Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

IKHWAN AL SHAFA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam

Dosen Pengampuh :

Dr. Fawaizul Umam, M.Ag.

Dr. H. Safrudin Edi Wibowo, Lc, M.Ag.

Oleh ;

FATHUL GHAFFARI
NIM : 233206080011

PRODI STUDI ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ
JEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas

segala taufiq dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah sejarah pemikiran islam pada semester

1 Program Pascasarjana Studi Islam di UIN KH. ACHMAD SHIDDIQ Jember.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada sang junjungan kita

Nabi Muhammad SAW. Yang telah mampu menuntun kita dari masa kelam

menuju masa yang penuh dengan sinar-sinar keindahan dan keselamatan dalam

beragama.

Dan tidak lupa kami ucapkan terimakasi kepada bapak Dr. Fawaizul

Umam, M.Ag. dan Dr. H. Safrudin Edi Wibowo, Lc, M.Ag. selaku dosen

pengampu mata kuliah Filsafat Islam yang telah membimbing kami dalam

menyelesaikan tugas makalih ini.

Penulis sangat menyadari dengan sepenuh hati makalah ini tidak akan

luput dari salah dan jauh dari kata sempurna oleh karena itu kritikan yang

konstruktif edukatif sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah berikutnya.

Selanjutnya penulis berdoa dengan hati yang ikhlas dan penuh dengan

keyakinan semoga makalah ini bermanfaat.

Situbondo, 25 Oktober 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peradaban tentang ilmu pengetahuan memiliki fase-fase yang di dalamnya


terdapat dua pembagian. Fase kejayaan dan fase kemunduran atau stagnan, Begitu
pula dengan keilmuan dalam dunia keislaman. Berkaitan dengan fase atau waktu
kejayaan keilmuan tak luput dari peran sebuah pengetahuan tentang ilmu filsafat,
di mana keilmuan keislaman juga mengalami kejayaan yang terbantu dengan
hadirnya filsafat di dalamnya. Hal ini tidak menutup kemungkinan ilmu filsafat
menjadi pemeran penting dalam sejarah beradaban kejayaan keilmuan dalam
dunia keislaman. Sebagai bukti adalah hadirnya beberpa pemikir-pemikir islam
yang dilatar belakangi dengan keilmuan filsafat. Pada awalnya memang ilmu
filsafat dikesampingkan dari agama islam, akan tetapi dengan berkembangnya
pengetahuan untuk menuntut kebenaran agama islam dilihat dari sisi ilmu filsafat,
maka hadirlah ilmu filsafat ditengah-tengah agama islam. Para pemikir-pemikir
islam berlomba-lomba mengkaji agama islam dari sisi ilmu filsafat. Sehingga
muncullah gagasan-gagasan dari sebuah pemikiran mereka dalam memaknai dan
memahami agama islam.
Berbeda dengan kebanyakan filosof Islam yang tampil sebagai tokoh
perseorangan, ada pula filosof Islam yang membentuk suatu kelompok,
mempertemukan tokoh-tokoh filsafat yang berbeda dengan latar belakang dan
keahlian filsafat-ilmiah yang berbeda. Para filosof seperti Al-Kindi, al-Farabi,
Ibnu Sina, al-Razi, al-Ghazali, al-Amiri, Ibnu Miskawaih di wilayah Islam timur
atau Ibnu Masarrah, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, Ibnu Rusyd, Ibnu Sab' dan Ibnu
Khaldu di Barat, mereka tampil sebagai filosof Islam. Ikhwan al-Shafa lahir
sebagai kelompok filosof Islam yang misterius di wilayah timur, secara individual
mereka tidak terlalu dikenal bahkan jarang yang mengetahui anggota
kelompoknya kecuali para anggota Ikhwan al-Shafa itu sendiri.1
Ide-ide mereka, yang disusun dan dituangkan dalam ensiklopedia
bernama al-Rasa'il, karena karyanya bersifat filosofis, terkesan sangat ala
kadarnya dan agak rumit. Mereka tampaknya sama dengan para filsuf individual
lainnya yang mempunyai gagasan sentral tentang makna-makna tersembunyi dari
seluruh realitas. Persaudaraan Al-Shafa menyelenggarakan pertemuan ilmiah
untuk mengkaji berbagai persoalan yang muncul, serta melakukan berbagai
kegiatan yang mereka anggap dapat menyelaraskan jiwa dan menunaikan
keyakinannya.2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan urain singkat dari latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran Ikhwan al-Shafa tentang Filsafat ?
2. Bagaimana pemikiran Ikhwan al-Shafa tentang Kosmologi ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penyusunan
makalah kali ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dasar pemikiran Ikhwan al-Shafa.
2. Mengetahui bagaimana posisi filsafat dengan agama menurut perspektif
Ikhwan al-Shafa.
3. Mengetahui bentuk pemikiran muslim bukan hanya mereka yang dengan
pemikiran mereka sendiri di sebut intelek ternyata ada pemikir muslim yang
bentuknya bukan perorangan melainkan membentuk kelompok yang
berisikan para pemikir.

BAB II

1
Hady, M. S. (2007). Filsafat ikhwan ash-shafa. ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, 8(2), 117-140.
https://doi.org/10.18860/ua.v8i2.6199
2
Hady, M. S. (2007). ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, 8(2), 117-140.
PEMBAHASAN

A. Asal Usul Ikhwan al-Shafa


Banyak spekulasi mengenai asal usul Ikhwan al-Shafa, terutama karena
sifat organisasi dan gerakannya yang tersembunyi. Kelompok ini sangat tertutup
dan beranggotakan para pemikir Islam yang beraliran keagamaan, politik, dan
filosofis. Ikhwan al-Shafa kemungkinan muncul di wilayah Bashrah pada masa
Bani Buwaih pada abad ke-11 M, yaitu pada saat pemerintahan Islam Bagdad
mengalami disintegrasi yang ditandai dengan munculnya dinasti-dinasti kecil
yang merdeka.3

Nama Ikhwan al-Shafa merupakan kepanjangan dari Ikhwan al-Shafa wa


Khullan al-Wafa wa Ahl al-Hamd wa Abdan al-majd yang memilika makna
persaudaraan murni/suci, sahabat yang setia, orang-orang terpuji dan putra-putra
kemuliaan. Nama yang digunakan diambil dari kisah Kalilah wa Dimmah yang
mana sekelompok hewan yang memiliki rasa persahabatan yang sejati, sehingga
mereka lolos dari jeratan pemburu. Ceritanya ada seekor merpati yang terjerat
jarring pemburu kemudian temannya yang lain membawa jarring itu ke hadapan
tikus, sehingga segeronbolan tikus membantu menggrogoti jarring tersebut hingga
seekor merpati dapat keluar dengan selamat. Berkat ketulusan si tikus menolong
merpati, seekor gagak, kura-kura dan kijang ikut bersahabat. Kemudian pada
suatu waktu seekor kijang terjerat perangkap pemburu. Berkat pertolongan yang
lain si kijang pun dapat dibebaskan dan mereka dapat melarikan diri dari pemburu
kecuali seekor kura-kura yang memang lebih lambat ketimbang hewan yang lain.
Sehingga kura-kura pun tertangkap oleh pemburu, pada saat tertangkapnya kura-
kura, kijang pun turut membalas pengorbanan kura-kura dalam membantunya
sehingga kijang merelakan dirinya untuk menjadi umpan dan mengalihkan
perhatian pemburu. Sementara tikus dan yang lainnya membebaskan kura-kura,
dan pada akhirnya mereka pun dapat lolos dari perangkap pemburu. Dari cerita
tersebutlah mereka di sebut sebagai Ikhwan al-Shafa (persahabatan yang suci dan

3
Hady, M. S. (2007). ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, 8(2), 117-140.
setia) persahabatan mereka tak memandang perbedaan di tengah-tengah mereka,
siapa yang ikut bergabung dengan mereka maka dianggap sebagai sahabat setia.4

Kelompok Ikhwan al-Shafa bergerak di bidang filsafat yang menfokuskan


perhatiannya pada dunia da’wah dan pendidikan. Mereka berkumpul dalam satu
tujuan yang sama untuk kembali membangkitkan kejayaan umat islam dalam
bidang keilmuan yang pernah jaya di masanya dan untuk menolong kaum muslim
agar tidak terperosok ke dalam kejahilan dan fanatisme. Sesuatu yang melatar
belakangi kemunculan kelompok ini dikarenakan keprihatinannya akan
pelaksanaan ajaran islam yang telah tercemar dengan ajaran luar islam dan untuk
membangkitkan kecintaan umat islam terhadap ilmu pengetahuan. Mereka bekerja
dan bergerak secara rahasia disebabkan kekhawatiran mereka akan tindakan
penguasa yang menindas pera pemikir-pemikir yang muncul pada saat itu. Hal ini
yang menyebabkan peranggotaan Ihkwan al-Shafa memiliki anggota yang
terbatas.5 Ada juga yang berpendapat bahwa mereka sadar ajaran-ajaran esoteris
mereka mungkin akan memicu kontroversi yang nantinya akan mengakibatkan
perpecahan di tenah-tengah masyarakat yang nantinya penguasa akan menumpas
kelompok mereka, sehingga mereka memilih untuk lebih baik menyembunyikan
identitas mereka guna untuk menjaga keberlangsungan kelompok. 6 Mereka juga
sangat selektif dalam merekrut anggota dengan melihat berbagai aspek. Mereka
menerapkan beberpa syarat dalam memilih anggota, diantaranya memiliki ilmu
pengetahuan yang luas, loyalitas tinggi, memiliki kesungguhan dan berakhlak
mulia, kemudian ada juga syarat yang wajib dimiliki anggota ini yaitu wajib
menjadi guru dan muballigh di tengah-tengah masyarakat. Karna hal inilah yang
akan menjadi sebuah wadah dalam menyampaian pemikiran-pemikiran dan
aspirasi mereka.7

4
MJS Channel, “Ikhwan al-Shafa oleh Dr. Fahruddin Faiz, M. Ag”, 27 September 2023, Video
6:56, https://www.youtube.com/watch?v=Q3wdZlVOAJY&t=467s
5
Izzati, H. (2016). Pemikiran Pendidikan Ikhwan Al-Shafa. Jurnal Al-Mutaaliyah: Jurnal
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 1(1), 99-
110.http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/mutaaliyah/article/view/1606
6
MJS Channel, “Ikhwan al-Shafa oleh Dr. Fahruddin Faiz, M. Ag”, Video 15:21
7
Izzati, H. (2016). Pemikiran Pendidikan Ikhwan Al-Shafa. Jurnal Al-Mutaaliyah: Jurnal
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 1(1), 99-
110.http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/mutaaliyah/article/view/1606
Ada beberapa teori mengenai kelompok Ikhwan al-Shafa, meskipun ada
sebagian anggota yang diketahui, tidak mudah mengetahui secara pasti siapa dan
berapa banyak anggota yang terkumpul di dalamnya. Mereka sangat piawai dalam
menutup identitas dari kelompok mereka, sehingga mereka menyebut diri mereka
sebagai orang yang tidur di dalam gua. Kemunculannya sebagai intelektual yang
tersembunyi namun memiliki dampak yang nyata dalam dinua ilmu pengetahuan8.

Berkaitan dengan perspektif siapa mereka. Fahruddin Faiz menyebut


dalam kajiannya tentang Ihkwan al-Shafa di channel youtubenya ada empat
pandangan mengenai perspektif mereka :

1. Isma’ili / Syi’ah
Anggapan ini didasari karena corak dan model kajian mereka sama seperti
ajaran esoterisme Isma’ili / Syi’ah
2. Sunni-Sufi
Anggapan ini didasari dengan adanya hadist yang diriwayatkan oleh aisha
dan juga berisikan referensi tentang khulafaur Rasyidin dalam karya
Rasa’ilnya, yang mana kelompok Syi’ah tidak akan melakukan demikian.
Juga di dalamnya terdapat celaan terhadap kelompok Rafidhi, penerimaan
Ijma’ sebagai landasan hukum dan di dalamnya berisi orientasi sufisme
3. Mu’tazilah
Di dasari dengan ontologi Ikhwan al-Shafa yang berlandaskan Neo-
Platonisme, yang menghubungkan metode dengan realitas yang lebih tinggi
dari sesuatu yang bersifat indrawi. Senada dengan aliran mu’tazilah, mereka
menghubungkan keinginan bebas manusia dengan keadilan tuhan.
4. Menurut Abu Hayyan at-Tauhidi
Dimana Abu Hayyan mengungkapkan bahwa dia sezaman mereka dan
kemudian menyebutkan nama-nama yang ada di dalamnya seperti, Abu
Sulaiman al-Busti atau yang biasa dikenal dengan al-Muqaddasi, Ali bin

8
MJS Channel, “Ikhwan al-Shafa oleh Dr. Fahruddin Faiz, M. Ag”, Video 15:21
Harun al-Zanjani, Muhammad al-Nahrajuri atau al-Mihrajani, al-Afwi dan
Zayd bin Rafi’i.9

Karyanya yang berupa Rasa’il tertuang ilmu pengetahuan yang bersifat


filosofis, keagamaan, bahkan politis, dimana mereka menggabungkan agama dan
filsafat untuk membersihkan syari’ah agama dari kotoran dengan menggunakan
filsafat. Tujuan Ikhwan al-Shafa juga tampak bersifat edukasional dan cenderung
mengarah pada mistisme. Hal ini ditunjukkan dari konsepnya tentang manusia
ideal dan tentang peringkat anggota kelompok Ikhwan al-Shafa itu sendiri.
Sebagaimana berikut :

1. Al-Abrar al-Ruhama’. Mereka punya kebersihan fisik, punya konsep dan


asimilasi yang baik. Disebut saudara yang saleh dan penyayang yang berusia
minimal 15 tahun.
2. Al-Akhyar dan al-fudhali, tingkat filosofis termasuk pemimpin politik, yaitu
orang terpelajar dan religius yang berumur minimal 30 tahun serta memiliki
kesabaran dan kepedulian terhadap sesama manusia.
3. Al-Fudhala’ al-Kiram, tingkat raja dan sultan. Seseorang yang mempunyai
kemampuan secara terang-terangan atau halus menentang peperangan dan
pemberontakan untuk mencapai keselamatan, membuktikan hukum
ketuhanan, berusia minimal 40 tahun dan biasa disebut juga bangsawan yang
terpelajar dan bijaksana.
4. Al-Kamal, merupakan tingkat tertinggi. Penerimaan wahyu dan marifah yaitu
tingkat malaikat untuk naik ke tingkat ketuhanan dicapai pada usia minimal
50 tahun, salah satunya adalah Ibrahim, Yusuf, Isa, Muhammad, Socrates dan
Pythagoras.10

Dalam karyanya yang berupa ensiklopedi ada dua pemikiran ikhwan al-shafa yang
terpenting, yaitu tentang filsafat dan kosmologi (cabang ilmu astronomi yang
menyelidiki asal-usul, struktur, dan hubungan ruang waktu dari alam semesta).

9
MJS Channel, “Ikhwan al-Shafa oleh Dr. Fahruddin Faiz, M. Ag”, Video 17:10-19:53
10
Hady, M. S. (2007). ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, 8(2), 117-140.
Dari dua hal inilah yang menjadi pondasi awal ikhwan al-shafa dalam menjawab
segala permasalahan yang terjadi. Berikut akan dijelaskan dua hal penting ini.

B. Filsafat Ikhwan al-Shafa


Salah satu pemikiran terpenting dalam Rasa’il Ikhwan al-Shafa adalah
tentang filsafat. Menurut mereka dalam Rasa’ilnya filsafat memiliki empat ranah
kajian, meliputi ; matematika, logika, fisika dan ketuhanan. Untuk ranah kajian
filsafat menurutnya berkaitan dengan beberapa hal yang bersangkutan dengan
ketuhanan, yaitu ;11
1. Mengetahui Tuhan
2. Ilmu kerohanian, yaitu yang berkaitan dengan ruh, tentang malaikat-malaikat
tuhan atau juga berkaitan dengan hal ghaib.
3. Ilmu kejiwaan, yaitu mengetahui batin dan jiwa-jiwa yang ada pada sesuatu
yang ada di atas langit dan yang ada pada sesuatu yang ada di bumi.
4. Ilmu politik, meliputi politik kenabian, politik pemerintahan, politik umum
(tata kelola masyarakat di tingkatdaerah), politik khusus (rumah tangga),
politik pribadi (akhlak / tata krama)

Pandangan Ikhwan al-Shafa tentang filsafat dengan agama adalah sebagai


pembersih syariat dari semua kotoran. Jadi memahami agama menggunakan
pendekatan filsafat untuk melihat dan meneliti ajaran agama yang sudah
bercampur dengan budaya barat. Dan kemudian mereka menyuguhkan kebenaran-
kebenaran yang esensial dari filsafat dengan berpedoman pada sumber-sember
filsafat kuno.12

Menurut mereka jika dilihat dari penganut ilmu filsafat sendiri memiliki
tiga tingkatan :

1. Cinta ilmu, artinya senang sekali belajar menambah wawasan


2. Paham hakikat, artinya tidak hanya hafal ilmu dan mengoleksi ilmu tapi juga
bisa menetapkan cara pandang yang asasi yang meurutnya cocok. Orang yang

11
MJS Channel, “Ikhwan al-Shafa oleh Dr. Fahruddin Faiz, M. Ag”, Video 25:25-34:00
12
Hady, M. S. (2007). ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, 8(2), 117-140.
sudah sampai di tingkatan ini mereka akan menjalani hidup dengan baik
karena orang yang sudah paham hakikat akan membuahkan kesadaran.
3. Berkata dan berbuat sesuai dengan ilmunya, artinya ekspresi dirinya sesuai
dengan ideal yang ada di kepalanya, Otomatis kata-katanya baik dan tingkah
lakunya baik. Di mana arah pengkajian filsafat Ikhwan al-Shafa seperti ilmu
tasawuf.

Dan pandangan Ikhwan al-Shafa tentang filsafat berbeda dengan


pandangan Ibnu Rusyd atau Thomas Aquinas, perbedaannya terletak pada
pengertiannya yang sangat berbeda dengan pengertian rasionalis dan silogistik
yang diberikan oleh Aristoteles yaitu hikmah filsafat bukanlah adalah manusia
hikmah, melainkan hikmah yang datangnya dari Allah melalui risalah kepada para
nabi. Ikhwan al-Shafa mengidentikkan filsafat dengan hikmah, berbeda dengan
beberapa pemikir Islam terdahulu yang memahami filsafat sebagai metafora
hikmah murni manusia. Dan hikmah tersebut adalah hikmah yang bersumber dari
wahyu yang diturunkan kepada nabi. Selain itu, persaudaraan al-Shafa menyebut
filsafat sebagai cara untuk mencapai kesetaraan sedekat mungkin dengan Tuhan.13

Kegunaan filsafat adalah suatu cara untuk mencapai kebaikan manusia,


yaitu penerapan segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, agar manusia
memahami hakikat kemanusiaannya yang sebenarnya. Dapat disimpulkan bahwa
pandangan Ikhwan al-Shafa dalam memahami filsafat berupaya mensucikan jiwa
manusia lebih dari sekedar logika perpatik belaka.

C. Kosmologi Ikhwan al-Shafa

Sebagaimana pembahasan yang ada di dalam Rasa’ilnya yang juga


mengangkat pembahasan matematika yang merupakan hal penting dalam kajian
filsafatnya. Mereka menuturkan bahwa seluruh dunia adalah satu, sebagaimana
satu kota, satu hewan dan satu manusia. Bagian-bagiannya bergabung menjadi
satu jasad yang hidup yang memperoleh badan dan makan dari wahyu tuhan.

13
Hady, M. S. (2007). ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, 8(2), 117-140.
Pembahasannya berbasis simbolik, khususnya simbolik bilangan. Kunci dalam
memahami segala sesuatu dengan bilangan.

Pembahasan Rasa’il tepatnya terdapat pada risalah ke-16 yang berjudul al-
sma’ wa al-’alam. Mereka membagi seluruh struktur menjadi dua bagian;
Pertama, makhluk ruhani (al-jawahir al-ruhaniyyah) yang berada di alam ruhani
atau yang disebut dengan alam transendental. Kedua, wujud fisik (al-jawahir al-
jismaniyyah) digolongkan ke dalam dua dimensi lain, yaitu dimensi atas (al-'alam
al-'alawi), disebut juga alam semesta, dan dimensi bawah (al-'Alam al-sufla) atau
alam orbit dan bintang, serta alam yang mengalami proses penampakan dan
kehancuran serta terletak di bawah Bulan, atau sering disebut dengan wilayah
sub-bulan. Di antara dimensi-dimensi tersebut terdapat keselarasan dan
keselarasan. Keharmonisan inilah yang menjadi alasan terbentuknya hubungan
dan ikatan yang sangat erat satu sama lain.14

Oleh karena itu, segala sesuatu selain Tuhan Yang Maha suci mempunyai
beberapa pasang, yang membuktikan bahwa hanya ada satu Tuhan, unik dan
tunggal, yang tidak memperanakkan dan tidak memperanakkan. Secara
pemahaman, Tuhan adalah kebalikan dari alam, sebagaimana diyakini para nabi
dan filosof. Kesimpulan dualitas dan komposisi alam semesta sebagai satu
realitas dari berbagai sudut pandang sebagai bukti kesatuannya. Menurut mereka,
pembuktian kesucian, kesatuan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ketuhanan
dapat dibuktikan melalui penalaran filosofis dengan menggunakan logika berpikir
matematis. Hal yang sama berlaku untuk departemen lain. Dengan ini, Ikhwan al-
Shafa mencoba melakukan pemurnian agama melalui pendekatan filosofis.

Berdasarkan pembahasan entitas yang bercabang dua, Ikhwan al-Shafa


mencoba menjelaskan secara singkat tentang struktur entitas, yang dimaksud
dengan entitas alam ruhani adalah segala sesuatu yang dapat dipersepsi melalui
akal dan pemikiran abstrak. Sedangkan entitas alam yang bersifat fisik adalah
segala sesuatu yang hanya dapat dirasakan oleh indera. Kemudian penciptaan

14
Darraz, M. A. (2014). Kosmologi Ikhwan al-Shafa’. Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary
Journal of Islamic Studies, 10(1), 68-95. https://doi.org/10.18196/aiijis.2014.0032.68-95
satuan fisik dilakukan melalui proses menurut waktu dan periode. Sebaliknya
penciptaan suatu entitas spiritual tidak mengalami proses peristiwa dalam ruang,
waktu, dan materi dalam arti proses kreatif berlangsung secara bersamaan. Pada
tataran Ikhwan al-Shafa akan mencoba menjelaskan struktur entitas ruhani
menjadi tiga bagian;15

1. Akal aktif universal (al-‘aql al-kulli al-fa’al), sebagai substansi sederhana


yang dapat menjangkau hakikat dan realitas segala sesuatu.
2. Jiwa universal (al-nfs al-kulliyah), sebagai substansi aktif dan memiliki daya
untuk mengetahui.
3. Materi orisinal (al-hayula al-ula), sebagai substansi sederhana yang pasif,
dapat diserap secara rasional dan menerima berbagai bentuk.

Kemudian berkaitan dengan entitas alam jasmani atau tentang benda-


benda fisik semesta yang menurut Ikhwan al-Shafa terbagi menjadi 3 macam;16

1. Benda-benda orbital yang terdiri dari orbit-orbit dan bintang-bintang(al-


ajram al-falakiyyah).
2. Empat elemen alamiah yang meliputi api, udara, air dan tanah (al-arkan al-
thabi’iyyah).
3. Tiga organisme derivatif yaitu hewan, tumbuhan dan benda mineral (al-
kainat al-muwalladat).

Kemunculan ketiga macam entitas ini diawali dengan adanya benda-benda


mutlak yang merupakan materi lain dari aslinya. Ketika materi orisinal menjelma
menjadi wujud jiwa semesta atau universal, dalam jangka waktu tertentu
terbentuklah wujud yang disebut benda mutlak berupa wujud pertama, yang
mempunyai 3 aspek; panjang, lebar dan tinggi. Jiwa Universal memberikan ketiga
hal ini pada materi primordial untuk memberikannya bentuk absolu.

Seiring berjalannya waktu, benda-benda mutlak menjadi semakin lengkap,


mengalami keragaman dan tidak lagi lebih sederhana dari bahan asli yang menjadi

15
Darraz, M. A. (2014). Kosmologi Ikhwan al-Shafa’. 10(1), 68-95.
16
Darraz, M. A. (2014). Kosmologi Ikhwan al-Shafa’. 10(1), 68-95.
asal mula terbentuknya benda-benda mutlak. Mereka kemudian menyimpulkan
bahwa benda mutlak adalah himpunan benda fisik yang ada di alam semesta ini.17

BAB III

PEMUTUP
17
Darraz, M. A. (2014). Kosmologi Ikhwan al-Shafa’. 10(1), 68-95.
A. Kesimpulan
Ihkwan al-Shafa sebuah kelompok intelektual muslim yang gerakannya
bersifat laten atau rahasia untuk menghindari dari penguasa pada saat itu kerap
menindas para pemikir yang bermunculan. Kelompok ini memiliki corak
keagamaan, politik dan filsafat, yang muncul di daerah bashrah pada masa bani
buwaih di abad ke-10. Kelompok ini memfokuskan perhatiannya di bidang
da’wah dan pendidikan, kemunculannya atas dasar inisiatif ingin membersihkan
ajaran agama dari pengaruh-pengaruh pemikiran barat. Sehingga mereka
menggunakan media filsafat untuk menjaga agama tetap tegak pada posisi
kesuciannya tanpa ada pengaruh luar yang dapat merusaknya.
Mereka melakukan perkumpulan untuk berdiskusi menyelesaikan berbagai
permasalah yang terjadi pada kala itu. Hasil dari sebuah pemikiran mereka
tertuang dalam karyanya yang bersifat ensiklopedi dengan membahas banyak
bidang keilmuan yang kemudian diberi nama Rasa’il Ikhwan al-Shafa. Di dalam
karyanya ini ada dua poin terpenting yang mendasari sebuah pemikiran kelompok
ini yang pertama mengenai filsafat dan kedua tentang kosmologi. Mereka
mencoba menjelaskan posisi filsafat dan agama kemudian tentang kosmologi dan
agama. Mereka mencoba menjabarkan sebauh keilmuan yang nantinya akan
bermuara pada ajaran agama, dalam hal ini agama islam.
Menurut Ikhwan al-Shafa dalam rasa’ilnya filsafat memiliki empat ranah
pengakajian, yaitu; tentang matematika, logika, fisika dan ketuhanan. Mereka
memiliki corak pengkajian filsafat yang bebeda dengan Ibnu Rusyd atau Thomas
Aquinas, perbedaannya terdapat pada sebuah pemaknaan yang dinilai lebih jauh
dari pada pemaknaan secara rasionalitis dan sillogistik yang di anut oleh
Aristoteles. Menurut Ikhwan al-Shafa penggunaan filsafat adalah sebagai metode
untuk memperoleh kebaikan manusiawi, yakni mengaplikasikan keilmuan yang
dimiliki secara potensial, dengan itu maka manusia akan dapat merealisasikan
karakter kemanusiaan secara benar.
Pada bagian kedua dalam hal sesuatu yang sangat mendasari pemikiran
Ikhwan al-Shafa adalah tentang kosmologi. Yang mana mereka menjelaskan
tentang struktur penciptaan alam semesta dengan membaginya menjadi dua
bagian entitas; pertama, entitas spiritual (al-jawahir al-ruhaniyyah) atau alam
transenden. Kedua, entitas fisik (al-jawahir al-jismaniyyah) yang juga terbagi
menjadi dua, alam bawah dan alam atas, yang keduanya memiliki keselarasan atau
hubungan yang tidak dapat terpisahkan.
Menurut yang penulis tangkap dari pemikiran Ikhwan al-Shafa tentang
Kedudukan filsafat dan agama memiliki relevansi di era global saat ini, yang
mana filsafat sebagai metode dalam mengkaji ajaran agama. Untuk menjaganya
dari sebuah pemikiran barat yang bertujuan merusak agama dari dalam. Dari
inilah kita yang hidup di era yang semakin berkembangnya ilmu pengetahuan
akan sadar bahwa mungkin saja terjadi pengrusakan ajaran agama dari dalam,
sehingga akan kesadaran inilah kita bisa turut menjaga kesucian ajaran agama
yang kita yakini sebagai pedoman dalam menghambakan diri pada sang pencipta
dari bebagai tuduhan-tuduhan yang dapat merusak kesucian dan kedudukannya
sebagai wujud dari pemberian tuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Darraz, M. A. (2014). Kosmologi Ikhwan al-Shafa’. Afkaruna:
IndonesianInterdisciplinary Journal of Islamic Studies, 10(1), 68-95.
https://doi.org/10.18196/aiijis.2014.0032.68-95

Hady, M. S. (2007). Filsafat ikhwan ash-shafa. ULUL ALBAB Jurnal Studi


Islam, 8(2), 117-140. https://doi.org/10.18860/ua.v8i2.6199

Izzati, H. (2016). Pemikiran Pendidikan Ikhwan Al-Shafa. Jurnal Al-Mutaaliyah:


Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 1(1),
99-110.http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/mutaaliyah/
article/view/1606

MJS Channel, “Ikhwan al-Shafa oleh Dr. Fahruddin Faiz, M. Ag”, 27 September
2023, Video 6:56, https://www.youtube.com/watch?
v=Q3wdZlVOAJY&t=467s

Anda mungkin juga menyukai