Anda di halaman 1dari 15

PEMIKIRAN KALAM TENTANG TAUHID SEBAGAI IDENTITAS

ILMU PENGETAHUAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Ilmu Kalam

Dosen Pengampu :

Ridho Afifudin, MA

Disusun Oleh:

NAMA: Yusuf Cipto Sujiwo (933401317)

Indah Dwi Yuliyanti (933402217)

KELAS: A

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah yang dihadapi umat Islam adalah terjadinya pembagian dua kelompok yang saling
bertentangan, antara pendidikan Islam dengan pengetahuan modern yang berasal dari Barat.
Barat telah mengklaim bahwa pendidikan Barat adalah pendidikan yang maju punya solusi
yang membawa cita-cita ke depan. Banyak sarjana-sarjana muslim yang belajar di Barat
tidak memiliki otonomi keilmuan tersendiri karena tidak diberi oleh Barat dalam konteks
mandiri. Sarjana-sarjana itu hanya dapat berbuat hasil-hasil meniru dari para ahli Barat. Hal
ini disebabkan kekhawatiran mereka akan terjadinya transformasi ilmu pengetahuan ke dunia
Islam.
Setelah tasawuf dan tariqat memasuki dunia Islam seolah-olah pintu ijtihad sudah tertutup,
pendidikan Islam tidak menerima inovasi, arahan dari kurikulum pendidikan yang bersifat
tradisional mengacu hanya pada hal-hal yang bersifat syari'ah, seolah-olah pengetahuan
seperti astronomi, fisika, kimia, kedokteran dan sebagainya yang telah dipunyai dunia Islam
zaman klasik terabaikan. Hal ini disebabkan tradisi kebudayaan Islam di dalam kurikulum
pendidikan tidak lagi dijadikan mata kuliah wajib di perguruan tinggi di madrasah-madrasah
sedangkan tradisi Barat di ajarkan dengan konsisten dan penuh keseriusan merupakan bagian
dari program inti yang diwajibkan. Hal inilah yang mendorong AI-Faruqi mengemukakan ide
Islamisasi ilmu pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Ismail Raji Al-Faruqi?
2. Apa saja karya-karya Ismail Raji Al-Faruqi?
3. Bagaimana pandangan atau pemikiran Ilmu Kalam Ismail Raji Al-Faruqi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui riwayat hidup Ismail Raji Al-Faruqi,
2. Untuk mengetahui karya-karya Ismail Raji Al-Faruqi,
3. Untuk mengetahui lebih dalam tentang pemikiran-pemikiran ilmu kalam Ismail Raji
AL-Faruqi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Ismail Raji Al-Faruqi


Ismail Raji Al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina 1 Januari 1921. Ayah al-Faruqi bernama
Abdul Huda al-Faruqi, sosok laki-laki yang religius dan qodi terpandang di Palestina.
Pendidikan agama yang didapatkan al-Faruqi langsung dari ayahnya di rumah dan di masjid
sekitar rumahnya. Awal perjalanan intelektual dimulai dengan belajar di College Des Freses
(St.Yoseph) tahun 1936. Setelah mendapatkan pendidikan di College Des Freses tahun 1941,
al-Faruqi melanjutkan studi di American University of Beirut dengan mengambil kajian
bidang filsafat dan meraih gelar Bachelor of Art (BA). Dengan gelar sarjana muda, al-Faruqi
pernah menjadi pegawai negeri selama empat tahun di Palestina dan mencapai jabatan sebagai
gubernur di Galilela pada usia 24 tahun. Namun jabatan ini tidak lama, karena pada tahun
1947 propinsi tersebut jatuh ke tangan Israel, dan ini membuat langkah al-Faruqi menuju
Amerika Serikat tahun 1948.1
Di negeri Paman Sam, al-Faruqi mendaftarkan diri di Indiana University’s Graduate
School of Arts and Sciences dan memperoleh gelar MA di bidang filsafat. Tahun 1951, al-
Faruqi menerima anugerah gelar MA di bidang filsafat dari Department of Philosophy
Harvard University. Tahun 1951, al-Faruqi mengajukan tesisnya yang berjudul Justifying the
Good Metaphysics and Epistemology of Value (Justifikasi Kebenaran: Metafisika dan
Epistemologi Nilai) pada Indiana University di Blomingtoon dan berhasil menerima gelar
Ph.D pada 1952. Awal tahun 1953, al-Faruqi dan istrinya tinggal di Syria kemudian ke Mesir
(1954-1958) untuk mempelajari ilmu-ilmu keIslaman pada Universitas al-Azhar, Kairo dan
berhasil memperoleh gelar Ph.D.2
Sekembalinya dari Kairo, dia ke Amerika Utara, dia menjadi profesor tamu studi-studi
Islam di Institut Studi Islam dan menjadi mahasiswa tingkat doktoral penerima beasiswa pada
Fakultas Teologi di Universitas McGill tahun 1959 sampai 1961 dia belajar tentang Kristen
dan Yahudi. Tahun 1961, al-Faruqi ke Karachi karena terlibat riset keIslaman untuk Jurnal
Islamic Studies. Dan tahun 1963, ia kembali ke Amerika Serikat dan menjadi guru besar di
Fakultas Agama Univeritas Chicago. Pindah ke bidang lebih spesifik yaitu dengan arahan
pengakajian Islam di Universitas Disyracuse University New York. Tahun 1968, ia mengajar
1
Zuhdiyah, Islamisasi Ilmu Ismail Raji Al-Faruqi, Tadrib, 2 (Desember 2016), 1.
2
Damis, Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi, Sulesana, 2 (2013), 140.
3
di Universitas Temple Philadelphia, sebagai guru agama dan mendirikan Pusat Pengkajian
Islam. Di universitas Mindanou Filipina, ia ia merupakan salah satu tokoh yang merancang
the American Islamic Chicago dan terlibat secara umum dalam merancang seluruh pusat-
pusat studi Islam di dunia Islam. Beberapa lembaga pengkajian Islam lain, the American
Academy of Religion, editorial dalam sejumlah jurnal keIslaman.3
Kepedulian Faruqi terhadap Islam dan kaum muslim diawali komitmen teguhnya pada
Islam. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitasnya melampaui batas-batas akademis. Ia dapat
disebut sarjana, aktivis, dan pemimpin yang mendedikasikan diri pada pembaruan dan
reformasi. Bagi Ismail, kerja itulah dakwah sesungguhnya, pergulatan nyata untuk
merealisasikan dan mengaktualisasikan Islam dan sejarah. Demikian kata John L. Esposito.
Keaktifan Faruqi di berbaga kelompok studi Islam dan keterlibatannya dalam gerakan-
gerakan Islam sangat menonjol. Ia adalah tokoh dibalik pembentukan MSA, ISNA, AJISS,
AMSS, IIIT, dan banyak lagi lembaga keIslamannya di AS.4
Karir al-Faruqi harus berakhir dengan kematiannya pada tanggal 27 Mei 1986 di
Philadelphia, yang diakibatkan oleh tikaman pisau oleh seorang lelaki yang menyelinap
masuk kedalam rumahnya di wyncote-Pensylvina. Ia bersama istrinya Louis Lamnya, tewas
akibat tikaman lelaki tersebut. Sedangkan purinya Anmar al-Zein, berhasil di tolong namun
membutuhkan 200 jahitan untuk menutup lukanya. Para pemuka agama dan poitisi
memberikan penghormatan terakhirnya pada pemakaman al-faruqi di Washington pada akhir
bulan September. Acara tersebut di selenggarakan oleh panitia yang digelar untuk mengenang
al-Faruqi yang di bentuk dari dewan gabungan organisasi Arab-Amerika, Organisasi
masyarakat Amerika Utara, Dewan Gereja Kristen Amerika, Serta Komite Arab Amerika anti
Diskriminasi (ADC).5
B. Karya-Karya Ismail Raji Al-Faruqi
Aktivitas ilmiahnya yang tinggi telah melahirkan sejumlah karya tulis. Menurut
catatan Muhammad Shafiq, ada sekitar 129 karya tulis al-Faruqi yang terbagi atas 22 dalam
bentuk buku, 3 karya persnya serta 104 karya artikelnya.22 Beberapa diantaranya telah
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan masih banyak lagi yang belum. Di antara
karyanya yaitu: On Arabism, Urabah and Religions, An Analysis of the Dominant Ideas of
Arabism and of Islam as its Highest Moment of Conciousness (1962) diterbitkan di
Amsterdam tahun 1962. Usul as-Sahyuniyah fi ad-Din al-Yahudi (Analytical Study of the

3
Zuhdiyah, Islamisasi Ilmu, 2-3.
4
Maman Abdul Djaliel, Ilmu Kalam Edisi Revisi (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), 269.
5
Zuhdiyah, Islamisasi Ilmu, 3
4
Growth of Particularism in Hebrew Scripture (1964). Christian Ethics diterbitkan di
Amsterdam 1967, Historical Atlas of the Religions of the World diterbitkan di New York
1975. Selain itu, al-Faruqi juga menjadi penulis buku bersama seperti dalam buku, Historical
Atlas of the World, The Great Asian Religions, dan The Cultural Atlas of Islam. Menjelang
akhir hayatnya, al-Faruqi telah berhasil menuangkan konsep-konsep pemikiran yang dia
miliki dalam magnum opusnya yang berjudul Tauhid: Its Implication for Thought and Life.6
C. Pemikiran Kalam Ismail Raji Al-Faruqi
Secara umum al-Faruqi banyak mengemukakan gagasan serta pemikiran yang
berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Semua pemikirannya
saling terkait satu sama lain, dan berporos pada satu sumbu yaitu Tauhid. Pemikiran al-Faruqi
tentang Tauhid yang dikaitkan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu segi politik,
sosial, ekonomi, dan budaya sedikit banyak telah memberikan pencerahan baru tentang
keilmuan Ilmu Kalam kontemporer.7
1. Tauhid
Tauhid menurut al-Faruqi adalah keyakinan dan kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah. Bagi AI-Faruqi esensi peradaban Islam adalah Islam itu sendiri dan esensi Islam adalah
Tauhid atau peng-Esaan terhadap Tuhan, tindakan yang menegaskan Allah sebagai yang Esa,
pencipta mutlak dan transenden, penguasa segala yang ada. Dan secara sederhana, tauhid
adalah keyakinan dan kesaksian bahwa “tak ada Tuhan kecuali Allah”, penafsiran ini
mengandung makna yang sangat kaya dan agung, karena semua keanekaragaman, kekayaan
dan sejarah, kebudayaan dan pengetahuan, kearifan dan peradaban Islam ada dalam kalimat
la ilaha illallah.8
Dalam bukunya, al-Faruqi menyebutkan setiap tahayul, sihir, melibatkan pelaku atau
pemanfaatannya dalam kegiatan syirik yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran tauhid.
Konsep Tauhid yang digagas al-Faruqi bukan sekedar dinyatakan dengan lidah dan ikrar akan
keesan Allah serta kenabian Muhammad SAW, akan tetapi berkaitan erat dengan segenap
aspek kehidupan. Walaupun ikrar dan syahadat oleh seorang Muslim mengkonsekuensikan
sejumlah aturan hukum di dunia, namun tauhid yang merupakan sumber kebahagiaan abadi
manusia dan kesempurnaannya tidak berhenti pada kata-kata dan lisan semata.9

6
Umma Farida, Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi Tentang Tauhid, Sains, Dan Seni, Fikrah, 2 (Desember
2014), 209.
7
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan Ilmu Kalam Tematik Klasik Dan Kontemporer
(Jakarta: Prenamedia Group, 2016), 279
8
Zuhdiyah, Islamisasi Ilmu, 7
9
Burhanuddin, Ilmu Kalam, 280
5
Tauhid merupakan spirit bagi manusia dengan pandangan baru tentang kosmos,
kemanusiaan, pengetahuan, dan moral serta eskatologi yang memberikan dimensi dan arti
baru dalam kehidupan manusia dalam mengatur hidup manusia, termasuk hal-hal spesifik
tentang perdamaian global, keadilan, persamaan, dan kebebasan. Bagi al-Faruqi sendiri esensi
peradaban Islam adalah Islam itu sendiri dan esensi Islam adalah Tauhid, yakni tindakan yang
menegaskan Allah sebagai yang Esa, Pencipta Mutlak, dan Penguasa segala yang ada. Oleh
karena itu, Tauhid menjadi identitas peradaban Islam yang mengikat semua unsur dan
menjadikan sebagai suatu kesatuan yang integral, komprehensif, dan organis.10
Ada pun tauhid mengandung 5 prinsip dasar:
a. Dualitas
Maksudnya, realitas terdiri dari dua jenis yang umum; Tuhan dan bukan Tuhan; Khalik dan
makhluk. Jenis yang pertama hanya mempunyai satu anggota yakni Allah SWT. Hanya Dialah
Tuhan yang kekal, Maha Pencipta yang transenden. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan
Dia. Jenis kedua adalah tatanan ruang waktu, pengalaman, dan penciptaan. Di sini tercakup
semua makhluk, dunia benda-benda, tanaman dan hewan, manusia, jin, dan malaikat dan
sebagainya. Kedua jenis realitas tersebut yaitu khaliq dan makhluk sama sekali dan mutlak
berbeda sepanjang dalam wujud dan ontologinya, maupun dalam eksistensi dan karir mereka.
selamanya sangat mustahil kalau keduanya menjadi satu atau pun lebur.
b. Ideasionalitas.
Maksudnya, hubungan antara dua tatanan realitas ini bersifat ideasional yang titik
acuannya dalam diri manusia adalah pada kekuatan pemahaman. Pemahaman digunakan
untuk memahami kehendak Tuhan melalui pengamatan dan atas dasar penciptaan Kehendak
sang penguasa yang harus diaktualisasikan dalam ruang dan waktu, berpartisipasi dalam
aktivitas dunia serta menciptakan perubahan yang dikehendaki. Sebagai prinsip pengetahuan,
tauhid adalah pengakuan bahwa Allah itu ada dan Esa. Pengakuan bahwa kebenaran itu bisa
diketahui dan manusia mampu mencapainya.
c. Teleologi
Maksudnya, dunia tidak diciptakan secara kebetulan, dunia diciptakan dalam kondisi
sempurna. Dunia merupakan kosmos ciptaan yang teratur bukan kekacauan. Di dalamnya
kehendak pencipta selalu terjadi. Allah adalah tujuan terakhir alam semesta, berarti bahwa
manusia mempunyai kesanggupan untuk berbuat, bahwa alam semesta dapat ditundukkan
atau dapat menerima manusia. Pada manusia terdapat fungsi fisik dan spiritual. Fungsi fisik

10
Ibid., 281
6
dan manusia bersatu dengan alam, sehingga mereka mematuhi hukum-hukum yang mengikat
mereka dengan keharusan yang sama seperti makhluk lainnya. Fungsi spiritual, yaitu
pemahaman dan perbuatan moral berada di luar bidang alam yang sudah ditentukan. Mereka
bergantung pada subjeknya dan menuruti ketetapannya.
d. Kemampuan manusia dan pengolahan alam
Maksudnya, karena segalanya diciptakan untuk suatu tujuan, maka realisasi tujuan itu
harus terjadi dalam ruang dan waktu. Manusia harus mampu mengubah dirinya,
masyarakatnya, dan alam lingkungannya, mengaktualisasikan perintah ilahiyah dalam dirinya
maupun dalam mereka. bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk berbuat dan
mempunyai kemerdekaan untuk tidak berbuat. Kemerdekaan ini memberi manusia sebuah
tanggung jawab terhadap segala tindakannya.
e. Tanggung jawab dan penilaian.
Maksudnya, jika manusia berkewajiban mengubah dirinya, masyarakatnya dan
lingkungannya, agar selaras dengan pola Tuhan, dan mampu berbuat demikian, dan jika
seluruh objek tindakannya dapat dibentuk dan dapat menerima tindakannya serta mewujudkan
maksudnya, maka dia bertanggung jawab. Kewajiban moral mustahil tanpa adanya tanggung
jawab. Sedangkan penilaian atau pelaksaan tanggung jawab merupakan syarat mutlak
kewajiban moral. Perhitungan dapat saja terjadi dalam ruang dan waktu atau pada akhir
zaman yang pasti terjadi. Mentaati Tuhan adalah mewujudkan perintah-Nya dan pola-Nya
untuk mencapai fallah sedangkan tidak mentaatinya, berarti mendatangkan hukuman,
penderitaan, kesengsaraan, dan kegagalan.11

2. Tauhid dan Relasi Sosial


Implikasi dari konsep Tauhid yang dikembangkan al-Faruqi adalah lahirnya tatanan
ummah, suatu kumpulan warga yang organis dan padu yang tidak dibatasi oleh tanah
kelahirannya, kebangsaan, ras, kebudayaan, totalitas, dan bertanggung jawab dalam
kehidupan bersama-sama. Tidak salah lagi, Tauhid merupakan pedoman dari keseluruhan
kesalehan, religiusitas, dan seluruh kebaikan. Dalam hal ini wajarlah jika Allah SWT. dan
Rasul-Nya menempatkan Tauhid pada status tertinggi dan menjadikannya sebagai penyebab
kebaikan dan pahala yang terbesar. Oleh sebab itu, ajaran Tauhid harus dimanifestasikan
dalam seluruh aspek kehidupan dan dijadikan dasar kebenaran Islam.

11
Zuhdiyah, Islamisasi Ilmu, 7-8
7
Pandangan Tauhid al-Faruqi sebenarnya berdasarkan pada keinginan untuk
memperbarui dan menyegarkan kembali wawasan ideasional dari pembaru gerakan Salafiyah,
seperti Muhammad bin Abdul Wahab (1701-1793), Muhammad Idris As-Sanusi (1889-1983),
dan Hasan Al-Banna (lahir 1906).
Landasan dasar yang digunakan olehnya ada tiga yaitu: Pertama, umat Islam di dunia
keadaannya tidak menggembirakan, kedua, diktum ilahi yang mengatakan bahwa
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan,
yang ada pada diri mereka sendiri” sebagai sebuah ketentuan sejarah, dan ketiga Umat Islam
di dunia tak akan bisa bangkit kembali menjadi “umatan wasathan” jika ia tidak berpijak pada
Islam yag telah memberikan kepadanya rasio detre, karakter serta kejayaannya selama
berabad-abad. Inilah pemikiran Kalam Raji al-Faruqi, yang akhirnya terkait dengan
pemikiran-pemikiran nya dalam aspek lain, seperti Islamisasi ilmu pengetahuan, politik, dan
sebagainya.12
3. Tauhid dan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Menurut Al-Faruqi Islamisasi ilmu pengetahuan itu sendiri berarti melakukan aktifitas
keilmuan seperti eliminasi, perubahan, penafsiran kembali dan penyesuaian terhadap
komponen-komponennya sebagai world view Islam (pandangan dunia Islam) dan menetapkan
nilai-nilainya. Dengan demikian, Islamisasi ilmu pengetahuan dapat diartikan dengan
mengIslamkan ilmu pengetahuan modern dengan cara menyusun dan membangun ulang sains
sastra, dan sains-sains ilmu pasti dengan memberikan dasar dan tujuan-tujuan yang konsisten
dengan Islam. Menuangkan kembali ilmu pengetahuan sebagaimana dikehendaki Islam, yaitu
memberi definisi baru, mengatur data, mengevaluasi kembali kesimpulan dan
memproyeksikan kembali tujuan-tujuannya. Bagi AI-Faruqi Islamisasi ilmu pengetahuan
merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh para ilmuan muslim.
Karena menurutnya apa yang telah berkembang di dunia Barat dan merasuki dunia Islam saat
ini sangatlah tidak cocok untuk umat Islam.
Ia melihat bahwa ilmu sosial Barat tidak sempurna dan jelas bercorak Barat dan
karena itu tidak berguna sebagai model untuk pengkaji dari kalangan muslim. Ilmu sosial
Barat juga melanggar salah satu syarat krusial dari metodologi Islam yaitu kesatuan
kebenaran. Untuk merubah paradigma sekulerisme di dunia Islam, al-Faruqi meletakkan
prinsip tauhid sebagai kerangka pemikiran, metodologi dan cara hidup Islam. Prinsip prinsip
tauhid itu terdiri dari lima macam kesatuan:

12
Burhanuddin, Ilmu Kalam, 282-283
8
a) Keesaan (kesatuan) Tuhan, implikasinya dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan,
bahwa sebuah pengetahuan bukan untuk menerangkan dan memahami realitas, melebihkan
melihatnya sebagai bagian yang integral dari eksistensi tuhan. Karena itu, Islamisasi ilmu
mengarahkan pengetahuan pada kondisi analisa dan sintesa tentang hubungan realitas yang
dikaji dengan hukum Tuhan.
b) Kesatuan ciptaan, bahwa semesta ini baik yang material psikis spasial (ruang),
biologis maupun etnis adalah kesatuan yang integral. Dalam kaitannya dengan Islamisasi
ilmu, maka setiap penelitian dan usaha pengembangan keilmuan harus diarahkan sebagai
refleksi dari keimanan dan realisasi ibadah kepadanya
c) Kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kebenaran bersumber pada realitas, dan realitas
bersumber dari satu yaitu Tuhan. Maka, apa yang disampaikan lewat wahyu tidak
bertentangan dengan realitas yang ada, karena keduanya diciptakan oleh Tuhan.
d) Kesatuan hidup yang meliputi amanah, khilafah, dan Kaffah (Komprehensif).
e) Kesatuan manusia yang universal mencakup seluruh umat manusia tanpa terkecuali.
Maka, pengembangan sains harus berdasar pada kemaslahatan manusia secara universal.
Lebih lanjut, sebagai prinsip metodologi, tauhid terdiri dari tiga prinsip kebenaran,
yaitu:
a) Menolak semua yang tidak berkaitan dengan realitas. Yakni melindungi seorang
muslim dari membuat pernyataan yang tidak teruji, tidak jelas terhadap ilmu pengetahuan.
Pernyataan yang kabur merupakan contoh yang di larang dalam al-Qur’an.
b) Menafikan semua hal-hal yang sangat bertentangan, artinya melindungi dari
kontradiksi di satu pihak, dan paradoks di pihak lain. Rasionalisme bukanlah mengutamakan
akal atas wahyu tetapi penolakan terhadap kontradiksi puncak antara keduanya.
c) Terbuka terhadap bukti baru dan atau/berlawanan. Hal ini melindungi seorang muslim
dari literalisme, fanatisme, dan konservatisme yang menyebabkan stagnasi. Prinsip ketiga ini
mendorong kaum muslimin untuk bersikap rendah hati intelektual.
Pemikiran kalam Al-Faruqi dapat kita ketahui melalui karyanya yang berjudul,
Tawhid: Its Implementations for Thought and Life. Sesuai dengan judulnya, buku ini
membahas hakikat Tauhid secara mendalam. Berikut penjelasan Al-Faruqi mengenai Tauhid
sebagai berikut:
a) Tauhid sebagai inti pengalaman agama
Kalimat syahadat menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran
setiap muslim. Inti pengalaman agama adalah Tuhan, kehadiran tuhan mengisi kesadaran

9
muslim dalam setiap waktu, Tuhan benar-benar merupakan obsesi yang agung. Esensi
pengalaman agama dalam Islam adalah realisasi atau pembuktian prinsip bahwa hidup, dan
kehidupan ini tidaklan sia-sia.
b) Tauhid sebagai pandangan dunia
Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang, dan waktu,
sejarah manusia, dan taqdir.
c) Tauhid sebagai intisari Islam
Esensi peradaban Islam adalah Tauhid, esensi Islam adalah tauhid, tidak ada satu perintah pun
dalam Islam yang dapat dilepaskan dari Tauhid.
d) Tauhid sebagai prinsip sejarah
Tauhid menempatkan manusia pada suatu etika berbuat atau bertindak, yaitu etika ketika
keberhargaan manusia sebagai pelaku moral diukur dari tingkat keberhasilan yang dicapainya
dalam mengisi aliran ruang dan waktu.
e) Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
Iman dalam Islam adalah kebenaran yang diberikan dalam pikiran, bukan pada perasaan
manusia yang mudah mempercayai apa saja. Kebenaran iman bukanlah misteri, hal yang sulit
dipahami dan tidak dapat diketahui dan tidak masuk akal, melainkan bersifat kritis dan
rasional.
f) Tauhid sebagai prinsip metafisika
Dalam Islam, alam adalah ciptaan dan anugerah. Sebagai ciptaan, ia bersifat teleologis,
sempurna, dan teratur. Sebagai anugerah, ia merupakan kebaikan yang tak mengandung dosa
yang disediakan untuk manusia.
g) Tauhid sebagai prinsip etika
Dalam Islam, etika tidak dapat dipisahkan dari agama dan bahkan dibangun di atasnya.
h) Tauhid sebagai prinsip tata sosial
Tidak ada perbedaan antara masyarakat satu dengan lainnya. Masyarakat Islam adalah
masyarakat yang terbuka dan setiap manusia boleh bergabung dengannya baik sebagai
anggota tetap maupun sebagai yang dilindungi. Masyarakat Islam harus mampu
mengambangkan dirinya untuk seluruh umat manusia.
i) Tauhid sebagai prinsip ummah
Penjelasan Al-Faruqi tentang Ummah Tauhidi dengan empat identitas,
1. Menentang Etnosentrisme, maksudnya, tata sosial Islam adalah universal, mencakup
seluruh umat manusia, bukan milik segelintir etnis.

10
2. Universalisme, maksudnya Islam bersifat universal yaitu Islam mencakup seluruh
umat manusia, cita-cita komunitas universal adalah cita-cita Islam yang diungkapkan dalam
ummah dunia.
3. Totalisme, maksudnya Islam relevan terhadap setiap bidang kehidupan dan kegiatan
hidup manusia.
4. Kemerdekaan, maksudnya, tata sosial Islam adalah kemerdekaan yaitu jika Islam
dibangun dengan kekerasan atau dengan jalan memaksa rakyat, maka Islam akan kehilangan
sifatnya yang khas.
j) Tauhid sebagai prinsip keluarga
Al-Faruqi memandang, selama Islam tetap melestarikan identitas mereka dari Komunisme
dan Ideologi-ideologi Barat, Islam akan tetap selamat dan menempati kedudukannya yang
terhormat. Karena, keluarga Islam memili peluang lebih besar untuk tetap lestari sebab
ditopang oleh hukum Islam dan determinisi oleh hubungan erat dan tauhid.
k) Tauhid sebagai prinsip tata politik
Al-Faruqi mengaitkan tata politik tauhidi dengan kekhalifahan yang didefinisikan sebagai
kesepakatan tiga dimensi, yaitu kesepakatan wawasan (ijma’ Ar-Ru’yah), kehendak (ijma’ Al-
Iradah), dan tindakan (ijma’ Al-Amal).
l) Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi
Dua premis utama implikasi Islam untuk tata ekonomi yaitu, yang pertama bahwa tak ada
seorangpun atau kelompok yang boleh memeras yang lain. Dan yang kedua yaitu tak satu
kelompokpun boleh mengasingkan diri dari umat manusia dengan tujuan untuk membatasi
kondisi ekonomi mereka pada diri mereka sendiri.
m) Tauhid sebagai prinsip estetika
Islam memberkati keindahan, Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam
diri Tuhan dan kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-firman Nya.
Sebelum mengurai konsep "Islamisasi" yang digagas al-Faruqi, perlu diperjelas dahulu
konsep ini dari sisi terminologis. Dalam hal ini ada tiga bahasan yang perlu diperjelas
permasalahannya, Islamisasi, ilmu, dan pengetahuan. Pertama, Islamisasi berasal dari akar
kata "salima" yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai diubah menjadi bentuk
"aslama" yang berarti berserah diri dan masuk dalam kedamaian. Islamisasi merupakan proses
pemyesuaian sebuah fenomena dengan ajaran Islam. Konsekuensi logisnya, Islam berperan
sebagai pemberi kriteria etis. Kedua, istilah ilmu. Kata "ilmu" berasal dari "ilm", kata jadian
dari "alima, ya'lamu", menjadi "ilmun" dan seterusnya. Franz Rosental menjelaskan bahwa

11
akar kata "alm dlm bhs arab tidak mempunyai persamaan dengan akar kata bahasa semi
lainnya. Persamaan akar kata a-l-m baru mendapat padanan dalam akar kata a-y-w yakni
tanda. Padanan ini di perjelas dengan makna leksikal al quran yang menunjuk "ilm" sebagai
"idzrak al syai". Ilmu dapat di pahami sebagai pengetahuan biasa atau lebih dari itu seperti
yang di sabdakan rasul "carilah ilmu walaupun di negeri cina". Ilmu adalah harta yang hilang
dari kaum beriman.
Ketiga, Istilah pengetahuan. Pengetahuan dipadankan dengan knowledge, yang dalam
padanan bahasa arab dengan "ilm". Dan sebagian lainnya, ada yang menganggap bahwa
sekaligus ilmu pengetahuan diterjemahkan dengan science.
Bagian akhir dari konsep Kalam al-Faruqi akan melihat hubungan tauhid dengan
konsep politik yang digagasnya. Menurut al-Faruqi, ummah adalah agen rekontruksi atau
pembaruan dunia untuk memenuhi kehendak Ilahi. Ia adalah wakil "Khalifah" Tuhan di alam
raya. Di tengah perkembangan negara-negara nasional di dunia Islam dewasa ini, al-Faruqi
masih mengagungkan gagasan Pan-Islamismenya. Baginya khilafah adalah prasyarat mutlak
bagi tegaknya paradigma Islam di muka bumi. Melalui khilafah ini, negara Islam yang ada
sekarang ini akan menjadi provinsi yang federal dari sebuah khilafah yang bersifat universal.
Menurut al-Faruqi, kekhalifahan adalah suatu kesepakatan tiga dimensi, yaitu pertama,
kesepakatan wawasan yang merupakankomunitas pikiran dan kesadaran. Kedua, kesepakatan
kekuatan sebagai komunitas kehendak dengan dua komponen, ashabiyah dan kepatuhan yang
padu terhadap Tuhan. Ketiga, kesepakatan tindakan yang merupakan pelaksanaan dari
kewajiban yang timbul dari ijma'. Bagi al-Faruqi negara yang Islami berpijak pada nilai-nilai
universalisme, kedaulatan, kebebasan, dan komprehensivitas.
Pertama, Universalisme. Negara Islam tidak terikat oleh suatu tanah atau seseorang.
Membatasi negara pada tanah tertentu tidaklah perlu dan tidak universal. Tentu saja negara
Islam harus memiliki tanah dan rakyat, serta mengupayakan bumi dan keseluruhannya.
Negara Islam berupaya memberi setiap golongan hak-hak dan kewajiban sebagai warganya.
Negara Islam memiliki rakyat, tetapi rakyat ini tidak berdasarkan kelahiran, warna kulit, ras
ataupun budaya.
Kedua, Kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuatan-kekuatan mutlak bersama untuk
menentukan serta menjadikannya sebagai ukuran puncak perilakunya terhadap mereka dan
negara-negara lain. Pemimpin atau khalifah negara Islami adalah pelaksana yang ditunjuk
oleh ahli hukum untuk memimpin rakyat dan melaksanakan hukum Allah. Kedaulatan

12
bukanlah milik kelompok, atau golongan tetapi ia adalah milik hukum yang menentukan
segala hal di dalam dan di luar, dan dibalik itu adalah milik tuhan.
Ketiga, Kebebasan. Manusia mempunyai kebebasan dan dapat berbuat apa saja, selain
memenuhi kehendak ilahi. Kebebasan manusia yanh merupakan karunia termahal dari Allah
adalah syarat untuk pengabdian manusia kepada-Nya. Keempat, Komprehensivitas. Negara
Islam yang telah berdiri di Madinah adalah sebuah negara ideologis, ia memiliki jalur
pandangan Islam yang ia pandang sebagai alasan dan tujuan kemajuannya. Tentunya
konstitusi negara Islami selalu berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Maka pada
titik ini, masalah-masalah yang menyangkut perjanjian Madinah hanyalah masalah-masalah
awal dan mendasar tentang keselamatan dan kesetiaan yang perlu di pupuk dan
dikembangkan.
Kelima, Peranan hukum. Hakimiyah Tuhan terwujud melalui syariah. Hanya Allah
yang mempunyai hak untuk menentukan kebaikan bagi seluruh manusia dan makhluk-
makhluk lainnya. Pada kenyataannya, kekhalifahan dibangun untuk membuat warga negara
dapat memenuhi perintah Tuhan. Oleh karena itu, tidak dapat diterima adanya pemisahan
antara negara dengan fungsi kepatuhan kepada perintah, kemauan dan kehendak Tuhan.
Tetapi demikian, hal itu tidak membuat kekhalifahan menjadi sebuah negara theokracy,
negara di mana Tuhan berkuasa melalui seorang wakil atau kelompok orang tertentu.13

13
Burhanuddin, Ilmu Kalam, 285-293
13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Al- Faruqi adalah seorang tokoh yang sangat bersahaja dalam perkembangan pemikiran
Islam kontemporer. Gagasan-gagasan beliau sangat brilian dalam rangka memecahkan
persoalan yang dihadapi umat Islam. Kebesarannya yang langsung berhadapan dengan barat
membuat Al-Faruqi mengamati sendiri tekanan-tekanan barat terhadap dunia Islam dan hal ini
memunculkan ide-ide untuk menghadapi serangan-serangan tersebut. Idenya tidak terlepas
dari konsep tauhid, karena tauhid adalah esensi Islam yang mencakup seluruh aktifitas
manusia. Begitu pula idenya tentang Islamisasi, tidak terlepas dari pro dan kontra dan telah
membawanya pada puncak ketenaran di dunia. Gagasannya tetap mejadi pandangan umat
Islam pada abad ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Zuhdiyah. Islamisasi Ilmu Ismail Raji Al-Faruqi. Tadrib, 2 (Desember 2016)


Damis. Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi. Sulesana, 2 (2013)
Djaliel, Maman Abdul. Ilmu Kalam Edisi Revisi. Bandung: CV Pustaka Setia, 2013
Farida, Umma. Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi Tentang Tauhid, Sains, Dan Seni. Fikrah, 2
(Desember 2014)

Burhanuddin, Nunu. Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan Ilmu Kalam Tematik Klasik
Dan Kontemporer. Jakarta: Prenamedia Group, 2016

15

Anda mungkin juga menyukai