Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KONSEP NABI DAN RASUL

Dosen Pengampu
Hadi Fathurrizka, S.fil.I, M.Ag
Disusun Oleh
Fariz Iqbal (12108026)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
MANAJEMEN DAKWAH
BAB 1
Pendahuluan

Latar Belakang

Kenabian menjadi salah satu hal yang penting bagi ummat manusia, setiap
agama memiliki ajaran yang berbeda masing-masing, maka dari itu, perlulah
adanya perantara untuk menyampaikan ajaran agama tersebut.
Setiap agama samawi merupakan manifestasi visi Tuhan melalui proses wahyu
dan ilham yang diberikan kepada Nabi maupun RasulNya. Seorang Nabi adalah
manusia yang diberi kemampuan untuk berhubungan dengan-Nya dan
mengekspresikan kehendak-Nya. Ia merupakan penghubung antara sang Pencipta
dan ciptaan-Nya.1 Bagaimanapun juga, tanpa kehadiran nabi sebagai pembawa
ajaran agama, maka manusia tidak akan mengetahui ajaran tersebut.
Namun, tidak sedikit pula yang mengingkari keberadaan nabi, sehingga
mereka meyakini bahwa hadirnya nabi tidak diperlukan dengan beberapa alasan.
Kritikan dari penentang ini bukan hanya ada pada zaman sekarang, namun sejak
Zaman Nabi Nuh.2 Di antaranya adalah,bagi mereka yang tidak meyakini adanya
tuhan,maka nabi pun tidak akan mereka yakini, karena bagaimana bisa meyakini
sedangkan tuhan tidak mereka yakini.3 Selain itu ada yang mengatakan bahwa Nabi
sebenarnya tidak diperlukan manusia karena Tuhan telah mengaruniakan akal kepada
manusia tanpa terkecuali. Akal manusia dapat mengetahui Tuhan beserta segala
nikmat-Nya dan dapat pula mengetahui perbuatan baik dan buruk, menerima
suruhan dan larangan-Nya.4 Dengan demikian mereka memandang bahwa
superioritas akal mengindikasikan ketidakbutuhan manusia akan hadirnya nabi.
Beberapa argumen ini sangat jelas melihat nabi bukanlah hal yang
diperlukan manusia. Maka dari itu mereka menolak akan adanya nabi.5

1
Lalu Agus Setiawan,Analisa Sufistik Mimpi Nubuwwah dalam proses Kenabian, dalam
Jurnal Tasawuf dan pemikiran Islam, vol.I, No.I, Thn 2011, P.20
2
QS. Al-mu’minun (23):24,34,69, dan QS. al-Syu’ara’(26):141-145,176-186.
3
Farjullah Abdul bari, al-nubuwwah baina al-im𝑎̂n wa al-ink 𝑎̂ r, (Kairo: D𝑎̂ r
al-Aaafaq al- ‘Arabiyyah,Cet.I,2006),43.
4
Qasim Nur Sheha Dzulhadi,Al-Farabi dan Konsep Kenabian, dalam Jurnal Kalimah, vol.12,
No.I. Thn 2014, P.130
5
Hamid Fahmy Zarkasyi, world view islam, (Ponorogo;Darussalam Press;2018), P.27
Beberapa ulama dan sarjana islam tidak dapat diam akan hal ini , mereka
mengeluarkan kemampuannya untuk menjawab para pengkritik kenabian, diantaranya
adalah al-Mawardi dan al-Farabi mereka dikenal sebagai filsuf yang memiliki wawasan luas
dalam politik, sehingga al-Mawardi mendefinisikan kepemimpinan atau imamah sebagai
satu instuisi kekuasaan yang berfungsi sebagai pengganti tugas kenabian dalam menjaga
agama dan mengatur urusan dunia atau sosial.6 Maka dengan begitu, al-Mawardi pun
memandang bahwa nabi sangat penting, karena nabi adalah sosok sentral bagi manusia
sebagai panutan hingga para penerusnya harus menjadikannya teladan demi menjaga
kebaikan manusia itu sendiri.7

Maka dari itu pembahasan ini sangat penting agar kita dapat mengerti secara
jelas dan mendalam bagaimana Konsep Kenabian tersebut.

6
Abu Hasan al-Mawardi, al-ahkam al-Sultaniyyah, (Beirut-Lebanon: Dar al-Kutub al-“ilmiyyah,
t.t.). P. 5
7
Hamid Fahmy, World View Islam..........................,P.73

Pembahasan

Pengertian Nabi dan Rasul


Agama adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia, karena dengan
agama, manusia dapat mencapai kebahagiaannya yang dirasakan didalam hati. Maka
agama diturunkan dari Allah kepada manusia melalui utusannya, maka dari itu,
keberadaan nabi dan rasul sangat dibutuhkan untuk membawa ajaran yang menuntun
kepada kebenaran.
Mengenai pengertian arti dari kata nabi, para ahli bahasa mendefinisikannya
dalam beberapa makna. Kata “al-nabiy” secara bahasa berasal dari kata-kata “al-
naba” yang bermakna “berita yang berarti dan penting”. Dengan demikian, “al-
nabiy” adalah “orang yang membawa berita penting.” Seseorang disebut “al-nabiy”
karena membawa berita dari Allah.8 Selain itu, kata nabi juga diartikan sebagai
sesuatu yang ditinggikan dari bumi, ma irtafa’a min al-ard.9 Pemaknaan ini juga
didasarkan pada jati diri seorang nabi yang merupakan manusia paling tinggi
derajatnya dan yang paling dekat dengan Allah.10 Sedangkan arti “al-nabiy” secara
teknis atau terminologis adalah “seseorang yang diberi wahyu oleh Allah, baik
diperintahkan untuk menyampaikan (tabilgh) atau tidak.11
Term nabi atau nubuwwah secara etimologis berasal dari kata naba’a-
yanba’ yang berarti berita, karena datang dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Sehingga al- nubuwwah adalah berita tentang kegaiban atau berita yang datang
dengan ilham dari Tuhan.12

Para nabi adalah manusia-manusia luar biasa yang karena kepekaan mereka,

karena wahyu Allah yang mereka terima serta yang kemudian mereka sampaikan
kepada manusia dengan ulet tanpa mengenal takut, dapat mengalihkan hati nurani
ummat manusia dari ketenangan tradisional dan tensi Hipomoral kedalam suatu
keawasan sehingga dapat menyaksikan Tuhan sebagai Tuhan dan syeitan sebagai
syeitan.13

8
Hamid Fahmy, World view islam............................,P.74
9
Hamid Fahmy, World view isam..........,P.74
10
Muhammad bin Mukrim bin Manzhur al-Afriqy, Lisan al-arab, (Kairo:Dar al-Hadits,2003, P.302
11
Farjullah Abdul Bari, al-nubuwwah.......,P.9
12
Luis Ma’luf, al-Munjid fî al-Lughah wa al-A‘lâm, (Beirut : Dâr al-Mashriq, Cet. Ke-28,
1987), P.784
13
Fazlur Rahman,”Tema Pokok Al-Qur’an”, Terj. Anas Mahyuddin, (Biblioteca, Islamica,
Mineapolis, Chicago: 1980), P.117

Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi manusia jalan yang umum kegunaanya,
seperti pancaindra dan akal, dengan itu mereka mancari ilmu. Selain itu Allah juga
memberikan ilmu secara khusus kepada orang-orang pilhan-Nya, memasukkan ke
dalam hati mereka dan melimpahkan ke dalam roh mereka tanpa usaha yang susah
payah dari mereka sendiri. Oleh karena itu manusia mempunyai kekuatan untuk
menyampaikan faedah ilmunya kepada orang lain. Kemudian Allah mewahyukan
kepada para nabi-Nya apa-apa yang dikehendaki-Nya berupa ilmu. Ia berkata-kata
dengan manusia pilihannya dibalik hijab.14
Adapun beberapa pendapat mengenai kenabian, Kenabian menurut al-Ghazâlî
merupakan suatu fase di mana di dalamnya terdapat mata yang bercahaya. Dengan
cahayanya tersebut tampak hal-hal yang gaib dan yang tidak diketahui oleh akal.15
Posisinya lebih tinggi daripada akal, karena ia merupakan petunjuk dan rahmat yang
diberikan langsung oleh Allah. Sebagaimana anak kecil yang baru dapat membedakan
antara baik dan buruk pada masa tamyîz di mana akal sudah mulai sempurna. Di
sini akal kedudukannya lebih tinggi daripada indera.
Sedangkan dalam interpretasi al-Hakîm al-Tirmîdhî, kenabian adalah
pengetahuan tentang Allah dan terbukanya tabir sehingga dapat mengetahui rahasia-
rahasia kegaiban. Ia juga merupakan mata untuk menyingkap segala sesuatu yang
tersembunyi dengan cahaya Ilahi yang sempurna16. Suatu kalam yang
disampaikan oleh Allah melalui perantara ruh17.

Mengenai pengertian dari Rasul sendiri, Menurut bahasa arab, rasul berasal dari kata
irsal yang artinya adalah memberikan arahan atau membimbing18. Jadi rasul
merupakan nabi yang diberikan wahyu oleh Allah SWT kemudian diperintahkan oleh
Allah untuk menyampaikan wahyu yang telah diberikan kepada umat manusia Rasul
adalah orang yang menerima wahyu Allah untuk disampaikan kepada umat manusia.

14
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, terj. H. Firdaus A. N, (PT Bulan Bintang,
Jakarta,cet.II,1965), P. 64
15
Abû Hâmid al-Ghazâlî, al-Munqidh min al-Dalâl, (Beirut: al-Maktabah al-Sha’bîyah, t.th.), P.80.
16
Abû ‘Abd. Allâh Muhammad ibn ‘Alî al-Hakîm al-Tirmîdhî, Kitâb Khatm al-Awliyâ‘ ditahqiq
oleh ‘Uthmân Isma‟îl Yah}yâ (Beirut: al-Matba’ah al-Kâthulikîyah, 1965), P.342.
17
al-Tirmîdhî, Kitâb Khatm, P.346
18
http://www.markijar.com/2015/06/perbedaan-nabi-dan-rasul.html

Percaya kepada rasul merupakan salah satu diantara rukun iman.


Kepercayaan tersebut mendorong ummat untuk mengamalkan perintah yang
diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya, yang di sebut dengan wahyu-al-Qur’an19.

Maksud kerasulan secara umum menurut Muhammad Abduh ialah


pengangkatan para Rasul untuk menjalankan misinya menyampaikan suatu
kepercayaan dan hukum-hukum Allah yang menciptakan umat manusia ini, bahwa
Tuhanlah yang mencukupkan segala sesuatunya bagi mahkluk di alam semesta20
Percaya kepada rasul merupakan dan sebagai landasan dalam Islam, yaitu
salah satu diantara rukun iman. Rasul membawa kabar gembira (targhib) dan kabar
petakut (tarhib) bagi ummatnya. Atas dasar kedua prinsip ajaran tersebut, maka
orang yang beriman akan selalu tunduk dan patuh serta ta’at melaksanakan perintah-
Nya demi keselamatannya dunia dan akhirat.
a. Perbedaan Nabi dan Rasul
Adapun beberapa perbedaan nabi dan rasul tersebut terdapat banyak
perbedaan, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa rasul adalah seseorang yang
diwahyukan “syari’at” baru, sedangkan nabi tidak21. Sebagian yang lain lagi
mengatakan bahwa rasul adalah yang diutus dengan kitab suci, sedangkan nabi tidak.
Namun terlepas dari perbedaan yang menyangkut masalah perincian ini, dapat
dikatakan dengan tegas bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa setiap rasul
adalah nabi dan tidak sebaliknya22
Al-Mawardi juga menjelaskan terkait perbedaan antara nabi dan rasul.
Beliau
mendasarkan penjelasan tersebut dari QS. al-Hajj (22) ayat 52. Dalam
tafsirnya beliau menjelaskan mengenai maksud perbedaan nabi dan rasul, bahwa
ada dua pendapat yang bisa dijadikan pertimbangan. Pertama merka yang
mengatakan bahwa nabi dan rasul adalah sama dan tidak ada perbedaan
diantara keduanya. Nabi adalah rasul dan rasul adalah nabi23.
19
Fazlur Rahman,”Tema Pokok Al-Qur’an”........................P.119
20
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid.........,P.100
21
Dr. Anis Malik Thoha.Konsep Wahyu dan Nabi dalam Islam,P.3 (Thoha)
22
Dr. Anis Malik Thoha,Konsep Wahyu..............P.4
23
Abu Hasan al-Mawardi, Tafsir al-Mawardi, (Beirut;Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.), P.34
Rasul adalah mereka yang membawa pesan (ar-risalah) dan nabi diambil
dari kata al-naba’ yang berarti berita karena bereka membawa kabar tentang
Allah dan mengajak mereka yang dikabari, dan diambil dari kata al-nubuwwah
karena ketnggian derajat mereka di sisi Allah sehingga mendapatkan wahyu dan
petunjuk dari- Nya24. Seperti pendapat al-Qadhi Abdul Jabar, bahwa mengenai
pembedaan nabi dan rasul pada ayat tersebut tidak menunjukkan perbedaan
keduanya dalam jenis.25 Beliau mendasarkan pendapatnya pada QS. al-Azhab
(33) ayat 7.
Pendapat kedua adalah bagi mereka yang membedakan antara nabi dan rasul.
Alasannya, perbedaan nama atau istilah menjelaskan perbedaan
sesuatu yang dilekatkan kepadanya istilah atau nama tersebut.26 Istilah nabi
hanya diperuntukkan bagi manusia seperti halnya 25 nabi yang dikenal
semuanya adalah nabi dan rasul, hanya saja rasul memiliki posisi lebih tinggi
daripada nabi.
b) Syarat Kenabian
Nabi bukanlah berasal dari orang sembarangan melainkan nabi adalah orang
yang dipilih oleh Allah, karena sebelum menerima wahyu, seorang nabi telah dikenal
memiliki akhlak mulia, suci dari dosa (al-zaka’), menjauhi perilaku tercela dan kotor
(al-rijs).29 Al- Mawardi menawarkan ada tiga syarat yang harus dipenuhi bagi
mereka yang mengaku bahwa ia adaah nabi dan rasul.
Pertama, seseorang yang mengaku nabi harus memiliki sifat dan
kepribadian yang menunjang kebenaran kenabiannya.
Kedua, seseorang yang mengaku nabi harus dapat memunculkan
mukjizat.
Mukjizat sangat penting untuk membuktikan bahwa seseorang tersebut
adalah nabi.30
Ketiga, Sifat tidak akan muncul sebelum adanya sesuatu yang
disifati, seperti nabi Isa yang dapat berbicara sejak dalam buaian.Oleh
sebab itu dia dipercayai sebagai nabi.

24
Abu Hasan al-Mawardi,A’lam al-nubuwwah,(Beirut;Dar al-Maktabah al-Hilal,Cetakan
I,1409),P.35
25
Hamid Fahmi zarkasyi, World view Islam.....................P.75
26
Abu Hasan al-Mawardi, A’lam...........,P.51
27
Abu Hasan al-Mawardi, A’lam...........,P.51
28 http://www.markijar.com/2015/06/perbedaan-nabi-dan-rasul.html

29
Qasim Nur Sheha Dzulhadi,Al-Farabi dan Filsafat Kenabian ,P.132
30
Ibnu Taimiyyah membedakan antara mukjizat dengan karamah. Mukjizat adalah
tanda kenabian, sedangkan karamah adalah tanda kewalian bagi seorang saleh yang dekat
dengan Allah. Lihat: Ibnu Tamiyyah,al- nubuwwah,(Riyad:Adwa’ al-salaf,2000).P.40,71

Namun ketika pengakuan sebagai nabi terlebih dahulu muncul sebelum


mukjizat, maka seseorang tersebut harus tetap membuktikannya dengan mukjizat
agar seluruh orang di sekitarnya mengakui kebenaran kenabiannya31
Al-Mawardi menjelaskan bahwa mukjizat tidak akan muncul kecuali untuk
membuktikan kebenaran kenabian. Mukjizat hanya khusus diperuntukkan kepada
nabi dan rasul. Karena, mukjizat termasuk dalam kategri hal-hal yang gaib dan hanya
diketahui oleh orang yang diberikan kepadanya mukjizat langsung dari Allah. Oleh
karena itu, mukjizat tidak bisa dipelajari ataupun ditiru. Beliau menjelaskan
pentingnya mukjizat ni karena mukjizat merupakan bukti empiris tentang kenabian
seseorang. Maka dari itu, seperti yang telah disebutkan sebelumny, al-Mawardi
mengategorikan kenabian ini sebagai ilmu iktisab yaitu ilmu yang harus disertai
dengannya bukti, dan mukjizat ini adalah bukti empiris tersebut.32
Mereka para Nabi selain mendapat mukjizat, mereka juga mendapat
keistimewaan dengan wahyu yang diterimanya, dan terbukanya tabir rahasia rahasia
ilmu bagi mereka. Dan mereka bersih dari cacat dan segala cela yang dapat
menjadikan penolakan bagi yang ingkar untuk mengingkari pengakuan mereka
sebagai Rasul. Mereka tidak berdusta, dan juga tidak lalai dalam menyampaikan
akidah-akidah yang diwajibkan bagi mereka untuk menyampaikannya33.

A. Alasan Keberadaan Nabi dan Rasul

Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, diutusnya nabi dan rasul adalah
untuk mengabarkan berita dan pengettahuan dari Allah kepada manusia.
Pengetahuan tersebut berisi hukum dan tuntunan yang berguna untuk menjaga
manusia dari kerusakan dan membawa mereka menuju kebahagiaan. Mereka
yang memegang agama dan melaksanakan ajarannya akan selamat dan
menjadikannya pribadi yang baik serta bertakwa kepada Allah.Sehingga bisa
dikatakan bahwa nabi dan rasul tidak diutus, maka manusia akan kehilangan
sosok pembawa berita tersebut dan juga berarti mereka tidak akan mengetahui
hukum dan tuntunan hidup mereka.34
Al-Afghani salah seorang yang berpengaruh terhadap pemikiran
Muhammad Abduh juga memberikan komentarnya tentang kenabian, ia
mengumpamakan masyarakat dengan badan, yang anggota-anggotanya saling
berhubungan dan

31
Abu Hasan al-Mawardi, A’lamu.........,P.41-42
32
Hamid Fahmy Zarkasyi,world view islam..........,P.77-78
33
Muhammad Abduh,Risalah Tauhid......................,,P.103
34
Hamid Fahmy Zarkasyi,World View Isllam.......,P.78

mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Kalau badan tidak bisa hidup tanpa roh, demikian
pula masyarakat. Roh masyarakat ialah kenabian, nabi dalam masyarakat sama
dengan kedudukan roh bagi badan. Ia juga menghubungkan kenabian dengan
hikmah (filsafat), dan letak perbedaannya ialah bahwa kenabian anugerah dari Tuhan
yang tidak bisa dicari, tetapi di khususkan oleh Tuhan untuk hamba-hamba yang
disukai-Nya, karena Tuhan lebih mengetahui tempat Dia meletakkan risalat-Nya,
sedangkan filsafat bisa diperoleh dengan renungan dan pemikiran. Selain itu, nabi
adalah terjaga dari kekeliruan, sedang filusuf bisa salah.35
Al-Farabi mengatakan diutusnya nabi adalah penting, karena sebagai tauladan
bagi umat untuk berbuat sesuai dengan ketentuan agama yang telah di tentukan
dalam kitab Allah Swt. Tanpa adanya Nabi manusia kebanyakan akan susah
memahami ajaran agama karena Nabi diciptakan Tuhan sudah dalam kedudukan
yang sempurna tingkat akalnya sehingga bisa langsung sampai kepada akal kesepuluh
(Jibril) sebagai pengatur segala

sesuatu tanpa perlu adanya usaha terlebih dahulu. Sedangkan filosof


akalnya harus senantiasa dilatih agar dapat sampai kepada tingkatan akan Fa’al,
sehingga mampu berhubungan langsung kepada akal sepuluh. Jadi semua Nabi
adalah filosof dan semua filosof belum tentu adalah seorang Nabi.36
Fazlur Rahman mengatakan bahwa diutusnya Nabi adalah penting karena

Nabilah pembawa risalah agama dan mengajarkanya kepada manusia lainya.


Menurut Fazlur Rahman kenabian itu tidak dapat dipecah-pecah. Karena Al-
Qur’an memandang kenabian ini sebagai sebuah fenomena yang bersifat universal,
disetiap pelosok pernah tampil seorang rasul Allah, baik yang disebutkan maupun
yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Rahman mencoba menjelaskan Kenabian
ini secara gampang sehingga pembahasan mengenai kenabian ini tidak lagi
melangit melainkan membumi, sehingga mampu dipahami oleh manusia secara
lebih sederhana dan mudah.37

35
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid.........P.105
36
Sirajjudin Zar, Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya. (Jakarta: Grafindo Persada, 2014) . P. 82
37
Fazlur Rahman,”Tema Pokok Al-Qur’an”.........................,P.18

Al-Mawardi menyatakan bahwa diutusnya nabi adalah bukti kasih sayang


Allahkepada manusia untuk menghindarkan mereka dari kerusakan itu. Dengan
demikian posisi nabi sangat penting dan berpengaruh sebagai pembawa berita penting.
Mereka adalah agen yang memberikan bimbingan dan pendidikan bagi manusia
sehingga manusia bisa berkembang menjadi pribadi yang sempurna. Posisi nabi
yang erat dengan kondisi sosial di mana nabi dan rasul itu diutus.38 Manusia belum
cukup dengan panca inderanya mencapai kebahagiaan.39 Manusia dianugerahi akal
agar dapat membedakan hal yang baik dan buruk, menaati perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya untuk dihindari atau ia tinggalkan, kabar yang benar memiliki
posisi yang penting untuk memberi tahu manusia pengetahuan tentng tuhan . Kabar
terpercaya berasal dari orang terpercaya . Orang yang terpercaya ini langsung
membawa pesan dan pengetahuan yang ia dapatkan dari Allah. Sehingga bisa
dikatakan bahwa orang ini sangat penting, karena tanpanya pengetahuan tentang
Allah tidak bisa didapatkan. Sosok tersebut adalah nabi dan rasul.40

Al-Mawardi mengemukakan pendapatnya mengenai masyarakat dengan


pernyataan yang mirip dengan apa yang telah disampaikan Plato, bahwa
masyarakat dengan tempat mereka tinggal memiliki hubungan saling memengaruhi
yang sangat erat. Meski sama dengan Plato, Aristoteles, al-Mawardi tetap
menyajikan konsepnya atas dasar islam . Beliau menjelaskan bahwa Alllah
mnciptakan manusa itu lemah, butuh pertolongan orang lain untuk saling tolong-
menolong, dan butuh pertolongan Allah untuk mendapakan anugerahnya.41 Penjelasan
ini dianggap sebagai pemikiran unik karea pemikirannya mengenai manusia yang
merupakan makhuk sosial telah beliau tempatkan dalam kerangka perspektif Islam.
Pemikiran inilah yang bisa dikatakan telah melakukan Islamisasi Pemikiran
Sekuler mengenai Manusia.42
Al-Mawardi menjelaskan bahwa adanya akal manusia berfungsi untuk
mengenal hal-hal yang baik dan buruk. Ha-hal yang baik akan memberi tahu manusia
untuk mengerjakannya dan menghindarinya dari perbuatan jahat, manusia yang tidak

38
Hamid Fahmy Zarkasyi, World View Islam”......,P.78-79
39
Husein Himi Isik, Itsbat al-Nubuwwah, The Proof of Prophethood, (Istanbul-
Turkey:Hakikat ktabevi,Cet.XIX,2010).P.16-17
40
Husein Husni Isik, Itsbat al-nubuwwah...........P.17
41
Hamid Fahmy Zarkasyi, World View Islam.......................,P.79-80
42
Hamid Fahmy Zarkasyi, World View Islam.........P.80

mengoptimalkan akalnya akan menyebabkan kerusakan, manusia dengan akalnya


yang
sempurna akan mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan/ Kesempurnaan tidak
diukur hanya dengan materiaistis tetapi seberapa banyak pengetahuannya tentang
tuhan, maka akal merupakan sarana penting yang dapat menjadikannya hamba yang
taat. Bila ajaran Allah adalah hal yang penting untuk mencapai masyarakat yang
ideal, dan ketaatan tersebut hanya dapat didapatkan melalui negara maka nabipun
penting dalam masyarakat karena nabi sendiri adalah sosok yang menyampaikan
agama. Bila nabi yang menyampaikan agama tidak ada, maka masyarakat yang
idealpun tidak akan pernah ada.43

A. Penentang Konsep Kenabian

1). Menurut al-Mawardi

Dengan banyaknya persoalan dan tuduhan, al-Mawardi mendapatkan


permasalahan dalam menjawab kritikan para pengingkar kenabian. Dalam
karyanya al-Mawardi membagi tiga kelompok yang menurutnya merupakan para
pengingkar kenabian. Pertama adalah mereka yang mengingkari adanya tuhan.
Kelompok ini berkeyakinan bahwa alam ini abadi dan ada dengan sendirinya. Maka
dengan begitu, bila mereka mengingkari tuhan otomatis merekapun mengingkari nabi
sebagai utusan tuhan. Kedua adalah para brahmana atau para pendeta. Keompok
ini mengingkari kenabian secara umum, namun hanya meyakini adam as dan
ibrahim saja sebagai nabi.44 Hal ini dikarenakann mereka diyakini sebagai bapak
manusia oleh mereka. Ketiga adalah para filsuf .45 Menurut al-Mawardi mereka
tidak secara terang-terangan mengingkari konsep kenabian, namun dari
perkataannya dapat dilihat bahwa mereka mengingkari konsep kenabian. Seperti
Al- Rowandi, yang beranggapan bahwa

43
Hamid Fahmy Zarkasyi,World View Islam..........P.81
44
Farjullah Abdu bari,al-nubuwwah ,P.43
45
Yang dimaksud filsuf disini bukanlah para filsuf muslim seperti al-Farabi, Ibnu Sina, atau Ibnu
Rusyd karena merekapun memilki teori atau konsep tentang kenabian. Namun yang dimaksud
dengan filsuf tersebut adalah para filsuf dari kalanga Yahudi maupun nasrani yang mengingkari
dengan jelas tentang adanya nabi dan rasul, seperti Abu Hasan al-Ruwandi

keberadaan akal sudah cukup dijadikan sarana untuk mengetahui yang baik dan
buruk, sehingga tidak ada perlunya mengirimkan manusia- manusia yang diberi
tugas khusus dari sisi Allah swt. Ditambahkan oleh Badawi, bahwa hipotesis ini
dikuatkan oleh pengagungan Al-Razi terhadap akal, khususnya pada permulaan
buku at-Thibb ar-Ruhani, di mana ia mengatakan;
“Sang pencipta yang Mahamulia memberi dan menganugrahkan akal

hanya agar kita mendapatkan dan sampai pada kehidupan di dunia dan di
akhirat sebagai tujuan yang dapat diperoleh dan dicapai oleh kita. Akal
merupakan nikmat Allah yang paling agung yang ada pada kita, dan
merupakan yang paling berguna pada diri kita. Dengan akal kita menangkap
yang berguna dan mengantarkan kita pada tujuan kita. Dengan akal kita
mengenal sang pencipta azza wa jalla, yang merupakan sesuatu paling agung
untuk digapai. Jika demikian nilai, kedudukan, urgensi, dan agungnya akal,
maka sudah selayaknya bagi kita untuk tidak menjatuhkan dan menurunkan
posisinya dari tingkatannya, tidak menjadikannya dikuasai sementara ia adalah
penguasa, tidak pula menjadikannya dikendalikan sementara ia sebenanya
kendali, tidak pula menjadikannya pengikut sementara ia yang diikuti. Justru
kita harus menjadikannya sebagai rujukan bagi segala sesuatu, memberikan
pertimbangan mengenai segal sesuatu melalui dia, menjadikannya sebagai
tumpuan. Kita melakukan sesuatu atas persetujuannya dan menghentikannya
atas persetujuannya juga.46
Dari potongan pernyataan di atas, tidak didapatkan kalimat yang secara
khusus mengindikasikan adanya penafian kenabian, namun pernyataan yang mengarah
kepada pengingkaran tersebut adalah ,”dengan akal kita dapat mengenal sang
pencipta azza wa jalla”. Pernyataaan ini, menurut Badawi, memastikan bahwa
kenabian menjadi tidak memiliki justifikasi selama seorang dapat mengetahui
segala sesuatu melalui akal, baik yang bersifat etika maupun ketuhanan. Sebab,
kenabian berfungsi tidak lebih dari itu. Penempatan akal yang berlebihan oleh Ar-
Razi melebihi siapapun, termasuk

46
Firdausi Nuzula,Kenabian dalam pandangan Abu Bakar ar-Razi.dalam journal el-
hikam : Jurnal Pendidikan dan kajian keislaman, vol.V,no.2, Thn 2012.P. 108-109

tokoh-tokoh
rasionalis di sepanjang zaman. Karena para filosof, meskipun
mengakui otoritas akal, masih menyediakan tempat bagi wahyu dan ilham.47

2). Menurut al-Farabi


Al-Farabi adalah filosof muslim yang terkenal, penguasaannya terhadap ilmu
mengantarkannya kepada predikat Magister secundus (Arab: al-Mu’allim al-
Tsani/Guru Kedua) – di mana Aristoteles merupakan Magister Primus (Arab:
al-Mu’allim al- Awwal/Guru Pertama).48 Maka dengan ilmunya yang sangat luas
tersebut al-Farabi menentang argumentasi para penentang konsep kenabian. Motif
lahirnya filsafat al-Farabi ini disebabkan adanya pengingkaran terhadap eksistensi
kenabian secara filosofis oleh Ahmad ibn Ishaq al-Ruwandi dan Abu Bakr
Muhammad ibn Zakariya al-Razi. Di mana menurut mereka, para filosof
berkemampuan untuk mengadakan komunikasi dengan ‘Aql Fa’al. Ahmad ibn al-
Ruwandi, tokoh yang berkebangsaan Yahudi ini menurunkan beberapa karya
tulis yang isinya mengingkari kenabian pada umumnya dan kenabian Nabi Muhammad
SAW khususnya. Kritiknya ini dapat dideskripsikan sebagai berikut.49

1) Nabi sebenarnya tidak diperlukan manusia karena Tuhan telah


mengaruniakan akal kepada manusia tanpa terkecuali. Akal manusia dapat
mengetahui Tuhan beserta segala nikmat-Nya dan dapat pula mengetahui
perbuatan baik dan buruk, menerima suruhan dan larangan-Nya.

2) Ajaran agama meracuni prinsip akal. Secara logika tidak ada bedanya
tawaf di Ka’bah, dan sai di Bukit Shafa dan Marwa dengan tempat-tempat
lain.

3) Mukjizat hanya semacam cerita khayal belaka yang hanya menyesatkan


manusia. Siapa yang dapat menerima batu dapat bertasbih dan serigala
dapat berbicara. Kalau sekiranya Allah membantu umat Islam dalam Perang
Badar mengapa dalam Perang Uhud tidak?

47
Firdausi Nuzula, Kenabian dalam pandangan Abu Bakar....................P.109
48
Qasim nur Sheha Dzulhadi, al-farabi dan konsep.............P.125
49
Qasim nur sheha Dzulhadi, al-farabi dan konsep..............P.130

4) Al-Qur’an bukanlah mukjizat dan bukan persoalan yang luar biasa (khariq
al-‘adah). Orang non-Arab jelas heran dengan balaghah al-Qur’an, karena mereka
kenal dan mengerti bahasa Arab dan Muhammad adalah orang yang paling fasih di
kalangan orang Arab.

Justru karena hal-hal di atas, daripada membaca kitab suci, lebih berguna
membaca buku filsafat Epicurus, Plato, Aristoteles, dan buku astronomi, logika, serta
obat-obatan.50 Tentu pandangan Ibn al-Ruwandi di atas tidak dapat dibenarkan,
khususnya dari sisi akidah Islam. Dari sisi pemikiran, arahnya sangat liberal dan
destruktif. Dan ini sangat berbeda dengan pandangan al-Farabi tentang kenabian
(al-nubuwwah) yang menjadi dasar dari filsafat kenabiannya.51

D. Kritikan Terhadap Penentang Kenabian

Sebagai filosof yang berpengetahuan luas, al-Mawardi dan al-Farabi


tidak diam mendengar alasan para enentang kenabian yang sangat bersimpangan
dari ajaran islam.
Untuk para pengingkar ini, al-Mawardi menjawabnya dengan beberapa
argumentasi. Pertama, untuk mereka yang mengingkari nabi dan rasul dengan
anggapan bahwa akal sudah cukup memahami tuhan secara logis, nabi sudah tidak
diperlukan. Selain itu, Allah bisa dengan langsung memberi hidayahnya kepada
manusia sehingga sosok nabi tidak diperlukan. Al-Mawardi menjawab bahwa
datangnya nabi dan rasul tidak memerlukan alasan akal manusia. Jika akal
menyatakan bahwa nabi tidak diperlukan itu tidak berarti bahwa diutusnya nabi
juga tidak diperlukan karena akal tidak menentukan adanya nabi atau tidak .52

Akal manusia memiliki keterbatasan dalam menerangkan segala hal.


Karena itu akal berbeda antara satu dengan yang lainnya Akal juga tidak mampu
untuk dijadikan dasar diutusnya nabi karena meski seseorang mengatakan nabi tidak
perlu, orang lain akan menyatakan nabi perlu ada. Selain itu, akal tidak mampu
menerangkan halhal yang bersifat gaib. Hal-hal tersebut hanya dapat dijelaskan
dengan dari orang yang mendapat pengetahuan langsung dari Allah, dan mereka itu
adalah nabi, maka keberadaan nabi sangatlah diperlukan.53

50
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya,...........................,P.78-79
51
Qasim nur sheha Dzulhadi, al-farabi dan konsep..............P.131
52
Hamid Fahmy Zarkasyi, World view Islam.....,P.82
53
Abu al-Hasan al-Mawardi,A’lam.......................P.35-36
Yang menilai bahwa diutusnya nabi adalah sia-sia bagi orang yang
menolaknya, alasan ini menurut al-Mawardi salah dalam dua hal. Pertama,
penolakan masyarakat terhadap diutusnya nabi bukanlah hal yang sia-sia. Seperti
halnya bahwa Allah telah menganugerahkan segala yang ada di dunia ini sebagai
indikator tenteng wujud Allah, maka bagi yang tidak menggunakannya bukanlah hal
yang sia-sia bagi Allah karena itu adalah pertolongan Allah. Kedua, pernyataan
mereka yang mengatakan adanya penolakan, secara tidak langsung mengatakan
bahwa ada yang menerima nabi dan rasul atau bahkan membutuhkannya.54
Alasan lain yang menyatakan bahwa ajaran yang dibawa oleh nabi dan rasul
bertentangan satu dengan yang lainnya. Ajaran yang dulu, diganti dengan yang baru.
Untuk pernyataan itu, al-Mawardi menjawab bahwa ajaran nabi dan rasulterdiri dari
dua hal : Ajaran yang tidak boleh berbeda sekaligus diganti-gantiseperti ajaran
Tauhid dan Sifat- sifat Allah.Lainya adalah ibadah praktis, dimana dalam beberapa
hal boleh diubah atau berbeda. Hal tersebut dikarenakan perbedaan waktu dan
tempat diutusya nabi dan rasul sehingga membutuhkan penyesuaian demi sebuah
kemaslahatan. 3berkurangnya fungsi akal untuk menjadi bukti, dan perbedaan antara
rasul tidak bisa dijadikan alasan tidak diperlukannya nabi.55
Ada juga yang berpendapat bahwa nabi dan mukjizatnya adalah kemampuan
yang baik, karena merupakan kemampuan diluar batas manusia itu sendiri, dan
karena itu, ada yang menyatakan bahwa mukjizat tidak bisa dijadikan alasan
kenabian, karena sihir dan juga para ahli api dari Najyat dapat melakukan
keluarbasaan tersebut, al-Mawardi lalu menjawab bahwa, sihir merupakan sesuatu
yang sudah diketahui triknya oleh orang yang menguasainya, dan membodohi orang
yang tidak mengetahuinya. Al-Mawardi menjawab

bahwa sihir dapat dipelajari dan dikuasai oleh orang yang mempelajarinya,
sedangkan mukjizat dapat membuat orang kagum, karena tidak dapat dipelajari, dan
tidak mampu seseorangpun menirunya, karena mukjizat itu langsung berasal dari
Allah.56
Pendapat al-Ruwandi sebagai orang yang menentang tentang konsep
kenabian, sangatlah tidak dapat dibenarkan khususnya dari sisi akidah islam. Dari
sisi pemikiran, arahnya sangat liberal dan destruktif. Dan ini sangat berbeda dengan
pandangan al-Farabi tentang kenabian (al-nubuwwah) yang menjadi dasar dari
filsafat kenabiannya. Pandangannya itu dapat dijelaskan dalam penjabaran berikut
ini Menurut Al-Farabi, manusia dapat berhubungan dengan Akal fa’al (Jibril)
melalui dua cara, yakni penalaran atau renungan pemikiran dan imajinasi atau
inspirasi (ilham). Cara pertama hanya dapat dilakukan oleh pribadi-pribadi pilihan
yang dapat menembus alam materi untuk dapat mencapai cahaya ketuhanan.
Sedangkan cara kedua hanya dapat dilakukan oleh nabi.57
Tentu saja, yang dapat mencapai imajinasi yang tinggi seperti di atas adalah
para nabi Allah, bukan orang biasa. Karena ini berkaitan dengan kekuatan lahir
dan batin, sebagai sosok yang menerima titah dan pesan Ilahi (risalah) yang
mengantarkannya menjadi seorang nabi atau seorang rasul.58
Dari beberapa hujatan dan jawaban almawardi atas pertentangan konsep
kenabian, al-mawari menyimpulkan lima alasan yang bisa dijadikan jawaban
mengenai kebenaran adanya kenabian. Pertama bahwa Allah menyayangi hambanya
dengan mengirimkan utusannya untuk memberitahu kepada manusia kemaslahatan
demi kesejahteraan manusia. Kedua, bahwa apa yang dibawa nabi dan rasul
mengenai balasan surga bagi yang mengerjakan kebaian dan neraka bagi yang
mengerjakan keburukan menjadi sebab bersatunya persepsi manusinya dan satunya
pengetahuan tentang kebenaran. Ketiga bahwa dengan kedatangan nabi dan
rasul,manusia bisa mengetahui apa yang berada diluar kemampuan akal mereka
untuk mengetahuinya. Keempat, bahwa ber-Tuhan tidak mungkin tanpa adanya
agama, dan agama tidak mungkin ada tanpa adanya nabi dan rasul yang
menyampaikannya. Kelima, akal mungkin bisa menangkap beragam teori dan
konsep, namun hal tersebut tidak akan sempurna tanpa adanya agama sebagai
penyempurna.59

Permasalahan lain yang masih membutuhkan jawaban perihal masalah


kenabian ini adalah bagaimana nabi bisa mendapatkan wahyu. Al-Mawardi
menuliskan dalam bukunya bahwa diutusnya nabi dan rasul kepada manusia
membawa ajaran dengan dua jalan, yaitu perintah langsung dari Allah atau dengan
melalui utusan malaikat. Namun ada yang beranggapan bahwa nabi dan rasul tidak
mungkin diutus dengan dua jalan tersebut, karena rasul tidak mungkin berhubungan
langsung dengan allah secara jasmani, karena Allah tidak ber-jism. Seperti halnya
dengan malaikat yang berasal dari dunia yang berbeda dengan manusia sehingga
tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan jasmani.
Meski demikian, merekapun masih ada yang berselisih pendapat. Ada yang
menyatakan bahwa nabi diutus dengan ilham bukan dengan wahyu. Al-Mawardi
kemudian menilai bahwa pendapat ini salah dalam dua hal.Pertama, bahwa sarana
pengetahuan tentang tauhid melalui ilhampun salah , maka pengetahuan nabi
dengan ilham pun lebih salah. Kedua, ilham adalah sesuatu yang gaib dan tidak
jelas. Ilham bisa saja diakui oleh orang bodoh maupun orang yang berilmu. Maka
perlu membedakan antara keduanya. Pembedaan antara keduanya. Pembedaan antara
keduanya pun pasti perlu tanda-tanda lain selain ilham, sehingga bila
diketahuikeunggulan antara keduanya,hal tersebut pastilah bukan ilham, dan bisa
dikatakan bahwa ilham bukanlah tanda-tanda kenabian.60
Pendapat lain bahwa Allah memiliki rahasia-rahasia dan ketentuan-ketentuan
yang berainan dengan hukum alam, maka jika dia mendapatkan hal tersebut, dia
berhak untuk mengaku nabi. Dengan ini al-Mawardi menyalahkannya dalam dua
hal. Pertama rahasia dan ketentuan Allah sangat sulit diketahui, bahkan mustahil
untuk diketahui, maka dari itu, bagaimana bisa seseorang mendapatkan hal tersebut.
Kedua bila ia mengaku mendapatkan hal tersebut, itu berarti dia menjadi nabi
karena mendapatkan hal tersebut dan bukan karena Allah, selain itu, hal tersebut akan
berlaku pada orang lain. Sehingga bila demikian, ia menjadi nabi bukan karena
petunjuk Allah.61
Pendapat lain adalah bahwa seseorang menjadi nabi karena Allah
memberikannya keistimewaan akal sehingga ia sampai kepada pengetahuan segala
hal. Keistimewaan ini tidak terjadi pada orang lain, sehingga ia adalah orang istimewa
diantara orang lain. Al- Mawardi menyalahkan pendapat ini dalam dua hal. Pertama,
pendapat ini berimplikasi

untuk membuktikan kebenaran kenabiannya, dengan ilmu khusus, namun bila


menurut pendapat sebelumnya bahwa keilmuwan tersebut tidak didapat pada orang
lain, maka mustahil bisa dibuktikan bahwa ia adalah nabi,karena untuk
membuktikannya orang lain tidak punya keilmuwan tersebut. Kedua bila
pembuktian kenabiannya adalah mustahil,maka ketika ia menyatakan tentang
dirinya rasul,belum tentu bisa diyakini dia adalah rasul, dan ketika ia menjelaskan
pengertiannnya tentang Allah , maka ia sudah berbohong.62 Selain itu, ada yang
menyatakan bahwa seseorang menjadi nabi karena dalam dirinya terdapat cahaya
yang murni, cahaya inilah yang mengangkat nabi dari alam manusia menuju alam
Ilahiyyah. Hal inipun diangga salah dalam dua hal. Pertama, mereka yang
menyatakan adanya anugerah cahaya ilahi memaksakan alasan dengan sesuatu yang
sangat sulit untuk di ketahui. Kedua orang yang berpendapat dengan penjelasan ini
telah mengatakan adanya jalinan antara manusia dengan sesuatu yang hanya terdapat
pada Zat Allah. Padahal sifat Allah yang tidak menyerupai makhluknya tidak
memungkinkan adanya jalinan ini. Sehingga pendapat ini tidak dapat diterima
karena telah menyalahi kaidah akidah.63
al-Mawardi juga menjelaskan jawabannya tentang mereka yang menolak
kenabian dengan dasar adanya kontak langsung yang berssifat jasmani antara
manusia dengan Allah dan malaikat. Al-Mawardi menjelaskan bahwa kontak fisik
tidak harus berupa fisik yang sebenarnya sebagaimana Allah dengan manusia. Seperti
Nabi Musa yang menerima wahyu dengan tandanya api dan suara, dari sini terlihat
bahwa Allah bisa menjadikan perantara suara yang bisa ditangkap oleh manusia
dan tidak harus kontak secara fisik atau jasmani, dan yang mengatakan bahwa
malaikat tidak memungkinkan turun ke alam manusia karena berbeda alam, al-
Mawardi menegaskan bahwa hal tersebut tidak mustahil karena malaikat bisa saja
beruah wujud seperti teori emanasi yang memungkinkan akal beremanasi dan
berubah menjadi makhluk yang jasmani. Seperti halnya perubahan air menjadi es,.
Jika hal ini tdak mustahil terjadi, maka Allah lebih bisa menjadikan hal yang dia
Kehendaki. Sehingga alasan ketidakmungkinan ini menjadi tidak bisa diterima.64
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Dari penjelasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa keberadaan nabi


sangatlah penting bagi kehidupan manusia, karena tellah dijelaskan bahwa akal
manusia lemah serta memiliki batasan tertentu maka perlu adanya nabi untuk
menyampaikan pengetahuan dari Allah kepada ummatnya, yang tidak dapat dicapai
dengan akal manusia sendiri, karena adanya akal adalah untuk membedakan hal
yang baik dan benar maka dari itu, ajaran dari nabi dan rasullah yang menuntun kita
kepada jalan kebenaran. Penjelasan ini juga menjelasakan bahwa mukjizat tidak
dapat disamakan dengan sihir, karena mukjzat merupakan sesuatu yang tidak
dapat dipelajari, dan ditirukan, beda halnya dengan sihir yang dapat dilakukan
setelah menguasainya maka mukjizat adalah salah satu tanda kenabian yang pasti ada
atas izin dari Allah untuk membuktikan kenabiannya.

Dengan jawaban yang lugas dan logis dari al-Mawardi dengan filosof yang
lain memberi kan kita penjelasan yang luas tentang pentingnya kenabian dan
mengingkari faham yang mengatakan ketidakadaan kenabian, dan penjelasan yang
diberikan al- Mawardi sangat akademis dan masuk akal dan tidak terlepas dari dasar
al-Qur’an., dan dapat dijadikan alasan keberadaaannya sangat penting,.
Daftar Pustaka

Zar, Sirajuddin. 2014. Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: Grafindo
Persada.
Bari, Farjullah. Abdullah. 2006. Al-Nubuwwwah baina al-iman wa al-inkar.
Kairo: Dar al-Aafaq al'-'Arabiyyah.
Nuzula, Firdausi. 2012. Kenabian dalam pandangan Abu Bakar ar-Razi. el-Hikam :
Jurnal pendidikan dan kajian keislaman.

Satriawan, Lalu. Agus. 2011. Analisa Sufistik Mimpi Nubuwwah dalam Kenabian .
Tasawuf dan Pemikiran Islam Vol.1 No.1.
Zarkasyi, Hamid. Fahmi 2018. World View Islam. Ponorogo: Darussalam Press.

Al-Afriqy, Muhammad bin mukrim bin manzhur. 2003. lisan al-arab. Kairo: Dar-
Al-Hadits.

Anda mungkin juga menyukai