Oleh
Helmi Muti Sofie
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
helmi.mutisufi@gmail.com
ABSTRAK
Ismail Raji al-Faruqi adalah sosok yang produktif, semua tulisannya pada dasarnya
adalah ide dan teori cemerlang untuk memperjuangkan proyek integrasi ilmu
pengetahuan yang dikemas dalam bingkai Islamisasi ilmu pengetahuan. Ide
islamisasi pada dasarnya muncul karena adanya paradigma yang sekuler, sehingga
pengetahuan modern menjadi kering, bahkan terpisah dari nilai- nilai tauhid.
Karenanya, umat Islam akhirnya terkesan mengambil sikap mendua, antara tradisi
keislaman dan nilai- nilai peradaban Barat. Pandangan dualisme yang demikian ini
menjadi penyebab dari kemunduran yang dialami umat Islam. Atas dasar ini, al-
Faruqi merancang proyek Islamisasi ilmu pengetahuan.
Kata Kunci: Integrasi, Ilmu Pengetahuan, Al-Faruqi
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuaan pada dasarnya berfungsi untuk menjawab dan
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi manusia sehingga dengan
majunya ilmu pengetahuan, tingkat kesejahteraan hidup manusia akan meningkat.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada empat dasawarsa terakhir banyak diwarnai
oleh para filosof baik Barat maupun Timur, telah menjadikan ilmu pengetahuan
yang terlalu rasionalistik pada gilirannya menghampakan manusia.1
Perseteruan antara ilmu pengetahuan dan agama seperti tidak ada habisnya.
Krisis ilmu pengetahuan modern ini telah sampai pada krisis landasan filosofis.
Pondasi epistimologi positivisme-rasionalisme yang digunakan ilmu pengetahuan
modern sebagai topangan berfikir secara lambat laun tapi pasti telah meniadakan
keberadaan nilai terutama nilai agama atau menihilkan keberadaan Tuhan. Hal ini
didukung dengan pernyataan bahwa ilmu yang objektif itu bebas nilai. Dengan
istilah yang lain, di tengah-tengah umat manusia sekarang ini adalah krisis
spiritualitas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dominasi rasionalisme,
1
F. Nashori, Membangun Paradigma Psikologi Islami, (Yogyakarta: Sipress, 1996), 15.
empirisme, dan positivisme, ternyata membawa manusia kepada kehidupan modern
di mana sekularisme menjadi suatu tema bagi kehidupan modern.2 Sehingga
dampak dari paradigma sekularisme tersebut, ilmu pengetahuan dan agama menjadi
terpisahkan.
PEMBAHASAN
2
Mughni Syafiq A. Nilai-Nilai Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 95.
3
Ismail Raji al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi, Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khazanah
Peradaban Gemilang, terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 2002), 6.
tahun 1941.4 Dengan gelar sarjana muda, al-Faruqi pernah menjadi pegawai negeri
selama empat tahun di Palestina dan mencapai jabatan sebagai gubernur di Galilela
pada usia 24 tahun. Namun jabatan ini tidak lama, karena pada tahun 1947 propinsi
tersebut jatuh ke tangan Israel, dan ini membuat langkah al-Faruqi menuju Amerika
Serikat tahun 1948.5
4
Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006),
209.
5
Kafrawi RIdwan, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Vanhouve, 1995), 334.
6
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam dari Fundanmentalisme Modern hingga Post-
Modernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), 49.
7
John L. Esposito, Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), 40.
sebagai agen Mossad, agen rahasia Israel. Tragedi ini juga menewaskan istrinya,
Dr. Louis Lamya dan kedua putranya.8
Pada tahun 1960, Al-Faruqi menikah dengan Lois Ibsen, yang setelah
masuk Islam beralih nama menjadi Lamya al-Faruqi, wanita asli Amerika.
Perempuan yang awalnya menggeluti dunia musik, dan setelah menikah
mengalihkan konsentrasinya pada studi Islam di McGill University Canada, hingga
berhasil memperoleh gelar Doktor dari Syracuse University pada tahun 1974,
dengan disertasi yang berjudul The Nature of Musical Art of Islamic Culture (Watak
Seni Musik dalam Kebudayaan Islam).
Selain itu, Faruqi juga duduk sebagai penasehat serta ikut mendesain
program studi Islam di berbagai Universitas di dunia Islam, antara lain, di Pakistan,
India, Afrika Selatan, Malaysia, Saudi Arabia dan Mesir. Selain itu, Faruqi juga
ikut mendesain program studi Islam di tempat-tempat isolatif seperti di Universitas
Mindanau, Philipina Selatan, dan Universitas Qum, Teheran, Iran. 10
Selama hidupnya, al-Faruqi adalah sosok yang produktif, lebih dari dua
puluh buku dalam berbagai bahasa telah ditulisnya, dan tidak kurang dari seratus
8
Ismael R. al-Faruqi, Seni Tauhid, terj. Hartono, (Yogyakarta: Bentang, 1999), 274.
9
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik, 50.
10
Lamya al-Faruqi, Alaih Masa Depan Kaum Wanita, terj. Masyhur Abadi, (Surabaya: al-Fikr,
1997), ix.
artikel telah dipublikasikan. Seluruh tulisannya pada dasarnya adalah gagasan-
gagasan cerah dan teorinya untuk memperjuangkan proyek integrasi ilmu, yang
dikemas dalam bingkai besar islamisasi ilmu pengetahuan. Beberapa karyanya
adalah sebagai berikut: Christian Ethics: A Systematic and Historical Analysis of
Its Dominant Ideas, The Great Asian Religions, Historical Atlas of the Religions of
the World, Sources of IslamicThought: Three Epistles on Tawhid by Muhammad
ibn ‘Abd al Wahhab, Islam and Culture, Islamic Thought and Culture, Islamization
of Knowledge, Tawhid: Its Implications for Thought And Life dan lainnya. Beberapa
karya penting Ismail Raji al-Faruqi sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Pemikiran-pemikirannya dapat diamati dari karya-karyanya tersebut.
Pemikiran- pemikirannya tentang Islam dianggap mempunyai nilai penting, karena
selain perhatiannya atas dunia dan umat Islam juga yang terpenting adalah
pembelaan atas umat Islam sungguh luar biasa.11
Wacana tentang integrasi ilmu dan agama telah muncul cukup lama. Meski
tak selalu menggunakan kata “integrasi” secara eksplisit, dikalangan Muslim
modern gagasan perlunya pemaduan ilmu dan agama, atau akal dan wahyu (Iman),
telah cukup lama beredar. Cukup popular juga dikalangan Muslim pandangan
bahwa pada masa kejayaan sains dalam peradaban Islam, ilmu dan agama telah
integrated. Dalam konteks Kristen kontemporer, pendekatan “integrasi”
dipopulerkan Barbour, yang menyebut salah satu dari empat tipologi hubungan
sains-agama dengan “integrasi”.12
11
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998), 264-265.
12
Zainal Abidin Bagir, et al., Integrasi Ilmu dan Agama Interpretasi dan Aksi, (Bandung: PT. Mizan
Pustaka, 2005), 20.
terpisah dari nilai- nilai tauhid: suatu prinsip global yang mencakup lima kesatuan,
yaitu keesatuan Tuhan, kesatuan alam, kesatuan kebenaran, kesatuan hidup dan
kesatuan umat manusia. Jelasnya, sains modern telah lepas atau melepaskan diri
dari nilai-nilai teologis. 13
13
Pardoyo, Sekularisasi Dalam Polemik Sekapur Sirih Nurcholis Madjid, (Jakarta: Terprit, 1993),
63.
14
Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, Vol. 1, (Jakarta: Jambatan, 1992), 242.
15
Ismail R. al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1995), 41.
Berangkat dari fenomena tersebut Ismail Raji al-Faruqi melihat kenyataan
bahwa umat Islam seakan berada di persimpangan jalan. Sulit untuk menentukan
pilihan arah yang tepat. Karenanya, umat Islam akhirnya terkesan mengambil sikap
mendua, antara tradisi keislaman dan nilai- nilai peradaban Barat. Pandangan
dualisme yang demikian ini menjadi penyebab dari kemunduran yang dialami umat
Islam. Proses westernisasi pasca penjajahan Barat, terjadi di hampir seluruh negara
muslim. Dan bisa dikatakan hal itu telah menghancurkan umat Islam dari ajaran Al-
Qur’an dan Hadits. Dengan adanya westernisasi, berbagai pandangan hidup Barat
diterima umat Islam tanpa adanya filter sebagai penyaring kehidupan Barat yang
masuk di dunia Islam. Sehingga umat Islam dewasa ini menjadi kebingungan tanpa
arah, yang disebabkan oleh keadaan kultur integritas Islam terpecah baik dalam
aspek pemikiran maupun perbuatan.
Berangkat dari hal tersebut, Ismail Raji al-Faruqi berfikir bahwa salah satu
cara dalam menghilangkan dualisme tersebut dengan cara mengislamisasikan
pengetahuan-pengetahuan atau dengan melakukan sebuah akulturasi sebuah
pengetahuan-pengetahuan. Sehingga apa yang dikonsepsikan bahwa ilmu
pengetahuan bersifat kebaratan dan mengandung dualisme tersebut bisa dilebur
dengan ajaran tauhid dan beberapa normatif dalam agama Islam.
Jika melihat alasan atau latar belakang perlunya islamisasi menurut tokoh
ini, maka akan terlihat adanya kesamaan pemikiran yaitu bahwa peradaban yang
dibawa oleh Barat adalah peradaban yang menjunjung tinggi nilai dikotomis. Dan
nilai ini tentunya bertentangan dengan nilai yang ada dalam Islam yaitu tauhid.
16
Abuddin Nata, dkk. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005), 152.
17
Abuddin Nata, dkk. Integrasi Ilmu, 144.
Untuk merubah paradigma sekulerisme di dunia Islam, al-Faruqi
meletakkan prinsip tauhid sebagai kerangka pemikiran, metodologi dan cara hidup
Islam. Prinsip-prinsip tauhid itu terdiri dari lima macam kesatuan, yaitu:18
1. Keesaan (kesatuan) Tuhan, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang
menciptakan dan memelihara semesta. Implikasinya, berkaitan dengan
pengetahuan adalah bahwa sebuah pengetahuan bukan untuk menerangkan dan
memahami realitas sebagai entitas yang terpisah dari realitas absolut (Tuhan),
melainkan melihatnya sebagai bagian yang integral dari eksistensi Tuhan.
Karena itu, islamisasi ilmu mengarahkan pengetahuan pada kondisi analisa dan
sintesa tentang hubungan realitas yang dikaji dengan hukum Tuhan (divine
pattern).
2. Kesatuan ciptaan, bahwa semesta yang ada ini baik yang material, psikis,
spasial (ruang), biologis, sosial maupun estetis, adalah kesatuan yang integral.
Masing-masing saling kait dan saling menyempurnakan dalam ketentuan
hukum alam (sunnatullah) untuk mencapai tujuan akhir tertinggi, Tuhan.
Dalam kaitannya dengan islamisasi ilmu, maka setiap penelitian dan usaha
pengembangan keilmuan harus diarahkan sebagai refleksi dari keimanan dan
realisasi ibadah kepada-Nya.
3. Kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kebenaran bersumber pada realitas, dan
realitas bersumber dari satu yaitu Tuhan. Maka, apa yang disampaikan lewat
wahyu tidak bertentangan dengan realitas yang ada, karena keduanya diciptakan
oleh Tuhan. Al-Faruqi merumuskan kesatuan kebenaran ini sebagai berikut:
a) Bahwa berdasarkan wahyu, kita tidak boleh membuat klaim yang
paradoksal dengan realitas. Pernyataan yang diajarkan wahyu pasti benar
dan harus berhubungan dan sesuai dengan realitas. Jika terjadi perbedaan
atau bahkan pertentangan antara temuan sains dan wahyu, seorang muslim
harus mempertimbangkan kembali pemahamannya atas teks atau mengkaji
ulang data-data penelitiannya;
18
Ismail R. al-Faruqi, Islamisasi, 99-118.
b) Bahwa dengan tidak adanya kontradiksi antara nalar dan wahyu, berarti
tidak ada satupun kontradiksi antara realitas dan wahyu yang tidak
terpecahkan. Karena itu, seorang muslim harus terbuka dan senantiasa
berusaha merekonsiliasikan antara ajaran agama dengan kemajuan Iptek;
c) Bahwa pengamatan dan penyelidikan terhadap semesta dengan bagian-
bagiannya tidak akan pernah berakhir, karena pola-pola Tuhan tidak
terhingga. Betapapun mendalam dan banyaknya seseorang menemukan
data baru, semakin banyak pula data yang belum terungkap. Karena itu,
seorang muslim dituntut bersikap open minded, rasional dan toleran
terhadap bukti dan penemuan baru.
4. Kesatuan hidup. Menurut al-Faruqi, kehendak Tuhan terdiri atas dua macam:
(1) berupa hukum alam (sunnatullah) dengan segala regularitasnya yang
memungkinkan diteliti dan diamati, materi; (2) berupa hukum moral yang harus
dipatuhi, agama. Kedua hukum ini berjalan seiring, senada dan seirama dalam
kepribadian seorang muslim. Konsekuensinya, tidak ada pemisahan antara yang
bersifat spiritual dan material, antara jasmani dan ruhani.
5. Kesatuan manusia yang universal mencakup seluruh umat manusia tanpa
terkecuali. Maka, pengembangan sains harus berdasar pada kemaslahatan
manusia secara universal.
19
Ismail R. al-Faruqi, Islamisasi, 99-118.
dengan berbagai bidang kehidupan manusia. Analisa historis ini dapat
memperjelas berbagai wilayah wawasan Islam itu sendiri. Namun, analisa ini
tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Harus dibuat daftar urut prioritas, dan
yang paling penting adalah bahwa prinsip-prinsip pokok, masalah-masalah
pokok dan tema-tema abadi, yakni tajuk-tajuk yang mempunyai kemungkinan
relevansinya kepada permasalahan masa kini harus menjadi sasaran strategis
penelitian dan pendidikan Islam.
5. Penentuan Relevansi Islam yang Khas Terhadap Disiplin-disiplin Ilmu.
Relevensi dapat ditetapkan dengan mengajukan tiga persoalan. Pertama, apa
yang telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari Al- Qur'an hingga pemikir-
pemikir kaum modernis, dalam keseluruhan masalah yang telah dicakup dalam
disiplin-disiplin moderen. Kedua, seberapa besar sumbangan itu jika
dibandingkan dengan hasil-hasil yang telah diperoleh oleh disiplin modern
tersebut. Ketiga, apabila ada bidang-bidang masalah yang sedikit diperhatikan
atau sama sekali tidak diperhatikan oleh khazanah Islam, ke arah mana kaum
muslim harus mengusahakan untuk mengisi kekurangan itu, juga
memformulasikan masalah-masalah, dan memperluas visi disiplin tersebut.
6. Penilaian kritis terhadap disiplin moderen. Jika relevensi Islam telah
disusun, maka ia harus dinilai dan dianalisa dari titik pijak Islam.
7. Penilaian kritis terhadap khazanah Islam. Sumbangan khazanah Islam untuk
setiap bidang kegiatan manusia harus dianalisa dan relevansi kontemporernya
harus dirumuskan.
8. Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam. Suatu studi sistematis
harus dibuat tentang masalah-masalah politik, sosial ekonomi, inteltektual,
kultural, moral dan spritual yang sedang dihadapi kaum muslimin saat ini.
Untuk bisa mengidentifikasi semuanya dibutuhkan survei empiris dan analisa
kritis secara konprehensif. Kearifan yang terkandung dalam setiap disiplin ilmu
harus dimanfaatkan untuk memecahkan problem umat Islam. Tidak seorang
muslimpun boleh membatasi ilmunya dalam satu titik yang hanya memuaskan
keinginan intelektulitasnya, lepas dari realitas, harapan dan aspirasi umat Islam.
9. Survei mengenai problem-problem umat manusia. Suatu studi yang sama,
namun kali ini difokuskan pada seluruh umat manusia, bahkan mencakup
seluruh alam semesta.
10. Analisa kreatif dan sintesa. Pada tahap ini sarjana muslim harus sudah siap
melakukan sintesa antara khazanah-khazanah Islam dan disiplin moderen, serta
untuk menjembatani jurang kemandegan berabad-abad. Dari sini khazanah
pemikir Islam harus disambungkan dengan prestasi-prestasi moderen, dan harus
menggerakkan tapal batas ilmu pengetahuan ke horison yang lebih luas
daripada yang sudah dicapai disiplin-disiplin moderen.
11. Penuangan Kembali Disiplin Ilmu Modern ke Dalam Kerangka Islam:
Buku-buku Pelajaran Tingkat Universitas. Pada dasarnya, para pemikir
Islam tidak akan tiba pada suatu penyelesaian yang sama, atau memilih pilihan
yang sama dalam hal penentuan relevansi Islam terhadap eksistensi umat Islam
di masa kini dan masa mendatang. Perbedaan pendapat itu bukan saja tidak
dihindari, tetapi bahkan sangat diharapkan. Sehingga kesadaran mereka
menjadi lebih kaya dengan berbagai macam pertimbangan. Berdasarkan
wawasan-wawasan baru tentang makna Islam serta pilihan-pilihan kreatif bagi
realisasi makna tersebut, maka ditulislah buku-buku daras untuk perguruan
tinggi, dalam semua bidang ilmu. Inilah puncak dari gerakan islamisasi
pengetahuan. Namun, penulisan buku-buku daras ini sendiri bukan pencapaian
final, melainkan justru baru sebagai permulaan dari sebuah perkembangan
peradaban Islam dimasa depan. Buku-buku daras hanya sebagai pedoman
umum bagi perkembangan selanjutnya. Karena itu, essei-essei yang
mencerminkan dobrakan pandangan bagi setiap topik dan cabang ilmu harus
pula ditulis sebagai “wawasan latar belakang” atau “bidang relevansi” yang dari
sana diharapkan akan muncul wawasan baru Islam bagi masing-masing cabang
ilmu modern.
12. Penyebaran Ilmu-ilmu yang Telah Diislamiskan. Selain langkah tersebut
diatas, alat-alat bantu lain untuk mempercepat islamisasi pengetahuan adalah
mendistribusikan karya-karya tersebut ke seluruh masyarakat Islam. Selain itu
juga perlu mengadakan konferensi-konferensi dan seminar untuk melibatkan
berbagai ahli di bidang-bidang illmu yang sesuai dalam merancang pemecahan
masalah-masalah yang menguasai pengkotakan antar disiplin. Para ahli yang
membuat harus diberi kesempatan bertemu dengan para staf pengajar.
Selanjutnya pertemuan pertemuan tersebut harus menjajaki persoalan metoda
yang diperlukan.
KESIMPULAN
Al-Faruqi adalah salah seorang tokoh yang memiliki gagasan brilian dalam
memecahkan persoalan yang dihadapi umat Islam. Idenya tidak lepas dari konsep
tauhid, karena tauhid adalah esensi Islam yang mencakup seluruh aktifitas manusia.
Sebagai penggagas ide islamisasi ilmu pengetahuan, al-Faruqi memberikan
gambaran tentang bagaimana islamisasi itu dilakukan. Al-Faruqi menetapkan lima
program sasaran dari rencana kerja islamisasi ilmu, yaitu: 1) Penguasaan disiplin
ilmu modern. 2) Penguasaan khazanah Islam. 3) Menentukan relevansi Islam
dengan masing- masing disiplin ilmu. 4) Mencari cara untuk melakukan sintesa
kreatif antara khazanah Islam dengan ilmu- ilmu modern. 5) Mengarahkan aliran
pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rancana Allah swt.
Untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, al-Faruqi menyusun 12 langkah yang
secara kronologis harus ditempuh.
DAFTAR PUSTAKA
Bagir, Zainal Abidin, et al. 2005. Integrasi Ilmu dan Agama Interpretasi dan Aksi.
Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Esposito, John L. 2001. Dunia Islam Modern. Bandung: Mizan.
Mohammad, Herry. 2006. Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta:
Gema Insani.
Nashori, F. 1996. Membangun Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta: Sipress.
Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedia Islam Indonesia. Vol. 1. Jakarta: Jambatan.
Nata, Abuddin. dkk. 2005. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Pardoyo. 1993. Sekularisasi Dalam Polemik Sekapur Sirih Nurcholis Madjid.
Jakarta: Terprit.
Ridwan, Kafrawi. 1995. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ikhtiar Baru Vanhouve.
Sani, Abdul. 1998. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam
Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.