Anda di halaman 1dari 18

KONSEP ISLAMISASI SAINS MENURUT NAQUID AL-ATTAS DAN

ISMAIL RAJI’ AL-FARUQI

Dosen Pengampu:
Dr. Alfi Julizun Azwar, M.Ag

Disusun Oleh:
Kelompok 4
1. Azka Nur’izzana (23021230017)
2. Windi Wulansari (23021230026)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 1445 H / 2024 M
A. KONSEP ISLAMISASI SAINS MENURUT NAQUID AL-ATTAS
1. Biografi Kehidupan Naquid Al-Attas
Nama panjang beliau adalah Syed Muhammad Naquib Ibn Abdullah Ibn
Muhsin Al-Attas. Lahir di Bogor Jawa Barat, pada tanggal 5 September 1931
M. Beliau diberi gelar Sayyid, karena setelah dilacak silsilahnya sampai pada cucu nabi
yang bernama SayyidinaHussein.1Ayah beliau bernama Syed Ali Bian Abdullah Ibn
Muhsin Ibn Muhammad Al Attas dan ibunya bernama Syarifah Raguan Al-
Aydarus. Dimana ibunya ini merupakan keturunan dari kerabat raja-raja sunda
Sukaputra Bogor Jawa Barat.2 Beliau juga sosok yang dapat dikategorikan sebagai
seseorang yang berdarah biru karena beliau terlahir dari keluarga yang masih
nyambung silsilahnya ke Imam Husain salah satu cucu Nabi Muhammad SAW.
Selain itu juga, beliau dariketurunan seorang wali yang bernama Sayyid Abdullah
Ibn Muhsin Ibn Muhammad Al-Attas yang mana beliau tidak hanya terkenal di
Nusantara ini tetapi juga di negeri Arab sana.3
Selain faktor genetis, selama beliau di Bogor Jawa Barat juga memperoleh
pendidikan ilmu-ilmu keislaman. Yang kemudian di umur 5 tahun M. Naquib Al-
Attas (selanjutnya akan disebut Al-Attas) hijrah ke Johor Baru Malaysia dan dididik
saudara ayahnya Encik Ahmad dan Ibu Azizah sampai meletus perang dunia kedua.
Di tahun 1936-1941 M. Al-Attas belajar di Ngee Neng English Premary Schooldi
Johor Baru. Pada masa penjajahan Jepang Al-Attas kembali lagi ke Bogor Jawa Barat
selama 4 tahun (1942-1945 M.)untuk belajar agama islam dan bahasa arab di
Madrasah Al-Urwatul Wutsqa.Di tahun 1946 beliau kembali lagi ke Johor Baru
Malaysia dan tinggal bersama saudara ayahnya Engku Abdul Aziz (menteri besar
Johor waktu itu) dan juga Datok Onn yang mana beliau juga menteri besar Johor.
Di tahun itu juga, beliau melanjutkan pendidikannya di Bukit Zahrah School dan di
English College Johor Baru kurang lebih 4 tahun (1946-1949). Kemudian di tahun
1952-1955 beliau masuk tentara hingga memiliki pangkat Letnan. Tetapi, karena
kurang berminat pada dunia militer kemudian beliau keluar dan melanjutkan
kuliah S2 di University Malaya dari tahun 1975 sampai 1959, lalu melanjutkanke
Mc Gill University, Montreal Kanada dengan gelar M.A., tidak lama kemudian di

1
Budi Handriyanto. 2010. Islamisasi Sains(Jakarta: Pstaka Al-Kautsar)
2
Garwan, Muhammad Sakti. 2019. “Urgensi Islamisasi Ilmu Syed Naquib Al-Attas dalam upaya
Deskonstruksi Ilmu Hermeneutika Al-Qur’an,” Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 21.2: 125
3
Ni’mah Afifah. 2016. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Perspektif Naquib Al-Attas di tengah
Kemunduran Dunia Ilmiah Islam,” Jurnal Program Studi PGMI, 3.2: 205–19

1
tahun 1963 M. Beliau melanjutkan S3 di Universitay Of London dan lulus pada
tahun 1964 M. Hingga mendapatkan gelar Ph.D.4
Sebagai seorang akademisi, Al-Attas menjalani karirnya pertamanya sebagai
seorang dosen Universitas Kebangsaan Malaysia. Beliau banyak membantu untuk
membina dan mengembangkan perguruan tinggi tersebut. Dan di kampus itu, al-
attas menjabat sebagai ketua jurusan, dekan fakultas, direktur dan juga rektor.
Bahkan di tahun 1968-1970 M. Beliau menjabat sebagai ketua Departemen
Kesusastraan dalam pengkajian bahasa melayu di Malaysia. Kontribusi yang
diberikannya untuk pengembangan bahasa melayu banyak sekali. Dimana al-attas
merancang dasar bahasa melayu untuk negara malaysia. Dan akhirnya pada
tanggal 24 Januari 1972 M. Al-attas dikukuhkan mejadi profesor bahasa dan
kesusastraan melayu. Di dalam pengukuhannya, beliau berpidato dengan tema
“Islam Dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu.5
Al-attas juga merupakan salah satu tokoh kunci terkait dengan diskursus
islamisasi ilmu pengetahuan. Beliau adalah orang pertama kali yang menyuarakan
islamisasi ilmu pengetahuan ini ketika beliau hadir pada konferensi pendidikan
islam internasional di Mekah tahun 1977 M.Gagasannya tersebut, ingin
menekankan pada proses pembentukan ulang terkait dengan epistemologi islam
dan Al-ttas juga terkait dengan gagasannya secara langsung mengimplementasikan
di kampus yang didirikannya di malaysia yang bernama international Institute Of
Islamic Thought And Civilization (ISTAC)kurang lebih dari tahun 1989 sampai tahun
2002 M.6
Di samping aktifitasnya sebagai dosen, Al-Attas tidak hanya mengajar dan
mengisi seminar di berbagainegara, dia juga sangat produktif sekali dalam
menulis buku dan monograf. Baik dalam bahasa inggris juga bahasa melayu,
sekitar 26 buku dan beberapa artikel jurnal yang ditulisnya. Di dewasa ini, hasil
tulisannya banyak yang diterjemahkan ke berbagai bahasa di semua negara.
Karena tulisannya membahas segala permasalahan baik itu di bidang bahasa,
pendidikan, sosiologi, tasawuf, filsafat dan lain-lain.7Adapun diantara karya-

4
Syaiful Muzani. 1991. Pandangan Dunia dan Gagasan Islamisasi Ilmu Syed Muhammad Naquib Al-
Attas (Bandung: Yayasan Muthahari)
5
Ismail SM. 1999. Paradigma Pendidikan Islam Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas(Yogyakarta)
6
Yulianto, Rahmad, dan Achmad Baihaki. 2018. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Syed
Muhammad Naquib Al-Attas,” Al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama, 4.1: 1–19
7
Ni’mah Afifah. 2016. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Perspektif Naquib Al-Attas di tengah Kemunduran
Dunia Ilmiah Islam,” Jurnal Program Studi PGMI, 3.2: 205–19

2
karyanya adalah: Rangkaian Rubu’iyat (t. 1959), Some Aspect Of Shufism As
Understood and Practised Among The Malays (t. 1963), Preliminary Statement
On The General Theory of The Islamization of The Malaysia-Indonesian
Archipelage (t. 1968), Islam: The Concep of Religion and The Foundation Of
Ethics and Morality (t. 1976), Islamic and Sekulisme (t. 1976), Ains And Ibjectives of
Islamic Education (1979), The Concept of Education in Islam (t. 1980), Islam
and The Philosophy of Science (t. 1989), The Nature of Man and The Psychology
of The Human Soul (t. 1990), The Degrees of The Existence (t. 1994) dan
prolegomena To TheMetaphysics of Islam (t. 1995).8
Selain beberapa buku diatas, ada beberapa artikel jurnal yang ditulisnya.
Diantara artikel yang terbit di jurnal yaitu: Islamic Culture In Malaysia (t. 1966),
Indonesian History The Islamic Period (t. 1971), konsep baru Mengenai Rencana
serta Cara-Gaya Penelitian Ilmiah Pengkajian Bahasa, Kesusastraan dan
Kebudayaan Melayu (t. 1972),Islam in malaysia (t. 1974),Islam dan Kebudayaan
Malaysia Sharahan Tun Sri Lanang (t. 1976) dan Some Reflection On The
Philosophical Aspect Of Iqbal’s Thought.9
2. Konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Berbicara islamisasi, maka yang perlu kita ketahui terlebih dahulu makna
secara bahasa. Asal kata dari islamisasi yaitu “islam” yang artinya selamat, damai dan
pasrah. Menurut budi handriyanto islamisasi merupakan kata benda dari
“mengislamkan” yakni suatu cara dan upaya untuk menjadikan islam atau
memiliki sifat islam.10 Akan tetapi, pengertian itu berbeda dengan Al-Attas dimana
islamisasi adalah suatu upaya untuk membebaskan manusia dari doktrin barat yang
sifatnya sekular dan liberal sehingga pengetahuan itu bersih dari unsur-unsur doktrin
barat dan mengapriori pengetahuan yang berkembang di islam. Dengan demikian
islamisasi itu tidak mengganti namanya tetapi keinginan untuk menginterpretasikan
ontologis dan epistemologis yang diislamkan.
Adapun latar belakang kemunculan islamisasiilmu pengetahuan yang
dilakukan oleh Al-Attas ini semangat intelektualnya yang mana ilmu pengetahuan
barat telah menghegemoni masyarakat dunia. Akibatnya paradigma setiap ilmu

8
Kemas Badarudin. 2009. Filsafat Pendidikan Islam(Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
9
Sholeh, Sholeh. 2017. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Konsep Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi dan Syed
Muhammad Naquib Al-Attas),” Al-Hikmah: Jurnal Agama dan Ilmu Pengetahuan, 14.2: 209–21
<https://doi.org/10.25299/al-hikmah:jaip.2017.vol14(2).1029>
10
Budi Handriyanto. 2010. Islamisasi Sains(Jakarta: Pstaka Al-Kautsar)

3
pengetahuan harus berkiblat ke barat.11 Dari gejala-gejala inilah yang timbul dari
diri al-attas untuk mengislamisasi ilmu pengetahuan. Bahwa islam di dewasa ini
telah mengalami masalah ilmu pengetahuan. Dimana paradigma barat telah
menggerogoti intelektual islam. Juga ilmu pengetahuan saat ini yang dikembangkan
oleh barat tidak bersifat netral sehingga hal itu perlu danya islamisasi ilmu
pengetahuan agar islam selalu relevan dengan setiap kondisi waktu dan zamannya.
Setelah kita mengetahui pengertian islamisasi dan latar belakang
kemunculan islamisasi ilmu pengetahuan perspektif al-attas. Adakalanya penulis
juga ingin menjelaskan tentang ilmu pengetahun. Menurut al-attas ilmu
pengetahuan adalah sebuah makna yang datang ke dalam jiwa manusia dengan
perantara hidayah Allah SWT. Sehingga menghasilkan hasrat dan kehendak
berbentuk interpretasi-interpretasi yang dilakukan dengan jiwa manusia(Syed
Muhammad Naquib Al-Attas 1989). Dengan itu, ilmu pengetahuan menginternalisasi
dalam diri manusia karena disebabkan ada sebuah kesatuan antara jiwa manusia
dengan ilham yang diberikan Allah SWT.12 Al-attas dalam mengkonstruksikan
islamisasi ilmu pengetahuan ini rupanya berpegang teguh pada dua unsur yaitu
jiwa dan hidayah Allah SWT.
Menurutnya, jiwa manusia memiliki aspek penerima dan aspek pemberi efek.
Ketika jiwa itu menerima, dengan sendirinya jiwa itu akan berhubungan dengan
sesuatu yang lebih tinggi darinya yaitu Allah SWT. Dan jika jiwa itu memiliki aspek
pemberi efek, maka saat itu juga jiwa akan menerima pengetahuan.13 Jiwa
manusia itu memiliki sebuah kekuatan yang manifestasi dalam tubuh manusia.
Dimana jiwa itu mirip seperti genus yang terbagi menjadi tiga bagian yang
berbeda yakni: jiwa vegetatif, jiwa hewani dan jiwa insani. Jiwa vegetatif
fungsinya sebagai kekuatan pertumbuhan, nutrisi dan reproduksi. Sedangkan jiwa
hewani funsinya sebagai penggerak tubuh serta jiwa insani memiliki fungsi sebagai
kekuatan intelek kognitif dan intelek aktif (praktis).14Dengan demikian jiwa akan

Khudori Sholeh. 2014. Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media)
11

Ismail, Abdulloh Hamid. 2020. “Adab Pembelajaran Al-Qur’an: Studi Kitab At-Tibyan Fi Adabi
12

Hamalatil Quran,” Ar-Risalah: Media Keislaman, Pendidikan dan Hukum Islam, 18.2: 220–33
13
Syed Muhammad Naquib al-Attas. 2001. Prolegomena To The Metaphysies Of Islam(Kuala Lumpur: ISTAC)
14
Syeh Muhammad Naquid Al-Attas. 1989 Islam And The Philosophy Of Science ( Kuala Lumpur
:1980 )

4
selalu aktif dengan tiga unsur yang saling menyatu antar satu aspek dengan aspek
yang lainnya.
Islamisasi ilmu pengetahuan ini mengkaji ilmu pengetahuan modern dan
kontemporer. Karena ilmu-ilmu mudern dan kentemporerlah yang memiliki
sebuah dampak yang terkonfirmasi pada nilai-nilai sekularisme. Mengapa
demikian? Karena ilmu-ilmu tersebut di temukan dan dikembangkan oleh
intelektual-intelektual barat. Karena menurut mereka, ilmu itu universal dan bebas
untuk dinilai. Tetapi pernyataan ini dibantah oleh al-attas bahwa ilmu itu tidak
bersifat netral karena mudah dikombinasikan dengan sifat dan kandungan
interpretasi manusia yang menyerupai ilmu15.
Tujuan yang terpenting dalam islamisasi ilmu pengetahuan ini sebagai
pembebasan akal dalam diri manusia dari doktrin magis, mitologis, animisme,
nasionalisme buta dan sekularisme.16 Tujuan ini juga untuk membebaskan diri
manusia dari doktrin-doktrin barat yang cenderung mendzalimi diri sendiri,
dikarenakan sifat jasmani cenderung lalai terhadap hakikat dan asal manusia
diciptakan di muka bumi ini.
Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan kajian sangat penting dalam diri al-attas.
Sehingga proses islamisasi ilmu pengetahuan ini harus melibatkan dua unsur penting
yaitu: sebuah proses untuk mengeluarkan konsepsi-konsepsi doktrin barat dalam
merumuskan segala ilmu pengetahuan dan memasukkan konsep utama islam dalam
memformulasikan ilmu pengetahuan. Dalam melancarkan misinya ini, al-attas
menggunakan sebuah pendekatan epistemologi yang memiliki landasan
padakonsep dan juga pandangan hidup islam.Menurut al-attas hal yang paling
mendasar dalam epistemologi islam terkait dengan sumber ilmu pengetahuan.
Orang islam yakin bahwa wahyu (Al-Qur’an) merupakan sumber utama dari ilmu
pengetahuan tentang realita yang terjadi dalam kehidupan dan juga kebenaran
yang sangat tinggi nilainya. Terlepas dari pro dan kontrak, penerimaan ini
tentu saja dilandasi dengan dasar keimanan pada Allah SWT. Dalam mempengaruhi
cara pandang orang muslim terhadap segala benda yang diciptakannya baik itu
alam semesta, manusia, hewan dan tumbuhan. Dengan cara pandangan inilah yang

15
Syed Muhammad Naquib Al-Attas. 1978. Islam And Secularisme(Malaysia: Penerbit ABIM)
16
Irma Novayani. 2017. “ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT PANDANGAN AYED M.
MAQUIB AL-ATTAS DAN IMPLIKASI TERHADAP LEMBAGA PENDIDIKAN INTERNATIONAL
INSTITUTE OF ISLAMIC THOUGHT CIVILIZATION (ISTAC),” Al-Muta’aliyah, 1.2017: 74–89

5
kemudian memberikita sebuah asas untuk melawan paradigma barat yang
diinterpretasi dengan kajian filsafat sains sebagai sistem yang integral dan paling
menggambarkan sebuah realitas kebenaran.17 Maka dari itu, islam memiliki
sebuah warna dalam kajian epistemologi ilmu pengetahuan ini. Dimana ilmu
pengetahuan itu berasal dari Allah SWT. Dan segala sesuatu yang diketahui dengan
panca indera dan akal sehat. Itu semuanya diperoleh dari berita yang sangat benar
dan dari sumber otoritatif yaitu wahyu (Al-Qur’an) serta juga diperoleh dengan intuisi
manusia.
Dalam implementasinya, islamisasi ilmu pengetahuan tidak hanya
menyisipkan/memasukkan ayat-ayat Al-Qur’an kedalam gagasan ilmu pengetahuan
modern. Akan tetapi juga difokuskan bagaimana islam memberikan sebuah
pedoman nilai yang mengikat ilmu pengetahuan (value bound). Dengan kata lain,
bagaimana nantinya pemahaman tentang ilmu pengetahuan dapat meningkatkan
kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.18Sehingga nantinya puncak
dari segala ilmu pengetahuan yang diterapkannya dapat memberikan sebuah
nilai-nilai yang baik.
Menurut al-attas, intuisi (hati) ini merupakan sebuah pemahaman secara
langsung adanya perantara terkait dengan kebenaran agama baik itu wujud Tuhan dan
realitasnya.19 dengan perkataan lain, bahwa paradigma epistemologi islam sangat
erat kaitannya dengan sebuah struktur metafisika yang paling dasar dalam islam
sehingga terformulasi yang sesuai dengan wahyu (Al-Qur’an), hadist, akal sehat dan
intuisi (hati). Menurutnya lagi,wahyu (Al-Qur’an) merupakan sumber dari ilmu
pengetahuan dengan itu segala sesuatu yang ada di alam semesta ini merupakan apa
yang ada dalam ayat-ayat di Al-Qur’an. Karena di dalam islam telah ada ilmu
metodologisnya juga yang dinamakan dengan ilmu tafsir dan ta’wil. Dimna ilmu ini
menjelaskan tentang ayat-ayat yangberkaitan dengan penciptaan alam semesta
beserta isinya baik secara implisit juga eksplisit.20
Al-attas mengemukakan bahwa segala ilmu pengetahuan itu datangnya dari
Allah SWT. Kemudian ditafsirkan segala kekuatan-kekuatan potensi yang ada

17
Budi Handriyanto. 2010. Islamisasi Sains(Jakarta: Pstaka Al-Kautsar)
18
Ni’mah Afifah. 2016. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Perspektif Naquib Al-Attas di tengah Kemunduran
Dunia Ilmiah Islam,” Jurnal Program Studi PGMI, 3.2: 205–19
19
Syed Muhammad Naquib Al-Attas. 1978. Islam And Secularisme(Malaysia: Penerbit ABIM)
20
Yulianto, Rahmad, dan Achmad Baihaki. 2018. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Syed
Muhammad Naquib Al-Attas,” Al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama, 4.1: 1–19

6
dalam diri manusia. Sehingga segala penafsirannya merupakan interpretasi dari
pengetahuan Tuhan-Nya.21 Dengan itu, pengetahuan adalah masuknya sebuah
makna segala sesuatu dari Allah SWT. Kedalam jiwa manusia. Sehingga jiwa
dapat menjelaskan segala sesuatunya dengan objek panca indera dan akal sehatnya.
Berdasarkan dari kajian sumber ilmu pengetahuan ini, menurut al-attas segala
sesuatu yang dilimpahkan Allah SWT. Kepada setiap individu dalam diri manusia
yang kemudian diinterpretasikan oleh kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri
manusia baik itu panca indera, akal dan lainnya hingga melahirkan sebuah
pengetahuan dalam bentuk sebuah simbol-simbol yang logis juga sistematis

B. KONSEP ISLAMISASI SAINS MENURUT ISMAIL RAJI’ AL-FARUQI


1. Biografi Ismail Raji’ Al-Faruqi
Faruqi lahir di Yaifa, Palestina pada tanggal 1 Januari 1921. Pendidikan dasarnya
dilalui di College Des Freses, Lebanon sejak 1926 sampai 1926. Ia kemudian
melanjutkan pendidikan tinggi di The American University Beirut pada jurusan filsafat
dan memperoleh gelar BA di tahun 1941. Setamat kuliah, Faruqi bekerja sebagai
pegawai pemerintah Palestina di bawah mandat Inggris. Selanjutnya, Faruqi diangkat
sebagai gubernur Galelia, Palestina, di usia 24 tahun. Jabatan gubernur tidak lama
diembanya, hingga pada tahun 1947, provinsi tersebut jatuh ke tangan israel. Sehingga
ia hijrah ke Amerika, setahun kemudian.
Setahun di Amerika, Faruqi melanjutkan studinya di Indiana University sampai
meraih gelar Master dalam bidang filsafat, tahun 1949. Dua tahun kemudian ia meraih
gelar master kedua dalam bidang yang sama dari Universitas Harvard. Puncaknya,
tahun 1952, Faruqi meraih gelar Ph.D dari Universitas Indiana, dengan disertasi
berjudul On Justifying the God: Metaphysic and Epistemology of Value (Tentang
Pembenaran Tuhan, Metafisika dan Epistemologi Nilai). Namun, apa yang dicapai ini
tidak memuaskanya. Karena itu, ia kemudian pergi ke Mesir untuk mendalami ilmu-
ilmu keIslaman Universitas Al-Azhar, Kairo.
Pada tahun 1959, Faruqi pulang dari Mesir dan mengajar di McGill, Montreal,
Kanada, sambil mempelajari Yudaisme dan Kristen secara intensif. Namun, dua tahun
kemudian, tahun 1961, ia pindah ke Karachi, Pakistan, untuk ambil bagian dalam

Wan Mohd Nor Wan Daud. 2003. Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed Naquib Al-
21

Attas(Bandung: Mizan)

7
kegiatan Central Institute for Islamic Research (CIIR) dan jurnalnya, Islamic Studies.
Dua tahun di Pakistan, tahun 1963, Faruqi kembali ke Amerika dan mengajar di School
of Devinity, Universitas Chicago, sambil melakukan kajian keIslaman di Universitas
Syracuse, New York. Selanjutnya, tahun 1968, Faruqi pindah dan menjadi guru besar
pemikiran dan kebudayaan Islam pada Temple University, Philadelphia. Di sini Faruqi
mendirikan Departemen Islamic Studies sekaligus memimpinya sampai akhir hayatnya,
27 Mei 1986. Menurut beberapa sumber, Faruqi meninggal karena diserang orang tak
dikenal yang diidentifikasi sebagai agen Mossad, agen rahasia israel. Tragedi ini juga
menewaskan istrinya, Dr. Louis Lamya dan kedua putranya.
Di samping kontribusinya yang besar dalam memperkenalkan studi-studi keIslaman
di berbagai perguruan tinggi di Amerika dan proyeknya yang terkenal, ‘Islamisasi Ilmu
Pengetahuan’ (Islamization of Knowledge), Faruqi juga aktif dalam gerakan-gerakan
keIslaman dan keagamaan. Bersama istrinya, Dr. Louis Lamya, ia membentuk
kelompok-kelompok kajian Islam, seperti Muslem Student Association (MSA),
American Academy of Religion (AAR), mendirikan Himpunan Ilmuan Sosial Muslim
(The Association of Muslem Social Scientist AMSS), Islamic Society of North America
(ISNA), menerbitkan jurnal American Journal of Islamic Social Sciences (AJISS), dan
yang menomental, mendirikan Perguruan Tinggi Pemikiran Islam (The International
Institute of Islamic Thought IIIT). Selain itu, Faruqi juga duduk sebagai penasihat serta
ikut mendesain program studi Islam di berbagai Universitas di dunia Islam, antara lain,
di Pakistan, India, Afrika Selatan, Malaysia, Saudi Arabia dan Mesir.Selain itu, Faruqi
juga ikut mendesain program studi Islam di tempat-tempat isolatif seperti di Universitas
Mindanau, Philipina Selatan, dan Universitas Qum, Taheran, Iran.22
Faruqi banyak meninggalkan karya tulis. Tercatat tidak kurang dari 100 artikel dan
25 judul buku, yang mencakup berbagai persoalan, antara lain, etika, seni, sosiologi,
kebudayaan, metafisika, dan politik. Diantara karyanya adalah Ushul al Syahyuniyah fi
al Din al Yahudi (1963), Historical Atlas of Religion of the World (1974), Islamic and
Culture (1980), Islamization of Knowledge General Principles and Workplan (1982),
Tauhid Its Implications for Thought and Life (1982), Cultural Atlas of Islam (1986),
Christian Ethics, Trealogue of Abraham Faith, dan Atlas of Islamic Culture and
Civilization.

22
Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme Modern hingga Postmodernisme.
Jakarta: Paramadina, 1996

8
2. Konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Ismail Raji’ Al-Faruqi mendefinisikan Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah
menyusun, mendefinisikan ulang, memikirkan kembali, menghubungkan data,
mengevaluasi dan memproyeksikan ulang seluruh warisan berupa data, simpulan-
simpulan atas data, dan tujuan pengetahuan manusia dari sudut pandang Islam.
a. Langkah-langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Secara umum, islamisasi ilmu al-Faruqi dimaksudkan sebagai respons positif
terhadap realitas pengetahuan modern yang sekularistik di satu sisi dan Islam yang
terlalu religius di sisi yang lain. Dalam model pengetahuan baru yang utuh dan
itegral tanpa pemisahan dii antara keduanya. Secara terperinci, orientasi yang
dimaksud ialah sebagai berikut:
1. Penguasaan disiplin ilmu modern
2. Penguasaan khazanah warisan islam
3. Membangun relevansi Islam dengan masingmasing disiplin ilmu modern
4. Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan islam secara kreatif modern
5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan
pola planning Allah.

Menurut al-Faruqi, sasaran di atas bisa dicapai melalui 12 langkah


sistematis yang pada akhirnya mengarah pada Islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu:

1. Penguasaan terhadap disiplin-disiplin modern.


Al-Faruqi mengatakan bahwa, disiplin-disiplin modern harus dipecah-
pecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologimetodologi,
problem-problem, dan tema-tema, yang mencerminkan daftar isi suatu buku
teks klasik.
2. Peninjauan disiplin.
Jika kategori-kategori dari disiplin ilmu telah dipilah-pilah, suatu survei
menyeluruh harus ditulis untuk setiap disiplin ilmu. Langkah ini diperlukan
agar sarjana-sarjana muslim mampu menguasai setiap disiplin ilmu modern.
3. Penguasaan ilmu warisan Islam: antologi.
Ilmu warisan Islam harus dikuasai dengan cara yang sama. Tetapi
disini, apa yang diperlukan adalah antologi-antologi mengenai warisan pemikir
muslim yang berkaitan dengan disiplin ilmu.
4. Penguasaan ilmu warisan Islam: analisis.

9
Jika antologi-antologi sudah disiapkan, ilmu warisan Islam harus
dianalisa dari prespektif masalah-masalah masa kini.
5. Penentuan relevansi
Islam yang spesifik untuk setiap disiplin ilmu. Relevansi ini, kata al-
Faruqi, dapat ditetapkan dengan mengajukan tiga persoalan yaitu:
a. Apa yang telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari al-Qur’an hingga
pemikiran-pemikiran kaum modernis, dalam keseluruhan masalah yang
telah dicakup oleh disiplin-disiplin modern.
b. Seberapa besar sumbangan itu jika dibandingkan dengan hasil-hasil
yang telah diperoleh oleh disiplin-disiplin tersebut.
c. Apabila ada bidang-bidang masalah yang sedikit diperhatikan atau
bahkan sama sekali tidak diabaikan oleh ilmu warisan Islam, kearah
mana kaum muslim harus mengusahakan untuk mengisi kekurangan
itu, juga memformulasikan masalah-masalah, dan memperluas visi
disiplin tersebut.
6. Penilaian kritis terhadap disiplin moderen.
Jika relevensi Islam telah disusun, maka ia harus dinilai dan dianalisa
dari titik pijak Islam.
7. Penilaian krisis terhadap khazanah Islam.
Sumbangan khazanah Islam untuk setiap bidang kegiatan manusia harus
dianalisa dan relevansi kontemporernya harus dirumuskan.
8. Survei mengenai problem-problem terbesar umat Islam.
Suatu studi sistematis harus dibuat tentang masalah-masalah polotik,
social ekonomi, inteltektual, kultural, moral dan spritual dari kaum muslim.
9. Survei mengenai problem-problem umat manusia.
Suatu studi yang sama, kali ini difokuskan pada seluruh umat manusia,
harus dilaksanakan.
10. Analisa dan sintesis kreatif.
Pada tahap ini sarjana muslim harus sudah siap melakukan sintesa
antara khazanah-khazanah Islam dan disiplin moderen, serta untuk
menjembatani jurang kemandegan berabad-abad. Dari sini khazanah pemikir
Islam harus disenambung dengan prestasi-prestasi moderen, dan harus
menggerakkan tapal batas ilmu pengetahuan ke horison yang lebih luas dari
pada yang sudah dicapai disiplin-disiplin moderen.
10
11. Merumuskan kembali disiplin-disiplin ilmu dalam kerangka kerja (framework)
Islam.
Setelah keseimbangan antara ilmu warisan Islam dengan disiplin-
disiplin moderen telah diacapai, buku-buku teks universitas harus ditulis
untuk menuangkan kembali disiplin-disiplin modern dalam cetakan Islam.
12. Penyebarluasan ilmu pengetahuan yang sudah diislamkan.
Selain langkah tersebut diatas, alat-alat bantu lain untuk
mempercepat islamisasi pengetahuan adalah dengan mengadakan konferensi-
konferensi dan seminar untuk melibat berbagai ahli di bidang-bidang
illmu yang sesuai dalam merancang pemecahan masalah-masalah yang
menguasai pengkotakan antar disiplin. Para ahli yang membuat harus
diberi kesempatan bertemu dengan para staf pengajar. Selanjutnya
pertemuan pertemuan tersebut harus menjajaki persoalan metode yang
diperlukan.23
b. Landasan Ialamisasi Ilmu Pengetahuan
Untuk membandingkan gagasannya tentang islamisasi ilmu, Faruqi meletakkan
pondasi epistemologinya pada “prinsip tauhid” yang terdiri lima macam kesatuan
yaitu:
1. Keesaan (kesatuan) Tuhan, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang
menciptakan dan memelihara semesta. Implikasinya, berkaitan dengan
pengetahuan adalah bahwa sebuah pengetahuan bukan untuk menerangkan dan
memahami realitas sebagai entitas yang terpisah dari realitas absolut (Tuhan),
melainkan melihatnya sebagai bagian yang integral dari eksistensi Tuhan.
Karena itu, islamisasi ilmu mengarahkan pengetahuan pada kondisi analisa dan
sintesa tentang hubungan realitas yang dikaji dengan hukum Tuhan.
2. Kesatuan ciptaan, bahwa semesta yang ada ini baik yang material, psikis, spasial
(ruang), biologis, sosial maupun estetis, adalah kesatuan yang integral. Masing-
masing saling kait dan saling menyempurnakan dalam ketentuan hukum alam
(sunnatullah) untuk mencapai tujuan akhir tertinggi Tuhan. Namun, bersamaan
dengan itu, Dia juga menundukkan alam semesta untuk manusia, sehingga
mereka bisa mengubah polanya dan mendayagunakannya demi kesejahteraan
umat.

23
https://www.researchgate.net. (diakses 08-04-2018)

11
3. Kesatuan kebenaran dan pengetahuan. Kebenaran bersumber pada realitas, dan
jika semua realitas berasal dari sumber yang sama, Tuhan, maka kebenaran
tidak mungkin lebih dari satu. Apa yang disampaikan lewat wahyu tidak
mungkin berbeda apalagi bertentangan dengan realitas yang ada, karena Dialah
yang menciptakan keduanya. Faruqi merumuskan kesatuan kebenaran ini
sebagai berikut:
a. bahwa berdasarkan wahyu, kita tidak boleh membuat klaim yang paradoksal
dengan realitas. Pernyataan yang diajarkan wahyu pasti benar dan harus
berhubungan dan sesuai dengan realitas. Jika terjadi perbedaan atau bahkan
pertentangan antara temuan sains dan wahyu, seorang muslim harus
mempertimbangkan kembali pemahamannya atas teks atau mengkaji ulang
data-data penelitiannya.
b. Bahwa dengan tidak adanya kontradiksi antara nalar dan wahyu, berarti
tidak ada satupun kontradiksi antara realitas dan wahyu yang tidak
terpecahkan. Karena itu, seorang muslim harus terbuka dan senantiasa
berusaha merekonsiliasikan antara ajaran agama dengan kemajuan Iptek.
c. Bahwa pengamatan dan penyelidikan terhadap semesta dengan bagian-
bagiannya tidak akan pernah berakhir, karena pola- pola Tuhan tidak
terhingga. Betapapun mendalam dan banyaknya seseorang menemukan data
baru, semakin banyak pula data yang belum terungkap. Karena itu, seorang
muslim dituntut bersikap open minded, rasional dan toleran terhadap bukti
dan penemuan baru.
4. Kesatuan hidup. Menurut Faruqi, kehendak Tuhan terdiri atas dua macam:
a. Berupa hukum alam (sunnatullah) dengan segala regularitasnya yang
memungkinkan diteliti dan diamati, materi
b. Berupa hukum moral yang harus dipatuhi, agama. Kedua hukum ini berjalan
seiring, senada dan seirama dalam kepribadian seorang muslim.
Konsekuensinya, tidak ada pemisahan antara yang bersifat spiritual dan
material, antara jasmani dan ruhani.
5. Kesatuan manusia. Tata sosial Islam, menurut Faruqi adalah universal,
mencakup seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Kelompok muslim tidak
disebut bangsa, suku atau kaum melainkan umat. Pengertian umat bersifat
trans lokal dan tidak ditentukan oleh pertimbangan geografis, ekologis,
etnis, warna kulit, kultur dan lainnya, tetapi hanya dilihat dari sisi taqwanya.
12
Meski demikian, Islam tidak menolak adanya klasifikasi dan stratifikasi
natural manusia ke dalam suku, bangsa dan ras sebagai potensi yang
dikehendaki Tuhan. Yang ditolak dan dikutuk Islam adalah faham
ethnosentrisme, karena hal ini akan mendorong penetapan hukum, bahwa
kebaikan dan kejahatan hanya berdasarkan ethnisnya sendiri, sehingga
menimbulkan berbagai konflik antar kelompok. Kaitannya dengan
islamisasi ilmu, konsep ini mangajarkan bahwa setiap pengembangan ilmu
harus berdasar dan bertujuan untuk kepentingan kemanusiaan, bukan hanya
kepentingan golongan, ras dan etnis tertentu.24

24
Al-Faruqi, Ismail R., Islamisasion of Knowledge, terj. Anas Muhyidin, Bandung: Pustaka, 1994

13
KESIMPULAN

Berbagai penjelasan dan diskusi teori dengan berbagai macam literatur


tentang islamisasi ilmu pengetahuan perspektif M. Naquib Al-Attas diatas, maka
dari itu dapatditarik dua kesimpulansebagai berikut:

Pertama, M. Naquib Al-Attas adalah seorang tokoh modern yang menjadi


pelopor tentang konsep islamisasi ilmu pengetahuan dengan pernyataannya
secara eksplisit ketika beliau diundang untuk menghadiri koferensi pendidikan
islam internasional di Mekah. Al-attas juga seorang keturunan Nabi Muhammad
SAW. Dengan diberi gelar Sayyed bahkan beliau juga pernah menjadi tentara
walaupun tidak lama di dunia militer. Al-attas juga seorang akademisi yang
berbagaai macam bidang keilmuan yang ditulisnya. Seperti, bidang bahasa, bidang
pendidikan, bidang filsafat dan bidang keilmuan yang lainya.

Kedua, islamisasi ilmu pengetahuan perspektif M. Naquib Al-Attas adalah


bahwa segala ilmu pengetahuan itu berasal dari Allah SWT. yang kemudian
diinterpretasikan oleh manusia dengan segala potensi-potensi yang ada dalam
dirinya dengan interpretasi yang logis dan realistis sesuai dengan panca indera
dan akal sehat manusia.

Islamisasi ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah suatu upaya


untuk mentransformasikan nilai-nilai keislaman kedalam berbagai bidang kehidupan
manusia, khusussnya ilmu pengetahuan. Dengan Islamisasi ilmu pengetahuan dapat
diketahui dengan jelas bahwa islam bukan hanya mengatur segi-segi ritualitas
dalam arti shalat, zakat, puasa, dan haji melainkan juga sebuah ajaran yang
mengitegrasikan segi-segi kehidupan duniawi, termasuk ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Ide perlunya proses Islamisasi terhadap ilmu pertama kali diungkapkan


oleh Muhammad Iqbal pada tahun 1930-an, kemudian Syed Husein Nasr tahun 1960-
an meskipun belum menggunakan label yang jelas. Kemudian pada konferensi
pendidikan Islam pertama di Makkah tahun 1977, ide ini kembali disampaikan oleh
Syed Muhammad Naquib al-Attas.

14
Ide Islamisasi ilmu pengetahuan juga terus disampaikan oleh Ismail
Raji al-Faruqi. Adapaun konsep Islamisasi ilmu pengetahuan yang
ditawarkannyayaitu tauhid, integrasi kebenaran Islam dengan ilmu pengetahuan,
dan ayatisasi atau pemberian ayat-ayat terhadap ilmu pengetahuan.Untuk
merealisasikan ide ini disamping melalui tulisan, pada tahun 1981 ia mendirikan
sebuah lembaga yang bernama International Institute of Islamic Thought (IIIT) di
Washington DC.

Dari kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran agar adanya tindak
lanjut dari ide atau gagasan para ilmuan dan tokoh tokoh yang berkaitan dengan
islamisasi ilmu pengetahuann untuk dapat menyatukan dan mengembangkan hasil-
hasil penelitiaan ilmu pengetahuan mereka dalam nila-nilai islam pada sebuah
buku bacaan besar sebagai wujud visi islamisasi ilmu pengetahuan.

15
DAFTAR PUSTAKA
Al-Faruqi, Ismail R., Islamisasion of Knowledge, terj. Anas Muhyidin, Bandung: Pustaka,
1994
Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme Modern hingga Post
modernisme. Jakarta: Paramadina, 1996
Budi Handriyanto. 2010. Islamisasi Sains(Jakarta: Pstaka Al-Kautsar)
Garwan, Muhammad Sakti. 2019. “Urgensi Islamisasi Ilmu Syed Naquib Al-Attas dalam
upaya Deskonstruksi Ilmu Hermeneutika Al-Qur’an,” Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin, 21.2: 125
https://www.researchgate.net. (diakses 08-04-2018)
Irma Novayani. 2017. “ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT PANDANGAN
AYED M. MAQUIB AL-ATTAS DAN IMPLIKASI TERHADAP LEMBAGA
PENDIDIKAN INTERNATIONAL INSTITUTE OF ISLAMIC THOUGHT
CIVILIZATION (ISTAC),” Al-Muta’aliyah, 1.2017: 74–89
Ismail, Abdulloh Hamid. 2020. “Adab Pembelajaran Al-Qur’an: Studi Kitab At-Tibyan Fi
Adabi Hamalatil Quran,” Ar-Risalah: Media Keislaman, Pendidikan dan Hukum
Islam, 18.2: 220–33
Ismail SM. 1999. Paradigma Pendidikan Islam Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-
Attas(Yogyakarta)
Kemas Badarudin. 2009. Filsafat Pendidikan Islam(Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Khudori Sholeh. 2014. Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer(Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media)
Ni’mah Afifah. 2016. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Perspektif Naquib Al-Attas di tengah
Kemunduran Dunia Ilmiah Islam,” Jurnal Program Studi PGMI, 3.2: 205–19
Osman Bakar. 1994. Tauhid dan Sains(Bandung)Sholeh, Sholeh. 2017. “Islamisasi Ilmu
Pengetahuan (Konsep Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi dan Syed Muhammad Naquib
Al-Attas),” Al-Hikmah: Jurnal Agama dan Ilmu Pengetahuan, 14.2: 209–21
https://doi.org/10.25299/al-hikmah:jaip.2017.vol14(2).1029
Sugiyono, P Dr. 2010. “Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif,” Bandung: CV Alfabeta
Suharsimi Arikunto. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, III (Jakarta:
Rineka Cipta)
Syaiful Muzani. 1991. Pandangan Dunia dan Gagasan Islamisasi Ilmu Syed Muhammad
Naquib Al-Attas(Bandung: Yayasan Muthahari)
Syed Muhammad Naqaib al Attas. 1979. Aims and Objectives of Islamic Education(London)
Syed Muhammad Naquib al-Attas. 2001. Prolegomena To The Metaphysies Of Islam(Kuala
Lumpur: ISTAC)
Syed Muhammad Naquib Al-Attas. 1978. Islam And Secularisme(Malaysia: Penerbit
ABIM)———. 1989. Islam And The Philosophy Of Science(Kuala Lumpur: 1980)

16
Wan Mohd Nor Wan Daud. 2003. Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed Naquib Al-
Attas(Bandung: Mizan)
Yulianto, Rahmad, dan Achmad Baihaki. 2018. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam
Perspektif Syed Muhammad Naquib Al-Attas,” Al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-
Agama, 4.1: 1–19

17

Anda mungkin juga menyukai