Anda di halaman 1dari 12

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM MODERN DAN

KONTEMPORER

Oleh:

Marni Safitri, Siti Sarah, Sariyana

Abstrak

Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philo dan sophia. Philo berarti
cinta dan sophia berarti kebijaksanaan atau kebenaran. Sedang menurut
istilah, filsafat diartikan sebagai upaya manusia untuk memahami secara
radikal dan integral serta sistematik mengenai Tuhan, alam semesta dan
manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap
manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan tersebut. Harun
Nasution menggunakan istilah filsafat dengan “falsafat” atau “falsafah”.
Karena menurutnya, filsafat berasal dari kata Yunani, Philein dan Sophos.
Kemudian orang Arab menyesuaikan dengan bahasa mereka falsafah atau
falsafat dari akar kata falsafa-yufalsifu-falsafatan wa filsafan dengan akar
kata (wazan) fa’lala. Musa Asy’arie (2002:6) menjelaskan, bahwa hakikat
filsafat Islam adalah filsafat yang bercorak Islami, yang dalam bahasa Inggris
dibahasakan menjadi Islamic Philosophy, bukan the Philosophy of Islam yang
berarti berpikir tentang Islam.

Kata Kunci: Filsafat Islam, Modern dan Kontemporer

A. Pengantar

Filsafat Islam dimaksudkan adalah filsafat dalam perspektif pemikiran


orang Islam. Seperti juga pendidikan Islam adalah dimaksudkan pendidikan

1
dalam perspektif orang Islam. Karena berdasarkan perspektif pemikiran orang,
maka kemungkinan keliru dan bertentangan satu sama lain adalah hal yang
wajar.

Dalam perspektif Islam, filsafat merupakan upaya untuk menjelaskan


cara Allah menyampaikan kebenaran atau yang haq dengan bahasa pemikiran
yang rasional. Sebagaimana kata Al-Kindi (801-873M), bahwa filsafat adalah
pengetahuan tentang hakikat hal-ihwal dalam batas-batas kemungkinan
manusia. Ibn Sina (980-1037M) juga mengatakan, bahwa filsafat adalah
menyempurnakan jiwa manusia melalui konseptualisasi hal ihwal dan
penimbangan kebenaran teoretis dan praktis dalam batas-batas kemampuan
manusia. Karena dalam ajaran Islam di antara nama-nama Allah juga terdapat
kebenaran, maka tidak terelakkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara
filsafat dan agama (C.A Qadir, 1989: 8). Pada zaman dulu di kalangan umat
Islam, filsafat Islam merupakan kisah perkembangan dan kemajuan ruh.
Begitu pula mengenai ilmu pengetahuan Islam, sebab menurut al-Qur’an
seluruh fenomena alam ini merupakan petunjuk Allah, sebagaimana diakui
oleh Rosental, bahwa tujuan filsafat Islam adalah untuk membuktikan
kebenaran wahyu sebagai hukum Allah dan ketidakmampuan akal untuk
memahami Allah sepenuhnya, juga untuk menegaskan bahwa wahyu tidak
bertentangan dengan akal (C.A. Qadir, 1989: ix). Filsafat Islam jika
dibandingkan dengan filsafat umum lainnya, telah mempunyai ciri tersendiri
sekalipun objeknya sama. Hal ini karena filsafat Islam itu tunduk dan terikat
oleh norma-norma Islam. Filsafat Islam berpedoman pada ajaran Islam. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat Islam adalah merupakan hasil
pemikiran manusia secara radikal, sistematis dan universal tentang hakikat
Tuhan, alam semesta dan manusia berdasarkan ajaran Islam.

B. Sejarah Perkembangan Filsafat Islam


Dalam sejarah filsafat biasa dibedakan menjadi tiga area besar, yakni (i)
Filsafat India, (ii) Filsafat Cina, dan (iii) Filsafat Barat.

2
Pertama, Filsafat India. Cara berpikir India diuraikan dengan baik oleh
Filsuf dan sastrawan Rabindranath Tagore (1816-1941). Menurut Tagore
filsafat India berpangkal pada keyakinan bahwa terdapat kesatuan fundamental
antara manusia dan alam, harmoni antara individu dan kosmos. Filsafat India
dapat dipilahkan dalam lima periode besar: (a) Zaman Weda (2000-600 SM),
masa terbentuk. nya Literus suci, Masa rite korban dan spekulasi mengenai
korban, dan masa refleksi filsafat dalam Upanisad; (b) Zaman Skeptisisme (200
SM-300 M) terdiri dari reaksi terhadap ritualisme dan spekulasi; Buddhisme
dan jainisme dan "kontrareformasi" dalam bentuk enam sekolah ortodoks
"Saddaharsana"; (c) Zaman Puranis (300-1200) terdiri dari perkembangan
karya-mitologi, terutama berhubungan dengan Shiwa dan Wisnu; (d) Zaman
Muslim (1200-1757); (e) Zaman Modern terdiri dari renaisance dari nilai-nilai
India sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh dari luar.
Kedua, Tema pokok dari filsafat dan kebudayaan Cina itu
"perikemanusiaan" pemikiran Cina yang lebih antro posentris daripada filsafat
India dan filsafat Barat. Filsafat Cina juga lebih pragmatis: selalu diajarkan
bagaimana manusia harus bertindak supaya keseimbangan antara surga dan
dunia tercapai. Filsafat Cina dibagi menjadi atas empat periode, yakni (a)
Zaman Klasik (600-200 SM) terdiri dari Zaman seratus sekolah filsafat,
dengan-sebagai sekolah-sekolah terpenting-konfusianisme. Taoisme, Yin Yang
moisme, dialektik, dan legalisme; (b) Zaman Neo taoisme dan budhisme (200-
1000 SM); (c) Zaman Neo Konfusianisme (1000-1900); dan (d) Zaman Modern
(setelah 1900) berisi tentang pengaruh filsafat Barat, renaisance dari filsafat
klasik Cina, Marxisme dan Maoisme. 1
Ketiga, Filsafat Barat. Dalam sejarah filsafat Barat dibedakan menjadi
empat (4) periode terdiri dari: (i) Zaman kuno, (ii) Zaman Patristik dan
skolastik, (iii) Zaman modern, dan (iv) Zaman sekarang. Filsafat Barat Zaman
kuno (600-400 SM), terdiri dari Filsafat pra Socrates di Yunani; Zaman
keemasan Yunani: Socrates, Plato, Aristoteles; dan Zaman Hellenisme. Filsafat

1
Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu

3
Barat Zaman Patristik dan Skolastik (400 1500), terdiri dari pemikiran Bapa
Gereja; dan puncak filsafat abad pertengahan dalam Skolastik. Filsafat Barat
Zaman Modern (1500-1800) terdiri dari Zaman modern (renaisance), Zaman
Barak, Zaman Fajarbudi, dan Zaman Romantik. Filsafat Barat Zaman sekarang
(setelah ±1800) yaitu Filsafat abad kesembilan belas dan dua puluh. Satu hal
yang menonjol ialah baik di India, Cina, mau pun dalam dunia Barat hidup
intelektual menjadi dewasa, (dengan melepaskan diri dari corak berpikir
"mistis") dalam periode antara 800 dan 200 SM. Itu antara lain kelihatan dalam
seni dan dalam berbagai ilmu yang lahir sejak zaman renaisance yang
mempunyai kenyataan manusiawi sebagai objeknya: ekonomi, sosiologi,
psikologi, psikoanalisis, dan seterusnya. Semua ini telah menghasilkan ilmu
pengetahu an yang luas tentang manusia.
Dalam perkembangan filsafat, filsafat adalah mencintai kebijaksanaan,
konsep Plato memberi istilah dialektika yang berarti seni berdiskusi, konsep
Cicero menyebutnya sebagai ibu dari semua seni, konsep Al Farabi adalah
menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada, konsep Rene Descartes
menyatakan kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia
menjadi pokok penyelidikan. Dari keragaman pengertian filsafat tersebut.
Penulis memberikan konsep bahwa filsafat mempunyai pengertian yang multi
dimensi. 2
Filsafat dikatakan sebagai ilmu karena filsafat mengandung empat
pertanyaan ilmiah yaitu: bagaimana, mengapa, kemana dan apa. Pertanyaan
bagaimana mengandung sifat yang dapat ditangkap atau tampak oleh indra,
jawaban yang diperoleh bersifat deskriptif. Pertanyaan mengapa mengandung
sebab (asal mula) suatu objek, jawaban yang diperoleh bersifat kausalitas.
Pertanyaan kemana menanya kan tentang apa yang terjadi di masa lampau,
sekarang selalu berulang dan yang akan datang, pengetahuan yang diperoleh
adalah: pengetahuan yang timbul dari hal yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, pengetahuan yang terkandung dalam adat istiadat atau kebiasaan

2
Objek Studi Filsafat dan Ilmu Pengetahuan

4
yang berlaku dalam masyarakat dan pengetahuan yang timbul dari pedoman
yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan. Pertanyaan
apakah menanyakan ten tang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal, jawaban
yang diperoleh mengetahui hal-hal yang sifatnya sangat umum, universal dan
abstrak. Pada dasarnya filsafat merupakan sebuah cara berpikir yang radikal
dan menyeluruh, yaitu suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-
dalamnya. Tidak ada satu hal pun yang bagaimanapun kecilnya terlupa dari
peng amatan kefilsafatan.
C. Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam

Pemikiran Islam adalah al hukmu ‘alaa al waaqi’ min wijhati nazhar il


islaam (hukum/penilaian terhadap suatu fakta berdasarkan sudut pandang
Islam). Pemikiran Islam mempunyai beberapa ciri khas, antara lain: bersifat
komprrehensif (syumuliyah), luas, praktis (amally), dan manusiawi.

1. Bersifat Komperhensif, pemikiran Islam mengatur semua aspek kehidupan


manusia, seperti politik, sosial kemasyarakatan, perekonomian, kebudayaan dan
akhlak. Islam hadir dengan membawa aturan yang berkaitan dengan hubungan
manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. 3

2. Bersifat Luas, keluasan pemikiran Islam memungkinkan Para Ulama untuk


melakukan istinbath (menggali) hukum-hukum syari‟iy dari nash-nash syariat-
syariat tentang perkara baru apapun jenisnya, baik perbuatan ataupun benda.
Dalil-dalil syariat hadir dalam bentuk gaya bahasa yang mampu mencakup
perkara apa saja hingga hari kiamat.

3. Bersifat Praktis, pemikiran Islam telah diterapkan di tengah-tengah manusia


selama 13 abad, dalam naungan negara besar di dunia, Daulah Khilafah
Islamiyah. Pemikiran-pemikiran islam yang dituangkan dalam hukum syariah
3
Nasution Hasyimsyah, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama 1998). 6
https://www.tongkronganislami.net/definisi-pemikiran-islam/, diakses pada tanggal 29
November 2017, pukul 20.00.

5
yang sudah pernah diterapkan adalah: hukum syariah tentang pemerintahan
(nizhamul hukm fil Islam), hukum syariah tentang ekonomi (nizhamul iqtishadi
fil Islam), hukum syariah tentang hubungan sosial atau aturan pergaulan pria
wanita (an nizhamul ijtima‟i fil Islam), hukum-hukum syariah tentang
kebijakan pendidikan (siyasah at ta‟lim fil Islam), hukum-hukum syariah
tentang politik luar negeri negara islam (siyasah kharijiyah lid daulah al
Islamiyah).

4. Bersifat Manusiawi, islam menyeru kepada manusia dalam kapasitasnya


sebagai manusia, tanpa melihat lagi ras atau warna kulitnya . Dan dalam
seruannya menyuruh seluruh manusia agar menyembah Allah Yang Satu.
Orang-orang selain orang Arab pun telah beriman pada agama ini, seperti
Persia, Romawi, Asia Tengah, India, Indonesia dan sebagainya. Demikianlah,
Islam telah mengeluarkan mereka dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya
hidayah, dari keterpurukan menuju kebangkitan4

Dalam Sejarah pemikiran Islam menyajikan kajian tentang ajaran-ajaran


pokok dan perkembangan pemikiran dalam Islam, sejak awal mulai Islam
diturunkan, bahkan sedikit mundur ke belakang, Arab sebelum Islam sampai
sekarang.

D. Pemikiran Filsafat Modern

Pada zaman modern filsafat dari berbagai aliran Pada dasarnya corak
keseluruhan filsafat modern itu mewarnai pemikiran filsafat sufisme Yunani,
sedikit pada Kant. Paham-paham yang muncul dalam garis besar adalah
rasionalisme, idealisme, dan empirisme. Dan paham-paham yang merupakan
pecahan dari aliran itu. Paham rasinalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat

4
http://sanaky.staff.uii.ac.id/2009/02/05/ bahan-kuliah-dinamika-pemikiran-dalam-islam/.html,
diakses pada tanggal 29 November 2017, pada pukul 20.01.

6
terpenting da memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting
pendukung rasionalisme ini, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.

Sedangkan paham idealisme mengajarkan bahwa hakikat dalam diri


adalah jiwa, spirit. Ide ini merupakan ide Plato memberikan jalan untuk
mempelajari paham idealisme zaman modern. Para aliran ini pada umumnya,
sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisismenya Immanuel Kant Fitche
(1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut idealisme subjektif merupakan
murid Kant. Sedang Scelling, filsafatnya dikenal dengan fisafat idealisme
objektif. Kedua idealisme ini lalu disentesiskan dalam filsafat idealisme
mutlaknya Hegel (1770-1831),64

Pada paham empirisme dinyatakan bahwa tidak ada sesuatu dalam


pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. Paham ini bertolak belakang
dengan paham rasionalisme. Mereka menentang pendapat para penganut
rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat a priori.
Pelopor aliran ini adalah Francis Bacon, kemudian dikembangkan oleh Thomas
Hobbes, John Lock, dan David Hume.5

Sedangkan pada abad XX, aliran filsafat banyak sekali sehingga sulit
digolongkan, karena makin eratnya kerja sama internasional. Namun sifat-sifat
filsafat pada abad ini lawannya abad XIX, yaitu anti positivistis, tidak mau
bersistem, realistis, menitikberatkan pada manusia, pluralistis,
antroposentrisme, dan pembentukan subjektivitas modern.

E. Model Pemikiran Islam Kontemporer

5
Ibid, hlm. 205.
Rizal Mustansir, Filsafat, hlm. 84.
Burhanunuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 161. Lihat juga
Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm. 45-47.

7
Pemikiran Islam kontemporer umumnya ditandai dengan lahirnya suatu
kesadaran baru atas keberadaan adat dan keberadaan modernitas serta
bagaimana sebaiknya membaca keduanya. Maka “adat dan modernitas” (al-
turâts wa al-hadâtsah) merupakan suatu pokok dalam pemikiran Islam
kontemporer. Apakah adat harus dilihat dengan kacamata modernitas ataukah
modernitas harus dilihat dengan kacamata adat atau bisakah keduanya
dipadukan? Berbeda dengan pemikiran Islam tradisional yang melihat
modernitas sebagai semacam dunia lain, dan berbeda pula dengan pemikiran
Islam modernis yang menghilangkan adat demi pembaharuan. Pemikiran Islam
kontemporer melihat bahwa turâts adalah prestasi sejarah, sementara hadâtsah
adalah realitas sejarah. Maka tidak bisa menekan turâts apalagi menafikannya
hanya demi pembaharuan; rasionalisasi atau modernisasi sebagaimana
perspektif modernis selama ini. Juga tidak bisa menolak begitu saja apa-apa
yang datang dari ‘perut’ hadâtsah, terutama perkembangan sains dan
teknologi.6Karena sekalipun banyak mengandung kelemahan, karenanya juga
dikritik, tetap banyak memberikan penjelasan atas problem kehidupan,
keilmuan, mungkin juga keberagamaan. Maka keduanya, turâts dan hadâtsah
harus bisa dibaca secara kreatif, dengan sadar, dengan “model pembacaan
kontemporer” (qirâ’ah mu’âshirah). Di sini, turâts tidak hanya dibaca secara
harfiah tetapi sampai pada basis pembentuknya untuk menemukan makna
potensial sehingga bisa ditransformasikan di zaman kita. Tidak sebagaimana
perspektif modernisme, apa saja yang datang dari Barat diterima tanpa kritik,
bahkan dianggap pasti baik dan benar. Dalam pembacaan kontemporer,
h}adâtsah juga harus dibaca secara kritis, dengan kritik, dengan mengambil

6
Lihat misalnya Hasan Hanafi dengan proyek al-Turath wa al-Tajdid (Al-Qahirah:
Maktabah Anjlu Misriyyah, 1987), demikian pula Abied Jabiri dengan proyek al-Turats wa al-
Hadatsah. (Beirut, Al-Markas al-Tsaqafi al-Arabi, 1991) 2 M. Arkoun dan Louis Gardet, Islam
Kemarin dan Hari Esok, (Bandung: Pustaka, 1997), h. 120.
M. Arkoun membedakan antara modernism material dan modenisme pemikiran. Yang
pertama terkait kerangka eksternal eksistensi manusia seperti industrialisasi. Sedangkan
modernism pemikiran adalah mencakup metode atau kerangka berfikir dan sikap rasional yang
mempercayai rasionalitas lebih sesuai dengan realitas. 3 Istilah “pembacaan kontemporer”
dipinjam dari beberapa intelektual Muslim kontemporer seperti Muhammad Syahrur dan Abied
al-Jabiri yang telah memperkenalkan

8
jarak, juga untuk membongkar basis filosofis dan ideologisnya. Di sinilah peran
filsafat ilmu, juga sosiologi dan sejarah ilmu sebagai perspektif sangat
diperlukan. Setelah keduanya dibaca secara kritis-kreatif, lalu terbangun
konstruksi pemaknaan yang baru.

Sebagaimana disebutkan di atas, trend dan mode pemikiran demikian


tidak dapat dilepaskan dari dinamika pemikiran yang berkembang empat
sampai lima tahun terakhir ini. Perkembangan ini ditandai dengan lahirnya
karya-karya akademis dan intelektual sebagai pembacaan ulang terhadap
warisan budaya dan intelektual dalam Islam. Bila dilihat dari awal
kemunculannya, fenomena pemikiran baru ini merupakan jawaban dari
kekalahan bangsa Arab di tangan Israel pada perang enam hari Juni tahun
1967.7

Mologi merupakan satu corak yang telah sangat populer di kalangan


pemikir kontemporer ini. Gelegar dan trend pemikiran kontemporer ini yang
pada kenyataannya memberikan support dan warna baru terhadap dinamika
studi di era kontemporer ini. Dalam konteks ini, tampaknya menarik untuk
melihat berbagai tawaran para pemikir Islam untuk pengembangan studinya.
Ada yang mengembangkan aspek metodologi, dan yang lain mengembangakan
aspek epistemologi. Umumnya, pada metodologi berkembang dua trend
pemikiran, yaitu ada yang menjadikan usul fiqh sebagai lahan pembaharuan,dan

7
qirâ’ah mu’âshirah terkait metode interpretatif yang mereka tawarkan. Syahrur
menulis di antaranya: Al-Kitâb wa al-Qur’an: Qirâ’ah Mu’âshirah, (Kairo: Sina li al-Nasyr,
1992). Sedang Abied al-Jabiri tampak dalam karyanya: Nahnu wa Turats: Qirâ’ah Mu’âshirah
fi Turâtsina alFalsafi, (Beirut: Al-Markaz al-Tsaqafi al-’Arabi, 1993)
Ghada Talhami, “An interview with Sadik Al-Azm - University of Damascus
professor - Interview,” Arab Studies Quarterly (ASQ). Summer, 1997. FindArticles.com. 11
Jun. 2007. http://findarticles.com/p/articles/mi_m2501/is_n3_v19/ai_20755838. 5
R. Hrair Dekmejian, Islam and Revolution: Fundamentalism in the Arab World
(Syracuse, New York: Syracuse University Press, 1985), 84.
Issa J. Boullata, Trends and Issues in Contemporary Arab Thought. SUNY,1990, 2.
Misalnya Adib Nasur, al-Naksah wa al-KhaÏÉ’ (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1968);
Yusuf al-Qaradawi, Dars al-Nakbah al-Thaniyah: Limadha Inhazamna wa Kayfa Nantasir (Al-
Qahirah, 1987).

9
yang lain mengembangkan diri pada pembaharuan metodologi tafsir. Meskipun
berangkat dari sudut pandang yang berbeda, pada prinsipnya mereka
mempunyai pandangan yang sama yaitu metodologi usul fiqh dan tafsir al-
Qur’an klasik sudah tidak sanggup menjawab tantangan zaman.

Peristiwa itulah yang menjadi pembedaan antara apa yang disebut


dengan pemikiran modern dan pemikiran kontemporer, sekaligus merubah peta
pemikiran di dunia Arab. Menurut Sadik Al-Azm, “I found myself suddenly
preoccupied with writing about and debating direct political questions which I
never dreamed would be a concern of mine.” Peristiwa itu telah menimbulkan
lahirnya “gelombang self-criticism dan instropeksi” di kalangan pemikir Arab
Muslim. Ratusan publikasi yang bersifat “deep social insight, self analysis and
a great measure of self-criticism,” segera memenuhi literarur Arab Islam. Setiap
orang kelihatannya sedang berbicara tentang pembaharuan, kritik, dan
alternatif, lalu berpendapat bahwa sesuatu mesti dilakukan untuk mendobrak
situasi yang ada sekarang. Masing-masing mencoba untuk memberikan
penafsiran (tafsir al-azmah) atas krisis yang terjadi. Mereka mencoba mencari
jawaban atas penyebab terjadinya peristiwa tersebut.

F. Kesimpulan

Pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1.) Pada zaman modern dari berbagai aliran terdapat paham-paham yang
muncul dalam gamabaran seperti rasionalisme, idealisme, dan empirisme dan
paham-paham yang merupakan pecahan dari aliran itu. Paham rasionalisme
yaitu mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan
menguji pengetahuan.

10
2.) Paham idealisme yaitu mengajarkan bahwa hakikat dalam diri adalah jiwa,
spirit. Ide ini merupakan ide Plato memberikan jalan untuk mempelajari paham
idealisme zaman modern.

3.) Pada paham empirisme dinyatakan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran
kita melainkan didahului oleh pengalaman. Paham ini bertolak belakang dengan
paham rasionalisme karena mereka menentang pendapat para penganutnya yang
berdasarkan dari keyakinan yang berkepribdian a priori.

DAFTAR PUSTAKA

Abied al-Jabiri tampak dalam karyanya: Nahnu wa Turats: Qirâ’ah Mu’âshirah fi


Turâtsina alFalsafi, (Beirut: Al-Markaz al-Tsaqafi al-’Arabi, 1993).

Ghada Talhami, “An interview with Sadik Al-Azm - University of Damascus


professor - Interview,” Arab Studies Quarterly (ASQ). Summer, 1997.

Muslih Mohammad (2012). Pemikiran Islam Kontemporer, Antara


Pemikiran dan Model Pembacaan.

R. Hrair Dekmejian, Islam and Revolution: Fundamentalism in the Arab World


(Syracuse, New York: Syracuse University Press, 1985).

Yusuf al-Qaradawi, Dars al-Nakbah al-Thaniyah: Limadha Inhazamna wa


Kayfa Nantasir (Al-Qahirah, 1987).

Adib Nasur, al-Naksah wa al-KhaÏÉ’ (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1968).

Al-Kitâb wa al-Qur’an: Qirâ’ah Mu’âshirah, (Kairo: Sina li al-Nasyr, 1992).

Burhanunuddin Salam (2003). Pengantar Filsafat.

Harry Hamersman (1990). Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern.

11
Hayani Surma (2017). Dari filsafat islam ke pemikiran islam.

Hermawan Al-Ghifary Wawan (2012). Makalah Filsafat Islam.


Nasution Hasyimsyah (1998). Filsafat Islam.

Risma Istinoviani ( 2019 ) Sejarah Perkembangan Ilmu Filsafat.

12

Anda mungkin juga menyukai