Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

STUDI KEISLAMAN
“ILMU KALAM PEMIKIRAN ULAMA MASA KINI”

Disusun Oleh:
Kelompok 1
1. Benny Purwanto
2. Rendi

Dosen Pengampu : Ermalinda, S. Th. I. M. Hum

FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ISLAM RAHMANIYAH
SEKAYU
2023

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sering dengan perkembangan zaman Ketika umat islam dalam kondisi yang oleh
Sayyid Qutub dapat digambarkan sebagai suatu masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat-
rapat pintu ijtihad , mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at Allah atau
mengistimbatkan hukum-hukum, karena mereka merasa telah cukup dengan hasil karya para
pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud) serta yang berdasarkan
khurafat-khurafat. Dengan kondisi tersebut maka lahirlah para pembaharu-pembaharu Islam
seperti Syekh Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan dan Muhammad Iqbal.
Islam dalam pandangan Iqbal bersifat tidak statis, tetapi dapat disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup karena ijtihad merupakan ciri
dinamika yang harus dilambangkan dalam Islam. Masih banyak lagi pemikiran-pemikiran
kalam para pembaharu tersebut. Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak isi makalah
dibawah ini.

B. Rumusan Masalah
Ada beberapa permasalahan yang akan penulis bahas dalam makalah ini diantaranya:
1. Ilmu kalam masa kini: Ismail Faruqi, Hasan Hanafi, Rasyidi, dan Harun Nasution.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini diantaranya adalah untuk memenuhi tugas
dosen Ilmu Kalam yang dibimbing oleh Ibu Mardiana, M.A . dan untuk menambah dan
memperluas wawasan serta ilmu pengetahuan khususnya dibidang Ilmu Kalam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ILMU KALAM MASA KINI


a. Ismail Al-Faruqi
1. Riwayat Singkat Ismail Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi, lahir pada tanggal 1 Januari 1921 di Jaffa Palestina. Pada tahun
1941, Al-Faruqi mengambil kuliah filsafat di American University, Beirut. Setelah tamat dan
meraih gelar Bachelor of Arts, ia kemudian bekerja sebagai pegawai negeri sipil pada
pemerintahan Inggris- yang memegang mandate atas Palestina ketika itu-selama empat tahun.
Karena kepemimpinannya menonjol, pada usia 24 tahun, ia diangkat menjadi Gubernur
Galilea.
Pada tahun 1949, Faruqi hijrah ke AS untuk melanjutkan kuliahnya. Ia mendapat gelar
master filsafat dari Universitas Indiana. Dua tahun kemudian, gelar master filsafat kembali ia
raih dari Universitas Harvard.
Kesempatan untuk menjadi kaya semakin terbuka baginya. Akan tetapi, hasrat dan
bakat bisnis itu ditepisnya. Faruqi memilih kembali ke Universitas Indiana, dan pada tahun
1952 meraih Ph. D filsafat dengan disertasi berjudul On Justifiying the God: Metaphysics and
Epistemology of Value.
Merasa kurang pengetahuannya mengenai Islam, walaupun sudah bergelar doctor,
Faruqi lalu pergi ke Mesir. Selama tiga tahun, ia menyelesaikan pascasarjana di Universitas
Al-Azhar. Selama 2 tahun (1959-1961) ia mengajar dan juga mempelajari etika Yahudi dan
Kristen di Universitas McGill, Canada.
Pada tahun 1964, Faruqi kembali ke AS. Pertama-tama yang dia kerjakan adalah
menjadi guru besar tamu pada Universitas Chicago dan Associate Profesor bidang agama
pada Univesrsitas Syracuse. Lalu pada tahun 1968, hingga wafatnya, ia menjabat guru besar
agama pada Universitas Temple. Bersamaan itu juga ia menjabat sebagai professor studi
keislaman pada Central Institute of Islamic Research, Karachi.
Faruqi tergolong pengajar yang humoris dan memiliki banyak cara untuk muridnya
tidak merasa jenuh. Kuliah-kuliahnya mengenai Islam menjadikan iman dan sejarah Islam
sebagai sesuatu yang hidup dikelas.

3
Sayyed Hussein Nasr, sarjana muslim yang juga mengajar diberbagai universitas di
AS, menyebutnya sebagai “Sarjana muslim pertama yang mendedikasikan sepanjang
hayatnya pada studi-studi Islam di AS dan menjadikan AS sebagai kediaman terakhirnya.”
Keaktifan Faruqi diberbagai kelompok studi Islam dan keterlibatannya dalam gerakan-
gerakan Islam amat menonjol. Ia adalah tokoh dibalik pembentukan MSA, ISNA, AJISS,
AMSS, IIIT, dan banyak lagi lembaga keislaman di AS.
Faruqi juga duduk sebagai penasihat diberbagai unversitas di dunia Islam dan ikut
mendesain program studi Islam di Pakistan, India, Afrika Selatan, Malaysia, Libya, Saudi
Arabia, dan Mesir. Juga di tempat-tempat terpencil Mindanao State University, Filipina dan
Universitas Islam Kum, Teheran.
Dia menjadi dewan editorial pada sejumlah jurnal, menulis lebih dari 100 artikel
diberbagai jurnal ilmiah, disamping mengarag dua puluh lima judul buku. Adapun The
Cultural Atlas of Islam adalah salah satu karyanya yang merupakan hasil kerjasama dengan
Prof. Lamya, istrinya.

2. Pemikiran Kalam Ismail Al-Faruqi


Pemikiran kalam Ismail al Faruqi tertuang dalam karyanya yang berjudul Tauhid.
Dalam karyanya ini beliau ini mengungkapkan bahwa syahadat menempati posisi sentral
dalam kehidupan manusia baik dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap
muslim. Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan
waktu, sejarah manusia, dan takdir. Dalam menyoroti tentang tauhid sebagai prinsip ummat,
al Faruqi membaginya kedalam tiga identitas, yakni: pertama, menentang etnisentrisme yakni
tata sosial Islam adalah universal mencakup seluruh ummat manusia tanpa kecuali dan tidak
hanya untuk segelitir suku tertentu. Kedua, universalisme yakni Islam meliputi seluruh
ummat manusia yang cita-cita tersebut diungkapkan dalam ummat dunia. Ketiga totalisme,
yakni Islam relevan dengan setiap bidang kegiatan hidup manusia dalam artian Islam tidak
hanya menyangkut aktivitas mnusia dan tujuan di masa mereka saja tetapi menyangkut
aktivitas manusia disetiap masa dan tempat. Dalam hal kesenian, beliau tidak menentang
kretivitas manusia, tidak juga menentang kenikmatan dan keindahan. Menurutnya Islam
menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhan dan dalam kehendak-Nya
yang diwahyukan dalam firman-firman-Nya.
Pemikiran Al-Faruqi tentang kalam dapat ditelusuri melalui karyanya yang berjudul,
Tahwid: Its Implications for Thought and Life (Edisi Indonesianya berjudul Tauhid). Al-
Faruqi menjelaskan hakikat tauhid sebagai berikut:
4
a) Tauhid sebagai inti pengalaman agama
b) Tauhid sebagai pandangan dunia
c) Tauhid sebagai intisari Islam
d) Tauhid sebagai prinsip sejarah
e) Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
f) Tauhid sebagai prinsip metafisika
g) Tauhid sebagai prinsip etika
h) Tauhid sebagai prinsip tata sosial
i) Tauhid sebagai prinsip ummah
j) Tauhid sebagai prinsip keluarga
k) Tauhid sebagai prinsip tata politik
l) Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi
m) Tauhid sebagai prinsip estetika

b. Hasan Hanafi
1. Riwayat Singkat Hasan Hanafi
Hanafi dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1035 di Kairo. Ia berasal dari keluarga
musisi. Pendidikannya diawali pada tahun 1948 dengan menamatkan pendidikan tingkat
dasar, dan melanjutkan studinya di Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha, Kairo yang
diselesaikannya selama empat tahun. Semasa di Tsanawiyah, ia aktif mengikuti diskusi
kelompok Ikhwan Al-Muslimin. Oleh karena itu, sejak kecil ia telah mengetahui pemikiran
yang dikembangkan kelompok itu dan aktivitas sosialnya. Hanafi tertarik juga untuk
mempelajari pemikiran Sayyid Qutb tentang keadilan social dalam Islam. Ia berkonsentrasi
untuk mendalami pemikiran agama, revolusi, dan perubahan social.
Dari sekian banyak tulisan atau karya Hanafi, Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami)
merupakan salah satu puncak sublimasi pemikirannya semenjak revolusi 1952. Kiri Islam,
meskipun baru memuat tema-tema pokok dari proyek besar Hanafi, karya ini telah
menformulasikan satu kecenderungan pemikiran yang ideal tentang bagaimana seharusnya
sumbangan agama bagi kesejahteraan umat manusia.
2. Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
a) Kritik terhadap teologi tradisional
- Teologi tradisional tidak dapat menjadi sebuah pandangan yang benar–benar
hidup, dan memberi motivasi tindakan dalam kehidupan konkret ummat manusia.

5
- Kegagalan para teolog tradisional disebabkan oleh sikap para penyusun teologi
yang tidak mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan
manusia.
b) Rekonstruksi teologi
- Tujuan rekontruksi teologi Hanafi adalah menjadikan teologi menjelma sebagai
ilmu tentang pejuang sosial yang menjadikan keimanan-keimanan tradisional
memiliki fungsi secara aktual sebagai landasan etik dan motivasi manusia.

c. H.M. Rasyidi
1. Sekilas tentang H.M. Rasyidi
Dalam konteks pertumbuhan kajian akademik Islam di Indonesia, orang akan sulit
mengesampingkan kehadiran H.M. Rasyidi, lulusan lulusan lembaga pendidikan tinggi Islam
di Mesir yang melanjutkan ke Paris, dan kemudian memperoleh pengalaman mengajar di
Kanada. Lepas dari retorika-retorika anti baratnya, orang tak akan luput mendapati bahwa
hamper keseluruhan konstruksi akademiknya dibangun atas dasar unsure-unsur yang ia
dapatkan dari Barat. Tegasnya kaum orientalis darpada lainnya. Ia daalah intelektual
Indonesia yang paling banyak memperoleh tidak hanya perkenalan, tetapi juga penyerapan
ramuan-ramuan intelektual dari gudang orientalisme. Dialah yang berpengaruh dalam usaha
mengirimkan para lulusan IAIN atau sarjana lainnya ke Montreal sehingga banyak orang
yang benar-benar harus berterimakasih kepadanya. Dan apa yang telah dirintisnya itu
kemudian diteruskan dalam skala yang lebih besar dan penuh harapan oleh Munawir Sjadzali.
H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 - 30 Januari 2001) adalah
mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas
Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru
pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941) Guru Besar
Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta Karya Koreksi terhadap
Dr. Harun Nasution tentang Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Bulan Bintang, 1977,
Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Nasional, Media Dakwah, 1979.
Kebebasan Beragama, Media Dakwah, 1979. Janji-janji Islam, terjemahan dari Roger
Garandy, Bulan Bintang, 1982.
2. Pemikiran Kalam H.M. Rasyidi
Pemikiran kalam Rasjidi dapat ditelusuri dari kritikan-kritikan yang dialamatkan
kepada Harun Nasution dan Nurcholis Madjid. Pemikiran kalam beliau banyak yang berbeda
dari beberapa tokoh seangkatannya. Tentang Ilmu kalam, ia membedakannya dengan teologi.
6
Menurutnya teologi berarti ilmu ketuhanan yang kemudian mengandung beberapa aspek
ajaran Kristen yang diluar kepercayaan sehingga teologi kristen tidak sama dengan tauhid
atau ilmu Kalam. Tentang akal, beliau berpendapat bahwa akal tidak mampu mengatahui baik
dan buruk, hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya aliran eksistensialisme sebagai reaksi
terhadap aliran rasionalisme dalam filsafat barat. Dengan menganggap akal dapat mengetahui
baik dan buruk berarti juga meremehkan ayat-ayat al Qur’an. Pemikiran H.M Rasydi ini
sedikit banyaknya mengarah kepada pemikiran Al Maturdiyah yang banyak dianut di
Indonesia.
Secara garis besar pemikiran kalamnya dapat dikemukakan sebagai berikut.
a) Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi
Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi Ilmu kalam adalah teologi Islam dan
teologi adalah ilmu kalam Kristen Kata teologi kemudian mengandung beberapa aspek
agama Kristen, yang di luar kepercayaan (yang benar), sehingga teologi dalam Kristen tidak
sama dengan tauhid atau ilmu kalam.
b) Tema-tema ilmu kalam
Deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat
Islam sekarang, khususnya di Indonesia. Menonjolkan perbedaan pendapat antara Asy’ariyah
dan Mu’tazilah akan melemahkan iman para mahasiswa.
c) Hakikat iman
Iman bukan sekedar menuju bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat
dalam dimensi kontekstual atau hubungan manusia dengan manusia, yaitu hidup dalam
masyarakat.

d. Harun Nasution
1. Riwayat Hidup Harun Nasution
Harun Nasution lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, pada hari Selasa 23
September 1919. Ayahnya Abdul Jabar Ahmad, adalah seorang ulama yang mengetahui
kitab-kitab Jawi. Pendidikan formalnya dimulai di sekolah Belanda HIS (Hollandsche
Indlansche School) dan lulus pada tahun 1934. Pada tahun 1937, lulus dari Moderne
Islamietische Kweekschool. Ia melanjutkan pendidikan di Ahliyah Universitas Al-Azhar pada
tahun 1940. Dan pada tahun 1952, meraih gelar sarjana muda di American University of
Cairo.Harun Nasution menjadi pegawai Deplu RI di Brussels dan Kairo pada tahun 1953-
1960. Dia meraih gelar doktor di Universitas McGill di Kanada pada tahun 1968.
Selanjutnya, pada 1969 menjadi rektor di IAIN Syarif Hidayatullah dan UNJ. Pada tahun
7
1973, menjabat sebagai rektor IAIN Syarif Hidayatullah. Harun Nasution wafat pada tanggal
18 September 1998 di Jakarta. Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang memuji aliran
Muktazilah (rasionalis), yang berdasar pada peran akal dalam kehidupan beragama. Dalam
ceramahnya, Harun selalu menekankan agar kaum Muslim Indonesia berpikir secara rasional.
Harun Nasution juga dikenal sebagai tokoh yang berpikiran terbuka. Ketika ramai
dibicarakan tentang hubungan antar agama pada tahun 1975, Harun Nasution dikenal sebagai
tokoh yang berpikiran luwes lalu mengusulkan pembentukan wadah musyawarah antar
agama, yang bertujuan untuk menghilangkan rasa saling curiga. Beberapa buku yang pernah
ditulis oleh Harun Nasution antara lain : Akal dan Wahyu dalam Islam (1981), Filsafat
Agama (1973), Islam Rasional (1995) dan Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1975).

2. Pemikiran Kalam Harun Nasution


a) Peranan akal
Secara garis besar pemikiran Harun Nasution mengarah kepada pemikiran
Muktazillah yang menunut kepada peranan akal dalam kehidupan manusia. Berkenaan
dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian “Akal melambangkan kekuatan manusia.
Karena akallah, manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk
lain sekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya untuk
mengalahkan makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah rendah
pulalah kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut”. Hal ini dasarkan ada
kenyataan bahwa Islam memberikan kedudukan yang tinggi terhadap peranan akal dalam
kehiduapn manusia untuk perkembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan keagamaan
Islam.
b) Pembaharuan teologi
Menurut Harun Nasution, umat Islam hendaklah mengubah teologi mereka menuju
teologi yang berwatak free-will, rasional, serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini
selanjutnya menemukan teologi dalam khasanah Islam klasik sendiri yakni teologi
Mu’tazilah.
c) Hubungan akal dan wahyu
Salah satu focus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan antara akal dan wahyu. Ia
menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal memang menimbulkan pertanyaan, tetapi
keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an.
Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya.
Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan.
8
Akal tetap tunduk kepada teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai
untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi
interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi
interpretasi. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya bukan akal
dengan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan penafsiran lain dari teks
wahyu itu juga. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam Islam adalah pendapat akal ulama
tertentu dengan pendapat akal ulama lain.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu kalam masa kini
1. Ismail Al-Faruqi
Pemikiran Al-Faruqi tentang kalam melalui karyanya yang berjudul : Its
Implications for Thought and Life (Edisi Indonesianya berjudul Tauhid yang
mengupas hakikat tauhid secara mendalam. Diantaranya yaitu: tauhid sebagai inti
pengalaman agama, tauhid seabagai pandangan dunia, tauhid sebagai intisari Islam
dan lain sebagainya.
2. Hasan Hanafi
- Kritik terhadap teologi tradisional yaitu Dalam gagasannya tentang rekonstruksi
teologi tradisional, Hanafi menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat
konseptual system kepercayaan (teologi) sesuai dengan perubahan konteks-
politik yang terjadi.
- Hanafi juga menwarkan dua hal untuk memperoleh kesempurnaan teori ilmu
dalam teologi Islam yaitu: analisis bahasa dan analisis realitas.
3. H.M. Rasyidi
- Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu
kalam dan teologi. Menurutnya teologi dalam Kristen tidak sama dengan tauhid
atau ilmu kalam. Dia juga mengkritik salah satu tema-tema ilmu kalam Harun
Nasution. Dia berpendapat bahwa menonjolkan perbedaan pendapat anatara
Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana dilakukan Harun Nasution, akan
melemahkan iman para mahasiswa. Karena pemikiran kalam Harun Nasution
terlalu mengagung-agungkan akal sehingga menganggap remeh ayat-ayat Al-
Qur’an.
- Menurutnya iman bukan sekedar menuju bersatunya manusia dengan Tuhan,
tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan manusia dengan
manusia, yakni hidup dalam masyarakat.
4. Harun Nasution.
- Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian “Akal
melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai

10
kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain sekitarnya. Bertambah
tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan
makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah rendah
pulalah kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut”.
- Hubungan akal dan wahyu: Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-
Qur’an. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah
mengandung segala-galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua
permasalahan keagamaan.
Dari keempat pemikiran sebagaimana disebutkan diatas setidaknya dapat kita pahami
bahwa masing masing tokoh memang tidak dapat terlepaskan dari pemikiran kalam dimasa
lalu. HM. Rasyidi misalnya pemikirannya lebih cenderung kepada pemikiran Ahlusunnah wal
Jamaah atau al Maturidiytah yang dibangun oleh al Imam Asy’ari dan al Maturdi. Demikian
juga dengan Harun Nasution dan Hasan Hanafi yang pemikirannya lebih cenderung kepada
pemikiran Muktazilah dan Qadariyah yang lebih menekankan peranan akal dalam
menghadapi realita takdir atau nasib dalam kehidupan di dunia ini.

B. Saran
Demikian pembahasan makalah yang penulis uraikan. Saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi terciptanya pengetahuan-pengetahuan baru
khususnya mengenai ilmu kalam. Sekian dan terimakasih.

11
DAFTAR PUSTAKA

Rosihon Anwar, dan Drs Abdul Rozak, 2003, Ilmu Kalam, Bandung:Pustaka Setia.

Nurcholis Madjid, 1997, Kaki Langit Peradaban Islam, Paramadina: Jakarta.

KH. Sirajudin Abbas, 1978, I’tiqad Ahlussunah Wal Jama’ah, Jakarta:Pustaka Tarbiyah.

Harun Nasution, 1983, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI


Press:Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai