Makalah
Oleh:
MUHAMMAD IQBAL (30700120026)
ANUGRAH (30700120047)
SUCI AMALIYAH (30700120074)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Al-Fārrābī dan apa saja karya-karyanya?
2. Bagaimana epistemologi pendidikan Al-Fārrābī dan siapakah pemikir
yang mempengaruhinya?
3. Bagaiamana relevansi pemikiran pendidikan Al-Fārrābī di era moderen?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi dan karya-karya Al-Fārrābī.
2. Untuk mengetahui epistemologi pendidikan Al-Fārrābī dan pemikir
yang mempengaruhinya.
3. Untuk mengetahui relevansi pemikiran pendidikan Al-Fārrābī di era
moderen.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Al-Fārrābī
1. Kelahiran
Nama aslinya adalah Abu Nasr Muhammad Bin Muhammd bin Lharkhan
bin Uzalagh Al-Fārrābī, lahir di kota Wesij pada tahun 259H/872 M,1 setahun
setelah wafatnya filosof Islam pertama al-Kindi. Ayahnya, Muhammad Auzlagh,
adalah seorang panglima perang Iran yang kemudian menetap di Damaskus. Ibunya
berasal dari Turki. Oleh sebab itu, ia sering disebut sebagai orang Persia atau orang
Turki.2
Pada usia 75 tahun, tepatnya pada 330 H (945 M), ia pindah ke Damaskus,
dan berkenalan dengan saif Ad-Daulah Al-Hamdani, Sultan Dinasti Hamdan di
Aleppo. Sultan memberinya kedudukan sebagai seorang ulama istana. Hal yang
paling menggembirakan di tempat ini adalah beetemu dengan para sastrawan,
penyair, ahli bahasa, ahli fiqh, dan kaum cendikiawan lainnya. Akhirnya pada bulan
Desember 950 M filosof muslim besar ini menghembuskan nafas terakhirnya di
Damaskus pada usia 80 tahun.
1
Ali Abdul Wahid Wafi, al-Madīnah al-Fadhīlah li al- Farabi, (Kairo: Nahdhoh Mishri,tt,)
hal. 7.
2
Sidik, Abdullah, Islam dan Filsafat, ( Jakarta: Triputra Masa, 1984) hal. 89.
3
Fakhry, Majid, , A History of Islamic Philosophy, (alih bahasa R. Mulyadi Kartanegara:
1986) hal. 162.
2. Pendidikan Al-Fārrābī
Al Farabi sangat terkesan dan hormat kepada para filsuf Yunani, terutama
Plato dan Aristoteles. Dalam kitab-kitabnya, Beliau tidak menyebutkan Aristoteles
secara langsung, akan tetapi dipanggilnya dengan gelar Mu’allim Awwal (Guru
Pertama). Karena sangat mendalam pengetahuannya tentang falsafah Aristoteles,
4
M. Amin Abdullah, “Relevansi Studi Agama-agama dalam Melenium Ketiga” dalam
Amin Abdullah dkk, Mencari Islam Studi dengan Berbagai Pendekatan, (Yogyakarta: Tiara
Wacana 2000), hal. 10.
5
Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep, Filsuf dan Ajarannya)…, hal. 81
6
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hal. 27.
terutama komentar dan ulasan terhadap berbagai karangannya serta dipandang
dapat mengungguli gurunya sendiri (Yunus), maka Al Farabi memperoleh gelar
Mu’allim Tsani (Guru Kedua). Hal tersebut seolah-olah memberikan pengetahuan
bahwa tugas Aristoteles dalam ‘mengajarkan’ falsafah telah selesai, dan selanjutnya
tugas tersebut diteruskan oleh Al Farabi, sehingga Beliau diberi gelar tersebut. 7
3. Karya-karyanya
7
Hasan Hanafi, Al-Fārrābī Syarih Aristo, dalam Abu Nashr Al-Fārrābī: Fi Dzikra Alfiah
li Wafatih, (Kairo: al-Hai‟ah al-Mashriyah al-Ammah, 1983), hal. 69.
8
Andri Ardiansyah, , Pemikiran Filsafat Al-Fārrābī dan Ibnu Sina, Jurnal Pemikiran
Keislaman dan Kemanusiaan, Vol. 4, No.1, (2020), hal. 179
h. Kitaab Bayn Platon dan Aristu aw al-Jam 'Ban Ra'yayn al-Hakimayn
(tentang kesepakatan antara pandangan Plato dan Aristoteles), dll.
Selain dari pendidikan dan bakat yang dilalui dan dimilikinya, lingkungan
juga turut menentukan jalan fikirannya. Dewasa itu filsafat sudah berkembang
sedemikian rupa, kajian-kajian ilmiah sudah demikian maju, lebih-lebih dengan
adanya batul hikmah. Kemajuan dan kebebasan berfikir dalam dunia islam ketika
itu membenarkan dampak positif kepada Al-Fārrābī untuk tempil sebagai filosof
yang menguasai berbagai cabang ilmu seperti: ilmu alam, matematika, astronomi
dan lain-lain.
1. Tujuan Pendidikan
9
Ali Yumisril. Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,
1991), hal. 42.
10
Humaedah, Mujahidin Almubarak, PEMIKIRAN AL-FĀRRĀBĪ TENTANG
PENDIDIKAN DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA KONTEMPORER, jurnal Ilmiah
Mahasiswa, Vol. 10, No. 1, (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2021).
dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Tujuan dari pendidikan adalah dengan
meleburnya pengetahuan intelektual dengan perilaku yang baik.11
2. Kurikulum Pendidikan
11
Agung Setiawan, KONSEP PENDIDIKAN MENURUT AL-GHAZALI DAN AL-
FĀRRĀBĪ (Studi Komparasi Pemikiran), Jurnal: Tarbawiyah, Vol. 13, No. 1, (Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2016)
12
Muhammad Akbar Nurmuhyi, PENDIDIKAN AKAL BUDI PERSPEKTIF AL-FĀRRĀBĪ (Telaah
Filosofis atas Pemikiran Pendidikan ), Jurnal: TARBAWY, Vol. 3, No. 2, (Universitas Pendidikan
Indonesia: 2016), hal. 188
dengan seluruh spesies tumbuhan. c) Zoologi, yang berhubungan dengan berbagai
spesies binatang. Klasifikasi ilmu menjadi penting sebagai acuan dalam
penyusunan kurikulum yang ingin diajarkan kepada peserta didik.13
a. Seorang yang memiliki tabiat jelek karena dalam belajar mempunyai tujuan
untuk digunakan pada hal-hal yang kurang baik. Seorang yang demikian
hendaknya dibimbing atau dididik dengan Pendidikan budi Pekerti, dan jangan
mengajarkan suatu ilmu kepada seseorang yang memiliki tujuan yang tidak baik
dengan ilmu yang akan dimilikinya.
b. Seseorang yang memiliki kecerdasan ataupun kepandaian yang kurang, proses
bimbingan dan pendidikan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kebiasaan-kebiasaan yang baik.
c. Seseorang yang memiliki budi pekerti yang baik, jangan sampai seorang
pendidik menghina terhadap ilmu yang dimiliki walau sedikit. Al-Fārrābī
berpesan, dalam usaha mendidik orang yang memiliki akhlak tercela,
hendaknya dilakukan dengan pendidikan, sedangkan seseorang yang bodoh
hendaknya diajarkan hal-hal yang praktis secara terus-menerus. Sementara
13
Ibid, hal. 190.
seseorang yang memiliki akhlak yang baik, hendaknya diajarkan tentang
berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingakatannya.15
15
Muhammad Athiyah 'Al Abrasyi, Beberapa Pemikir Pendidikan Islam. (Titian Ilahi
Press: 1996).
16
Waris, Pemikiran Pendidikan Al-Fārrābī, Jurnal: Cendekia, Vol. 2, No.2, (2004), hal.
19.
keterampilan. Hal tersebut tentunya sejalan dengan pengertian pendidikan di era
modern, bahwa pendidikan bukan sekadar transformasi ilmu pengetahuan, namun
juga mengembangkan potensi-potensi anak, serta membentuk individu yang
berkarakter yang baik. Kemudian dalam kurikulum pendidikan di Indonesia,
peserta didik harus mencapai 4 kompetensi inti. KI 1 dan 2 mengenai afektif siswa,
yaitu sikap dan spiritual, KI 3 mengenai kognitif siswa, yaitu pengetahuan, dan KI
4 mengenai psikomotorik, yaitu mengenai keterampilan siswa. Kemudian juga bila
merujuk kepada UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan memiliki pengertian,
17
UU Nomor 20 Tahun 2003.Pdf, n.d., hal. 1.
pembentukan akhlak atau budi pekerti yang baik. Dengan landasan akhlak yang
kuat diberikan oleh pendidikan Islam, tentunya hal tersebut dengan sendirinya akan
membentengi seseorang dari dampak-dampak negatif dari perkembangan arus
globalisasi di dunia modern.
Hal tersebut sejalan dengan pengklasifikasian ilmu yang diberikan oleh Al-
Fārrābī. Ilmu menurut Al-Fārrābī tidak hanya mengenai teks keagamaan, namun
juga ilmu-ilmu yang menunjang kemasalahatan ataupun kemajuan peradaban suatu
bangsa atau masyarakat. Seperti halnya contoh pengklasifikasian yang diberikan
oleh Al-Fārrābī diantaranya adalah Matematika, Astronomi, Geografi, Ilmu tentang
Alam, dan sebagainya.
KESIMPULAN