’i. 1984.

Shariah The Islamic Law. London: Ta-ha Publishers. Ltd.

Ahmad Ibrahim dkk (Ed). 1985.

Readings on Islam in Southeast Asia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

‘Ali Mushthafa al-Ghurabiy. 1958.

Tarikh al-Firaqu al-Islamiyyati. Mesir: Muhammad ‘Ali Shabih wa Auladuhu.

Asep Saefuddin Halim. 2012.

Membumikan Aswaja. Surabaya: Khalista.


Azyumardi Azra. 1995.

Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII.Bandung: Mizan

Deliar Noer.1983.

Administrasi Islam di Indonesia Edisi Baru.Jakarta: Rajawali

Effendi Zarkasi. 1981.

Unsur Islam dalam Pewayangan. Jakarta: Alfa Daya.

Eugene A. Myers. 2003.

Zaman Keemasan Islam. Terjemah M Maufur el Khiory. Dari “ Arabic Thought And The Western World.
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Gustave E Von Gruneboum (Ed). 1983.

Islam Kesatuan dan Keragaman. Terjemah Effendi N Yahya dari “ Unity and Variety in Muslim
Civilization.Jakarta: Yayasan Perkhidmatan.

Hasan Muarif Ambari. 1987.

Zaman Keemasan Kerajaan Islam di Indonesia. Surat Kabar (SK). Pelita 30 Agustus sd. 5 September
1987.

Hasbi Ash-Shiddiqi. 1968.

Pengantar Hukum Islam. Cet.IV. Jakarta: Bulan Bintang.

Howard M Federspiel. 1996.

Persatuan Islam : Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX. Yogyakarta: Gajahmada University Press

Ki Ageng Kapalaye, 2010.

Kamus Pintar wayang: (dari Versi India hingga Pewayangan Jawa). Istilah, Pengertian, dan Filosofisnya.
Yogyakarta: Laksana.

Majlis Ulama Indonesia. 1986.

Amanat Sejarah Umat Islam Indonesia. SK. Pelita. 5 Desember 1986.

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993.

Sejarah Nasional Indonesia. Jilid. I,II,III,IV,V dan,VI. Jakarta: Balai Pustaka

M C Ricklefs. 1998.

Sejarah Indonesia Modern. Cet.VI. dari “A History of Modern Indonesia” Yogyakarta: Gadjah Mada
University.

Masykur Arif. 2013.

Sejarah Lengkap Walisanga: dari Masa Kecil, Dewasa, Hingga Akhir Hayatnya.Yogyakarta: DIPTA
Mushthafa Abdul Roziq. 1959.

Tamhid Li Tarikh al-Falsafah al-Islamiyyah. Thab’ah al-Tsaniyah.Kairo: Lajnah al-ta’lif wa al-Nasyr.

Nur Amin Fattah. 1994.

Metode Da’wah Walisongo:Bimbingan dari Walisongo untuk Menjadi Da’i yang Berhasil. Batang:
Bahagia

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Tt.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Syah Waliyullah al-Dahlawi.

Al-Inshaf fi Bayan Asbab al-Ikhtilaf. Beirut: Dar al-Nafais.

Yusuf Abdullah Puar. 1984.

Masuknya Islam ke Indonesia. Bandung – Jakarta: Indradjaja.

Zaini Muchtarom dkk (ed). 1990.

Beberapa Kajian Indonesia dan Islam. Jilid IV. Jakarta: INIS.

Anda mungkin juga menyukai