Dosen Pengampu
Hadi Fathurrizka, S.fil.I, M.Ag
Disusun Oleh
Fariz Iqbal (12108026)
Latar Belakang
Kenabian menjadi salah satu hal yang penting bagi ummat manusia, setiap
agama memiliki ajaran yang berbeda masing-masing, maka dari itu, perlulah
adanya perantara untuk menyampaikan ajaran agama tersebut.
Setiap agama samawi merupakan manifestasi visi Tuhan melalui proses wahyu
dan ilham yang diberikan kepada Nabi maupun RasulNya. Seorang Nabi adalah
manusia yang diberi kemampuan untuk berhubungan dengan-Nya dan
mengekspresikan kehendak-Nya. Ia merupakan penghubung antara sang Pencipta
dan ciptaan-Nya.1 Bagaimanapun juga, tanpa kehadiran nabi sebagai pembawa
ajaran agama, maka manusia tidak akan mengetahui ajaran tersebut.
Namun, tidak sedikit pula yang mengingkari keberadaan nabi, sehingga
mereka meyakini bahwa hadirnya nabi tidak diperlukan dengan beberapa alasan.
Kritikan dari penentang ini bukan hanya ada pada zaman sekarang, namun sejak
Zaman Nabi Nuh.2 Di antaranya adalah,bagi mereka yang tidak meyakini adanya
tuhan,maka nabi pun tidak akan mereka yakini, karena bagaimana bisa meyakini
sedangkan tuhan tidak mereka yakini.3 Selain itu ada yang mengatakan bahwa Nabi
sebenarnya tidak diperlukan manusia karena Tuhan telah mengaruniakan akal kepada
manusia tanpa terkecuali. Akal manusia dapat mengetahui Tuhan beserta segala
nikmat-Nya dan dapat pula mengetahui perbuatan baik dan buruk, menerima
suruhan dan larangan-Nya.4 Dengan demikian mereka memandang bahwa
superioritas akal mengindikasikan ketidakbutuhan manusia akan hadirnya nabi.
Beberapa argumen ini sangat jelas melihat nabi bukanlah hal yang
diperlukan manusia. Maka dari itu mereka menolak akan adanya nabi.5
1
Lalu Agus Setiawan,Analisa Sufistik Mimpi Nubuwwah dalam proses Kenabian, dalam
Jurnal Tasawuf dan pemikiran Islam, vol.I, No.I, Thn 2011, P.20
2
QS. Al-mu’minun (23):24,34,69, dan QS. al-Syu’ara’(26):141-145,176-186.
3
Farjullah Abdul bari, al-nubuwwah baina al-im𝑎̂n wa al-ink 𝑎̂ r, (Kairo: D𝑎̂ r
al-Aaafaq al- ‘Arabiyyah,Cet.I,2006),43.
4
Qasim Nur Sheha Dzulhadi,Al-Farabi dan Konsep Kenabian, dalam Jurnal Kalimah, vol.12,
No.I. Thn 2014, P.130
5
Hamid Fahmy Zarkasyi, world view islam, (Ponorogo;Darussalam Press;2018), P.27
Beberapa ulama dan sarjana islam tidak dapat diam akan hal ini , mereka
mengeluarkan kemampuannya untuk menjawab para pengkritik kenabian, diantaranya
adalah al-Mawardi dan al-Farabi mereka dikenal sebagai filsuf yang memiliki wawasan luas
dalam politik, sehingga al-Mawardi mendefinisikan kepemimpinan atau imamah sebagai
satu instuisi kekuasaan yang berfungsi sebagai pengganti tugas kenabian dalam menjaga
agama dan mengatur urusan dunia atau sosial.6 Maka dengan begitu, al-Mawardi pun
memandang bahwa nabi sangat penting, karena nabi adalah sosok sentral bagi manusia
sebagai panutan hingga para penerusnya harus menjadikannya teladan demi menjaga
kebaikan manusia itu sendiri.7
Maka dari itu pembahasan ini sangat penting agar kita dapat mengerti secara
jelas dan mendalam bagaimana Konsep Kenabian tersebut.
6
Abu Hasan al-Mawardi, al-ahkam al-Sultaniyyah, (Beirut-Lebanon: Dar al-Kutub al-“ilmiyyah,
t.t.). P. 5
7
Hamid Fahmy, World View Islam..........................,P.73
Pembahasan
Para nabi adalah manusia-manusia luar biasa yang karena kepekaan mereka,
karena wahyu Allah yang mereka terima serta yang kemudian mereka sampaikan
kepada manusia dengan ulet tanpa mengenal takut, dapat mengalihkan hati nurani
ummat manusia dari ketenangan tradisional dan tensi Hipomoral kedalam suatu
keawasan sehingga dapat menyaksikan Tuhan sebagai Tuhan dan syeitan sebagai
syeitan.13
8
Hamid Fahmy, World view islam............................,P.74
9
Hamid Fahmy, World view isam..........,P.74
10
Muhammad bin Mukrim bin Manzhur al-Afriqy, Lisan al-arab, (Kairo:Dar al-Hadits,2003, P.302
11
Farjullah Abdul Bari, al-nubuwwah.......,P.9
12
Luis Ma’luf, al-Munjid fî al-Lughah wa al-A‘lâm, (Beirut : Dâr al-Mashriq, Cet. Ke-28,
1987), P.784
13
Fazlur Rahman,”Tema Pokok Al-Qur’an”, Terj. Anas Mahyuddin, (Biblioteca, Islamica,
Mineapolis, Chicago: 1980), P.117
Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi manusia jalan yang umum kegunaanya,
seperti pancaindra dan akal, dengan itu mereka mancari ilmu. Selain itu Allah juga
memberikan ilmu secara khusus kepada orang-orang pilhan-Nya, memasukkan ke
dalam hati mereka dan melimpahkan ke dalam roh mereka tanpa usaha yang susah
payah dari mereka sendiri. Oleh karena itu manusia mempunyai kekuatan untuk
menyampaikan faedah ilmunya kepada orang lain. Kemudian Allah mewahyukan
kepada para nabi-Nya apa-apa yang dikehendaki-Nya berupa ilmu. Ia berkata-kata
dengan manusia pilihannya dibalik hijab.14
Adapun beberapa pendapat mengenai kenabian, Kenabian menurut al-Ghazâlî
merupakan suatu fase di mana di dalamnya terdapat mata yang bercahaya. Dengan
cahayanya tersebut tampak hal-hal yang gaib dan yang tidak diketahui oleh akal.15
Posisinya lebih tinggi daripada akal, karena ia merupakan petunjuk dan rahmat yang
diberikan langsung oleh Allah. Sebagaimana anak kecil yang baru dapat membedakan
antara baik dan buruk pada masa tamyîz di mana akal sudah mulai sempurna. Di
sini akal kedudukannya lebih tinggi daripada indera.
Sedangkan dalam interpretasi al-Hakîm al-Tirmîdhî, kenabian adalah
pengetahuan tentang Allah dan terbukanya tabir sehingga dapat mengetahui rahasia-
rahasia kegaiban. Ia juga merupakan mata untuk menyingkap segala sesuatu yang
tersembunyi dengan cahaya Ilahi yang sempurna16. Suatu kalam yang
disampaikan oleh Allah melalui perantara ruh17.
Mengenai pengertian dari Rasul sendiri, Menurut bahasa arab, rasul berasal dari kata
irsal yang artinya adalah memberikan arahan atau membimbing18. Jadi rasul
merupakan nabi yang diberikan wahyu oleh Allah SWT kemudian diperintahkan oleh
Allah untuk menyampaikan wahyu yang telah diberikan kepada umat manusia Rasul
adalah orang yang menerima wahyu Allah untuk disampaikan kepada umat manusia.
14
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, terj. H. Firdaus A. N, (PT Bulan Bintang,
Jakarta,cet.II,1965), P. 64
15
Abû Hâmid al-Ghazâlî, al-Munqidh min al-Dalâl, (Beirut: al-Maktabah al-Sha’bîyah, t.th.), P.80.
16
Abû ‘Abd. Allâh Muhammad ibn ‘Alî al-Hakîm al-Tirmîdhî, Kitâb Khatm al-Awliyâ‘ ditahqiq
oleh ‘Uthmân Isma‟îl Yah}yâ (Beirut: al-Matba’ah al-Kâthulikîyah, 1965), P.342.
17
al-Tirmîdhî, Kitâb Khatm, P.346
18
http://www.markijar.com/2015/06/perbedaan-nabi-dan-rasul.html
24
Abu Hasan al-Mawardi,A’lam al-nubuwwah,(Beirut;Dar al-Maktabah al-Hilal,Cetakan
I,1409),P.35
25
Hamid Fahmi zarkasyi, World view Islam.....................P.75
26
Abu Hasan al-Mawardi, A’lam...........,P.51
27
Abu Hasan al-Mawardi, A’lam...........,P.51
28 http://www.markijar.com/2015/06/perbedaan-nabi-dan-rasul.html
29
Qasim Nur Sheha Dzulhadi,Al-Farabi dan Filsafat Kenabian ,P.132
30
Ibnu Taimiyyah membedakan antara mukjizat dengan karamah. Mukjizat adalah
tanda kenabian, sedangkan karamah adalah tanda kewalian bagi seorang saleh yang dekat
dengan Allah. Lihat: Ibnu Tamiyyah,al- nubuwwah,(Riyad:Adwa’ al-salaf,2000).P.40,71
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, diutusnya nabi dan rasul adalah
untuk mengabarkan berita dan pengettahuan dari Allah kepada manusia.
Pengetahuan tersebut berisi hukum dan tuntunan yang berguna untuk menjaga
manusia dari kerusakan dan membawa mereka menuju kebahagiaan. Mereka
yang memegang agama dan melaksanakan ajarannya akan selamat dan
menjadikannya pribadi yang baik serta bertakwa kepada Allah.Sehingga bisa
dikatakan bahwa nabi dan rasul tidak diutus, maka manusia akan kehilangan
sosok pembawa berita tersebut dan juga berarti mereka tidak akan mengetahui
hukum dan tuntunan hidup mereka.34
Al-Afghani salah seorang yang berpengaruh terhadap pemikiran
Muhammad Abduh juga memberikan komentarnya tentang kenabian, ia
mengumpamakan masyarakat dengan badan, yang anggota-anggotanya saling
berhubungan dan
31
Abu Hasan al-Mawardi, A’lamu.........,P.41-42
32
Hamid Fahmy Zarkasyi,world view islam..........,P.77-78
33
Muhammad Abduh,Risalah Tauhid......................,,P.103
34
Hamid Fahmy Zarkasyi,World View Isllam.......,P.78
mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Kalau badan tidak bisa hidup tanpa roh, demikian
pula masyarakat. Roh masyarakat ialah kenabian, nabi dalam masyarakat sama
dengan kedudukan roh bagi badan. Ia juga menghubungkan kenabian dengan
hikmah (filsafat), dan letak perbedaannya ialah bahwa kenabian anugerah dari Tuhan
yang tidak bisa dicari, tetapi di khususkan oleh Tuhan untuk hamba-hamba yang
disukai-Nya, karena Tuhan lebih mengetahui tempat Dia meletakkan risalat-Nya,
sedangkan filsafat bisa diperoleh dengan renungan dan pemikiran. Selain itu, nabi
adalah terjaga dari kekeliruan, sedang filusuf bisa salah.35
Al-Farabi mengatakan diutusnya nabi adalah penting, karena sebagai tauladan
bagi umat untuk berbuat sesuai dengan ketentuan agama yang telah di tentukan
dalam kitab Allah Swt. Tanpa adanya Nabi manusia kebanyakan akan susah
memahami ajaran agama karena Nabi diciptakan Tuhan sudah dalam kedudukan
yang sempurna tingkat akalnya sehingga bisa langsung sampai kepada akal kesepuluh
(Jibril) sebagai pengatur segala
35
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid.........P.105
36
Sirajjudin Zar, Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya. (Jakarta: Grafindo Persada, 2014) . P. 82
37
Fazlur Rahman,”Tema Pokok Al-Qur’an”.........................,P.18
38
Hamid Fahmy Zarkasyi, World View Islam”......,P.78-79
39
Husein Himi Isik, Itsbat al-Nubuwwah, The Proof of Prophethood, (Istanbul-
Turkey:Hakikat ktabevi,Cet.XIX,2010).P.16-17
40
Husein Husni Isik, Itsbat al-nubuwwah...........P.17
41
Hamid Fahmy Zarkasyi, World View Islam.......................,P.79-80
42
Hamid Fahmy Zarkasyi, World View Islam.........P.80
43
Hamid Fahmy Zarkasyi,World View Islam..........P.81
44
Farjullah Abdu bari,al-nubuwwah ,P.43
45
Yang dimaksud filsuf disini bukanlah para filsuf muslim seperti al-Farabi, Ibnu Sina, atau Ibnu
Rusyd karena merekapun memilki teori atau konsep tentang kenabian. Namun yang dimaksud
dengan filsuf tersebut adalah para filsuf dari kalanga Yahudi maupun nasrani yang mengingkari
dengan jelas tentang adanya nabi dan rasul, seperti Abu Hasan al-Ruwandi
keberadaan akal sudah cukup dijadikan sarana untuk mengetahui yang baik dan
buruk, sehingga tidak ada perlunya mengirimkan manusia- manusia yang diberi
tugas khusus dari sisi Allah swt. Ditambahkan oleh Badawi, bahwa hipotesis ini
dikuatkan oleh pengagungan Al-Razi terhadap akal, khususnya pada permulaan
buku at-Thibb ar-Ruhani, di mana ia mengatakan;
“Sang pencipta yang Mahamulia memberi dan menganugrahkan akal
hanya agar kita mendapatkan dan sampai pada kehidupan di dunia dan di
akhirat sebagai tujuan yang dapat diperoleh dan dicapai oleh kita. Akal
merupakan nikmat Allah yang paling agung yang ada pada kita, dan
merupakan yang paling berguna pada diri kita. Dengan akal kita menangkap
yang berguna dan mengantarkan kita pada tujuan kita. Dengan akal kita
mengenal sang pencipta azza wa jalla, yang merupakan sesuatu paling agung
untuk digapai. Jika demikian nilai, kedudukan, urgensi, dan agungnya akal,
maka sudah selayaknya bagi kita untuk tidak menjatuhkan dan menurunkan
posisinya dari tingkatannya, tidak menjadikannya dikuasai sementara ia adalah
penguasa, tidak pula menjadikannya dikendalikan sementara ia sebenanya
kendali, tidak pula menjadikannya pengikut sementara ia yang diikuti. Justru
kita harus menjadikannya sebagai rujukan bagi segala sesuatu, memberikan
pertimbangan mengenai segal sesuatu melalui dia, menjadikannya sebagai
tumpuan. Kita melakukan sesuatu atas persetujuannya dan menghentikannya
atas persetujuannya juga.46
Dari potongan pernyataan di atas, tidak didapatkan kalimat yang secara
khusus mengindikasikan adanya penafian kenabian, namun pernyataan yang mengarah
kepada pengingkaran tersebut adalah ,”dengan akal kita dapat mengenal sang
pencipta azza wa jalla”. Pernyataaan ini, menurut Badawi, memastikan bahwa
kenabian menjadi tidak memiliki justifikasi selama seorang dapat mengetahui
segala sesuatu melalui akal, baik yang bersifat etika maupun ketuhanan. Sebab,
kenabian berfungsi tidak lebih dari itu. Penempatan akal yang berlebihan oleh Ar-
Razi melebihi siapapun, termasuk
46
Firdausi Nuzula,Kenabian dalam pandangan Abu Bakar ar-Razi.dalam journal el-
hikam : Jurnal Pendidikan dan kajian keislaman, vol.V,no.2, Thn 2012.P. 108-109
tokoh-tokoh
rasionalis di sepanjang zaman. Karena para filosof, meskipun
mengakui otoritas akal, masih menyediakan tempat bagi wahyu dan ilham.47
2) Ajaran agama meracuni prinsip akal. Secara logika tidak ada bedanya
tawaf di Ka’bah, dan sai di Bukit Shafa dan Marwa dengan tempat-tempat
lain.
47
Firdausi Nuzula, Kenabian dalam pandangan Abu Bakar....................P.109
48
Qasim nur Sheha Dzulhadi, al-farabi dan konsep.............P.125
49
Qasim nur sheha Dzulhadi, al-farabi dan konsep..............P.130
4) Al-Qur’an bukanlah mukjizat dan bukan persoalan yang luar biasa (khariq
al-‘adah). Orang non-Arab jelas heran dengan balaghah al-Qur’an, karena mereka
kenal dan mengerti bahasa Arab dan Muhammad adalah orang yang paling fasih di
kalangan orang Arab.
Justru karena hal-hal di atas, daripada membaca kitab suci, lebih berguna
membaca buku filsafat Epicurus, Plato, Aristoteles, dan buku astronomi, logika, serta
obat-obatan.50 Tentu pandangan Ibn al-Ruwandi di atas tidak dapat dibenarkan,
khususnya dari sisi akidah Islam. Dari sisi pemikiran, arahnya sangat liberal dan
destruktif. Dan ini sangat berbeda dengan pandangan al-Farabi tentang kenabian
(al-nubuwwah) yang menjadi dasar dari filsafat kenabiannya.51
50
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya,...........................,P.78-79
51
Qasim nur sheha Dzulhadi, al-farabi dan konsep..............P.131
52
Hamid Fahmy Zarkasyi, World view Islam.....,P.82
53
Abu al-Hasan al-Mawardi,A’lam.......................P.35-36
Yang menilai bahwa diutusnya nabi adalah sia-sia bagi orang yang
menolaknya, alasan ini menurut al-Mawardi salah dalam dua hal. Pertama,
penolakan masyarakat terhadap diutusnya nabi bukanlah hal yang sia-sia. Seperti
halnya bahwa Allah telah menganugerahkan segala yang ada di dunia ini sebagai
indikator tenteng wujud Allah, maka bagi yang tidak menggunakannya bukanlah hal
yang sia-sia bagi Allah karena itu adalah pertolongan Allah. Kedua, pernyataan
mereka yang mengatakan adanya penolakan, secara tidak langsung mengatakan
bahwa ada yang menerima nabi dan rasul atau bahkan membutuhkannya.54
Alasan lain yang menyatakan bahwa ajaran yang dibawa oleh nabi dan rasul
bertentangan satu dengan yang lainnya. Ajaran yang dulu, diganti dengan yang baru.
Untuk pernyataan itu, al-Mawardi menjawab bahwa ajaran nabi dan rasulterdiri dari
dua hal : Ajaran yang tidak boleh berbeda sekaligus diganti-gantiseperti ajaran
Tauhid dan Sifat- sifat Allah.Lainya adalah ibadah praktis, dimana dalam beberapa
hal boleh diubah atau berbeda. Hal tersebut dikarenakan perbedaan waktu dan
tempat diutusya nabi dan rasul sehingga membutuhkan penyesuaian demi sebuah
kemaslahatan. 3berkurangnya fungsi akal untuk menjadi bukti, dan perbedaan antara
rasul tidak bisa dijadikan alasan tidak diperlukannya nabi.55
Ada juga yang berpendapat bahwa nabi dan mukjizatnya adalah kemampuan
yang baik, karena merupakan kemampuan diluar batas manusia itu sendiri, dan
karena itu, ada yang menyatakan bahwa mukjizat tidak bisa dijadikan alasan
kenabian, karena sihir dan juga para ahli api dari Najyat dapat melakukan
keluarbasaan tersebut, al-Mawardi lalu menjawab bahwa, sihir merupakan sesuatu
yang sudah diketahui triknya oleh orang yang menguasainya, dan membodohi orang
yang tidak mengetahuinya. Al-Mawardi menjawab
bahwa sihir dapat dipelajari dan dikuasai oleh orang yang mempelajarinya,
sedangkan mukjizat dapat membuat orang kagum, karena tidak dapat dipelajari, dan
tidak mampu seseorangpun menirunya, karena mukjizat itu langsung berasal dari
Allah.56
Pendapat al-Ruwandi sebagai orang yang menentang tentang konsep
kenabian, sangatlah tidak dapat dibenarkan khususnya dari sisi akidah islam. Dari
sisi pemikiran, arahnya sangat liberal dan destruktif. Dan ini sangat berbeda dengan
pandangan al-Farabi tentang kenabian (al-nubuwwah) yang menjadi dasar dari
filsafat kenabiannya. Pandangannya itu dapat dijelaskan dalam penjabaran berikut
ini Menurut Al-Farabi, manusia dapat berhubungan dengan Akal fa’al (Jibril)
melalui dua cara, yakni penalaran atau renungan pemikiran dan imajinasi atau
inspirasi (ilham). Cara pertama hanya dapat dilakukan oleh pribadi-pribadi pilihan
yang dapat menembus alam materi untuk dapat mencapai cahaya ketuhanan.
Sedangkan cara kedua hanya dapat dilakukan oleh nabi.57
Tentu saja, yang dapat mencapai imajinasi yang tinggi seperti di atas adalah
para nabi Allah, bukan orang biasa. Karena ini berkaitan dengan kekuatan lahir
dan batin, sebagai sosok yang menerima titah dan pesan Ilahi (risalah) yang
mengantarkannya menjadi seorang nabi atau seorang rasul.58
Dari beberapa hujatan dan jawaban almawardi atas pertentangan konsep
kenabian, al-mawari menyimpulkan lima alasan yang bisa dijadikan jawaban
mengenai kebenaran adanya kenabian. Pertama bahwa Allah menyayangi hambanya
dengan mengirimkan utusannya untuk memberitahu kepada manusia kemaslahatan
demi kesejahteraan manusia. Kedua, bahwa apa yang dibawa nabi dan rasul
mengenai balasan surga bagi yang mengerjakan kebaian dan neraka bagi yang
mengerjakan keburukan menjadi sebab bersatunya persepsi manusinya dan satunya
pengetahuan tentang kebenaran. Ketiga bahwa dengan kedatangan nabi dan
rasul,manusia bisa mengetahui apa yang berada diluar kemampuan akal mereka
untuk mengetahuinya. Keempat, bahwa ber-Tuhan tidak mungkin tanpa adanya
agama, dan agama tidak mungkin ada tanpa adanya nabi dan rasul yang
menyampaikannya. Kelima, akal mungkin bisa menangkap beragam teori dan
konsep, namun hal tersebut tidak akan sempurna tanpa adanya agama sebagai
penyempurna.59
Penutup
A. Kesimpulan
Dengan jawaban yang lugas dan logis dari al-Mawardi dengan filosof yang
lain memberi kan kita penjelasan yang luas tentang pentingnya kenabian dan
mengingkari faham yang mengatakan ketidakadaan kenabian, dan penjelasan yang
diberikan al- Mawardi sangat akademis dan masuk akal dan tidak terlepas dari dasar
al-Qur’an., dan dapat dijadikan alasan keberadaaannya sangat penting,.
Daftar Pustaka
Zar, Sirajuddin. 2014. Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: Grafindo
Persada.
Bari, Farjullah. Abdullah. 2006. Al-Nubuwwwah baina al-iman wa al-inkar.
Kairo: Dar al-Aafaq al'-'Arabiyyah.
Nuzula, Firdausi. 2012. Kenabian dalam pandangan Abu Bakar ar-Razi. el-Hikam :
Jurnal pendidikan dan kajian keislaman.
Satriawan, Lalu. Agus. 2011. Analisa Sufistik Mimpi Nubuwwah dalam Kenabian .
Tasawuf dan Pemikiran Islam Vol.1 No.1.
Zarkasyi, Hamid. Fahmi 2018. World View Islam. Ponorogo: Darussalam Press.
Al-Afriqy, Muhammad bin mukrim bin manzhur. 2003. lisan al-arab. Kairo: Dar-
Al-Hadits.