Anda di halaman 1dari 22

Ilmu Filsafat Islam : Pengertian, Sejarah dan Tokohnya

Filsafat adalah salah satu ilmu yang telah dipelajari sejak zaman dahulu dan dianggap sebagai
akar dari ilmu yang saat ini banyak dipelajari didunia (baca sejarah agama islam dan sejarah
islam dunia). Ilmu filsafat diketahui berasal dari budaya bangsa Yunani dan sebagian besar dari
kita mengenal sosok filsuf atau tokoh filosofi dari Yunani seperti Socrates, aristoteles dan lain
sebagainya. Setelah itu kemudian muncul tokoh-tokoh filosofi yang mendalami ilmu filsafat
islam. Meskipun ilmu filosofi islam diadaptasi dari ilmu filsafat bangsa Yunani, ada beberapa hal
yang muncul dari pemikiran para filsuf islam itu sendiri. Untuk mengetahui apa sebenarnya ilmu
filsafat islam dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan, simak penjelasan berikut ini.
(baca perkembangan islam di Eropa dan sejarah islam Arab Saudi)

Pengertian Filsafat Islam


Sebelum kita mengetahui lebih lanjut tentang ilmu filsafat islam maka kita harus mengetahui
terlebih dahulu definisi ilmu filsafat secara umum. Secara bahasa kata filsafat berasal dari kata
falsafah dalam bahasa Arab dan berasal dari bahasa Yunani philoshophia atau philein yang
artinya mencintai dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi bisa disimpulkan kata filosofi
sendiri diartikan sebagai kecintaan terhadap kebijaksanaan atau pemikiran.Ilmu filsafat yang
sekarang dikenal adalah suatu ilmu yang mempelajari hasil pemikiran manusia dan merupakan
pandangan hidup seseorang yang mendasari pemikirannya akan kehidupan yang ingin ia jalani.
(baca juga hukum menuntut ilmu dan ilmu pendidikan dalam islam)

Orang-orang yang mendalami ilmu filsafat biasanya sering berpikir dan disebut sebagai filsuf.
Banyak tokoh filosofi Yunani yang sangat terkenal hingga hari ini dan nama mereka disebutkan
dalam buku-buku fiksafat dunia. Meskipun demikian tidak berarti bahwa umat islam tidaklah
memiliki dasar ilmu filsafat sendiri. Umat islam atau para cendekiawan muslim dulu banyak yang
merupakan tokoh filosofi dan mereka menuangkan pemikiran mereka sendiri kedalam ilmu
filsafat tersebut.

Ilmu filsafat juga mempelajari hakikat kebenaran suatu ilmu dan berdasarkan pada ajaran dan
nilai-nilai agama islam disebut sebagai ilmu filsafat islam. Meskipun diadaptasi dari nilai-bilai
budaya barat atau YUnani, ilmu filsafat islam tetap memiliki kaidah tersendiri. Hal yang biasanya
dipikirkan atau dibahas dalam filsafat islam adalah mengenai ketauhidan atau ketuhanan,
kerasulan, kitab, hubungan manusia dan sesamanya, lingkungan dan juga ,mencakup ilmu
tasawuf atau kebatinan.(baca hubungan tasawuf dengan ilmu kalam dan pengertian tasawuf
dalam islam)

Sejarah Filsafat Islam


Telah disebutkan sebelumnya bahwa ilmu filsafat islam berkembang dari adaptasi ilmu filsafat
bangsa Yunani yang berasal dari benua Eropa. Timbulnya ilmu filsafat islam juga tidak jauh
berkaitan dengan perkembangan islam di Eropa tersebut. (baca perkembangan islam di
inggris dan islam di Amerika)

 Awal Mula Perkembangan Filsafat

Sejarah filsafat islam dimulai ketika Raja Iskandar Zulkarnain melakukan ekspansi militer ke
beberapa Negara dibenua Eropa dan Afrika dan termasuk menguasai kota Iskandariah di Mesir.
Dikota tersebut yakni sekitar abad ke 3 Masehi, Raja Ptolomeus di Mesir membangun
Universitas Iskandaria dan dari situlah para ilmuwan barat memperkenalkan ilmu filsafat
termasuk diantaranya para cendekiawan atau pemikir dari Yunani. Selanjutnya budaya bangsa
Yunani tersebut mulai mengalami perbaduan dengan budaya baru bangsa Arab dan kemudian
dikenallah ilmu filsafat dalam islam.

 Perkembangan Filsafat Dikota Harran

Selain kota Iskandariyah, pengarut budaya falsafah bangsa barat juga berkembang dikota
Harran yang terletak disebelah utara negeri Syiria atau yang saat itu dikenal dengan sebutan
Syam. Kota Harran tersebut kemudian jatuh ketangan bangsa Arab dan selanjutnya menjadi
lebih terbuka dengan falsafah dan kebudayaan bangsa barat khususnya bangsa Yunani. Ilmu
pengetahuan dan falsafah saat itu kemudian banyak diterjemahkan kedalam bahasa Arab
sehingga bangsa Arab dapat dengan mudah mempelajarinya. (baca jazirah
islam dan perkembangan islam abad pertengahan)

 Perkembangan Filsafat Di Baghdad

Baghdad, ibukota Negara Iraq juga merupakan salah satu pusat perkembangan ilmu filsafat
pada jaman dahulu. Setelah Baghdad mengalami perkembangan pesat, pusat studi ilmu dan
filsafat berpindah dari Harran ke Baghdad dan selanjutnya para ahli yang menguasai filsafat
juga turut berpindah ke kota tersebut.

Sebut saja penerjemah terkenal ilmu filsafat dari kalangan bangsa Arab yang terkenal yakni
Tsabit bin Qurrah dan juga Qista bin Luca. Kemajuan pesat ilmu filsafat saat itu memang
didukung oleh para guru dan penterjemah sehingga tidak hanya kota dan kebudayaannya saja
yang berkembang, dizaman itu juga lahirlah sosok penikir islam yakni Al Farabi dan Al Kindi.
(baca islam dan ilmu pnegetahuan)

Tokoh Filsafat Islam


Dalam ilmu filsafat islam ada beberapa tokoh yang dianggap membawa pengaruh dan karya-
karyanya dikenal oleh sebagian umat muslim saat ini. Beberapa tokoh tersebut antara lain

1. Al-Kindi

Al-Kindi atau Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Ash-Shabah bin Imran bin Ismail bin Al-Asy’ats
bin Qays Al-Kindi dikenal sebagai sosok muslim pertama yang memunculkan gagasan tentang
filsafat dan ia jugalah yang berpendapat bahwa ajaran agama islam sebenarnya tidak berbeda
jauh dengan ilmu filsafat atau falsafah sehingga keduanya bukanlah dua hal yang bertentangan.
Tidak hanya cerdas sebagai filsuf atau pemikir islam yang diakui oleh bangsa barat, Al kindi
juga menghasilkan banyak karya dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya seperti aritmatika dan
musik

2. Al-Farabi

Al Farabi atau Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi‘ adalah seorang tokoh ilmuwan
sekaligus filsuf muslim yang berusaha memadukan beberapa aliran filsafat antara lain aliran
falsafah al taufiqhiyah yang berkembang sebelumnya dari hasil pe mikiran filsuf Yunani seperti
Plato, Aristoteles, Plotinus.
Al farabi juga berpandapat bahwa pada hakikatnya filsafat itu mmeiliki satu tujuan yakni untuk
mencari kebenaran dari suatu hal.

3. Ibnu Rusyd

Abu Walid Muhammad bin Rusyd atau yang dikenal dengan nama ibnu rusyid adalah salah satu
tokoh ilmuwan muslim yang cukup dikenal. Ia juga merupakan salah seorang filsuf yang dikenal
dnegan aliran rasionalnya. Sebagai seorang filsuf dan pemikir, Ibnu Rusyid menjunjung tinggi
akal dan peranananya dalam kehidupan. Ibnu rusyid juga berpendapat bahwa akal fikiran
bekerja dengan didasari oleh pengertian umum atau maj’ani kulliyah dandidalamnya tercakup
hal-hal yang bersifat partial atau disebut juz’iyah.

4. Ibnu Sina

ibnu sina yang terkenal sebagai ilmuwan dalam bidnag kedokteran juga dikenal sebagai
seorang sosok filsuf muslim. Ia berpendapat bahwa semua intelenji atau akal berasal dari Tuhan
dan segala hal yang menyangkut dasar semua ilmu juga berasal dari Tuhan. Ibnu sina jugalah
yang menyatakan bahwa esensi berada dalam akal dan wujud berada diluarakal. Ia juga
banyak membahas mengenai metafisika dan filsafah tentang jiwa.
5. Al-Ghazali

Muhammad bin Ahmad, Al-Imamul Jalil, Abu Hamid Ath Thusi Al-Ghazali atau yang lebih
dikenal sebagai Al Ghazali adalah salah seorang filsuf ternama yang berasal dari daerah Thusi
yang merupakan bagian dari Negara Persia. Al ghazali banyak menghasilkan karya dibidang
filsafat dan ia pada mulanya berpendapat bahwa ilmu pengetahuan sebenarnya tidak bisa
ditangkan dengan menggunakan panca indera manusia. Al ghazali lebih cenderung percaya
terhadap akal daripada kelima panca indera. Dizamannya, ia pernah menjadi guru besar di
Nidzamiyah, Baghdad selama empat tahun.beberapa kitab karangan Al ghazali yang terkenal
antara lain Ihya Ulum Ad-Din, Tahafut al-Falasifah dan Al-Munqidz min adh-Dhalal

Demikian pengertian, sejarah dan tokoh-tokoh filsafat islam yang bisa diketahui. Semoga
Bermanfaat. (baca juga tasawuf akhlaqi dalam islam dan hubungan akhlak dan tasawuf dalam
islam)

macam aliran Filsafat Manusia, Tokohnya dan


Pengertian Singkat Tentang Aliran
11 April 2014 06:11 Diperbarui: 11 April 2014 06:11

5892 0 0

1. Macam-macam aliran filsafat

1. Materialisme
2. Idealisme
3. Dualisme
4. Eksistensialisme
5. Strukturalisme
6. Empirisme
7. Humanisme
8. Rasionalisme
9. Kritisme
10. Konstruktivisme

2.Nama Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat


Tokoh Idealisme

1. J.G. Fichte (1762-1814 M)


2. G.W.F Hegel (1798-1857 M)
Tokoh Materialisme
1. Karl Marx (1818-1883)
2. Thomas Hobbes (1588-1679 M)
3. Hornby (1974)
4. Van Der Welj (2000)
Tokoh Eksistensialisme
1. Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855)
Tokoh Dualisme
1.Thomas Hyde (1700)
2. Plato (427-347 SM)
Tokoh Strukturalisme
1. Michel Foucault (1926-1984)
Tokoh Empirisme
1. Francis Bacon
2. Thomas Hobbes
Tokoh Rasionalisme
1. Rene Descartez
2. John Locke
3. Basedow
4. JJ Roseau
Tokoh Kritisme
1. Emmanuel Kant
Tokoh Konstruktivisme
1. Giambattista Vico

3. Pengertian Singkat Aliran Filsafat

1. Materialisme adalah paham yang memahami bahwa esensi kenyataan termasuk esensi
manusia bersifat material atau fisik.
2. Idealisme adalah kebalikan dari materialisme yaitu lebih menekankan pada "idea" dunia
roh. Menurut aliran ini, kenyataan sejati adalah bersifat spiritual.
3. Dualisme adalah ajaran yang menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang
berlainan dan bertolak belakang. Masing-masing substansi bersifat unik dan tidak dapat
direduksi, misalnya substansi adi kodrati dengan kodrati, Tuhan dengan alam semesta, roh
dengan materi, jiwa dengan badan dan lain-lain.
4. Eksistensialisme aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda
lain tidaklah sama.
5. Strukturalisme adalah aliran filsafat yang hendak memahami masalah yang muncul dalam
sejarah filsafat.
6. Empirisme aliran ini berpedoman pada kepercayaan yang telah dilalui melalui pengalaman.
7. Humanisme merupakan aliran yang bersifat individu lebih mengutamakan dan
memberikan kemerdekaan dalam berpikir.
8. Rasionalisme akal merupaka satu-satunya sumber pengetahuan yang bisa dijadikan
landasan dalam bertindak dan menentukan segala sesuatu.
9. Kritisme merupakan aliran yang menjadi penghubung antara pandangan rasionalisme dan
pandangan empirisme.
10. Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang bisa diperoleh
hanya dengan bersikap pasif namun harus dibangun secara aktif.

Rabu, 24 September 2008

FILSAFAT MODERN ABAD 19 DAN 20 "Tokoh-Tokoh"


1. Immanuel Kant (Königsberg, 22 April 1724 - Königsberg, 12 Februari 1804) adalah
seorang filsuf Jerman. Karya Kant yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft,
1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain
“apa yang bisa diketahui manusia.” Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga
pertanyaan:
• Apakah yang bisa kuketahui?
• Apakah yang harus kulakukan?
• Apakah yang bisa kuharapkan?
Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut:
• Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indria.
Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
• Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan
umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya
jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila
semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
• Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang memutuskan
pengharapan manusia.
Ketiga pertanyaan di atas ini bisa digabung dan ditambahkan menjadi pertanyaan
keempat: “Apakah itu manusia?”

2. Pierre-Joseph Proudhon (15 Januari 1809 - 19 Januari 1865) adalah seorang pakar
ekonomi berkebangsaan Perancis dan juga seorang filosofi sosialis dan merupakan orang
yang pertama kali menyebut dirinya sebagai seorang "anarkis" sekaligus salah seorang
pemikir anarkis yang pertama. Proudhon terkenal dengan pernyataan kerasnya bahwa
"Hak milik pribadi adalah pencurian!" (B. Inggris : Property is theft!)
Proudhon mengajarkan 'anarkisme damai', sikap anti terhadap angkatan bersenjata
yang merupakan alat sekaligus penguat sistem negara, sebab menurut keyakinannya
masyarakat yang secara moral layak bertahan hanya boleh tergantung kepada niat-baik
yang sukarela dari anggota-anggotanya.

3. Karl Heinrich Marx (Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – London, 14 Maret 1883) adalah
seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Walaupun
Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya
terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai
"Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang
pertentangan kelas", sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto
Komunis.
Karl Marx lahir dalam keluarga Yahudi progresif di Trier, Prusia, (sekarang di Jerman).
Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, meskipun cenderung seorang deis,
yang kemudian meninggalkan agama Yahudi dan beralih ke agama resmi Prusia,
Protestan aliran Lutheran yang relatif liberal, untuk menjadi pengacara. Herschel pun
mengganti namanya menjadi Heinrich. Saudara Herschel, Samuel — seperti juga
leluhurnya— adalah rabi kepala di Trier. Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx
sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa awal Karl.

Pada tahun 1835, Marx mendaftar di Universitas Bonn untuk belajar hukum, dan di sana
ia bergabung dengan Trier Tavern Club, dan sempat menjadi presiden Klub, sehingga
prestasi sekolahnya buruk. Setahun kemudian, ayah Marx mendesaknya untuk pindah
ke Universitas Friedrich-Wilhelms di Berlin, agar dapat lebih serius belajar. Di sini, Marx
banyak menulis puisi dan esai tentang kehidupan, dengan menggunakan bahasa teologis
yang diperolehnya dari ayahnya yang deis. Pada saat itulah ia mengenal filsafat atheis
yang dianut kelompok Hegelian-kiri. Marx memperolehi doktorat pada tahun 1841
dengan tesis yang bertajuk "Perbedaan Filsafat Alam Demokritos dan Epikurus", tetapi
beliau harus menyerahkan tesisnya kepada Universiti Jena kerana beliau diamarankan
bahawa reputasinya di antara faculti sebagai seorang Hegelian-kiri akan menyebabkan
penerimaan yang buruk di Berlin.

Di Berlin, minat Marx beralih ke filsafat, dan bergabung ke lingkaran mahasiswa dan
dosen muda yang dikenal sebagai Pemuda Hegelian. Sebagian dari mereka, yang disebut
juga sebagai Hegelian-kiri, menggunakan metode dialektika Hegel, yang dipisahkan dari
isi teologisnya, sebagai alat yang ampuh untuk melakukan kritik terhadap politik dan
agama mapan saat itu.

4. Søren Aabye Kierkegaard (5 Mei 1813-11 November 1855) adalah seorang filsuf
dan teolog abad ke-19 yang berasal dari Denmark. Kierkegaard sendiri melihat dirinya
sebagai seseorang yang religius dan seorang anti-filsuf, tetapi sekarang ia dianggap
sebagai bapaknya filsafat eksistensialisme. Kierkegaard menjembatani jurang yang ada
antara filsafat Hegelian dan apa yang kemudian menjadi Eksistensialisme. Kierkegaard
terutama adalah seorang kritikus Hegel pada masanya dan apa yang dilihatnya sebagai
formalitas hampa dari Gereja Denmark. Filsafatnya merupakan sebuah reaksi terhadap
dialektik Hegel.
Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas masalah-masalah agama seperti
misalnya hakikat iman, lembaga Gereja Kristen, etika dan teologi Kristen, dan emosi
serta perasaan individu ketika diperhadapkan dengan pilihan-pilihan eksistensial. Karena
itu, karya Kierkegaard kadang-kadang digambarkan sebagai eksistensialisme Kristen dan
psikologi eksistensial. Karena ia menulis kebanyakan karya awalnya dengan
menggunakan berbagai nama samaran, yang seringkali mengomentari dan mengkritik
karya-karyanya yang lain yang ditulis dengan menggunakan nama samaran lain,
sangatlah sulit untuk membedakan antara apa yang benar-benar diyakini oleh
Kierkegaard dengan apa yang dikemukakannya sebagai argumen dari posisi seorang
pseudo-pengarang. Ludwig Wittgenstein berpendapat bahwa Kierkegaard "sejauh ini,
adalah pemikir yang paling mendalam dari abad ke-19".

Søren Kierkegaard dilahirkan dalam sebuah keluarga kaya di Kopenhagen, ibukota


Denmark. Ayahnya, Michael Pedersen Kierkegaard, adalah seseorang yang sangat saleh.
Ia yakin bahwa ia telah dikutuk Tuhan, dan karena itu ia percaya bahwa tak satupun dari
anak-anaknya akan mencapai umumr melebihi usia Yesus Kristus, yaitu 33 tahun. Ia
percaya bahwa dosa-dosa pribadinya, seperti misalnya mengutuki nama Allah di masa
mudanya dan kemungkinan juga menghamili ibu Kierkegaard di luar nikah,
menyebabkan ia layak menerima hukuman ini. Meskipun banyak dari ketujuh anaknya
meninggal dalam usia muda, ramalannya tidak terbukti ketika dua dari mereka melewati
usia ini. Perkenalan dengan pemahaman tentang dosa di masa mudanya, dan
hubungannya dari ayah dan anak meletakkan dasar bagi banyak karya Kierkegaard
(khususnya Takut dan Gentar). Ibunda Kierkegaard, Anne Sørensdatter Lund
Kierkegaard, tidak secara langsung dirujuk dalam buku-bukunya, meskipun ia pun
mempengaruhi tulisan-tulisannya di kemudian hari. Meskipun sifat ayahnya kadang-
kadang melankolis dari segi keagamaan, Kierkegaard mempunyai hubungan yang erat
dengan ayahnya. Ia belajar untuk memanfaatkan ranah imajinasinya melalui
serangkaian latihan dan permainan yang mereka mainkan bersama.

Ayah Kierkegaard meninggal dunia pada 9 Agustus 1838 pada usia 82 tahun. Sebelum
meninggal dunia, ia meminta Søren agar menjadi pendeta. Søren sangat terpengaruh
oleh pengalaman keagamaan dan kehiudpan ayahnya dan merasa terbeban untuk
memenuhi kehendaknya. Dua hari kemudian, pada 11 Agustus, Kierkegaard menulis:
"Ayah meninggal dunia hari Rabu. Saya sungguh berharap bahwa ia dapat hidup
beberapa tahun lebih lama lagi, dan saya menganggap kematiannya sebagai
penghorbanan terakhir yang dibuatnya karena cinta kasihnya kepada saya; ... ia
meninggal karena saya agar, bila mungkin, saya masih dapat menjadi sesuatu. Dari
semua yang telah saya warisi daripadanya, kenangan akan dia, potretnya dalam
keadaan yang sangat berbeda (transfigured) ... sungguh berharga bagi saya, dan saya
akan berusaha untuk melestarikan (kenangannya) agar aman tersembunyi dari dunia."

Kierkegaard masuk ke Sekolah Kebajikan Warga, memperoleh nilai yang sangat baik
dalam bahasa Latin dan sejarah. Ia melanjutkan pelajarannya dalam bidang teologi di
Universitas Kopenhagen, namun sementara di sana ia semakin tertarik akan filsafat dan
literatur. Di universitas, Kierkegaard menulis disertasinya, Tentang Konsep Ironi dengan
Rujukan Terus-Menerus kepada Socrates, yang oleh panel universitas dianggap sebagai
karya yang penting dan dipikirkan dengan baik, namun agak terlalu berbunga-bunga dan
bersifat sastrawi untuk menjadi sebuah tesis filsafat.[6] Kierkegaard lulus pada 20
Oktober 1841 dengan gelar Magistri Artium, yang kini setara dengan Ph.D. Dengan
warisan keluarganya, Kierkegaard dapat membiayai pendidikannya, ongkos hidupnya
dan beberapa penerbitan karyanya.

5. Regine Olsen (1837–1841)


Regine Olsen, cintanya dalam hidupnya, dan bahan-bahan tulisannya.
Sebuah aspek penting dari kehidupan Kierkegaard (biasanya dianggap mempunyai
pengaruh besar dalam karyanya) adalah pertunangannya yang putus dengan Regine
Olsen (1822 - 1904). Kierkegaard berjumpa dengan Regine pada 8 Mei 1837 dan segera
tertarik kepadanya. Begitu pula dengan Regine. Dalam jurnal-jurnalnya, Kierkegaard
menulis tentang cintanya kepada Regine:

Engkau ratu hatiku yang tersimpan di lubuk hatiku yang terdalam, dalam kepenuhan
pikiranku, di sana ... ilahi yang tak dikenal! Oh, dapatkah aku sungguh-sungguh
mempercayai dongeng-dongeng si penyair, bahwa ketika seseorang melihat sebuah
obyek cintanya, ia membayangkan bahwa ia sudah pernah melihatnya dahulu kala,
bahwa semua cinta seperti halnya semua pengetahuan adalah kenangan semata, bahwa
cinta pun mempunyai nubuat-nubuatnya di dalam diri pribadi. ... tampaknya bagiku
bahwa aku harus memiliki kecantikan dari semua gadis agar dapat menandingi
kecantikanmu; bahwa aku harus mengelilingi dunia untuk menemukan tempat yang
tidak kumiliki dan yang merupakan misteri terdalam dari keseluruhan keberadaanku
yang mengarah ke depan, dan pada saat berikutnya engkau begitu dekat kepadaku,
mengisi jiwaku dengan begitu dahsyat sehingga aku berubah (transfigured) bagi diriku
sendiri, dan merasakan sungguh nikmat berada di sini.

—Søren Kierkegaard, Journals (2 Februari 1839)


Pada 8 September 1840, Kierkegaard resmi meminang Regine. Namun, Kierkegaard
segera merasa kecewa dan melankolis tentang pernikahan. Kurang dari setahun setelah
pinangannya, ia memutuskannya pada 11 Agustus 1841. Dalam jurnal-jurnalnya,
Kierkegaard menyebutkan keyakinannya bahwa sifat "melankolis"nya membuatnya tidak
cocok untuk menikah; tetapi motif sebenarnya untuk memutuskan pertunangannya itu
tetap tidak jelas. Biasanya diyakini bahwa keduanya memang sangat saling mencintai,
barangkali bahkan juga setelah Regine menikah dengan Johan Frederik Schlegel (1817–
1896), seorang pegawai negeri terkemuka (jangan dikacaukan dengan filsuf Jerman
Friedrich von Schlegel, (1772-1829) ). Pada umumnya hubungan mereka terbatas pada
pertemuan-pertemuan kebetulan di jalan-jalan di Kopenhagen. Namun, beberapa tahun
kemudian, Kierkegaard bahkan sampai meminta izin suami Regine untuk berbicara
dengan Regine, namun Schlegel menolak.

Tak lama kemudian, pasangan itu berangkat meninggalkan Denmark, karena Schlegel
telah diangkat menjadi Gubernur di Hindia Barat Denmark. Pada saat Regine kembali ke
Denmark, Kierkegaard telah meninggal dunia. Regine Schlegel hidup hingga 1904, dan
pada saat kematiannya, ia dikuburkan dekat Kierkegaard di Pemakaman Assistens di
Kopenhagen.

Karya-karya Kierkegaard baru tersedia luas beberapa dasawarsa setelah kematiannya.


Pada tahun-tahun segera setelah meninggalnya, Gereja Negara Denmark, sebuah
institusi penting di Denmark pada saat itu, menjauhi karya-karyanya dan menganjurkan
orang-orang Denmark lainnya untuk melakukan hal yang sama. Selain itu, kurang
dikenalnya bahasa Denmark, dibandingkan dengan bahasa Jerman, Perancis, dan
Inggris, membuat hampir tidak mungkin bagi Kierkegaard untuk mendapatkan
pembaca-pembaca non-Denmark.

Akademikus pertama yang mengarahkan perhatian kepada Kierkegaard adalah sesama


orang Denmark Georg Brandes, yang menerbitkan dalam bahasa Jerman maupun
Denmark. Brandes menyampaikan kuliah resminya yang pertama tentang Kierkegaard
dan menolong memperkenalkan Kierkegaard ke seluruh Eropa.[7] Pada 1877, Brandes
juga menerbitkan buku pertama tentang filsafat dan kehidupan Kierkegaard. Dramatis
Henrik Ibsen menjadi tertarik terhadap Kierkegaard dan memperkenalkan karyanya ke
seluruh Skandinavia. Sementara terjemahan-terjemahan independen dalam bahasa
Jerman dari beberapa karya Kierkegaard mulai muncul pada 1870-an,[8] terjemahan-
terjemahan akademis dalam bahasa Jerman dari seluruh karya Kierkegaard harus
menunggu hingga 1910-an. Terjemahan-terjemahan ini dimungkinkan karena pengaruh
Kierkegaard terhadap para pemikir dan penulis Jerman, Perancis, dan Inggris abad ke-
20 mulai terasa.

Pada 1930-an, terjemahan akademis pertama dalam bahasa Inggris[9], oleh Alexander
Dru, David F. Swenson, Douglas V. Steere, dan Walter Lowrie muncul, di bawah usaha
editorial dari editor Oxford University Press, Charles Williams.[2] Terjemahan akademis
yang kedua dalam bahasa Inggris dan yang terdapat luas diterbitkan oleh Princeton
University Press pada 1970-an, 1980-an, 1990-an, di bawah pengawasan Howard V.
Hong dan Edna H. Hong. Terjemahan resmi ketiga, di bawah pengawasan Pusat
Penelitian Søren Kierkegaard, akan mencapai 55 jilid dan diharapkan akan selesai
setelah 2009.[10]

Banyak filsuf abad ke-20, baik yang teistik maupun yang ateistik, meminjam banyak
konsep dari Kierkegaard, termasuk pemahaman tentang angst (kecemasan),
keputusasaan, serta pentingnya individu. Sebagai seorang filsuf ia menjadi sangat
termasyhur pada tahun 1930-an, sebagian besar karena naik daunnya gerakan
eksistensialis yang menunjuk kepadanya sebagai seorang pendahulu, meskipun kini ia
sendiri dipandang sebagai seorang pemikir yang sangat penting dan berpengaruh.[11]
Para filsuf dan teolog yang dipengaruhi oleh Kierkegaard termasuk Karl Barth, Simone
de Beauvoir, Martin Buber, Rudolf Bultmann, Albert Camus, Martin Heidegger, Abraham
Joshua Heschel, Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Maurice Merleau-Ponty, Franz Rosenzweig,
Jean-Paul Sartre, Joseph Soloveitchik, Paul Tillich, Miguel de Unamuno, Hans Urs von
Balthasar. Anarkisme ilmiah Paul Feyerabend diilhami oleh gagasan Kierkegaard tentang
subyektivitas sebagai kebenaran. Ludwig Wittgenstein sangat dipengaruhi dan harus
mengakui keunggulan Kierkegaard,[4] dan mengklaim bahwa "Betapapun juga,
Kierkegaard jauh terlalu dalam bagi saya. .[4] Karl Popper merujuk kepada Kierkegaard
sebagai "pembaharu besar dalam etika Kristen, yang memaparkan moralitas Kristen
yang resmi pada zamannya sebagai kemnafikan yang anti-Kristen dan anti-
kemanusiaan".

Para filsuf kontemporer seperti Emmanuel Lévinas, Hans-Georg Gadamer, Jacques


Derrida, Jürgen Habermas, Alasdair MacIntyre, dan Richard Rorty, meskipun kadang-
kadang sangat kritis, juga telah mengadaptasi beberapa pemikiran
Kierkegaard.[13][14][15] Jerry Fodor pernah menulis bahwa Kierkegaard adalah
"seorang empu dan jauh berada di luar liga tempat kami semua [para filsuf]
bermain".[16]
Kierkegaard banyak sekali mempengaruhi literatur abad ke-20. Tokoh-tokoh yang
sangat dipengaruhi oleh karya-karyanya termasuk Walker Percy, W.H. Auden, Franz
Kafka, David Lodge, dan John Updike.

Kierkegaard juga sangat berpengaruh terhadap psikologi dan ia daapt dianggap sebagai
pendiri psikologi Kristen[19] dan psikologi dan terapi eksistensial. Para psikolog dan
terapis eksistensialis (seringkalid isebut "humanistik") termasuk Ludwig Binswanger,
Victor Frankl, Erich Fromm, Carl Rogers, dan Rollo May. May mendasarkan bukunya The
Meaning of Anxiety (Makna Kecemasan) pada karya Kierkegaard Konsep tentang
Kecemasan. Karya sosiologis Kierkegaard Dua Zaman: Zaman Revolusi dan Masa Kini
memberikan kritik yang menarik terhadap modernitas. Kierkegaard juga dilihat sebagai
pendahulu penting dari pasca-modernisme.

Kierkegaard meramalkan bahwa setelah kematiannya ia akan terkenal, dan


membayangkan bahwa karyanya akan dipelajari dan diteliti dengan intensif. Dalam
jurnal-jurnalnya, ia menulis:
Apa yang dibutuhkan zaman ini bukanlah seorang jenius sebab jenius sudah cukup
banyak. Yang dibutuhkan adalah martir, yang rela taat hingga mati untuk mengajarkan
manusia agar taat hingga mati. Apa yang dibutuhkan zaman ini adalah kebangkitan. Dan
karena itu suatu hari kelak, bukan hanya tulisan-tulisan saya tetapi juga seluruh hidup
saya, seluruh misteri yang membangkitkan tanda tanya tentang mesin ini akan dipelajari
dan dipelajari terus. Saya tidak akan pernah melupakan bagaimana Tuhan menolong
saya dan karena itu adalah harapan saya terakhir bahwa segala sesuatunya adalah
untuk kemuliaan-Nya

Søren Kierkegaard, Journals[5] (20 November 184

6. Friedrich Wilhelm Nietzsche (Röcken dekat Lützen, 15 Oktober 1844 – Weimar, 25


Agustus 1900), adalah seorang filsuf Jerman dan seorang ahli ilmu filologi yang meneliti
teks-teks kuno.
Friedrich Nietzsche dilahirkan di kota Röcken, di wilayah Sachsen. Orang tuanya adalah
pendeta Lutheran Carl Ludwig Nietzsche (1813-1849) dan istrinya Franziska, nama
lajang Oehler (1826-1897). Ia diberi nama untuk menghormati kaisar Prusia Friedrich
Wilhelm IV yang memiliki tanggal lahir yang sama. Adik perempuannya Elisabeth
dilahirkan pada 1846. Setelah kematian ayahnya pada 1849 dan adik laki-lakinya Ludwig
Joseph (1848-1850) keluarga ini pindah ke Naumburg dekat Saale.

Filsafat Nietzsche adalah filsafat cara memandang 'kebenaran' atau dikenal dengan
istilah filsafat perspektivisme. Nietzsche juga dikenal sebagai "sang pembunuh Tuhan"
(dalam Also sprach Zarathustra). Ia memprovokasi dan mengkritik kebudayaan Barat di
zaman-nya (dengan peninjauan ulang semua nilai dan tradisi atau Umwertung aller
Werten) yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan tradisi kekristenan
(keduanya mengacu kepada paradigma kehidupan setelah kematian, sehingga
menurutnya anti dan pesimis terhadap kehidupan). Walaupun demikian dengan
kematian Tuhan berikut paradigma kehidupan setelah kematian tersebut, filosofi
Nietzsche tidak menjadi sebuah filosofi nihilisme. Justru sebaliknya yaitu sebuah filosofi
untuk menaklukan nihilisme [1] (Überwindung der Nihilismus) dengan mencintai utuh
kehidupan (Lebensbejahung), dan memposisikan manusia sebagai manusia purna
Übermensch dengan kehendak untuk berkuasa (der Wille zur Macht).
Selain itu Nietzsche dikenal sebagai filsuf seniman (Künstlerphilosoph) dan banyak
mengilhami pelukis moderen Eropa di awal abad ke-20, seperti Franz Marc, Francis
Bacon,dan Giorgio de Chirico, juga para penulis seperti Robert Musil, dan Thomas Mann.
Menurut Nietzsche kegiatan seni adalah kegiatan metafisik yang memiliki kemampuan
untuk me-transformasi-kan tragedi hidup.
• "Saya bukan seorang manusia, saya adalah sebuah dinamit!"
• "Yang penting bukanlah kehidupan kekal (das ewige Leben), melainkan kekal-nya
'yang menghidupkan' (die ewige Lebendigkeit)! "
• "Tuhan sudah mati"

7. Maximilian Weber (21 April 1864 – 14 Juni 1920) adalah seorang ahli ekonomi
politik dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi
dan administrasi negara modern. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi
dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang
ekonomi. Karyanya yang paling populer adalah esai yang berjudul Etika Protestan dan
Semangat Kapitalisme, yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber
berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang
berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik
sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki
monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi
penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.

Sosiologi agama
Karya Weber dalam sosiologi agama bermula dari esai Etika Protestan dan Semangat
Kapitalisme dan berlanjut dengan analisis Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme,
Agama India: Sosiologi Hindu dan Buddha, dan Yudaisme Kuno. Karyanya tentang
agama-agama lain terhenti oleh kematiannya yang mendadak pada 1920, hingga ia
tidak dapat melanjutkan penelitiannya tentang Yudaisme Kuno dengan penelitian-
penelitian tentang Mazmur, Kitab Yakub, Yahudi Talmudi, Kekristenan dan Islam
perdana.

Tiga tema utamanya adalah efek pemikiran agama dalam kegiatan ekonomi, hubungan
antara stratifikasi sosial dan pemikiran agama, dan pembedaan karakteristik budaya
Barat.

Tujuannya adalah untuk menemukan alasan-alasan mengapa budaya Barat dan Timur
berkembang mengikuti jalur yang berbeda. Dalam analisis terhadap temuannya, Weber
berpendapat bahwa pemikiran agama Puritan (dan lebih luas lagi, Kristen) memiliki
dampak besar dalam perkembangan sistem ekonomi Eropa dan Amerika Serikat, tapi
juga mencatat bahwa hal-hal tersebut bukan satu-satunya faktor dalam perkembangan
tersebut. Faktor-faktor penting lain yang dicatat oleh Weber termasuk rasionalisme
terhadap upaya ilmiah, menggabungkan pengamatan dengan matematika, ilmu tentang
pembelajaran dan yurisprudensi, sistematisasi terhadap administrasi pemerintahan dan
usaha ekonomi. Pada akhirnya, studi tentang sosiologi agama, menurut Weber, semata-
mata hanyalah meneliti meneliti satu fase emansipasi dari magi, yakni "pembebasan
dunia dari pesona" ("disenchanment of the world") yang dianggapnya sebagai aspek
pembeda yang penting dari budaya Barat.

Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme


Sampul salah satu edisi The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism.
Esai Weber Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (Die protestantische Ethik und der
Geist des Kapitalismus) adalah karyanya yang paling terkenal. Dikatakan bahwa
tulisannya ini tidak boleh dipandang sebagai sebuah penelitian mendetail terhadap
Protestanisme, melainkan lebih sebagai perkenalan terhadap karya-karya Weber
selanjutnya, terutama penelitiannya tentang interaksi antara berbagai gagasan agama
dan perilaku ekonomi.

Dalam Etika Protestan dan Semangant Kapitalisme, Weber mengajukan tesis bahwa
etika dan pemikiran Puritan mempengaruhi perkembangan kapitalisme. Bakti
keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi, termasuk
pengejaran ekonomi. Mengapa hal ini tidak terjadi dalam Protestanisme? Weber
menjelaskan paradoks tersebut dalam esainya.

Ia mendefinisikan "semangat kapitalisme" sebagai gagasan dan kebiasaan yang


mendukung pengejaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi. Weber
menunjukkan bahwa semangat seperti itu tidak terbatas pada budaya Barat, apabila
dipertimbangkan sebagai sikap individual, tetapi bahwa individu-individu seperti itu --
para wiraswasta yang heroik, begitu Weber menyebut mereka -- tidak dapat dengan
sendirinya membangun sebuah tatanan ekonomi yang baru (kapitalisme). Di antara
kecenderungan-kecenderungan yang diidentifikasikan oleh Weber adalah keserakahan
akan keuntungan dengan upaya yang minimum, gagasan bahwa kerja adalah kutuk dan
beban yang harus dihindari, khususnya apabila hal itu melampaui apa yang secukupnya
dibutuhkan untuk hidup yang sederhana. "Agar suatu cara hidup yang teradaptasi
dengan baik dengan ciri-ciri khusus kapitalisme," demikian Weber menulis, "dapat
mendominasi yang lainnya, hidup itu harus dimulai di suatu tempat, dan bukan dalam
diri individu yang terisolasi semata, melainkan sebagai suatu cara hidup yang lazim bagi
keseluruhan kelompok manusia."

Setelah mendefinisikan semangat kapitalisme, Weber berpendapat bahwa ada banyak


alasan untuk mencari asal-usulnya di dalam gagasan-gagasan keagamaan dari
Reformasi. Banyak pengamat seperti William Petty, Montesquieu, Henry Thomas Buckle,
John Keats, dan lain-lainnya yang telah berkomentar tentang hubungan yang dekat
antara Protestanisme dengan perkembangan semangat perdagangan.

Weber menunjukkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran


rasional akan keuntungan ekonomi dan aktivitas duniawi yang telah diberikan arti rohani
dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari ide-ide keagamaan, melainkan lebih
merupakan sebuah produk sampingan – logika turunan dari doktrin-doktrin tersebut dan
saran yang didasarkan pada pemikiran mereka yang secara langsung dan tidak langsung
mendorong perencanaan dan penyangkalan-diri dalam pengejaran keuntungan ekonomi.

Weber menyatakan dia menghentikan riset tentang Protestanisme karena koleganya


Ernst Troeltsch, seorang teolog profesional, telah memulai penulisan buku The Social
Teachings of the Christian Churches and Sects. Alasan lainnya adalah esai tersebut telah
menyediakan perspektif untuk perbandingan yang luas bagi agama dan masyarakat,
yang dilanjutkannya kelak dalam karya-karyanya berikutnya.

Frase "etika kerja" yang digunakan dalam komentar modern adalah turunan dari "etika
Protestan" yang dibahas oleh Weber. Istilah ini diambil ketika gagasan tentang etika
Protestan digeneralisasikan terhadap orang Jepang, orang Yahudi, dan orang-orang non-
Kristen.

Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme


Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme adalah karya besar Weber yang kedua
dalam sosiologi agama. Weber memusatkan perhatian pada aspek-aspek dari
masyarakat Tiongkok yang berbeda dengan masyarakat Eropa Barat dan khususnya
dikontraskan dengan Puritanisme. Weber melontarkan pertanyaan, mengapa kapitalisme
tidak berkembang di tiongkok. Dalam Seratus Aliran Pemikiran Masa Peperangan Antar-
Negara, ia memusatkan pengkajiannya pada tahap awal sejarah Tiongkok. Pada masa
itu aliran-aliran pemikiran Tiongkok yang besar (Konfusianisme dan Taoisme)
mengemuka.

Pada tahun 200 SM, negara Tiongkok telah berkembang dari suatu federasi yang kendur
dari negara-negara feodal menjadi suatu kekaisaran yang bersatu dengan pemerintahan
Patrimonial, sebagaimana digambarkan dalam Masa Peperangan Antar-Negara.

Seperti di Eropa, kota-kota di Tiongkok dibangun sebagai benteng atau tempat tinggal
para pemimpinnya, dan merupakan pusat perdagangan dan kerajinan. Namun, mereka
tidak pernah mendapatkan otonomi politik, dan para warganya tidak mempunyai hak-
hak politik khusus. Ini disebabkan oleh kekuatan ikatan-ikatan kekerabatan, yang
muncul dari keyakinan keagamaan terhadap roh-roh leluhur. Selain itu, gilda-gilda saling
bersaing memperebutkan perkenan Kaisar, tidak pernah bersatu untuk memperjuangkan
lebih banyak haknya. Karenanya, para warga kota-kota di Tiongkok tidak pernah
menjadi suatu kelas status terpisah seperti para warga kota Eropa.

Weber membahas pengorganisasian konfederasi awal, sifat-sifat yang unik dari


hubungan umat Israel dengan Yahweh, pengaruh agama-agama asing, tipe-tipe ekstasi
keagamaan, dan perjuangan para nabi dalam melawan ekstasi dan penyembahan
berhala. Ia kemudian menggambarkan masa-masa perpecahan Kerajaan Israel, aspek-
aspek sosial dari kenabian di zaman Alkitab, orientasi sosial para nabi, para pemimpin
yang sesat dan penganjur perlawanan, ekstasi dan politik, dan etika serta teodisitas
(ajaran tentang kebaikan Allah di tengah penderitaan) dari para nabi.

Weber mencatat bahwa Yudaisme tidak hanya melahirkan agama Kristen dan Islam,
tetapi juga memainkan peranan penting dalam bangkitnya negara Barat modern, karena
pengaruhnya sama pentingnya dengan pengaruh yang diberikan oleh budaya-budaya
Helenistik dan Romawi.

Reinhard Bendix, yang meringkas Yudaisme Kuno, menulis bahwa "bebas dari spekulasi
magis dan esoterik, diabdikan kepada pengkajian hukum, gigih dalam upaya melakukan
apa yang benar di mata Tuhan dalam pengharapan akan masa depan yang lebih baik,
para nabi membangun sebuah agama iman yang menempatkan kehidupan sehari-hari
manusia di bawah kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh hukum moral yang telah
diberikan Tuhan. Dengan cara ini, Yudaisme kuno ikut membentuk rasionalisme moral
dari peradaban Barat."

10. Paul-Michel Foucault (Poitiers, 15 Oktober 1926–Paris, 25 Juni 1984) adalah


seorang filsuf asal Perancis. Ia adalah salah satu pemikir paling berpengaruh pada
zaman pasca Perang Dunia II. Foucault dikenal akan penelaahannya yang kritis terhadap
berbagai institusi sosial, terutama psikiatri, kedokteran, dan sistem penjara, serta akan
karya-karyanya tentang riwayat seksualitas. Karyanya yang terkait kekuasaan dan
hubungan antara kekuasaan dengan pengetahuan telah banyak didiskusikan dan
diterapkan, selain pula pemikirannya yang terkait dengan "diskursus" dalam konteks
sejarah filsafat Barat.

11. Martin Heidegger (Messkirch, 26 September 1889–26 Mei 1976) adalah seorang
filsuf asal Jerman. Ia belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl,
penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928. Ia
mempengaruhi banyak filsuf lainnya, dan murid-muridnya termasuk Hans-Georg
Gadamer, Hans Jonas, Emmanuel Levinas, Hannah Arendt, Leo Strauss, Xavier Zubiri
dan Karl Löwith. Maurice Merleau-Ponty, Jean-Paul Sartre, Jacques Derrida, Michel
Foucault, Jean-Luc Nancy, dan Philippe Lacoue-Labarthe juga mempelajari tulisan-
tulisannya dengan mendalam. Selain hubungannya dengan fenomenologi, Heidegger
dianggap mempunyai pengaruh yang besar atau tidak dapat diabaikan terhadap
eksistentialisme, dekonstruksi, hermeneutika dan pasca-modernisme. Ia berusaha
mengalihkan filsafat Barat dari pertanyaan-pertanyaan metafisis dan epistemologis ke
arah pertanyaan-pertanyaan ontologis, artinya, pertanyaan-pertanyaan menyangkut
makna keberadaan, atau apa artinya bagi manusia untuk berada. Heidegger juga
merupakan anggota akademik yang penting dari Nationalsozialistische Deutsche
Arbeiterpartei.

12. Albert Camus (dilafazkan sebagai [al'bɛr ka'my]) (Mondovi (sekarang Deraan),
Aljazair, 7 November 1913– Villeblin, 5 Januari 1960) adalah seorang penulis/filsuf
Perancis kelahiran Aljazair. Seringkali ia digolongkan sebagai seorang penulis
eksistensialis, tetapi kemungkinan ia lebih tepat disebut sebagai seorang absurdis.
Camus adalah seorang keturunan Spanyol.
Pada tahun 1957 ia dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Sastra, tetapi ditolak. Ia
teman Jean Paul Sartre, seorang sastrawan eksistensialis dan Simone de Beauvoir. Ia
meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil di Villeblevin pada 5 Januari 1960.

13. Jürgen Habermas (18 Juni, 1929, Düsseldorf) ialah seorang filsuf dan sosiolog
yang berada di dalam tradisi Critical Theory dan pragmatisme Amerika. Dia paling
dikenal dengan sebuah konsep ruang publik yang didasarkan pada teori dan praktek
'aksi komunikatif'. Karya-karyanya, yang seringkali diberi label Neo-Marxisme, terfokus
pada dasar-dasar pembentukan teori sosial dan epistemologi, analisa kapitalisme di
masyarakat industrial dan demokratis; kepastian hukum di dalam konteks evolusi
sosiobudaya; dan politik kontemporer, terutama yang terjadi di Jerman. Dia
mengembangkan sistem teori yang diabdikan untuk menunjukkan kemungkinan
penalaran, emansipasi dan komunikasi logis-kritis yang terdapat di dalam institusi liberal
modern. Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris, 9 Oktober 2004) adalah seorang
filsuf Prancis dan dianggap sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang
menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi oleh manusia, juga bahasa. Semua kata-
kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan
bukan di dunia di luar bahasa.
Masa Patristik dan Skolastik

A. Masa Patristik
Istilah Patristik berasal dari kata Latin pater atau bapak, yang artinya para pemimpin gereja. Para
pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Pada masa Patristik,
golongan ahli pikir ini menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak
filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.

Bagi mereka yang menolak, alasannya karena beranggapan bahwa mereka sudah mempunyai
sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran
yang lain seperti dari filsafat Yunani. Bagi mereka yang menerima sebagai alasannya
beranggapan bahwa walaupun telah ada sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada
jeleknya menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodosnya saja (tata cara berpikir). Juga,
walaupun filsafat Yunani sebagai kebenaran manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan.
Jadi, memakai/menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal tertentu tidak
bertentangan dengan agama.

Perbedaan pendapat pada masa Patristik tersebut berkelanjutan, sehingga orang-orang yang
menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat
Yunani) itu munafik. Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal, bahwa
tuduhan tersebut dianggap fitnah.dan pembelaan dari orang-orang yang menolak filsafat Yunani
mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.

Akibatnya, muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para apologis (pembela iman
Kristen) dengan kesadarannya membela iman Kristen dari serangan filsafat Yunani. Para pembela
iman Kristen tersebut adalah Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa,
Tertullianus, Diosios Arepagos, Au-relius Augustinus.

B. Masa Skolastik
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Jadi, skolastik
berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari
sejarah filsafat abad pertengahan.

Terdapat beberapa pengertian dari corak khas pada masa skolastik, diantaranya sebagai berikut:

a. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Skolastik ini
sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang relegius.

b. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional
memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik
buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah skolastik Yahudi, skolastik Arab dan
lainnya.

c. Filsafat skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat,
akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.

d. Filsafat skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja.

Filsafat skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor berikut.

Faktor relegius
Faktor relegius dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor
relegius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berkehidupan relegius. Mereka beranggapan
bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ketanah suci Yerussalem, dunia ini bagaikan negeri
asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia
yang menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia tidak dapat sampai menuju tanah airnya (surga)
dengan kemampuannya sendiri, sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat
kodratnya mempunyai celah atau kelemahan yang dilakukan (diwariskan) oleh Adam, mereka juga
berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan
memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya dengan jalan pengampunan inilah
manusia dapat tertolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan
inilah yang dijadikan dasar pemikiran filsafatnya.

Faktor ilmu pengetahuan


Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara,
gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya diambilkan dari para penulis Latin, Arab
(Islam), dan Yunani.

Masa Skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:

1. Skolastik awal, berlangsung dari tahun 800-1200;

2. Skolastik puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300;

3. Skolastik akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450.

Dikutip dari: buku karangan Drs. Asmoro Achmadi yang berjudul Filsafat Umum. Hal. 68-73.

Ciri Filsafat Abad Pertengahan

Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan
filsafat.[5] Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani.
Para pemikir zaman ini hampir semuanya klerus,yakni golongan rohaniwan atau biarawan dalam
Gereja Katolik (misalnya uskup, imam, pimpinan biara, rahib), minat dan perhatian mereka tercurah
pada ajaran agama kristiani.

Akan tetapi, orang akan sungguh-sungguh salah paham jika memandang filsafat Abad
Pertengahan semata-mata sebagai filsafat yang melulu berisi dogma atau anjuran resmi Gereja.
Sebab, sebagaimana nanti akan kita lihat, tema yang selalu muncul dalam sejarah filsafat Abad
Pertengahan adalah hubungan antara iman yang berdasarkan wahyu Allah sebagaimana termaktub
dalam kitab suci dan pengetahuan yang berdasarkan kemampuan rasio manusia. Dan, dalam hal ini,
tidak semua pemikir abad pertengahan mempunyai jawaban yang akur.

Adanya beragai macam aliran pemikiran yang mengkaji tema tersebut menunjukkan bahwa
para pemikir pada zaman itu ternyata bisa berargumentasi secara bebas dan mandiri sesuai dengan
keyakinannya. Kendati tidak jarang mereka, karena ajarannya, harus berurusan dan bentrok dengan
para pejabat gereja sebagai otoritas yang kokoh dan terkadang angkuh pada masa itu. Oleh karena
itu, kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan
agama kristiani sebagai basisnya.

Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang menyolok dengan abad sebelumnya.
Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen yang diajarkan oleh
nabi isa pada permualaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan
keagamaan.

Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah
yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pendangan yunani kuno yang
mengatakan bahwa kebanaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya
wahyu.

Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:[6]

1. Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan
pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.

2. Menerima filsafat yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka
kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak
dapat mencapai kebanaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu oleh wahyu.

1. Periode-periode pada abad pertengahan

Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau periode, yakni periode
pratistik dan periode skolastik .[7]

a. Patristik (100-700)

Patristik berasal dari kata Latin Patresyang berarti bapa-bapa greja, ialah ahli agama kristen
pada abad permulaan agama kristen.[8]

Didunia barat agama katolik mulai tersebar dengan ajaranya tentang tuhan, manusia dan
etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggunakan filsafat yunani
dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya menganai soal soal tentang kebebasan manusia,
kepribadian, kesusilaan, sifat tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), origenes (185-254),
Agustinus (354-430), yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei).

Pratistik berasal dari kata latin pratesyang berarti Bapa-Bapa Gereja, ialah ahli agama Kristen
pada abad permulaan agama Kristen. Zaman ini muncul pada abad ke-2 sampai abad ke-7, dicirikan
dengan usaha keras para Bapa Gereja untuk mengartikulasikan, menata, dan memperkuat isi ajaran
Kristen serta membelanya dari serangan kaum kafir dan bid’ah kaum Gnosis. Bagi para Bapa Gereja,
ajaran Kristen adalah filsafat yang sejati dan wahyu sekaligus. Sikap para Bapa Gereja terhadap filsafat
yunani berkisar antara sikap menerima dan sikap penolakan. Penganiayaan keji atas umat Kristen dan
karangan-karangan yang menyerang ajaran Kristen membuat para bapa gereja awal memberikan
reaksi pembelaan (apologia) atas iman Kristen dengan mempelajari serta menggunakan paham-
paham filosofis.
Akibatnya, dalam perjalanan waktu, terjadilah reaksi timbal balik, kristenisasi helenisme dan
helenisasi kristianisme. Maksudnya, untuk menjelaskan dan membela ajaran iman Kristen, para Bapa
Gereja memakai filsafat Yunani sebagai sarana (helenisme”di kristenkan”). Namun, dengan demikian,
unsur-unsur pemikran kebudayaan helenisme, terutama filsafat Yunani, bisa masuk dan berperan
dalam bidang ajaran iman Kristen dan ikut membentuknya (ajaran Kristen “di Yunanikan” lewat gaya
dan pola argumentasi filsafat yunani). Misalnya, Yustinus Martir melihat “Nabi dan Martir” kristus
dalam diri sokrates. Sebaliknya, bagi Tertulianus (160-222), tidak ada hubungan antaraAthena (simbol
filsafat) dan Yerussalem (simbol teologi ajaran kristiani). Bagi Origenes (185-253) wahyu ilahi adalah
akhir dari filsafat manusiawi yang bisa salah. Menurutnya orang hanya boleh mempercayai sesuatu
sebagai kebenaran bila hal itu tidak menyimpang dari trasdisi gereja dan ajaran para rasul. Pada abad
ke-5, Augustinus (354-430) tampil. Ajarannya yang kuat dipengaruhi neo-platonisme merupakan
sumber inspirasi bagi para pemikir abad pertengahan sesudah dirinya selama sekitar 800 tahun.

Zaman Patristik ini mengalami dua tahap:[9]

1. Permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat
Yunani maka agama Kristen memantapkan diri. Keluar memperkuat gereja dan ke dalam
menetapkan dogma-dogma.

2. Filsafat Augustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada masa patristik.
Augustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan.

Setelah berakhirnya zaman sejarah filsafat Barat Kuno dengan ditutupnyaAkademia Plato
pada tahun 529 oleh Kaisar Justinianus, karangan-karangan peninggalan para Bapa Gereja berhasil
disimpan dan diwariskan di biara-biara yang , pada zaman itu dan berates-ratus tahun sesudahnya,
praktis menjadi pusat-pusat intelektual berkat kemahiran para biarawan dalam membaca, menulis,
dan menyalinnya ke dalam bahasa Latin-Yunani serta tersedianya fasilitas perpustakaan.

b. Skolastik 800-1500

Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah pribadi-pribadi
yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para
tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan dan sekolah-katedral yang
didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo
biarawan.

Dengan demikian, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu periode di Abad Pertengahan ketika
banyak sekolah didirikan dan banyak pengajar ulung bermunculan. Namun, dalam arti yang lebih
khusus, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu metode tertentu, yakni “metode skolastik”.

Dengan metode ini, berbagai masalah dan pertanyaan diuji secara tajam dan rasional,
ditentukan pro-contra-nya untuk kemudian ditemukan pemecahannya. Tuntutan kemasukakalan dan
pengkajian yang teliti dan kritis atas pengetahuan yang diwariskan merupakan ciri filsafat Skolastik.
Sesudah agustinus: keruntuhan. Satu-satunya pemukir yang tampil kemuka ialah: Skotus
Erigena (810-877). Kemudian: Skolastik, disebut demikian karena filsafat diajarkan pada universitas-
universitas (sekolah) pada waktu itu. Persoalan-persoalan: tentang pengertian-pengertian umum
(pengaruh plato). Filsafat mengabdi pada theologi. Yang terkenal: Anselmus (1033-1100), Abaelardus
(1079-1142).[10]Periode ini terbagi menjadi tiga tahap:[11]

1. Periode Skolstik awal (800-120)

Ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama
dan filsafat.[12]Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara
agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang universalia. Ajaran
Agustinus dan neo-Platonisme mempunyai pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran
pemikiran.

Pada periode ini, diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni,
jadi tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan Canterbury). Selanjutnya, logika Aristoteles
diterapkan pada semua bidang pengkajian ilmu pengetahuan dan “metode skolastik” dengan pro-
contra mulai berkembang (Petrus Abaelardus pada abad ke-11 atau ke-12). Problem yang hangat
didiskusikan pada masa ini adalah masalah universalia dengan konfrontasi antara “Realisme” dan
“Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya. Selain itu, dalam abad ke-12, ada pemikiran
teoretis mengenai filsafat alam, sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun
mendapat tempat.

Pengaruh alam pemikiran dari Arab mempunyai peranan penting bagi perkembangan filsafat
selanjutnya. Pada tahun 800-1200, kebudayaan Islam berhasil memelihara warisan karya-karya para
filsuf dan ilmuwan zaman Yunani Kuno. Kaum intelektual dan kalangan kerajaan Islam menerjemahkan
karya-karya itu dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Maka, pada para pengikut Islam mendatangi
Eropa (melalui Spanyol dan pulau Sisilia) terjemahan karya-karya filsuf Yunani itu, terutama karya-
karya Aristoteles sampai ke dunia Barat. Dan salah seorang pemikir Islam adalah Muhammad Ibn
Rushd (1126-1198). Namun jauh sebelum Ibn Rushd, seorang filsuf Islam bernama Ibn Sina (980-1037)
berusaha membuat suatu sintesis antara aliran neo-Platonisme dan Aristotelianisme.

Dengan demikian, pada gilirannya nanti terbukalah kesempatan bagi para pemikir kristiani
Abad Pertengahan untuk mempelajari filsafat Yunani secara lebih lengkap dan lebih menyeluruh
daripada sebelumnya. Hal ini semakin didukung dengan adanya biara-biara yang antara lain memeng
berfungsi menerjemahkan, menyalin, dan memelihara karya sastra.

2. Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13)

Periode puncak perkembangan skolastik : dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli
filsafat Arab dan yahudi.[13] Filsafat Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran
Abad Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin diterima,
keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi.
Universitas-universitas pertama didirikan di Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200), dan masih
banyak lagi universitas yang mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari
khazanah pemikiran kristiani dan filsafat Yunani. Tokoh-tokohnya adalah Yohanes Fidanza (1221-
1257), Albertus Magnus (1206-1280), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Hasil sintesis besar ini
dinamakan summa(keseluruhan).

3. Periode Skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14-15)

Periode skolastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan pemikiran islam yang berkembang
kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk
tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada
kemampuan rasio member jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam
keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat
mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.

Salah seorang yang berfikir kritis pada periode ini adalah Wiliam dari Ockham (1285-1349).
Anggota ordo Fransiskan ini mempertajam dan menghangatkan kembali persoalan mengenai
nominalisme yang dulu pernah didiskusikan. Selanjutnya, pada akhir periode ini, muncul seorang
pemikir dari daerah yang sekarang masuk wilayah Jerman, Nicolaus Cusanus (1401-1464). Ia
menampilkan “pengetahuan mengenai ketidaktahuan” ala Sokrates dalam pemikiran kritisnya:”Aku
tahu bahwa segala sesuatu yang dapat ku ketahui bukanlah Tuhan”. Pemikir yang memiliki minat besar
pada kebudayaan Yunani-Romawi Kuno ini adalah orang yang mengatur kita memasuki zaman baru,
yakni zaman Modern, yakni zaman Modern yang diawali oleh zaman Renaissans, zaman “kelahiran
kembali” kebudayaan Yunani-Romawi di Eropa mulai abad ke-16.

Baru sesudah tahun 1200 filsafat berkembang kembali berkat pengaruh filsafat araab yang
diteruskan ke Eropa.

c. Fisafat arab

Berkat pengaruh Helenisme (iskandar), filsafat yunani hidup terusdi Siria, diperkembangkan
lebih lanjut oleh filusuf-filusuf Arab, kemudian diteruskan ke Eropa melalui sepanyol.[14]

a) Alkindi (800-870) satu-satunya orang arab asli. Corak filsafatnya ialahpemikiran kembali dari
ciptaan Yunani (menterjemahkan 260 buku Yunani) dalam bentuk bebas dengan refleksinya
dengan iman islam

b) Alfarabi (872-950), filusuf muslim dalam pangkal filsafatnya dari Plotinus.

c) Al-Ghazali (1059-1111) filusuf besar islam yang mengarang Ihya Ulumuddin, di Spanyol

d) Ibnu sina (avicena)(980-1037) yang besar pengaruhnya terhadap filsafat barat, sejak usia 10
tahun sudah hafal Al-Qur’an.
e) Ibnu Bajjah (1138), penafsiran karya fisik dan metafisik Aristoteles.

f) Ibnu Rushd (Averros) (1126-1198) yang disebut jiga penafsir Arostoteles dan yang sangat
berpengaruh terhadap aliran-aliran di Eropa, jiga seorang filusuf besar Muslim.

g) Avencebrol (ibnu Gebol) (1020-1070)

h) Main monides (moses bin maimon) (1135-1204)

d. Zaman Keemasan

Perkembangan baru karena adanya universitas-universitas (paris), karangan karangan


Aristoteles mulai dikenal umum melalui filusuf-filusuf arab dan Yunani.[15]

a) Pengikut-pengikut Agustinus : sigerbonafenturant

b) Pengikut-pengikut ibn Rushd: Siger dari Barabant (1235-1281).

c) Pengikut-pengikut Aristoteles : Albertus Magnus (1206-1280), dan muridnya; Thomas Aquinas


(1225-1274), yang berhasil menemukan sintesis antara Aristoteles—Plato— Agustinus dan
skolastik.

Perbedaan agama dan filsafat dan sintesisnya, pemecahan soal-soal besar tentang
pengetahuan, tentang “ada” dan dasarnya tentang etika. Pengaruhnya sampai sekarang masih sangat
kuat.

Disamping aliran-aliran ini terdapat juga ;

1) Aliran Neo-platonis: Roger Bacon (1210-1292).

2) Aliran empirisme (pengaruh Aristoteles), yang membela kaidah ilmu pasti dalam ilmu
pengetahuan dan penyelidikan berdasarkan eksperimen-eksperimen.

3) Duns-Scotus (1270-1308) pembahasan yang tajam, perimtis jalan bagi filsafat abad ke XIV,
positivitas (hanya apa yang kongkrit yang dapat dilihat dan yang dapat diraba dan dapat
dimengerti) dan voluntaristis (lebih mementingkan kehendak dari pada pikiran)

4) W. Ockham (1550) yang meneruskan ajaran Scotus: tentang pengetahuan: konseptualitas (lihat
logika: pengertian-pengertian umum tidak “benar” sesuai dengan kenyataan)

e. Zaman Peralihan: 1400-1550

Renaissence, perkambangan humanisme, pertentangan besar antara tradisi dan kemajuan.


Perkembangan baru dari sistem-sistem lama (Plato—Aristoteles, Stoa) dan usaha mencari sintesis
sintesis baru. Persoalan yang terbesar ialah hubungan antara ilmu pengetahuan dan Agama.
C. Kesimpulan

Zaman pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya
hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad
Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Para pemikir zaman ini hampir
semuanya klerus,yakni golongan rohaniwan atau biarawan dalam Gereja Katolik (misalnya uskup,
imam, pimpinan biara, rahib), minat dan perhatian mereka tercurah pada ajaran agama kristiani.

Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau periode, yakni periode
pratistik dan periode skolastik .

Anda mungkin juga menyukai