Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat Abad Pertengahan (479-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai
“Abad Gelap”, karena pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja.
Memang saat itu, tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Para
ahli fikir saat itu tidak lagi memiliki kebebasan untuk berfikir. Apabila terdapat
pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja orang yang
mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak gereja melarang
diadakannya penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama.
Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan
larangan yang ketat. Yang berhak melaksanakan penyelidikan terhadap agama
hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juga yang melanggar larangan
tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran
(inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada
saat Paus Innocentius III di akhir XII, dan yang paling berhasil dalam pengajaran
orang-orang murtad ini di Spanyol.
Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang
penuh dengan upaya menggiring manusia kedalam kehidupan atau sistem
kepercayaan yang fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta.
Karena itu perkembangan ilmu pengatahuan terhambat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana filsafat zaman skolatik ?
2. Bagaimana filsafat zaman skolatik Islam?
3. Bagaimana filsafat zaman Thomas Aquinas?
4. Bagaimana filsafat zaman sesudah Thomas Aquinas?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui filsafat zaman skolatik.
2. Untuk mengetahui filsafat zaman skolatik Islam.
3. Untuk mengetahui filsafat zaman Thomas Aquinas.
4. Untuk mengetahui filsafat zaman sesudah Thomas Aquinas?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Zaman Skolatik


Kata skolastik menjadi istilah bagi filsafat pada abad 9 s/d 15 yang
mempunyai corak khusus yaitu filsafat yang dipengaruhi agama.1 Perkataan
skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan. Filsafat
skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional
memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian,
kerohanian, baik buruk.
Periode ini terbagi menjadi tiga tahap :
1. Periode Skolastik Awal (800-120)
Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang
rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan
tentang universalia. Ajaran Agustinus dan neo-Platonisme mempunyai pengaruh
yang luas dan kuat dalam berbagai aliran pemikiran. Pada periode ini, diupayakan
misalnya, pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi tanpa
berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan Canterbury). Problem yang hangat
didiskusikan pada masa ini adalah masalah universalia dengan konfrontasi antara
“Realisme” dan “Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya. Selain
itu, dalam abad ke-12 ada pemikiran teoritis mengenai filsafat alam, sejarah dan
bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat tempat.
2. Periode puncak perkembangan Skolastik (abad ke-13)
Periode puncak perkembangan Skolastik dipengaruhi oleh Aristoteles
akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi. Filsafat Aristoteles memberikan
warna dominan pada alam pemikiran abad pertengahan . Aristoteles diakui
sebagai sang filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin diterima,keluasan cakrawala
berpikir semakin ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi.
Universitas – universitas pertama didirikan di Bologna (1158), Paris (1170),
______________
1
Ahmad Sadali dan Mudzakir, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), Cet. I,
hal. 81-91.

2
Oxford (1200), dan masih banyak lagi universitas yang mengikutinya. Pada abad
ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari khazanah pemikiran kristiani dan
filsafat Yunani. Tokoh – tokohnya adalah Yohanes fidanza (1221-1257), Albertus
Magnus (1206-1280), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Hasil sintesis besar ini
dinamakan Summa (keseluruha)
3. Periode Skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14 – 15 )
Periode Skolastik akhir abad ke-14 – 15 ditandai dengan pemikiran islam
yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa
universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum
mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio
memberi jawaban atas masalah – masalah iman mulai berkurang. Ada semacam
keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat
mempertanggungjawabkan ajaran gereja, hanya iman yang dapat menerimanya. 2

B. Filsafat Zaman Skolatik Islam


Dikalangan masyarakat Islam istilah Skolastik Islam jarang dipakai, yang
paling masyhur yaitu ilmu kalam atau Filsafat Islam. antara kedua ilmu tersebut
dalam pembahasannya dipisahkan.
Dala perkembangan filsafat Islam, dikenal dua periode yaitu ; periode
mutakallim (700-900), dan periode filsafat Islam (850-1200). Dimana para ahli
pikir Islam (Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd) sangat
berperan, bukan hanya dalam pemikiran filsafat saja, akan tetapi meraka
memberikan sumbangan yang besar bagi Eropa, yaitu dalam bidang ilmu
pengetahuan.
Abad pertengahan ini perkembangan ilmu mencapai kemajuan yang
pesat karena adanya penerjemahan karya filsafat Yunani Klasik ke bahasa Latin,
juga penerjemahan kembali karya para filsuf Yunani oleh bangsa Arab ke bahasa
Latin. Karangan para filsuf islam menjadi sumber terpenting penerjemahan buku,
baik buku keilmuan maupun filsafat. Diantara karya filsuf islam yang
______________
2
Hasbullah Bakry, Disekitar Filsafat Scholastik Kristen.(Jakarta: Firdaus, 1991), hal.
15

3
diterjemahkan antara lain astronomi ( Al-Khawarizmi), kedokteran (Ibn Sina),
karya – karya Al-Farabi, Al-Kindi,Al-Ghazali.
1. Al-Kindi
Nama Al-Kindi adalah sebutan pada suatu suku yang menjadi asal cikal
bakalnya yaitu Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang
sejak dulu menempati daerah selatan Jazirah Arab yang tergolongmemiliki
apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.3
Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq As-Shabban
bin Imron bin Isma’il al asy’ad bin Qays al – kindi.lahir pada tahun 185 H (8021
M) di Kuffah. Ayahnya Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa
pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Ar-rassyid dari Bani Abbas. Ayahnya
meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir. Pada masa kecilnya aL-Kindi
sempat merasakan masa pemerintahan Khlifah Harun Ar-Rassyid yang terkenal
kepeduliannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan bagi kaum muslim.
Ilmu Pengetahuan berpusat di Baghdad yang sekaligus menjadi pusat
perdagangan. Pada masa pemerintahan Ar-rassyid sempat didirikan lembaga yang
disebut Bayt Al-hikmah (Balai Ilmu Pengetahuan). Pada waktu Al-Kindi berusia 9
tahun Ar-Rassyid wafat dan pemerintahan diambil oleh putranya Al-Amin yang
tidak melanjutkan usaha ayahnya Ar-Rassyid untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan. Namun setelah beliau wafat pada tahun 185 H (813 H) kemudian
saudaranya al-Makmun menggantikan kedudukannya sebagai khalifah (198-228
H) ilmu pengetahuan berkembang pesat. Fungsi Bayt al-hikmah lebih
ditingkatkan, sehingga pada masa pemerintahan Al-Makmun berhasil
dipadukannya antara ilmu – ilmu keislaman dan ilmu – ilmu asing khususnya dari
Yunani. Dan pada waktu inilah Al-Kindi menjadi sebagai salah seorang tokoh
yang mendapat kepercayaan untuk menterjemahkan kitab – kitab Yunani ke
dalam bahasa Arab, bahkan dia memberi komentar terhadap pikiran – pikiran
pada filosuf Yunani. Al-Kindi mendapat pendidikan di Bashrah. Tentang siapa
guru – gurunya tiak dikenal, karena tidak terekam dalam sejarah hidupnya.

______________
3
Sirajudin Zar,Filsafat Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 113.

4
Setelah menyelsaikan pendidikannya di Bashrah ia melanjutkan ke Baghdad
hingga tamat. Ia banyak menguasai berbagai macam ilmu yang berkembang pada
masa itu seperti ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat,ilmu hitung, manthiq
(logika), geometri, astronomi dan lain – lain. Pendeknya ilmu – ilmu yang berasal
dari Yunani juga ia pelajari dan sekurang – kurangnya salah satu bahasa ilmu
pengetahuan kala itu ia kuasai dengan baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku –
buku Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Suryani inilah Al- Kindi
menterjemahkan ke dalam bahasa Arab.4
Karya Al-Kindi kebanyakan hanya berupa makalah – makalah. Tapi amat
banyak karangan – karangan al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan ketelitian
dan kecermatannya dalam memberikan batasan – batasan makna istilah – istilah
yang digunakan dalam terminologi ilmu filsafat.5
Dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat – pendapat
Aristoteles, dalam psikologi ia mengambil pendapat Plato, dalam bidang etika ia
mengambil pendapat – pendapat Socrates dan Plato. Namun kepribadian Al-Kindi
sebagai filosuf muslim tetap bertahan. Tidak sesuai dengan apa yang dikatakan
orang – orang.
2. Al-Razi
Nama Latin Al-Razi ada;ah Abu Bakar Muhammad Zakaria bin yahya
Al-razi, ia lahir di Rayy pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/865 M. Pada masa
mudanya, ia menjadi tukang intan, penukar uang dan pemain musik (kecapi).
Kemudian, ia menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu kimia dan
meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit akibat eksperimen -
eksperimen yang dilakukannya. Setelah itu, ia beralih dan mendalami ilmu
kedokteran (obat-obatan) tak heran jika di kota kelahirannya ia dikenal dokter
sehingga karena reputasinya dibidang kedokteran ini, Al-razi pernah diangkat
menjadi kepala rumah sakit. Kemasyhuran Al-razi sebagai seorang dokter tidak
saja di Dunia Timur tapi juga di Barat, ia kadang – kadang dijuluki The Arabic

______________
4
Ibid..., hal. 114
5
Ibid..., hal. 116.

5
Galen. Setelah khalifah Al-Muktafi wafat, Al-Razi kembali ke Rayy dan kemdian
ia berpindah – pindah dari satu negeri ke negeri lain. Meninggal dunia pada
tanggal 5 Sya’ban 313 H/27 Oktober 925 M sampai beliau meninggal sakit
butanya belum dapat disembuhkan.6
3. Al-Farabi, t
Al-farabi mempunyai nama Latin, Abu Nashr Ibn Audgh Ibn Thorban
Al-farabi, sebenarnya nama ini diambil dari nama kota. Beliau lahir di Transoxia,
pada tahun 874 M (260 H) di wilayah Wasij di Turki. Ayahnya adalah seorang
tentara yang miskin, tetapi semua itu tidak mengahalanginya untuk menimba ilmu
di Baghdad.
Al-farabi terdidik dengan sifat qanaah (sederhana). Sifat itu menjadikan
beliau seorang yang amat sederhana, tidak gila akan harta dan tidak cinta dunia.
Beliau lebih menumpukkan perhatian untuk mencari ilmu daripada mendapatkan
kekayaan duniawi. Sebab itulah Al-Farabi hidup dalam keadaan yang miskin
sehingga beliau menghembuskan nafas terakhir pada tahun 950 M (339 M).
Meskipun beliau zuhud namun beliau bukanlah seorang sufi. Beliau
merupakan seorang ilmuan yang cukup terkenal pada zamannya. Dia
berkemampuan menguasai berbagai bahasa. Selain itu dia juga merupakan
seorang pemusik yang handal. Lagu yang dihasilkan meninggalkan kesan secara
langsung kepada pendengarnya. Selain mempunyai kemampuan untuk bermain
musik, beliau juga telah mencipta satu jenis alat musik yang dikenal sebagai
gambus.
Bukan hanya itu, malah beliau juga memiliki ilmu pengetahuan yang
mendalam dalam bidang perubatan, sains,matematik,dan sejarah. Namaun,
ketrampilannya sebagai seorang ilmuan yang terulung lebih dalam bidang
falsafah. Bahakan kehebatannya dalam bidang ini mengatasi ahli falasafah islam
yang lain seperti Al-Kindi dan Ibnu Rusyd.
Meskipun pemikiran falsafahnya banyak dipengaruhi oleh falsafah
Yunani tetapi beliau menentang pendapat yang menganjurkan konsep pemisahan
dalam kehidupan manusia.

______________
6
Hasyimsyah Nasution,Filsafat Islam, (Jakarta, Gaya Media Pratama,1999), hal 26

6
Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi perhatian dari
Raja Charlemagne (Charles I) dengan pendirian sekolah – sekolah dan perekrutan
guru dari Italia, Inggris dan Irlandia. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi
tiga tingkat. Pertama, yakni pengajaran dasar (diwajibkan bagi calon pejabat
agama dan terbuka juga bagi umum). Kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal
art) yang dibagi menjadi dua :
a. Gramatika, retorikadan dialektika (trivium)
b. Aritmatiak,geometri,astronomi dan musik (quadrivium).
c. Tingkatan ketiga ialah pengajaran buku – buku suci.

C. Filsafat Zaman Thomas Aquinas


Puncak kejayaan masa skolastik dicapai melalui pemikiran Thomas
Aquinas (1225-1274 M.). Lahir di Roccasecca, Italia 1225 M dari kedua orang tua
bangsawan.7 Ia mendapat gelar "The Angelic Doctor", karena banyak pikirannya,
terutama dalam "Summa Theologia" menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
gereja. Menurutnya, pengetahuan berbeda dengan kepercayaan. Pengetahuan
didapat melalui indera dan diolah akal. Namun, akal tidak mampu mencapai
realitas tertinggi yang ada pada daerah adikodrati. Ini merupakan masalah
keagamaan yang harus diselesaikan dengan kepercayaan. Dalil-dalil akal atau
filsafat harus dikembangkan dalam upaya memperkuat dalil-dali agama dan
mengabdi kepada Tuhan.
Pemikiran Thomas Aquinas yang terpengaruh oleh filsafatnya Aristoteles
sangat Nampak jelas. Namun, pengaruh Islam di Spanyol sangat terasa di
sepanjang abad pertengahan. Para filosof Muslim telah lama mempelajari dan
menerjemakan karya-karya Aristoteles. Bahkan, tidak sedikit pengamat
memandang bahwa Thomas Aquinas selalu disejajarkan dengan al Ghazali.
Menurut Margaret Smith dalam bukunya yang berjudul Al-Ghazali The
Mystic yang diterbitkan di Loheren, Pakistan pada tahun 1983, menyatakan
bahwa: “The greatest of these Christian writers who was influenced by Al-Ghazali
was St. Thomas Aquinas (1225–1274), who made a study of the Arabic writers
______________
7
Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajah, (Yogyakarta, DIVA
Press, Cetakan I 2012), h. 68-71.

7
and admitted his indebtedness to them. He studied at the University of Naples
where the influence of Arab literature and culture was predominant at the time.” 8
Selain itu, menurut Hamid Fahmy Zarkasyi dalam bukunya yang
berjudul Misykat: Refleksi Tentang Westerenisasi, Liberalisasi dan Islam
menyebutkan bahwa Thomas Aquinas menjadi “santri” setia Ibnu Sina dalam
bidang mantiq.9 Lebih lanjut lagi, karena pengaruh pemikiran al Ghazali yang
begitu kuat dalam pandangan Thomas Aquinas, ia ikut ‘membela’ al Ghazali dan
mengkritik balik Ibnu Rusyd dalam bukunya yang berjudul De Unitate Intellectur:
Contra Averroistas atau dalam bahasa Indonesianya Kesatuan Intelek: Kritik
Terhadap Ibnu Rusyd.10
Akan tetapi, menurut Bertrand Russell “Saya mesti mengatakan bahwa
De Anima lebih memperlihatkan pandangan Averroes dari pada Aquinas.11
Namun demikian, pihak Gereja, sejak Thomas, menganggap sebaliknya.”12
Artinya, Bertrand Russel menilai bahwa kemampuan Thomas Aquinas tidak lebih
baik dari filsuf muslim Ibnu Rusyd.
Meskipun tidak lebih baik dari Ibnu Rusyd, pemikiran Thomas Aquinas
sangat berpengaruh besar di zaman Skolastik terutama dengan gagasan utamanya
yaitu mengawinkan antara akal dan iman, agama dan filsafat. Pokok-pokok
pemikiran Thomas Aquinas telah dibahas secara rinci dan sistematis oleh Ahmad
Tafsir dalam bukunya yang diberi judul Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak
Thales sampai Capra, ia membagi pemikiran Thomas Aquinas kedalam beberapa

______________
8
Margaret Smith, Al-Ghazali The Mystic: A Study of the Life and Personality of Abu
Hamid Muhammad al-Tusi al-Ghazali,( Lahore, Pakistan, Al-Hijra Publishers, 1983), hal. 220.
9
Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat: Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi dan
Islam, (Jakarta, INSIST – MIUMI, Cetakan II 2012), hal. 82-83.
10
Ibid..., hal. 83.
11
Adelbert Snijder, Seluas Segala Kenyataan¸Yogyakarta, Penerbit Kanisius, Cetakan
V 2013, h. IX.
12
Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cetakan III
2007, h. 599-600.

8
bagian, namun penulis membatasinya menjadi tiga pokok pemikirannya sebagai
seorang filosof dan teolog, diantaranya:
1. Pemikiran Thomas Aquinas dalam Teologi
Ahli teologi selalu menganggap bahwa eksistensi Tuhan tidak bisa
diketahui oleh akal dan hanya dapat diketahui oleh iman. Namun, menurut
Aquinas, eksistensi Tuhan dapat diketahui oleh akal. Ia mengajukan lima dalil
atau argumen untuk menunjukan eksistensi Tuhan dengan akal,13 diantaranya:
Pertama, diangkat dari sifat alam yang selalu bergerak. Setiap yang
bergerak pasti digerakan oleh yang lain sebab tidak mungkin suatu perubahan dari
potensialitas bergerak ke aktualitas bergerak tanpa ada penyebabnya dan
penyebabnya itu tidak mungkin ada pada dirinya sendiri. Dengan kata lain, tidak
mungkin sesuatu bergerak dengan sendirinya. Oleh karena itu, menurut Thomas
Aquinas, karena alam ini bergerak, maka pastilah ada Penggerak Pertama, yaitu
Penggerak Yang tidak digerakan oleh yang lain. Itulah Tuhan.
Kedua, Disebut sebab yang mencukupi. Didalam dunia inderawi kita
saksikan adanya sebab yang mencukupi. Dalam kenyataannya yang ada ialah
rangkaian sebab dan musabab. Seluruh sebab berurutan dengan teratur: penyebab
pertama menghasilkan musabab, musabab ini menjadi penyebab yang kedua yang
menghasilkan musabab kedua, dan begitu seterusnya sehingga terjadi rangkaian
penyebab. Itu berarti jika membuang sebab sama dengan membuang musabab.
Artinya, bila ada Sebab Pertama, tentu tidak akan ada rangkaian sebab. Dan pada
akhirnya Thomas Aquinas menyimpulkan bahwa yang menjadi Sebab Pertama
adalah Tuhan.
Ketiga, argumen kemungkinan dan keharusan. Alam semesta ini bermula
dari tidak ada menjadi ada. Jika alam ini ada, maka haruslah mengadakan Ada
Pertama. Artinya, Ada Pertama itu harus ada karena adanya alam semesta ini.
Akan tetapi, ada yang harus ada itu darimana ? terjadi rangkaian penyebab.
Thomas Aquinas beranggapan bahwa kita harus berhenti pada Penyebab yang
harus ada. Itulah Tuhan.
______________
13
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, Bandung,
Rosda, Cetakan X 2013, h. 98-100.

9
Keempat, memperhatikan tingkatan yang terdapat pada alam ini. Isi alam
ini berkekurangan dan berkelebihan. Misalnya dalam hal keindahan, kebaikan dan
kebenaran. Ada yang indah, ada yang paling indah dan ada pula yang terindah.
Tingkatan tertinggi menjadi sebab tingkatan dibawahnya. Artinya, Tuhan itu Yang
Maha Sempurna, Yang Maha Benar adalah sebab bagi sempurna dan benar pada
tingkatan di bawah-Nya. Karena itu, harus ada tingkatan yang tertinggi, dan
Thomas Aquinas berpendapat bahwa tingkatan tertinggi ialah Tuhan.
Kelima, berdasarkan keteratuan alam. Keteraturan alam adalah tujuan
dari alam diciptakan. Alam tidak mempunyai akal namun benda-benda yang ada
di dalam alam semesta ini diatur oleh sesuatu dalam bertindak mencapai
tujuannya. Sesuatu yang tidak berakal tidak mungkin mencapai sebuah tujuan.
Namun, nyatanya alam mencapai tujuan itu. Adalah mustahil jika tidak ada yang
mengarahkan untuk alam ini. Yang mengarahkan itu pasti mempunyai akal dan
mengetahui. Yang mengarahkan alam semesta dan isinya ini harus ada. Haruslah
berakal dan berpengetahuan pula. Thomas Aquinas menganggap bahwa yang
mengarahkan alam untuk mencapai tujuannya—keteraturan alam— ialah Tuhan.
Demikianlah lima dalil tentang eksistensi Tuhan menurut Thomas
Aquinas. Argument ini menurut Ahmad Tafsir sangat terkenal di Abad
Pertengahan dan bisa dilihat dalam karya klasik Thomas Aquinas yang berjudul
Summa Teologica.
2. Teori Pengetahuan Thomas Aquinas
Dalam seluruh teorinya tentang pengetahuan, Thomas Aquinas konsisten
dengan pandangannya bahwa akal dan iman itu tidak bertentangan. Baginya,
filsafat ditentukan oleh penjelasan sistematis akliyah, sedangakan agama
ditentukan oleh keimanan. Dengan demikian, pengetahuan sebenarnya adalah
gabungan dari kedua-duanya.
Ahmad Tafsir menyebut bahwa Thomas Aquinas selalu mengajarkan
untuk menyeimbangkan akal dan iman; akal membantu membangun dasar-dasar
filsafat Kristen. Akan tetapi, harus selalu disadari bahwa hal itu tidak selalu dapat
dilakukan karena akal terbatas. Akal tidak dapat memberikan penjelasan tentang
kehidupan kembali dan penebusan dosa. Akal tidak akan mampu membuktikan

10
kenyataan esensial tentang keimanan Kristen. Oleh karena itu, ia berpendapat
bahwa dogma-dogma Kristen tetap sebagaimana yang disebutkan dalam firman-
firman Tuhan.14
Dengan demikian, pengetahuan dalam filsafat Thomas Aquinas
mempunyai dua jalur. Jalur itu ialah jalur akal yang dimulai dari manusia dan
berakhir pada Tuhan, lalu yang kedua ialah jalur iman yang dimulai dari Tuhan,
didukung oleh akal.

D. Filsafat Zaman Sesudah Thomas Aquinas


Pada akhir periode ini, muncul beberapa filsuf diantaranya:
1. Yohanes Duns Scotus (1266-1308)
Duns Scotus berhasil menciptakan suatu sintese baru yang bersifat
filsafat-theologis, yang memakai bermacam-macam unsur pemikiran tradisional
yang diolah sehingga mempunyai sifat sendiri. Menurutnya pengalaman-
pengalaman yang diperoleh melalui pengamatan dengan indra adalah penting,
karena dia selalu menekankan hal yang empiris. Duns Scotus juga berpendapat,
bahwa ada hubungan yang selaras antara iman dan pengetahuan. Hal ini
memunculkan adanya dua macam kebenaran, yaitu kebenaran yang sesuai
dengan akal dan kebenaran yang sesuai dengan iman.15
2. William Ockham (1285-1349)
Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-
barang atau kejadian-kejadian individual, dan konsep-konsep atau kesimpulan-
kesimpulan umum tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa
kenyataan. Pemikiran yang hanya demikian ini, dapat dilalui hanya lewat intuisi,
bukan lewat logika. Disamping itu ia membantah anngapan skolastik bahwa
logika dapat membuktikan doktrin teologis.16

______________
14
Ibid..., h. 104
15
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Jogjakarta: Kanisius, 1980), hlm.
114-115.
16
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2001), hal. 77.

11
Menurutnya yang nyata hanyalah hal-hal yang tunggal dalam kenyataan.
Pengertian umum atau jenis tidak memiliki eksistensi, sebab hanya yang tinggal
itulah yang tereksistensi. Universalia hanya berada pada akal saja. Pembedaan-
pembedaan yang berarti adalah pembedaan yang nyata ada, artinya pembedaan
diantara hal-hal yang benar-benar dapat dipisahkan yang satu dengan yang lain.
Dengan ini pembedaan yang tradisional antara hakikat dan keberadaan
ditiadakan.17
3. Nicolas Cusaus (1401-1464)
Ia sebagai tokoh pemikir yang berada paling akhir pada masa skolastik.
Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu:
a. Melalui indera: akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda
berjasad, yang sifatnya tidak sempurna.
b. Melalui Akal: akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang
abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indera.
c. Melalui intuisi: akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi.
Hanya dengan intuisi inilah kita akan mempersatukan apa yang oleh
akal tidak dapat dipersatukan.18
Segala makhluk adalah gambar Allah dalam 3 alam, yaitu: alam indrawi,
alam akali, dan alam rohani. Manusia sebagai kesatuan dari 3 alam ini menjadi
pusat seluruh penciptaan. Ia adalah gambar Allah yang sempurna, suatu mikro-
kosmos. Jiwanya tidak dapat mati dan hanya untuk sementara waktu saja
dibubungkan dengan tubuh. Pada waktunya nanti seluruh jagad raya akan
kembali kepada Allah (sang penciptanya). Jalan kembali ini digerakkan oleh
kasih, yang dimungkinkan oleh kristus.
Demikianlah pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan
seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat kesuatu sintesa yang lebih luas.
Sintesa ini mengarah ke masa depan, dan pemikiranya ini tersirat suatu para
humanis.

______________
17
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1..., hal. 118-119.
18
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum..., hal. 77-78.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat abad pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan sebagai abad
kegelapan karena pihak gereja membatasi para filosof dalam berpikir, sehingga
ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur
oleh doktrin – doktrin gereja yang berdasarkan keyakinan. Apabila terdapat
pemikiran – pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka
filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman
mati.
Secara garis besar filsafat abad petengahan dapat dibagi menjadi dua
periode yaitu : periode Scholastik Islam dan Periode Scholastik kristen. Pada
scholastik islam-lah yang pertama mengenal filsafatnya Aristoteles diantaranya
adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada orang – orang Barat yang belum
mengenal filsafat Aristoteles.
Para ahli pikir islam (scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-farabi, Ibnu
Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lain – lain. Mereka itulah yang memberi
sumbangan sangat besar bagi para filosof Eropa yang menganggap bahwa filsafat
Aristoteles, Plato dan Al-Qur’an adalah benar. Namun dalam kenyataannya
bangsa Eropa tidak mengakui atas peranan ahli pikir islam yang mengantarkan
kemodernan bangsa Barat.
Puncak kejayaan masa skolastik dicapai melalui pemikiran Thomas
Aquinas (1225-1274 M.). Lahir di Roccasecca, Italia 1225 M dari kedua orang tua
bangsawan. Ia mendapat gelar "The Angelic Doctor", karena banyak pikirannya,
terutama dalam "Summa Theologia" menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
gereja. Menurutnya, pengetahuan berbeda dengan kepercayaan. Pengetahuan
didapat melalui indera dan diolah akal. Namun, akal tidak mampu mencapai
realitas tertinggi yang ada pada daerah adikodrati. Ini merupakan masalah
keagamaan yang harus diselesaikan dengan kepercayaan. Dalil-dalil akal atau

13
filsafat harus dikembangkan dalam upaya memperkuat dalil-dali agama dan
mengabdi kepada Tuhan.
Sesudah masa Thomas Aquinas, maka munculllah beberapa filsuf baru
seperti:
1. Yohanes Duns Scotus (1266-1308)
2. William Ockham (1285-1349)
3. Nicolas Cusaus (1401-1464)

B. Saran
Dengan terselesaikannya makalah ini, diharapkan bagi semua pembaca
untuk memahami filsafat pada zaman skolastik sehingga mengerti perkembangan
filsafat terutama pada zaman pertengahan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adelbert Snijder, Seluas Segala Kenyataan¸Yogyakarta, Penerbit Kanisius,


Cetakan V 2013.

Ahmad Sadali dan Mudzakir, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999),
Cet. I.

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra,
Bandung, Rosda, Cetakan X 2013.

Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2001).

Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cetakan III
2007.

Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat: Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi dan


Islam, (Jakarta, INSIST – MIUMI, Cetakan II 2012).

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Jogjakarta: Kanisius, 1980).

Hasbullah Bakry, Disekitar Filsafat Scholastik Kristen.(Jakarta: Firdaus, 1991).

Hasyimsyah Nasution,Filsafat Islam, (Jakarta, Gaya Media Pratama,1999).

Margaret Smith, Al-Ghazali The Mystic: A Study of the Life and Personality of
Abu Hamid Muhammad al-Tusi al-Ghazali,( Lahore, Pakistan, Al-Hijra
Publishers, 1983).

Sirajudin Zar,Filsafat Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007).

Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajah, (Yogyakarta,
DIVA Press, Cetakan I 2012).

Anda mungkin juga menyukai