Anda di halaman 1dari 3

Biografi ringkas Ismail Raji al-Faruqi

Ismail Raji al-Faruqi menempuh pendidikan islam tradisional pada saat kecil di sekolah
masjid, setelah menempuh pendidikan tersebut beliau belajar di sekolah Katolik Perancis, College des
freres (St. Joeshep) di Palestina. Proses dan keberlangsungan pendidikan al-Faruqi begitu unik
dikarenakan notaben lembaga pertamanya adalah lembaga masjid yang dilanjutkan pada lembaga
katolik Perancis, di Palestina. Ia kemudian meneruskan belajar selama lima tahun di Universitas
Amerika di Beirut tempat dimana beliau mendapatkan gelar Ba-nya pada tahun 1941. Ia kemudian
masuk dalam pemerintahan, dan pada umur 24 di tahun 1945 menjadi gubernur Galilee yang mana
arah kehidupan beliau sudah mantap. Saat beliau sudah menjadi gubernur terdapat hambatan yang
dilaluinya karena daerah yang ia bawahi dijadikan bagian dari negara Israel. kejadian tersebut terjadi
di tahun 1948 sehingga Al faruqi menjadi salah satu dari ribuan pengungsi Palestina yang berimigrasi
bersama keluarganya ke Lebanon. seperti halnya orang Palestina yang lain, beliau beralih ke dunia
akademik untuk membangun kembali hidup dan karirnya. Negara Amerika menjadi salah satu tempat
pelatihan beliau untuk menyiapkan diri dengan mencapai gelar master di Indiana dan Harvard pada
tahun 1952, tidak lama kemudian setelah itu Ismail Razi Al faruqi meraih gelar doktor (Ph.D) dari
universitas Indiana titik masa ini merupakan masa-masa sulit selain beliau trauma diasingkan dari
negerinya juga perjuangan untuk terus hidup dan membiayai pendidikannya. tokoh pembaharu yang
lahir dari Palestina ini, walaupun ketika itu sudah mendapatkan gelar doktor masih memiliki upaya
untuk menambah serta memperdalam ilmu pengetahuan keislaman di Al Azhar Kairo Mesir yang
berlangsung selama 4 tahun. Sekembalinya dari Kairo ke Amerika Utara, ia memberi kuliah di
McGill, Montreal, Canada, pada 1959. Ia lalu memulai karir profesionalnya sebagai guru besar Studi
Islam pada Institut Pusat Riset Islam di Karachi, Pakistan tahun 1961 Pada tahun 1963 ia kembali ke
Amerika dan memberi kuliah di Fakultas Agama University of Chicago dan kemudian ke program
pengkajian Islam di Syracuse University. Pada tahun 1968 ia pindah lagi ke Temple University,
Philadelphia sebagai guru besar agama dan mendirikan pusat pengkajian Islam. Ia memberi kuliah di
tempat ini sampai akhir hayatnya tahun 1986.

Demikian gambaran Ismail Raji al-Faruqi sosok ideal, bibit unggul, pemikir dan ulama
ternama ”Pejantan Tangguh” dalam dunia pendidikan Islam dan Dakwah Islam. Karya-karya
terpentingnya di sini adalah The Trialogue of Abrahamic Faiths (Perbincangan Tiga Pihak Mengenai
Agama-Agama Ibrahim, 1986), Essays in Islamic and Comparative Studies (Esai-Esai dalam Kajian
Islam dan Perbandingan, 1982), dan Historical Atlas of the Religions of the World (Atlas Historis
Agama-Agama Dunia, 1974), juga Tawhid: Its Implications for Thought and Life (Tauhid: Implikasi-
Implikasinya bagi Pemikiran dan Kehidupan, 1982), di samping beberapa artikel di jurnal kajian
agama.
Definisi Kesatuan Ilmu Menurut Ismail Raji al-Faruqi

Al-Faruqi ialah salah satu tokoh yang sangat bersahaja dalam mengembangkan pemikiran Islam
kontemporer. Gagasan-gagasannya sangat brillian dalam memecahkan persoalan yang dihadapi
umat Islam. Definisi kesatuan ilmu sendiri menurut beliau adalah upaya untuk menetralisir
pengaruh sains Barat modern sekaligus menjadikan Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan
sebagai bentuk upaya membersihkan pemikiran-pemikiran muslim benar-benar steril dari konsep
sekuler yang harus dirumuskan secara teoritis dan konseptual dengan berdasarkan argumen
rasional dan wahyu Tuhan, sebagaimana yang dikonsepkan oleh Ismail Raji al-Faruqi.

Konsep Kesatuan Dalam Perspektif Ismail Raji al-Faruqi

Ismail Raji Al-Faruqi sejatinya fokus pada permasalahan pendidikan keislaman yang memiliki
penawaran spektrum pendidikan melalui akrobatik “Islamisasi Ilmu Pengetahuan” yang terbingkai
dalam lintas pengabdiannya melalui kuliah-kuliah, tulisan, presentasi, maupun diskusi-diskusi di
Barat ataupun di Timur Tengah. Ini sebagai bukti bahwa pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan
dalam “proyek” islamisai ilmu pengetahun yang dilakukan oleh al-Faruqi. Pemikiran Al-Faruqi dalam
ranah aktivis keislaman ini tidak serta merta muncul begitu saja, lihatlah, bagaimana awalnya Faruqi
lebih konsentrasi pada konteks arabisme Islam daripada aktifis keislaman. Tak hanya tokoh-tokoh
islam kontemporer lainnya Al-Faruqi merasakan resah terhadap malapetaka yang menimpa dunia
islam karena akibat dari persepsi terbelahnya ilmu pengetahuan menjadi dua, yaitu pengetahuan
keislaman dan ilmu pengetahuan sekuler Barat. Karena itu Islam kehilangan identitas dan visinya.

Maka menurut Al-Faruqi langkah yang harus segera direalisasikan adalah memadukan dua
sistem pendidikan di atas. Perpaduan kedua sistem ini merupakan kesempatan yang tepat untuk
menghilangkan keburukan masing-masing sistem. Muara pemikiran ini menuju pada konsep
islamisasi ilmu pengetahuan. Pengetahuan, menurut al-Faruqi, harus diislamkan. Oleh karena itu,
islamisasi pengetahuan harus mengamati sejumlah prinsip-prinsip yang merupakan essensi Islam
(kesatuan ilmu). Konsep kesatuan ilmu menurut al-Faruqi dapat dipetakan melalui beberapa prinsip,
yaitu keesaan Allah; kesatuan alam semesta; kesatuan kebenaran dan pengetahuan; kesatuan hidup;
dan kesatuan umat manusia.

1. Keesaan Allah, yaitu bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang menciptakan dan memelihara
semesta. Pada konsep ini al-Faruqi sebagaimana dikutip oleh Abdul Rozak dan Rosihan
Anwar mengupas tentang hakikat tauhid menjadi 13 bagian, yang mana diantaranya adalah
tauhid sebagai ;
(a) pengalaman agama
(b) pandangan dunia
(c) inti sari Islam
(d) prinsip sejarah
(e) prinsip pengetahuan
(f) metafisika
(g) prinsip etika
(h) prinsip tata sosial
(i) prinsip ummah
(j) prinsip keluarga
(k) prinsip tata politik
(l) prinsip tata ekonomi, dan
(m) prinsip estetika
2. Kesatuan alam semesta, yaitu bahwa semesta ini secara sunnatullah saling berkaitan antara
yang satu dengan yang lainnya dalam rangka saling menyempurnakan.
3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan. Bahwa kebenaran naqliyah dan aqliyah tidak
bertentangan bahkan keduanya saling melengkapi.
4. Kesatuan hidup, merupakan kesatuan spiritual dan jasmani yang tidak bisa dipisahkan.
5. Kesatuan umat manusia, adalah kehendak tidak terbatas pada diri inividu dalam ranah
kemanusiaan untuk selalu mensejahterakan umat manusia tanpa memandang etnis. Dengan
perisai keyakinan, keimanan, dan ketakwan manusia akan terbebas dari keterbelakangan.

Konsep kesatuan ilmu atau islamisasi ilmu pengetahuan menurut al-Faruqi inilah sebagai acuan
utama semua aspek kehidupan. Nalar dan wahyu adalah cara untuk memahami kehendak Tuhan;
pemahaman akan kehendak Tuhan akan mungkin dengan nalar, dan diperkuat dengan wahyu.
Tauhid disampaikan sebagai esensi pengalaman religius, saripati Islam, prinsip sejarah, prinsip
ilmu pegetahuan, prinsip etika, prinsip estetika, prinsip ummah, prinsip keluarga, prinsip politik,
serta prinsip tatanan politik, sosial, ekonomi, dan dunia ini terangkum dalam kalimat yang sangat
pendek ini, lā ilāha illā Allāh; tidak ada Tuhan selain Allah.

Anda mungkin juga menyukai