Anda di halaman 1dari 3

Biografi Intelektual Al-Farabi

Oleh: Augusto Almeida da Silva

A. Konteks: Politik, sosial, kultral, religius

Konteks politik pada masa al-Farabi, khususnya saat menempuh pendidikan di Bukhara,
sangat tidak menentu. Konflik kepentingan membuat situasi politik Bukhara memanas, sehingga
membuat al-Farabi berpindah ke Damaskus. Di Damaskus, persoalan yang sama terjadi kembali,
di mana situasi politik kian memburuk: terjadi konflik antara dinasti Ikhisidiyah dan dinasti
Hamdaniyah di Aleppo, dan pasukan Hamdaniyah menguasai Damaskus. Untuk menghindari
konflik politik itu, Al-Farabi pun mengungsi lagi ke Mesir. Selang beberapa tahun, dia
memenuhi undangan Saif Daulah, putra mahkota dinasti Hamdaniyah, untuk terlibat dalam
kelompok diskusi akademisi – orang-orang terpelajar.

Dari konteks sosial, al-Farabi termasuk keturunan jenderal berkebangsaan Persia. Selama
kehidupannya dia tidak hanya berinteraksi dengan orang-orang beragama Islam, tetapi juga, dia
membangun komunikasi dengan mereka yang beragama Kristen, khususnya ketika dia menempu
pendidikan. Misalnya, saat dia menekuni logika dan ilmu filsafat, di mana dia belajar pada
seorang Kristen Abu Bish Matta.1 Dari kehidupan dan interaksi sosialnya bisa dikatakan bahwa
secara kultural dia merupakan tokoh islam yang sangat progresif, bukan konservatif. Akan tetapi,
gayanya yang progresif ini tidak serta merta membuat dia menimpang dari kehidupan keagamaan
atau religiusitasnya. Dengan lain kata, ketekunannya dalam belajar dan menemukan ilmu-ilmu
baru dalam dunia filsafat tidak membuatnya ‘jauh’ dari kehidupan keagamaannya. Tetapi,
sebaliknya, melalui pengetahuannya akan dunia filfasat dia mampu menyempurnakan
keyakinannnya di dalam agama Islam, serta mengharmonisasikan relasi antara agama dan filsafat
yang pada waktu menjadi kontroversial di dalam penghayatan iman umat Islam. Bagi dia agama
dan filsafat tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi: gagasan-gagasan teoritis keagamaan,
seperti kosep ketuhanan, argumentasinya akan ditemukan dalam fisafat teoritis.2

B. Latar belakang pendidikan dan pengaruh dari/bagi pemikir lain

1
Majid Fakhry, Great Islamic Thinkers – Al-Farabi, Founder of of Islamic Neoplatonism, His Life, Works, and
Influence, (England: Oxford, 2002), hlm. 7.
2
M. Subkhan Anshori, dkk. Peta Epistemologi Pemikiran Klasik; dari filsafat al-Farabi sampai Maqashid as-
Syathibi, (Kairo; Lakpesdam, 2006), hlm. 6

1
Al-Farabi pada masa kecil telah memperlihatkan prestasinya sebagai anak yang cerdas, dan
mempunyai kemampuan intelektual di atas rata-rata, serta mempunayi kecakapan yang luar biasa
dalam bidang bahasa, seperti Iran, Turkistan, dan Kurdistan. Menjelang masa muda, dia mulai
menekuni bidang bahasa dan sastra Arab di Baghdad kepada Abu Bakar As-Saraj, dan logika-
filsafat kepada Abu Bish Matta, seoran Kristen Nestorian yang banyak menerjemahkan filsafat
Yunani. Kemudian dia berpindah ke Harran, pusat kebudayan Yunan di Asia Kecil, dan berguru
kepada Yuhana ibn Jilad, akan tetapi, dia kembali ke Baghdad memperdalam filsafat.3

Tokoh-tokoh dan aliran yang mempengaruhinya dalam bidang filsafat, antara lain:
Aristoteles, Plato, Platonisme, Neoplatonisme, dan Hellenisme. Bahkan dia mempertemukan
gagasan filosofisnya Aristoteles dengan Plato (kebenaran filosofis),4 dan Aristotele dengan
Neoplatonisme (Metafisika). Selain dipengaruhi oleh para filsuf, dia juga mempunyai pengaruh
besar terhadap pemikiran di Barat. Di mana, pada abad pertengahan, dunia Barat mulai menuju
pada perbaikan dan pembaruan pemikiran. Bertepatan dengan situasi ini, Al-Farabi juga
memberi pengaruh besar pada para teolog Kristen dan Yahudi di Barat, khususnya dalam “teori
kenabiaan.” Selain itu dalam tulisannya August Comten tentang kebutuhan masyarakat yang
menjadi dasar pembentukkan tatan sosial merupakan sebuah telaah atau analisa ilmiah yang
terinspirasi dari buku Ara’ Ahl al-Madinah karya Al-Farabi.5 Di sisi lain juga, Al-Farabi
mempunyai pengaruh besar terhadap dunia pendidikan: penjelasan tentang kemampuan para
murid dan kewajiban para pendidik untuk memperhatikan potensi-potensi yang ada pada anak-
anak dalam proses pendidikan dan pengajaran.6 Oleh karena itu, hal perlu diperhatikan dalam
pendidikan ialah akhklak. Alasan tersebut dikemukakannya berdasarkan studinya atas pendapat
Plato yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya orang yang tidak bersih dan suci tidak akan dekat
dengan orang yang bersih dan suci.”7

C. Perkembangan pemikiran dalam beberapa karya

3
Prof. Dr. Juhaya S. Praja, M.A., Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h. 81
4
Majid Fakhry, Great Islamic Thinkers – Al-Farabi, Founder of of Islamic Neoplatonism, His Life, Works, and
Influence, hlm. 31.
5
M. Subkhan Anshori, dkk. Peta Epistemologi Pemikiran Klasik; dari filsafat al-Farabi sampai Maqashid as-
Syathibi, (Kairo; Lakpesdam, 2006)hlm 20-22
6
Asmawi (Ed.), Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), Cet. I, H. 98
7
Asmawi (Ed.), Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, Cet. I, H. 99.

2
Sebagaimana yang dijelaskan di atas, pada bagian pengaruh dari atau bagi pemikiran lain,
rasa-rasanya Al-Farabi telah menulis banyak karya. Dari sekian banyak karyanya, dia
mengklasifikasikannya ke dalam berbagai cabang ilmuan (yang dikenal saat itu) dalam delapan
tema pokok: Linguistik, Logika, Ilmu Matematika, Fisika, Metafisikan, Ilmu Politik,
Yurisprudensi, dan Teologi Islam.8 Sedangkan karya-karya yang lainnya dapat dikategorikan ke
dalam beberapa tema: pertama karya-karya logika: menjelaskan logika Aritoteles dalam bahasa
Arab dan meletakkan landasan pada lima bagian penalaran, yakni deminstratif, dialetika,
sofistika, retorika, dan putis. Kedua karya-karya filsafat kealaman. Ketiga karya dalam bidang
metafisika. Keempat karya-karya dalam bidang politik.9 Berdasarkan data-data ini Al-Farabi
dapat disebut sebagai pemikir yang produktif, bukan sekadar sarjana atau filsuf yang suka
terhayut dalam permenungan-permenungan spekulatif. Namun perlu diketahui bahwa sebagian
besar karyanya berupa risalah-risalah dan hanya sedikit yang berupa buku.10

Dari sekian banyak karya-karyanya, terdapat beberapa yang memuat perkembangan


pemikirannya dan menjadi sumbangsi besar, baik di dalam dunia Timur (Islam) maupun barat.
Pertama rekonsialisasi atau harmonisasi antara agama (Islam) dan filsfat; kedua fisik-Physics
dan metafisik-metaphysics. Fisik-physics dikenali sebagai ilmu tentang wujud alam yang riil dan
semua hal yang melekat pada dirinya (alam itu sendiri). Sedangkan metafisik-metaphysics
merupakan ilmu tentang yang melampaui sesuatu yang natural, sering disebut sebagai divine
science; dan tentu hal ini sangat dipengaruhi oleh konsep Metafisikanya Aristoteles.11 Ketiga dia
mengembangkan dan mempermudah paham dari konsep emanasi secara ilmiah. Teori ini sudah
dibahas dalam karya Neoplatonisme, tetapi sifatnya penuh kiasan, sehingga sulit memahami
hakikatnya yang sebenarnya.12 Keempat konsep tentang idealnya suatu negara: di mana
kehidupan masyarakat bertumbuh dan berkembang secara teratur di antara satu unsur dengan
yang lainnya.

8
Majid Fakhry, Great Islamic Thinkers – Al-Farabi, Founder of of Islamic Neoplatonism, His Life, Works, adn
Influence, hlm. 40.
9
A. Khudori Sholeh, Intregasi Agama dan Filsafat; Pemikiran, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 30-38
10
Prof. Dr. Juhaya S. Praja, M.A., Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 83
11
Majid Fakhry, Great Islamic Thinkers – Al-Farabi, Founder of of Islamic Neoplatonism, His Life, Works, adn
Influence, hlm. 45-46.
12
Majid Fakhry, Great Islamic Thinkers – Al-Farabi, Founder of of Islamic Neoplatonism, His Life, Works, adn
Influence, hlm. 77-80.

Anda mungkin juga menyukai