Disusun oleh:
Nama
: Muhammad Syakir
NIM
: 24121537-2
Mata Kuliah
: Tasawuf
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa, kesejahteraan dan keselamatan semoga
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Mata kuliah Tasawuf Islam merupakan salah satu objek mata kuliah yang
diajarkan di Pasca Sarjana dan wajib diambil oleh seluruh mahasiswa Pasca Sarjana
dengan konsentrasi Pemikiran Dalam Islam. Maka oleh karena itu penulis menyusun
makalah ini dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah tersebut.
Dengan berbagai keterbatasan akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Meskipun
demikian penulis sadar bahwa karya in masih sangat jauh dari harapan, maka sangat
diharapkan kritik dan masukan yang kiranya dapat melengkapi kekurangan dari makalah
ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. T. Safir Iskandar Wijaya, MA.,
sebagai Dosen pembimbing makalah ini. Tak lupa juga kepada teman-teman dan pihakpihak yang turut serta membantu mewujudkan makalah ini.
Akhirnya hanya Allah jualah yang menyempurnakan segala sesuatu.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ii
A. BAB I
a. Pendahuluan
b. Riwayat Pendidikan
12
DAFTAR PUSTAKA
13
ii
BAB I
a. Pendahuluan
Dalam pertumbuhannya, tasawuf berkembang bukan hanya sebagai zuhud dalam
artian yang sederhana tetapi berkembang menjadi tarekat-tarekat tertentu yang mempunyai
cara-cara sendiri dalam upaya pendekatan diri dan pensucian diri. Berawal dari tata cara
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan digunakan oleh sekelompok yang
menjadi pengikut bagi seorang syekh, kelompok ini kemudian berkembang menjadi
lembaga-lembaga yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan
yang ditentukan oleh syekh.
Banyak kritik yang ditujukan kepada aliran-aliran tasawuf pada era modern ini. Hal
ini disebabkan karena orang-orang ahli tasawuf yang ada di zaman sekarang mempunyai
prinsip dasar dan metode khusus dalam memahami dan menjalankan agama ini, Mereka
membangun keyakinan dan tata cara peribadatan mereka di atas simbol-simbol dan istilahistilah yang mereka ciptakan sendiri. Hal ini disinyalir dikarenakkan adanya berbagai
ajaran di luar Islam yang masuk ke dalam ajaran Tasawuf, akibat interaksi dan akulturasi
bahkan dampak dari penerjemahan buku asing ke dalam bahasa Arab, sehingga tidak
mustahil hal itu berdampak sangat negatif, baik dalam bidang pemikiran, perkataan maupun
perbuatan.
Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris (rahasia) Islam, sebagai perwujudan
dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba
dengan Tuhan. Sebagai ilmu keislaman tasawuf adalah hasil kebudayaan Islam
sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti Fiqh dan Ilmu Tauhid. Pada masa
Rasulullah SAW belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada masa itu hanyalah
sebutan sahabat Nabi SAW.
Pada dasarnya tasawuf itu adalah suatu faham yang mengajarkan kepada kita
tentang etika, moral, tingkah laku atau perangai sehari-hari, dimana kita dituntut untuk
berintegrasi dan prihatin dengan kondisi sosial masyarakat di sekitar kita. Tetapi pada
pelaksanaannya ternyata faham tasawuf telah disalahartikan. Dalam pandangan mereka
(baca: sufisme) tasawuf itu adalah memisahkan diri dari dunia nyata dengan cara melulu
ibadah kepada Tuhan melalui zikir, sholat atau lain-lainnya karena terobsesi oleh janji
tentang surga yang ada di kehidupan akhirat nanti.
BAB II
TASAWUF ERA MODEREN
SEBUAH TELAAH TERHADAP
PEMIKIRAN MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS
Wan Mohd Norwan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, Terj.
Hamid Fahmy, dkk, (Bandung : Mizan, 2003), Cet. I, hlm. 46
1
Jepang ia kembali ke Jawa Barat selama 4 tahun ia belajar agama dan bahasa Arab di
Madrasah al-Urwatul Wustqa di Sukabumi Jawa Barat pada tahun 1942-1945. Tahun 1946
ia kembali ke Johor Baru dan tinggal bersama saudara ayahnya Engku Abdul Aziz (mentri
besar Johor kala itu), lalu dengan Datuk Oann yang kemudian juga menjadi menteri besar
Johor (ia adalah ketua umum UMNO pertama).
Pada tahun 1946, Al-Attas melanjutkan di bukit Zahrah School, kemudian di
English College Johor Baru pada tahun 1946-1949. Selanjutnya ia memasuki tentara, AlAttas merupakan perwira kadet dalam laskar Melayu Inggris. Karena kecemerlangannya ia
dipilih untuk melanjutkan training dan studi ilmu militer di Eaton Hall, Chester Inggris dan
kemudian di Royal Militery Academy Sandhurt Inggris pada tahun 1952-1955 dengan
pangkat terakhir letnan. Karena dunia ketentaraan tidak lagi menjadi minatnya, akhirnya ia
keluar dan melanjutkan studi di Universitas Malaya tahun 1957-1959. Kemudian
melanjutkan di Mc. Gill University Montreal Canada, di mana ia mendapatkan gelar MA
(Master of Arts) dengan nilai yang membanggakan (1962). Tidak lama kemudian, melalui
sponsor Sir Richard Winstert dan Sir Morimer Wheeler dari British Academy, ia
melanjutkan studinya pada program Pasca Sarjana di University of London tahun 19631964. Ia meraih gelar Phd (Doctor of Philosophy) dengan predikat Clumlaude di bidang
Filsafat Islam dan Sastra Melayu Islam pada tahun 1965.
Sekembali studi dari Inggris, Al-Attas berkhidmat di almamaternya Universitas
Malaya sebagai dosen pada tahun 1968-1970. Ia menjabat sebagaiketua Departemen
Kesusastraan dalam pengkajian Melayu. Ia merancang dasar bahasa Malaysia untuk
Fakultas Sastra, ia juga salah seorang pendidik universitas kebangsaan Malaysia padatahun
1970. Pada tahun 1970-1973 ia menjabat Dekan Fakultas Sastra di universitas tersebut.
Pada tanggal 24 anuari 1972 ia diangkat menjadi profesorbahasa dan kesusastraan Melayu,
di mana dalam pengukuhannya ia membacakan pidato ilmiah yang berjudul: Islam dalam
Sejarah dan Kebudayaan Melayu.
Kepakaran Al-Attas dalam berbagai bidang ilmu seperti sejarah, sastra sudah diakui
di kalangan internasional. Pada tahun 1970 ia dilantik oleh para filsuf Amerika sebagai
International Member American Philosophical Assosiation. Ia juga pernah diundang
ceramah di Temple University Philadephia Amerika Serikat dengan topik : Islam In
Southeast Asia: Rationality Versus Iconagraphy,
Vostokovedunia Moskow Rusia dengan topik The Role of Islam in History and Culture of
4
The Malays, (Oktober 1971). Ia juga menjadi pimpinan panel bagian Islam di Asia
Tenggara dalam XXIX Conggres International des Orientalistes sebagai panel pendidikan
mengenai Islam, filsafat dan kebudayaan (tamaddun), baik yang diadakan oleh UNESCO
maupun badan ilmiah dunia yang lainnya. Ia ikut menyumbangkan pikirannya untuk
pendirian universitas Islam kepada organisasi konferensi negara-negara Islam di Jeddah,
Saudi Arabia. Ia juga pernah ditawarkan untuk menjadi Profesor Program Pasca Sarjana
dalam bidang Islam di Temple University dan Profesor tamu di Berkely University
California Amerika Serikat.
Karena prestasi ilmiah Al-Attas yang luar biasa tersebut, pada tahun 1975 kerajaan
Iran memberikan anugerah tertinggi dalam bidang ilmiah sebagai sarjana akademi falsafah
maharaja Iran, Fellow of The Imperial Iranian Academy of Philosophy. Dalam surat
penganugerahannya disebutkan : sebagai pengakuan atas sumbangan besar tuan dalam
bidang filsafat, terutama filsafat perbandingan. Lima tahun kemudian ia ditunjuk sebagai
orang pertama yang menduduki kursi Ilmiah Tun Razaq di Ohio University AS berdasarkan
sumbangannya yang begitu besar dalam bidang bahasa dan kesusastraan serta kebudayaan
Melayu.
Di berbagai badan ilmiah internasional, Al-Attas juga diangkat sebagai anggota,
antara lain : Member of International Conggress of Medieval Philosophy, Member of
International Conggress of The VII Centenary of St. Thomas Aquinas, Member of
International ; Conggress Centenary of St. Bona Ventura da Bognoregio, Member
Malaysian Delegate International Conggress of On The Millinary of al Biruni juga
Principal Consultant World of Islam Festival Conggress, Seational Chairman for Education
World of Islam Festival Conggress. Al-Attas juga termasuk dalam daftar orang-orang
terkenal di dunia Alam Marguis Whos Who in The World 1974 / 1975 dan 1976-1977. Ia
dikenal juga sebagai penyair dan seniman dalam bidang seni kaligrafi dan pahat. Juga
sangat mahir dalam beberapa bahasa seperti : Inggris, Arab, Latin, Jerman, dan Spanyol
serta tentu saja bahasa Melayu. Beberapa hadiah yang telah diterima oleh Al-Attas antara
lain : Fellowship and Grants dari Canada Council 1960-1962, British Common Wealth
Fellowship 1962-1963, Asia Foundation 1963, British Council 1963-1964 University of
London 1964.
Otoritasnya dalam bidang pemikiran sastra dan kebudayaan khususnya dalam dunia
Melayu dan Islam, tidak saja diakui oleh pemikir dan ilmuan di kawasan AsiaTenggara,
5
tetapi juga di kalangan internasional. Pada tahun 1988 ia ditunjuk oleh Menteri Pendidikan
Malaysia yang juga Presiden Universitas Islam International Malaysia sebagai Profesor dan
Direktur The International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) yang
dibawah naungan Universitas Islam Internasional. Pemikiran Al-Attas banyak diperas
sebagai ikhtiar untuk memberikan pemahaman yang tepat tentang ajaran Islam, sebagai
agama (al-din) yang merupakan pandangan hidup universal yang lengap dan menyeluruh
dalam setiap aspek kehidupan yang selalu dipengaruhi dan dirusak oleh pikiran para sarjana
muslim yang sudah dipengaruhi paham-paham orientalis. Di sini ia begitu tegas melakukan
kritik.2
Ismail S.M, Konsep Pendidikan Islam (Studi Pemikiran Pendidikan Syed M.N. Al-Attas), (Tesis
Pasca Sarjana Fakultas Tarbiyah IAIN WS, Semarang, 2002), hlm. 21-26
3
Secara hirarkis aspek eksterior dan interior biasanya diurutkan sebagai berikut: Syariah-ThariqahMarifah-Haqiqah, dimana yang pertama adalah aspek zahir dan tiga yang terakhir aspek batin dari Wahyu
yang sama. Baca Syed Muhammad Naquib al-Attas, A Commentary on the Hujjat al-Siddiq of Nur al-Din alRaniri, (Kuala Lumpur: Ministry of Culture, 1986), h. 183.
4
Ihsan disini merujuk pada sabda Nabi saw yang mendefinisikannya sebagai beribadah kepada
Allah seakan-akan melihat-Nya atau kesadaran bahwa Dia Maha Melihat. Baca misalnya Muhammad bin
Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ed. Mushthafa Dib al-Bugha, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), I/27 dan
IV/1793 dan Muslim bin al-Hajjaj al-Nisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jil dan Dar al-Afaq al-Jadidah,
tt), I/28, 30
5
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), h. 121.
2
diderivasi dari al-Quran sedangkan penjabaran dan praktiknya didasarkan pada Sunnah
Nabi saw; tokoh-tokohnya adalah mereka yang dekat dengan Allah swt (al-awliya).6
Tuduhan
bahwa
tasawuf
mengandung
potensi
kemunduran
sebenarnya
yang
muncul
darinya,
para
Sufi
mengkonseptualisasikan
dan
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism ..., h. 215-216. Secara lebih rinci al-Attas
menjelaskan bahwa visi tentang kebenaran dan realitas disini merujuk pada kondisi pra-eksistensi manusia
sebagaimana disinggung dalam surah al-Araf:172. Kepada kondisi inilah, pada akhirnya, manusia akan
kembali jika dia mencapai martabat ihsan. Syed Muhammad Naquib al-Attas, A Commentary ..., h. 184
14
Bandingkan misalnya dengan hadis: :
. , Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, V/2384
15
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism ..., h. 214, dan Syed Muhammad Naquib alAttas, Islam and Secularism, h. 162. Sebagai perbandingan, dalam konteks rasionalisasi pengalaman mistik
dan ketidakmemadaian pengalaman empirik-rasional saja dalam memahami realitas, Evelyn Underhill
menulis: ... there is no trustworthy standard by which we can separate the real from the unreal aspects
of phenomena. Such standards as exist are conventional: and correspond to the convenience, not to truth.
... most men see the world in much the same way, ant that this way is the true standard of reality: though
for practical purposes we have agreed that sanity consists in sharing the hallucinations of our neighbours.
Those who are honest with themselves know that this sharing is at best incomplete. Italik dari penulis
makalah Evelyn Underhill, Mysticism: the Nature and Development of Spiritual Consciousness, (Oxford:
Oneworld Publications, 2006), h. 10
16
Syed Muhammad Naquib al-Attas, A Commentary ..., h. 295-300
17
Adi Setia, Al-Attas Philosophy of Science An Extended Outline, didownload dari: http://www.
findarticles.com/ p/search?tb=art&qt="'Adi+Setia".
18
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism ..., h. 207
fundamental yang muncul dari perbedaan cara-pandang dan kepercayaan tentang hakikat
Realitas.27 Afirmasi terhadap Wahyu, sebagai sumber pengetahuan mengenai realitas dan
kebenaran tentang makhluk dan Tuhan, adalah pembeda pokok struktur bangunan
pemikiran Islam dari sistem-sistem pemikiran Barat.28
Mengenai sumber dan metode pengetahuan, berbeda dengan epistemologi Barat,
Islam menegaskan bahwa pengetahuan berasal dari Tuhan yang diperoleh melalui indera
yang sehat, berita yang benar berdasarkan otoritas (naql), nalar yang sehat dan intuisi.29
Yang dimaksud indera yang sehat adalah kemampuan mempersepsi dan mengobservasi
melalui lima panca indera lahir yang berhubungan dengan panca indera batin yang
berfungsi mencerap representasi gambaran inderawi yang dihasilkan oleh panca indera
lahir, memaknainya, menganalisisnya, dan mengkonspetualisasikannya.30 Sedangkan
cakupan makna nalar yang sehat adalah fakultas mental yang mensistematisasi dan
menafsirkan kumpulan fakta yang dihasilkan pengalaman inderawi secara logis; yang
mengekstrak sesuatu yang dapat dicerap (intelligible/maqulat) dari data empirik; dan yang
melakukan abstraksi atasnya; yang mana semua kemampuan ini dipahami sebagai salah
satu aspek dari intelek dan berfungsi bersesuaian dengannya; dimana intelek adalah
substansi spiritual yang ada di dalam organ kognisi spiritual yang disebut hati yang
merupakan tempat dari intuisi.31
Berita benar yang berdasarkan otoritas32 terbagi menjadi dua kategori; otoritas
absolut yang tidak boleh dipertanyakanyaitu al-Quran dan al-Sunnah33dan otoritas
relatifyaitu otoritas yang didasarkan atas kompetensi.34 Intuisi yang dimaksud disini
27
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: an Exposition of
the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), h. 117-118
28
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics.,h. 117-118
29
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics., h. 118
30
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics., h. 118
31
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics., h. 119. Elaborasi detail
tentang hubungan antara nalar, intelek dan hati dapat ditemukan di Alparslan Acikgenc, Islamic Science
Towards a Definition, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1996), misalnya h. 45-50
32
Otoritas berita yang benar ini berdasarkan pada pengalaman intuitif realitas inderawi dan
transendental. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 121. Al-Attas juga menyatakan bahwa
penafsiran al-Quran yang benar, transmisi hadis yang valid dan kesepakatan (ijma) ulama semuanya terkait
dengan Nabi saw, dan, karena itu, mereka absolut. Syed Muhammad Naquib al-Attas, A Commentary ..., h.
292-293
33
Al-Attas menegaskan bahwa al-Qur'an dan al-Sunnah, termasuk didalamnya sosok Nabi saw,
merupakan otoritas bukan hanya karena mereka mengomunikasikan kebenaran, tapi juga karena mereka
adalah kebenaran itu sendiri. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 121
34
Otoritas relatif adalah yang bisa dipertanyakan dengan nalar dan pengalaman, dalam pengertian
realitas inderawi dan transendental. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 121. Yang
10
mencakup intuisi pada tingkatan rasional-empiris, yang hanya mampu mencerap aspek
tertentu dari hakikat realitas, dan intuisi pada kesadaran transenden manusia yang dicapai
para nabi dan para wali yang mampu mengantarkan pada pemahaman langsung tentang
hakikat realitas sebagai sebuah keseluruhan.35
Karena itu, wilayah operasi nalar dan intuisi tidak terbatas pada penjelasan dan
pengalaman dunia inderawi, melainkan ia mencakup cerapan langsung, mengenai
kebenaran relijius, mengenai wujud dan realitas Tuhan, mengenai realitas eksistensieksistensi ... pada tingkat yang lebih tinggi intuisi adalah intuisi mengenai wujud itu
sendiri.36 Intuisi pada tingkat yang disebut terakhir ini tidak dapat terjadi pada setiap
orang, melainkan mereka yang menjalani kehidupan dengan ketaatan yang tulus pada
Tuhan; yang dengan capaian intelektual memahami hakikat ke-Esa-an Tuhan dan
implikasinya dalam sistem metafisika; yang secara terus-menerus merenung tentang
hakikat realitas; dan yangselama masa perenungan atas kehendak Tuhanlepas dari kediri-an dan subjektifitasnya dan memasuki kedirian yang lebih tinggi.37 Saat dia kembali
kepada kondisi subyektif manusiawinya, dia tidak lagi menemukan (baca: mengalami) apa
yang telah dia rasakan, namun pengetahuan tentang hal itu tetap tinggal bersamanya.38 Dari
sinilah kemudian dia mengkonseptualisasi dan memformulasikan sistem metafisika wujud
yang menjadi basis filsafat ilmu dalam Islam.
dimaksud kompeten disini adalah sebagai kontras dari supreme dalam penjelasan Michael Polanyi dalam
buku Personal Knowledge h. 164, sebagaimana dikutip dalam Adi Setia, Al-Attas Philosophy of Science.
35
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 120
36
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 119
37
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 191-120
38
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 120
11
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa, bukan hanya tasawuf merupakan
bagian integral dan, karena itu, tidak bertentangan dengan Islam, tapi juga ia merupakan
sesuatu yang niscaya untuk membangun sebuah konsep filsafat ilmu yang terpancar dari
pandangan-hidup Islam.
12
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Karim bin Ibrahim al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Marifah al-Awail wa alAwakhir, ed. Abu Abd al-Rahman Shalah bin Muhammad, (Beirut: Dar al-Kutub alIlmiyah, 1997)
Adi Setia, Al-Attas Philosophy of Science An Extended Outline, di download dari:
http://www. findarticles.com/ p/search?tb=art&qt="'Adi+Setia".
Al-Imam al-Ghazali, Misykah al-Anwar wa Mishfah al-Asrar, ed. Abd al-Aziz Izz
al-Din al-Sayrawan, (Beirut: Alam al-Kutub, 1986)
Alparslan Acikgenc, Islamic Science Towards a Definition, (Kuala Lumpur:
ISTAC, 1996)
Evelyn Underhill, Mysticism: the Nature and Development of Spiritual
Consciousness, (Oxford: Oneworld Publications, 2006)
Ismail S.M, Konsep Pendidikan Islam (Studi Pemikiran Pendidikan Syed M.N. AlAttas), (Tesis Pasca Sarjana Fakultas Tarbiyah IAIN WS, Semarang, 2002)
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ed. Mushthafa Dib al-Bugha,
(Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987)
Muslim bin al-Hajjaj al-Nisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jil dan Dar alAfaq al-Jadidah, tt)
Syed Muhammad Naquib al-Attas, A Commentary on the Hujjat al-Siddiq of Nur
al-Din al-Raniri, (Kuala Lumpur: Ministry of Culture, 1986)
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur: ISTAC,
1993)
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism and the Philosophy of the
Future, (London, New York: Mansell Publishing Limited, 1985)
13
14