Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

SIGNIFIKASI FILSAFAT ISLAM DALAM KEHIDUPAN MUSLIM

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen Pengampu : Dr. Fathul Mufid,M.SI.

Disusun Oleh Kelompok 12 :

1. Noor Rohman (1930210006)


2. Noor Ummi Setyaningrum (1930210019)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS USHULUDDIN
PROGRAM STUDI AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Filsafat bagi sebagian orang yang awam seringkali dianggap aneh dan
menyesatkan khususnya ketika filsafat dihubungkan dengan agama, mungkin
dikarenakan dalam berfilsafat kita dituntu tuntuk bersikap skeptis terhadap suatu hal
dan berpiki rsecara radikal, yang mungkin dianggap tabu bagi sebagian orang karena
mempertanyakan secara mendalam dan berpikiran bebas. Tetapi,ada juga yang
mengagumi dan senang terhadap filsafat. Mungkin,mereka yang menganggap filsafat
sesat belum menyadari bahwa dalam dunia pendidikan kita harus berfisafat, bahkan
mungkin dalam kehidupan sehari-hari.
Filsafat dikenal sebagai mother of knowledge, yaitu filsafat sebagai induk dari
segala ilmu pengetahuan. Mengapa demikian? Karena lewat berfilsafatlah suatu
pertanyaan muncul dan munculla hjawaban yang nantinya akan menjadi pengetahuan,
missal: pertanyaan tentang keTuhanan, maka muncullah ilmu teologi, dll. Maka dari
itu disini kami akan membahas tentang hubungan filsafat Islam dengan kehidupan
muslim.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dari filsafat Islam?
2. Bagaimana signifikasi filsafat Islam ?
3. Bagaimana peran filsafat islam bagi kehidupan muslim?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Islam


Filsafat dalam bahasa arab adalah falsafah dan dalam bahasa inggris adalah
philoshophy yang berasal dari bahasa Yunani. Kata ini terdiri dari kata philen yang
berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Secara etimologis, filsafat berarti
cinta kebijaksanaan. Pengertian cinta yang dimaksud disini adalah cinta dalam arti
yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan dengan rasa keinginan itulah ia berusaha
mencapai dan mendalami hal yang diinginkan. Demikian juga yang dimaksud
kebijaksanaan, yaitu filsafat mengajarkan untuk berfikir secara mendalam,
menyeluruh, sistematis dan koheren.
Pemikiran tersebut harus bersifat kritis, teliti atas sesuatu hal sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional untuk menerima atau menolak suatu gagasan.
Seorang filosof adalah pecinta, pendamba dan pencari kebijaksanaa. Sedangkan
Filsafat Islam juga sering disebut filsafat Arab dan filsafat Muslim merupakan suatu
kajian sistematis terhadap kehidupan, alam semesta, etika, moralitas, pengetahuan,
pemikiran, dan gagasan politik yang dilakukan di dalam dunia Islam atau peradaban
umat Muslim dan berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam. Dalam Islam, terdapat
dua istilah yang erat kaitannya dengan pengertian filsafat— falsafa (secara harfiah
"filsafat") yang merujuk pada kajian filosofi, ilmu pengetahuan alam dan logika, dan
Kalam (secara harfiah berarti "berbicara") yang merujuk pada kajian teologi
keagamaaan.

B. Signifikasi Filsafat Islam


Sebagian umat Islam di Indonesia masih cenderung memendam stigma negatif
terhadap filsafat. Sehingga mereka khawatir, takut, hingga melarang anaknya yang
memiliki potensi dan minat kuliah ke jurusan filsafat. Hal itu terjadi tentu antaran
ketidakpahaman yang bercampur dengan hoax bahwa filsafat cenderung menjadi
cabang ilmu yang bisa menggerus keberislaman atau menyesatkan.Dalam catatan
sejarah bisa jadi stigma ini dipengaruhi oleh salah paham atas kritik keras Imam Al-
Ghazali pada filsafat melalui karyanya yang berjudul Tahafut al-Falasifah. Sehingga,
khususnya di dunia Islam bermazhab Sunni, di mana nama Al-Ghazali memang
begitu agung, praktis filsafat kurang diminati.
Tulisan ini akan menjelaskan bahwa filsafat, sebagaimana ilmu-ilmu lain dalam
Islam, juga dibasiskan pada Al-Quran dan Sunnah. Filsafat selaras dengan dua sumber
utama dalam Islam tersebut. Keberadaannya justru penting untuk membebaskan umat
Islam dari mitos-mitos yang mengatasnamakan Islam, lantaran filsafat merupakan
cabang ilmu yang mengutamakan pendekatan rasional (akal). Juga, sebagaimana
ditulis Seyyed Hossein Nasr dalam Traditional Islam in the Modern World (1987),
filsafat penting untuk dunia pendidikan Islam modern agar tak terbawa arus
modernisme secara tak proporsional. Karenanya, alih-alih dilarang, seharusnya pola
pikir filosofis diterapkan sejak dini -sesuai porsinya tentunya- untuk mencerahkan
masyarakat Muslim modern dari mitologi maupun modernisme yang menyengsarakan
karena menggiring dunia pada chaos: kerusakan alam, perang nuklir, dan lain-lainnya.
1
Hampir semua filosof Islam --dari Al-Kindi sampai 'Allamah Thabathaba'i- tak
hanya menggeluti dan menelurkan karya-karya filsafat. Mereka juga membangun
pemikiran dan membuahkan hasil berupa karya-karya dalam cabang ilmu Islam
lainnya: tafsir, fikih, dll. Ibn Rusyd dikenal sebagai seorang ahli fikih dengan empat
jilid karya fikih berjudul Bidayah al-Mujtahid. Mir Damad yang juga merupakan
tokoh otoritatif dalam hukum Islam. Dalam catatan Nasr, Ibn Sina dan Ibn Rusyd
secara jelas menunjukkan kepatuhan aktif terhadap Islam dan bereaksi keras terhadap
upaya penentangan terhadap iman mereka, tanpa mesti menjadi fideis (para pembela
iman yang tak mempertimbangkan argumentasi rasional).2
Ini bertentangan dengan dugaan sebagian orang bahwa Ibn Sina kurang
memegang syariat Islam.Bahkan ada yang menuduhnya kerap meneguk anggur.
Begitu pula karya-karya semacam tafsir yang muncul dari tangan para filosof Muslim
semacam Ibn Sina, Mulla Shadra, dan Thabathaba'i. Mereka juga mufassir. Mereka
bahkan hadir dengan corak baru yang bisa disebut sebagai "tafsir falsafi". Termasuk
pula dalam tasawuf, di mana dengan sentuhan filsafat, lahirlah corak tasawuf yang
1
https://www.kompasiana.com/syiar/5a700edf5e13734392009884/signifikansi-filsafat-bagi-muslim
J.M,Healstead. “An Islamic concept of Education”, dalam Journal of Comparative
Education. Vol.40. No.4. November 2004.
2
Healstead, J.M, “An Islamic concept of Education”, dalam Journal of Comparative
populer dengan terminologi "tasawuf falsafi" dengan tokoh utamanya Ibn 'Arabi dan
filosof-filosof pasca-Ibn 'Arabi. Bahkan, Al-Madinah Al-Fadhilah karya Al-Farabi itu
alih-alih dinilai sebagi risalah politik, justru oleh para ahli dinilai sebagai suatu
"filsafat kenabian" (prophetic philosophy).3
"Filsafat Kenabian" juga menjadi salah satu tema dalam Al-Syifa' karya Ibn Sina.
Menurut Nasr, dalam konteks filsafat Islam, ia berkaitan dengan wahyu dan hadis
bukan hanya pada dimensi eksternal kebenaran internal (haqiqah), namun juga
kebenaran eksternal (syariah). Meskipun, dalam konteks syariat, sebagaian fuqaha
mengambil sikap kontra terhadap filsafat Islam sebagaimana sikap sebagian
mutakallim dalam ranah ilmu kalam.
Oleh karena itu, sebagaimana dikemukakan Nasr, realitas wahyu Islam dan
partisipasi dalam realitas telah merombak perangkat berfilsafat di dunia Islam hingga
keduanya mempengaruhi hampir seluruh corak filsafat para filosof Islam. Pengaruh-
pengaruh itu, utamanya pertama, akal (intelek teoritis atau al-'aql al-nazhari)-nya para
filosof Islam bukan lagi seperti akal (intelek teoritis) menurut filosof Yunani seperti
Aristoteles atau akal (rasio) menurut filsafat Barat. Perkara ini sangat jelas jika kita
membaca tentang akal menurut filosof-filosof besar Muslim seperti Mulla Shadra, di
mana ia didasarkan pada Al-Qur'an dan hadis Nabi.
Maka, salah kaprah jika orang mengatakan karena terlalu menggunakan akal,
filsafat bisa menyesatkan. Kedua, para filosof Islam sejak Nashir-i Khusraw (11 M)
sampai Shadra (16 M) telah mengidentikkan falsafah atau hikmah dengan haqiqah
yang terkandung dalam Al-Qur'an, yang meniscayakan adanya hermeneutika spiritual
(ta'wil) atas Teks Suci melalui penghayatan mendalam terhadap makna batin wahyu.
Lebih jauh, M. Ja'far Kasyifi (filosof Persia abad ke-19 M) mengidentifikasi berbagai
metode penafsiran Al-Qur'an dengan berbagai mazhab filsafat: tafsir (interpretasi
literal Al-Qur'an) dengan mazhab Paripatetik, ta'wil (interpretasi simbolik Al-Qur'an)
dengan mazhab Stoa (riwaqi), dan tafhim (pemahaman mendalam terhadap Al-
Qur'an) dengan mazhab Isyraqi.
Ibn Sina dalam Isyarat-nya dan Mulla Shadra dalam Tafsir Ayat Al-Nur,
misalnya memberikan perhatian terhadap ayat-ayat mutasyabihat, salah satunya QS.
Al-Nur: 35 yang disebutnya sebagai "Ayat Cahaya". Semua itu membuat Al-Qur'an
tak hanya dipahami secara harfiah atau ditafsir di tatanan makna saja, melainkan
diselami makna-makna batinnya tanpa bertentangan atau keluar dari makna-makna
3
Ibid, hal. 56.
tafsirnya.Ketiga, keesaan Allah (tauhid) menjadi tema utama filsafat Islam yang
berkelindan dengan Al-Qur'an dan hadis. Setiap filosof Islam adalah muwahhid
(pengikut tauhid) dan melihat filsafat yang otentik dalam kerangka ini. Mereka 'pun
menyebut Plato dan Phytagoras yang menegaskan keesaan Prisip Tertinggi sebagai
muwahhid, meskipun mereka kurang memperlihatkan minat pada bentuk-bentuk
filsafat Yunani dan Romawi belakangan yang lebih skeptis atau agnostik.4

C. Filsafat Islam bagi kehidupan Muslim


Sampai hari kita masih menyaksikan pandangan sinis terhadp bidangnini, bahkan
mayoritas dari kaum muslim sedniri. Ketikakata filsafat disebut muncul dienak
mereka adalah ajaran –ajaran liberalism, pluralism, ateisme, dll. Hal ini masih
diperburuk lagi dengan para permebelajarannya yang seringkali antiotoritas sering
berkata fulgar dan urak urakan.5
Kata filsafat begitu dekat dengan kata sesat. Kalau sudah begini bagaimana
mungkin filsafat yang sesat digandengkan dengan islm dari sini kita perlu tekankan
bahwa definisi filsafat yang dimaksud tidak sama dengan apa yang banyak dipahami
orang – orang. Filsafatdalam islam bukanlah sekedar spekulasi dan berlogika tanpa
bimbingan wahyu berfilsafatdalam islam juga bukan sekedar membuat kata – kata
tanpa mengamalkannya berfilsafat dalam islam merupakan manifestasi dari titah gusti
untuk berpikir uuntuk memaksimalkan anugrah yang sesuai dengan kapasitasnya.
Padahal semestinya filsfat bukanlah sesat namun sebagai suata metodo untuk
lebih dekat dengan tuhan, bisa kita lihat aliran teosofis atau yang sering disebut
transenden teosofi yakni perpaduan antara akal rasio dengan hati yang diselaraskan
dengan syariat islam.

4
Arifin, H.M., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993).
5
Ahmad Hanafi, PengantarFilsafat Islam, (Jakarta: BulanBintang, 1991), hal. 9-10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat islam adalah filsafat yang tumbuh di negeri islam dan dibawah naungan negara
islam tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya. Sedangkan kesimpulan dari
signifikasi ada di dalam catatan sejarah bisa jadi stigma ini dipengaruhi oleh salah paham atas
kritik keras Imam Al-Ghazali pada filsafat melalui karyanya yang berjudul Tahafut al-
Falasifah. Sehingga, khususnya di dunia Islam bermazhab Sunni, di mana nama Al-Ghazali
memang begitu agung, praktis filsafat kurang diminati. Tulisan ini akan menjelaskan bahwa
filsafat, sebagaimana ilmu-ilmu lain dalam Islam, juga dibasiskan pada Al-Quran dan
Sunnah. Filsafat selaras dengan dua sumber utama dalam Islam tersebut. Keberadaannya
justru penting untuk membebaskan umat Islam dari mitos-mitos yang mengatasnamakan
Islam, lantaran filsafat merupakan cabang ilmu yang mengutamakan pendekatan rasional
(akal).
Daftar Pustaka

Bakker SY, JWM. Sejarah Filsafat Islam. Yogyakarta: Kanisius, 1978.


Prof. Dr. Nur A. Fadhil Lubis, MA., Pengantar Filsafat Islam, 2015, PERDANA
PUBLISHING, Medan, Hal. 5.
Arifin, H.M., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993).
Healstead, J.M, “An Islamic concept of Education”, dalam Journal of Comparative
Education. Vol.40. No.4. November 2004,
https://www.kompasiana.com/syiar/5a700edf5e13734392009884/signifikansi-filsafat-bagi-
muslim
Ahmad Hanafi, PengantarFilsafat Islam, (Jakarta: BulanBintang, 1991), hal. 9-10

Anda mungkin juga menyukai