Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

METODOLOGI PENDIDIKAN IBNU KHALDUN

Disusun Sebagai Syarat Melengkapi Tugas Mata Kuliah Metodologi Pendidikan


Islam

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Hamruni, M.Si

Disusun Oleh:

Abdul Razak (23204091023)

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2023
ii
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................................4

PENDAHULUAN....................................................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................................................6
D. Kajian Pustaka..............................................................................................................7

BAB II......................................................................................................................................9

TEMUAN DAN PEMBAHASAN..........................................................................................9


A. Biografi Ibnu Khaldun.................................................................................................9
B. Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun.....................................................10
C. Relevansi Konsep Pendidikan Islam Ibnu Khaldun Pada Era Pendidikan Moderen. 18

BAB III...................................................................................................................................20

PENUTUP..............................................................................................................................20
A. Kesimpulan................................................................................................................20
B. Saran...........................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara Metodologi pendidikan Islam maka tidak terlepas dari metodologi
pendidikan yang diajarkan oleh Islam itu sendiri, dari alqur’an maupun hadis lalu
kemudian diterjemahkan ke arah yang lebih luas yang sesuai lini-lini kehidupan
masyarakat islam di timur mau pun barat. Terkhusus dalam mendorong tumbuh dan
berkemajuannya dinamika dunia pendidikan islam terkini. pada konsep keislaman
itu sendiri, maka Pemahaman tersebut membawa konsekuensi logis bahwa
penempatan kata Islam setelah kata Metodologi pendidikan mengindikasikan
adanya Metodologi konsep pendidikan dalam ajaran Islam. Maka dari sini kita
ingin membahas metodologi pendidikan islam yang dibawa diperkenalkan oleh
ilmuan-ilmuan Muslim, para intelektual muslim yang mendefinisikan secara akurat
dan bersumber pada ajaran (agama) Islam, itulah metodologi pendidikan Islam. Hal
ini perlu ditegaskan untuk menghindari akulturasi metodologi pendidikan non-
Islam yang “terpaksa” dilegitimasi oleh Islam sebagai metodologi pendidikan
Islam, padahal isi dan semangatnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Metodologi
pendidikan Islam sebuah kajian yang tetap aktual dan menarik untuk diteliti.
Metodologi pendidikan yang maju tentu bersifat dinamis dengan selalu up to date
sesuai dengan perubahan dan kemajuan zaman. Islam sendiri sangat
memperhatikan pendidikan sesuai dengan bunyi ayat Al-Qur’an dalam surat Al-
Alaq 1-5, ketika Allah SWT melalui Jibril ‘alaihi Assalam memerintahkan kepada
Nabi Muhammad untuk Membaca, ini menunjukan bahwa segala pengetahuan
termasuk dalam konsep metodologi Pendidikan Islam perlu dikembangkan digali
lebih dalam, permasalahannya disolusikan secara komprehensif, sehingga mampu
menjawab persoalan-persoalan di dunia pendidikan Islam, maka dengan semangat
itu, Islam bukan hanya tampil sebagai penonton saja akan tetapi mampu mengambil
konsep pasti menyesuaikan dengan kajian keislaman terkini, semakin menjadi
peradaban yang menguasai segala bidang strategis serta keluar sebagai pemenang
dalam perdebatan metodologi pendidikan yang mumpuni menjawab tantangan
zaman. Islam adalah agama Allah tidak luntur apalagi tergerus oleh zaman modern

4
yang bisa membutakan mata hati kita, karena sunatullah esensi syariat itu bersifat
tetap dan qot’i, walaupun cara atau proses dakwah itu berubah dan dinamis.

Allah SWT berfirman di dalam surat Faathir :

ۚ ‫اْس ِتْك َباًر ا يِف اَأْلْر ِض َو َم ْك َر الَّس ِّيِئ ۚ َو اَل ِحَي يُق اْلَم ْك ُر الَّس ِّيُئ ِإاَّل ِبَأْه ِلِهۚ َفَه ْل َينُظُر وَن ِإاَّل ُس َّنَت اَأْلَّو ِلَني‬

‫َفَلن ِجَت َد ِلُس َّنِت الَّلِه َتْبِدياًل ۖ َو َلن ِجَت َد ِلُس َّنِت الَّلِه ْحَتِو ياًل‬1

Artinya : “ karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana


(mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang
merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan
(berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang
terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah
Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah
itu.

Dengan islam semakin berkemajuan maka Islam akan semakin dikenal dan
mencerahkan bagi Insan di persada dunia. Islam mengajarkan untuk pemeluknya
mengembangkan diri menjawab tantangan zaman, intelektual muslim dituntut
kreatif dan inovatif dalam merumuskan dan menerapkan metodologi pendidikan
yang relevan dengan kebutuhan umat sesuai dengan zamannya. Jika tidak maka
umat Islam akan sulit tampil terdepan dengan pengelolaan pendidikan yang
berkualitas2.
Penulis dalam makalah ini akan mengetengahkan tentang sosok yang
dikenal sebagai intelektual muslim, dan memberikan sumbangsih besar salah
satunya dalam masalah pendidikan Islam, makalah ini dibuat dengan metode library
research.
Sebagai seorang tokoh muslim, Ibn Khaldun memiliki pemikiran-pemikiran
dengan pemikiran-pemikiran baru mengenai sejarah dan sosiologi islam pada
zamannya. Meskipun beliau terkenal sebagai seorang sosilogi dan sejarawan akan
tetapi dalam kitab Muqaddimah yang beliau karang menunjukkan bahwa beliau
juga mencatat hal-hal penting terkait dengan metodologi pendidikan Islam yang
bisa kita petik3.
1
(https://quran.kemenag.go.id/ ‫)بال تاريخ‬
2
(Sardar dan Astuti 1986)
3
(Adina dan Wantini 2023)
5
Menurut Ibn Khaldun pendidikan tidak pernah mengenal batas usia, tempat,
dan waktu. Hal ini karena pada hakikatnya manusia akan selalu berpikir, berkreasi,
dan beraktifitas untuk dapat mencapai tujuan-tujuan kehidupan yang ingin diraih
dengan cara-cara dan metode tertentu. Maka selama tujuan-tujuan hidup belum
tercapai makhluk manusia akan terus melakukan proses pendidikan dan
pembelajaran, sengaimana suatu ungkapan terkanal tuntutlah ilmu dari ayunan
sampai ke liang lahat, maka Islam sangat menganjurkan umatnya untuk belajar dan
belajar.
Maka Ibn Khaldun beranggapan apapun yang dihasilkan oleh pemikirannya
tentang pendidikan dapat saja berubah seiring fenomena realitas masyarakat yang
terus berkembang. Oleh karena itu pada kenyataannya pemikiran-pemikiran Ibn
Khaldun masih terus memberi masukkan bermanfaat dalam dunia pendidikan
sekarang, maka hal ini semakin membuktikan bahwa upaya untuk mendeskripsikan
pandangan dan ide-ide Ibnu Khaldun tentang falsafah pendidikan menjadi satu hal
yang urgent untuk terus diketahui terutama bagi para orangtua dan guru atau
siapapun yang terjun dalam dunia lapangan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana biografi Ibnu Khaldun?
b. Bagaimana konsep pemikiran pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun?
c. Apa konsep pendidikan ibnu khaldun masih relevan dengan pendidikan modern?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penulisan makalah ini antara lain:
a. Untuk mengetahui biografi Ibnu Khaldun.
b. Untuk mengetahui konsep pemikiran pendidikan Islam menurut Ibnu
Khaldun.
c. Untuk mengetahui apakah konsep pendidikan ibnu khaldun masih relevan
dengan pendidikan modern.
2. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai bahan khazanah keilmuan tentang metodologi pendidikan Ibnu
Khaldun.

6
b. Sebagai tempat bagi penulis mencurahkan pikiran-pikiran dalam dunia
pendidikan
c. Sebagai salah satu syarat untuk melengkapi tugas mata kuliah Metodologi
Pendidikan Islam pada program Magister Manajemen Pendidikan Islam,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.

D. Kajian Pustaka

1. Jurnal “Konsep Pendidikan Islam Perspektif Kitab Muqaddimah Ibnu


Khaldun”
Jurnal tersebut adalah karya Eka Naelia Rahmah, seorang akademisi dari
Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta yang diterbitkan pada tahun 2019 di laman
Jurnal Alim Journal of Islamic Education. Kesimpulan jurnal tersebut adalah
Konsep metode perspektif Ibnu Khaldûn meliputi beberapa metode diantaranya
metode bertahap dan pengulangan, metode dialog dan diskusi, metode wisata
dan metode pengajaran bahasa arab. Ibnu Khaldun sangat menghargai
pemilihan metode yang tepat dalam menyampaikan pelajaran pada peserta
didik. diantaranya metode bertahap yang memperhatikan kematangan dalam
belajar yang memandang perlunya penyesuaian antara kematangan dengan
pelajaran dan tingkat kesulitan yang dibebankan kepada anak yang sejalan
dengan kegiatan belajar mengajar menggunakan metode active learning dengan
memperhatikan potensi intelegensia dan psikologi anak pada pendidikan masa
kin4
2. Jurnal ” Pendidikan Dalam Perspektif Ibnu Khaldun”
Jurnal tersebut adalah karya Yayat Hidayat, seorang akademisi di STITNU
Al-Farabi Pangandaran, yang diterbitkan pada tahun 2019 di laman el-Ghiroh.
Kesimpulan jurnal tersebut adalah metode pendidikan yang digunakan Ibn
Khaldun ialah metode penerapan, metode pengulangan, peninjauan
kematangan usia, penyesuaian fisik dan psikis peserta didik, kesesuaian dengan
perkembangan potensi peserta didik, penguasaan satu bidang, widya wisata,
praktek atau latihan, menghindari peringkasan buku. Metode yang
digambarkan Ibn Khaldun lebih menekankan pada aspek psikis baik anak
4
(Nasrowi 2017)
7
didik dan seorang tenaga pendidik yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran
terkhusus pada pendidikan Islam.5
3. Jurnal ” Epistimologi Metode Pendidikan Islam Ibnu Khaldun”
Jurnal tersebut adalah karya Pasiska, seorang akademisi Mahasiswa
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang diterbitkan pada tahun
2019 di laman El-Ghiroh; Jurnal Studi Keislaman. Kesimpulan jurnal tersebut
adalah Metode-metode yang digambarkan Ibnu Khaldun lebih menekankan
pada aspek psikis baik anak didik dan juga seorang guru yang terlibat di
dalam kegiatan pembelajaran terkusus pada pendidikan Islam. Metode
Penerapan (Tadarruj), Metode Pengulangan (Tikrar), Metode Kasih Sayang
(Al-Qurb Wa Al-Muyanah), Metode Peninjauan Kematangan Usia,Metode
Penyesuaian Fisik Dan Psikis Peserta Didik, Metode Kesesuaian dengan
Perkembangan Potensi Peserta Didik , Metode Penguasaan Satu Bidang,
Metode Widya Wisata (Rihlah), Metode Praktek/Latihan (Tadrib), Metode
Menghindari Peringkasan Buku (Ikhtisar At-Turuk).6

5
Yayat Hidayat, Pendidikan Dalam Perspektif Ibnu Khaldun, STITNU Al-Farabi,Pangandaran, 2019.
6
Pasiska, ‘Epistemologi Metode Pendidikan Islam Ibnu Khaldun’, EL-Ghiroh, 17.02 (2019), 135.
8
BAB II

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Khaldun


Nama lengkap dari Ibnu Khaldun ialah Abd Arrahman Ibn Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Abi Bakr Muahmmad Ibn Al-Hasan Ibn Khaldun yang
merupakan seorang pakar sains Islam, bapak ilmu Sejarah , seorang sejarawan
muslim, filosof, ekonom dan politisi dan juga seorang pendidik dari semua
predikat yang diberikan dan dikenal sebagai sosok pencerah para sosiolog.
Yang lahir pada 1 Ramadhan 723 H dan wafat di Kairo Mesir pada tanggal
25 Ramadhan 808 H/ 19 Maret 1406 M. guru yang pertama kalinya ialah
bapaknya sendiri, yang menjadi pembelajarannya tentang politi, dan retorika,
dan bermarkas di Tunisia sebagai tempat belajar sastrawan, kemudian mahir juga
dalam bidang syair, filsafat dan mantiq, sehingga ia dikagumi banyak guru-
gurunya. Sayangnya pendidikan yang diberikan bapaknya tidak berlangsung
lama, sebab ayahnya meninggal saat Ibnu Khaldun berusia 17 tahun tepatnya
pada tahun 1349 M akibat kena wabah penyakit. Meskipun ia tidak lagi
belajar dengan ayahnya ia tetap belajar berbagai disiplin ilmu keagamaan dari
gurunya di Tunisia, yang saat itu tempat berkumpulnya ulama dan satrawan serta
menjadi tempat hijrah ulam-ulama Andalusia. Ketika terjadi gejolak politik yang
kacau, Ibnu Khaldun mengambil kesempatan baik itu untuk juga belajar Al-Qur’an
dari mereka dan mendalami qira’ah sab’ah dan qira’ah yaqub.

Setelah sekilas sejarah dari perjalanan karir Ibnu Khaldun dalam


pemerintahan maka penulis mencoba mengeksplorasi dimana masa-masa Ibnu
Khaldun mulai mengarang dan menulis Kitab, karena banyak persoalan
yang bermunculan yang membuatnya jenuh dan lelah kemudian menjahui
kehidupan yang penuh gejolak. Pada tahap ini Ibnu Khaldun memasuki tahap
dari kehidupannya yang disebut Khalwat atau mulai masuk kedalam dunia
sipirual.masa Khalwatnya dilakukan di Desa kecil yang bernama Qal’at Ibn
Salamah di rumah Bani Arif. Ditempat inilah Ibnu Khaldun Menghabiskan
waktunya mengarang kitab al-I’bar jilid pertama yang diberi judul Mukadimah
yang sangat dipengaruhi para ahli sejarah, sosiolog, filosof.

19
Di antara karya-karya Ibn Khaldun adalah:7
1. Kitab Al-’Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-’Arab wa al-
’Ajam wa al-Barbar wa Man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-’Akbar.
(kitab contoh-contoh dan rekaman mengenai asal-usul dari peristiwa hari-hari
orang Arab, Persia, Barbar dan orang-orang sezaman dengan mereka yang
memiliki kekuatan besar) yang kemudian terkenal dengan kitab ’Ibar yang
terdiri dari tiga buku dan beberapa jilid.
2. Kitab Muqaddimah yang merupakan buku pertama dari kita al’Ibar yang terdiri
dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah
yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut yang
mengangkat nama Ibn Khaldun menjadi begitu harum. Kitab ini terbagi
menjadi 6 fasal besar. Adapun tema muqoddimah ini adalah gejala-gejala
sosial dan sejarahnya.
3. Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban atau
disebut al-Ta’rif, dan oleh orang barat disebut dengan Autobiografi, yaitu
bagian terakhir dari kitab al-’Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai
kehidupan Ibn Khaldun. Beliau menulis autobiografinya secara sistematis
dengan menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab tapi
saling berhubungan antara satu dengan yang lain.
4. Kitab Syifa ’al sail li Tahdzib al-Masail. Karya ini membahas mengenai
pemisahan antara jalan tasawuf dan jalan syari’ah serta menguraikan mengenai
jalan tasawuf dan ilmu jawa.
B. Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya.
Perbedaan berpikirlah yang menjadikan manusia menjadi makhluk yang lebih
sempurna. Dengan kemampuan akal pikiran tersebut manusia seharusnya mampu
membentuk sebuah peradaban. Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimahnya telah
menjelaskan bagaimana peradaban berkembang dengan kemampuan berpikir
manusia. Dan pendidikanlah sebagai wadah perkembangannya itu. Pendidikan
adalah sesuatu yang urgen dalam kehidupan. Pendidikan dapat terlaksana dengan
baik manakala di dalamnya terdapat faktor-faktor pendidikan yang mendukung.
Faktor-faktor pendidikan yang baik tentu akan menjadikan pendidikan yang ada

7
Syahraini Tambak, ‘Konsep Metode Pembelajaran PAI’, 2.1 (2014), 1–14.

11
0
semakin berkualitas.

Dari segi pemikiran beliau dipengaruhi oleh berbagai tokoh dan tradisi
pemikiran yang ada pada masanya. Beberapa tokoh yang banyak mempengaruhi
pemikiran Ibnu Khaldun antara lain:

1. Aristoteles : Ibnu Khaldun mempelajari karya-karya Aristoteles, terutama


dalam bidang logika, etika, dan politik.

2. Ibnu Sina (Avicenna): Pemikiran filsafat Ibnu Sina juga memengaruhi


pemikiran Ibnu Khaldun, terutama dalam pemahaman tentang etika dan
epistemologi.

3. Al-Farabi: Filsuf Islam seperti Al-Farabi, yang hidup sebelum Ibnu Khaldun,
memberikan kontribusi penting terhadap pemikiran politik Islam, dan
pemikiran Al-Farabi juga memengaruhi pemikiran politik Ibnu Khaldun.

4. Al-Mawardi: Al-Mawardi adalah seorang ahli hukum Islam dan pemikir


politik yang memiliki pengaruh signifikan pada pemikiran politik Ibnu
Khaldun.

5. Tradisi intelektual Islam: Pemikiran Ibnu Khaldun juga sangat dipengaruhi


oleh tradisi intelektual Islam, terutama dalam bidang sejarah, sosiologi, dan
teori pemerintahan.

Ibnu Khaldun mengintegrasikan berbagai pengaruh ini ke dalam karyanya,


terutama dalam karyanya yang terkenal, "Muqaddimah" (Prolegomena atau
Pengantar Sejarah). Karya ini dianggap sebagai landasan penting dalam
pemikiran sejarah, sosiologi, dan ilmu politik, serta dunia pendidikan.
Menurut Ibnu Khaldun juga dalam pandangan mengenai pendidikan Islam
berpijak pada pendekatan filosofis-empiris. Pendekatan ini memberikan arah
baru dalam pemikiran visi pendidikan Islam secara ideal dan praktis. Sebagai
ilmuan Ibn Khaldun berhasil melahirkan pemikiran sintesa antara idealis dan
realisme.
Pendidikan menurutnya memiliki pemahaman yang luas, bukan hanya proses
belajar mengajar yang dibatasi ruang dan waktu, namun pendidikan lebih dari
itu dimana pendidikan merupakan proses manusia yang secara sadar menangkap,
menyerap, dan menghayati peristiwa alam sepanjang zaman untuk diambil hikmah

11
1
di dalamnya. Oleh karenanya di dalam kitab Muqodimah Pokok-pokok Pikiran
Pendidikan Islam Ibn Khaldun dengan pendidikan Islam, sebagai berikut :
1. Hakikat Manusia
Dalam kajian filsafat pendidikan, manusia merupakan kajian ontology yang
mesti jelas sehingga konsep pendidikan yang akan ditawarkan dan dikembangkan
akan jelas pula sesuai dengan hakikat manusia itu sendiri. Ibn Khaldun, dalam kitab
Muqaddimah- nya juga membicarakan tentang manusia. Adapun hakekat manusia
tersebut dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
a. Manusia sebagai Makhluk Berpikir
Ibn Khaldun mengemukakan ada tiga tingkatan berjenjang yang distingtif
dalam proses berpikir, yaitu:
1. Al-‘aql al-tamyizi (akal pemilah)
2. Al-‘aql al-tajribi (akal eksperimental)
3. dan Al-‘aql al-nadhari (akal kritis/spekulatif)
Dalam pandangan Ibn Khaldun fungsi puncak akal adalah penggambaran
(konseptualisasi) realitas secara objektif, detail dan mendalam dengan rangkaian
kausalitas di dalamnya. Dengan fungsi tersebut, akal mampu mencapai
perkembangan sempurna dan tercerahkan.
Meskipun dalam Muqaddimah Ibn Khaldun memuji kedudukan manusia
karena akalnya, tetapi akal memiliki garis batas yang jelas. Akal hanya berperan
dalam hal-hal yang bersifat empiris-eksperimental. Sementara dalam memahami
teologis, eskatologis, esensi kenabian dan hal-hal yang bersifat metafisis lainnya,
tidaklah mutlak diketahui oleh akal. Jika akal digunakan untuk menakar persoalan
metafisis tersebut, maka tidak akan bisa menjangkaunya dengan proporsional.
Demikian pula akal, kedudukannya sangat istimewa dan menentukan kemuliaan
manusia itu sendiri, tetapi peran akal juga hendaknya diletakkan pada posisi yang
proporsional.
Meskipun akal memiliki batasan, yang jelasnya ia tetap berfungsi sebagai
alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, manusia mesti
menggunakan akalnya untuk menuntut ilmu sehingga ia mencapai kesempurnaan
eksistensinya sebagai manusia. Jika tidak, maka kemanusiaanya bisa sama dengan
binatang. Sebab, bagi Ibn Khaldun, sebelum manusia itu memiliki al-‘aql tamyiz,
dia sama sekali tidak memiliki pengetahuan, dan secara umum dia dianggap sama
dengan “binatang/hewan”. Kenapa demikian karena secara lahir manusia memiliki
11
2
perilaku dan kebiasaan seperti hewan, seperti butuh makan minum, menikah dan
seterusnya. Walaupun secara lahir sama dengan hewan namun manusia diberikan
kemulian dengan akal dan budi yang sempurna oleh Allah SWT.
Alasan lain mengapa Ibn Khaldun membuat konsep tentang pendidikan
dalam pemikirannya ialah manusia itu bodoh secara esensial (jahil) seperti
binatang, karena manusia hanya setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging,
dan masih ditentukan rupa mentalnya. Namun Allah membedakan manusia dan
hewan ialah dengan memberikan akal. kemudian akal eksperimental dan akhirnya
manusia menggunakan akal kritis. Dengan akal inilah manusia mampu bertindak
secara teratur dan terencana, sifat kesempurnaannya ini lahir ketika sifat
kebinatangannya melalui proses penyempurnaan dengan cara mencari pengetahuan,
melalui indera yang ada ditubuhnya baik pendengaran, penglihatan, dan pikiran
membuat manusia memiliki ilmu dan faham akan dirinya beserta fenomena alam.
Melalui kemampuan yang telah dimilikinya maka manusia siap menerima
pengetahuan dan keahliannya yang kemudian menjadi bekalnya untuk memenuhi
apa yang menjadi tuntutannya yakni ingin mengetahui segala sesuatu lalu ia
menemukan kebenaran satu demi satu atas peristiwa yang terjadi.
Ibnu Khaldun berpendapat eksistensi keilmuan yang ada baik berupa
keilmuan yang bercorak ilmu alam dan ilmu agama, serta ilmu filsafat yang saling
berkesinambungan. Dalam upaya mengungkapkan fenomena alam yang terjadi
diungkapkan dengan pendekatan pengamatan keilmuan tetapi juga dilihat dalam
sudut filosofis dan perspektif agama bahwa adanya peran Tuhan di dalam segala
dinamika yang terjadi atau sering disebut dengan konsep Pendidikan interkoneksi
antara keilmuan satu dengan keilmuan yang lain.

b. Konsep Kepribadian Manusia

Pemikiran Ibn Khaldun tentang kepribadian manusia, bisa dikelompokkan


menjadi tiga dimensi, yaitu:

Pertama, aspek jasadiyyah. Dimensi jasad dibekali dengan beberapa alat


indera. Dalam kondisi ini manusia berserikat dengan binatang karena sama-sama
memiliki jasad. Bahkan dalam keadaan tertentu, binatang “lebih tinggi”
kedudukannya dalam persoalan jasad, seperti kekuatan yang ada pada binatang
buas tentu lebih tinggi kedudukannya jika dibandingkan dengan kekuatan fisik
sebagai dimensi jasad yang dimiliki manusia.
11
3
Kedua, aspek nafsiyyah. Menurutnya jiwa yang pada dasarnya fitrah (suci),
siap menerima kebajikan atau kejahatan yang datang dan melekat padanya. Namun
karena adanya dua sifat tersebut, maka salah satu dari keduanya yang pertama kali
masuk dan terbiasa akan mempengaruhi kepribadiannya. Apabila kebiasaan berbuat
kebajikan maka akan masuk pertama kali ke dalam jiwa orang baik, dan jiwanya
terbiasa dengan kebajikan, maka orang tersebut akan menjauhkan diri dari
perbuatan buruk. Demikian pula sebaliknya. Jika saja manusia itu mampu mendidik
jiwanya dengan kebajikan, niscaya ia beruntung. Sebaliknya, jika ia melalaikan
jiwanya dengan mengotorinya, niscaya akan merugi dan menyesali perbuatannya.

Ketiga, aspek ruhiyyah. Alam ruh adalah alam yang tertinggi dari alam
yang lainnya, sehingga dimensi ruh dalam diri manusia pun sangat menentukan
kualitas

kepribadiannya. Untuk itu, Ibn Khaldun menyatakan bahwa pada waktu tertentu
jiwa manusia harus memiliki persiapan untuk lepas dari kemanusiaan ke Malaikat
agar benar-benar menjadi sebagian dari Malaikat. Inilah yang terjadi pada nabi-nabi
sehingga mereka memperoleh wahyu melalui perantaraan Malaikat. Dari
pemahaman seperti ini, manusia juga perlu melawan aspek nafsiyyah ini, dari
kehendak jasmaniah yang cenderung bersifat materialistis menuju alam Malaikat
yang bersifat spiritual. Bagaimana caranya kita melawannya maka dengan cara
memberi “gizi tambahan” pada ruh dengan pengenalan agama yang itu akan
mengantarkan seseorang meraih ketenangan jiwa spiritual. Dari penjelasan ini
dapat dipahami bahwa hakekat ruh adalah baik, tidak seperti jiwa an-nafs yang
mengandung sifat kejahatan. Kemudian ruh berpusat pada qalbu. Meskipun
demikian, antara ruh, jiwa dan jasad merupakan satu kesatuan yang saling
mempengaruhi dalam kepribadian manusia.

c. Manusia sebagai “Khalifatullah”

Konsep khalifatullah oleh Ibn Khaldun memiliki kaitan yang erat dengan
kemampuan akal pikiran manusia dalam mengenal dan mengelola benda-benda
materi yang ada di muka bumi ini. Dalam hal ini, manusia mesti menjalankan
perannya sebagai makhluk sosial. Ibn Khaldun Berbicara tentang pendidikan
tidak sebatas materi pelajaran, atau seputar permasalahan intern pada peserta
didik tetapi kesiapan dan sumber daya guru sebagai pelaku

11
4
pendidikan juga paptut dievaluasi secara kritis. Guru merupakan titik penentu
suatu keberhasilan pendidikan, mengingat usia anak sebagai peserta didik masih
sangat muda. Sedangkan yang seharusnya menjadi bahan evaluasi adalah
metode penyampaian guru di kelas dan kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki oleh guru tersebut.

Mengenai metode pendidikan Islam menurut Ibn Khaldun sebagai antithesis


dari fenomena pendidikan yang cenderung kebarat-baratan, dan sebagai antithesis
pemikiran barat yang lebih mengutamakan pendidikan lebih kepada hasil, maka
berikut adalah metode pendidikan yang digunakan Ibn Khaldun yang konsep
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Metode Tikrar
Ibn Khaldun dengan prinsip belajar mengajarnya mengehendaki agar
seorang guru juga memperhatikan terhadap proses pendidikan potensi yang
dimiliki

seorang peserta didik. Pendidikan terhadap potensi pada individu menuntut


agar siswa tersebut memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi
kebutuhannya. Hal tersebut tentu membutuhkan proses waktu. Sementara
waktu juga berperan secara negatif terhadap memori seseorang. Namun hal
negatif tersebut dapat diselesaikan dengan proses perbuatan yang dilakukan
secara terus-menerus dan dengan melakukan pengulangan. Maka yang paling
penting adalah proses yang terus menerus berlangsung dalam mendidik serta
membiasakan mereka ke arah kemajuan. Konsep Ibnu Khaldun ini selaras
dengan konsep kurikulum yang saat ini diterapkan di negara kita Indonesia.
Pembiasaan yang baik bukan hanya sekali, tetapi untuk hasil yang baik perlu
materi pembelajarannya harus terus disampaikan. Sehingga akan lekang dalam
ingatan anak didik. Mengajar merupakan pembiasaan pada hal-hal positif,
seorang pendidik harus sabar dalam melakukan kegiatan pendidikannya secara
terus menerus. Untuk itu setiap pelajaran memerlukan pengulangan dan
pembiasaan sebagai upaya pemantapan pemahaman ilmu seseorang.8
2. Metode Penyayang
Konsep ini membawa kekerasan seperti hukuman fisik terutama kepada
anak-anak didik, meskipun dilarang menggunakan kekerasan pada fisik namun
8
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009).h. 47

11
5
ada sisi yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode kasih sayang ini,
seorang guru tidak boleh terlalu berlemah lembut kepada anak didik sebab itu
akan membuat anak didik akan menjadi anak yang santai tanpa beban dan tidak
berfikir, maka gunakan juga sedikit keras dan kasar tetapi bukan pada wilayah
kekerasan pada fisik yang justru dapat membuat psikis anak terganggu dan
menyebabkan anak tidak bisa belajar. Namun setiap perkembangan anak harus
juga diperhatikan dan pendekatan pengajaran dengan menggunakan metode
kasih sayang seperti halnya orangtua kepada anaknya sendiri.
3. Metode penyesuaian fisik dan psikis peserta didik
Selain pada kematangan usia seorang pendidik atau guru harus
memperhatikan juga fisik dan psikis seorang anak didik, sebab bagi Ibn
Khaldun kebanyakan dari pendidik tidak tau cara mengajar yang baik dan
benar sehingga dalam menyampaikan materipun kepada anak didik adalah
materi yang sulit untuk difahami dan anak didik dituntut untuk dapat
menyelesaikan dan memahami materi yang disampaikan. Para pendidik
mengira hal itu dapat menyelesaikan permasalahan dan membuat anak didik
mengerti tentang apa yang telah diajarkan, seharusnya menurut Ibn Khaldun
cara terbaik dalam menyampaikan pelajaran dengan cara sedikit demi sedikit
melalui kebiasaan, jika mereka sulit memahami maka libatkan peserta didik
dengan sebuah fenomena atau kejadian sehari-hari lalu diambil sisi
pembelajaran didalamnya.
4. Metode kesesuaian dengan perkembangan potensi peserta didik
Pada metode ini Ibn Khaldun lebih menekankan kepada perkembangan
anak didik tahap demi tahap, hal itu juga mengacu kepada usia yang ada di
anak didik sebab materi yang disampaikan oleh seorang tenaga didik harus
sesuai dengan tahap perkembangan. Seorang guru supaya materi yang
disampaikan atau ajaran yang disampaikan oleh guru dapat diterima oleh anak
didik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, hal itu juga dapat berpengaruh
kepada potensi yang dimiliki anak didik. Jika potensi anak didik digali dan
diproses berdasarkan perkembangannya maka hasil dari pembelajaran yang
akan menghasilkan kemahiran seorang anak didik dalam bidang yang ia
senangi.
5. Metode penguasaan satu bidang
Dalam pandangan Ibn Khaldun seseorang mempunyai sebuah keahlian
11
6
jarang sekali memiliki keahlian yang lain, sebab keahlian yang dimiliki
seseorang akan menjiwai dan tertanam maka ketika ia akan mempelajari
bidang keahlian lain akan mendapatkan kesulitan hal tersebut harus difahami
seorang pendidik dan pelajar dan tidak mencampurkan dua ilmu dalam satu
waktu dan mencampurkan masalah yang lain, sebab pelajar tidak akan mampu
memahami dan mengerti ketika dihadapkan dua permasalahan yang berbea
jenisnya maka cara terbaik

guna menghasilkan murid yang faham dan mampu dibidangnya dengan cara
mengajarkan kesesuaian fenomena dan minat yang dimiliki anak didik guna
menghasilkan murid yang ahli dalam bidangnya.
6. Metode Tadrib
Ibn Khaldun juga menganjurkan untuk mengajarkan ilmu melalui
pelaksanaan lapangan dan latihan (praktek) setelah proses pemahaman ilmu
dilakukan (teori), maka kemahiran akan terbentuk dan penguasaan akan
terbentuk jika tenaga pendidik mahir dalam ilmu mengajar. Ibn Khaldun
melihat kasus pengajaran teoritis, bahwa usaha tenaga pendidik mengajarkan
ilmu lebih dari satu waktu akan menghambat pembentukan penguasaan.9

7. Metode Tadarruj
Pengajaran pada anak hendaknya dilakukan secara bertahap, berangsur-
angsur, dan sedikit demi sedikit. Dengan memulai masalah-masalah mendasar
dari setiap bab dalam ilmu pengetahuan merupakan metode yang pertama yang
harus dilakukan pengajar. Pada tahap pertama seorang pendidik harus
mendekatkan pemahaman, dan menjelaskan secara global pada satu bab
pembahasan. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat memahami cabang ilmu
yang dipelajari dan mampu memetakan masalah-masalah yang dibahasnya.
Maka metode tadrij ini sesuai dengan kondisi psikologis manusia yang tidak
dapat menerima materi sekaligus dalam jumlah banyak, tetapi sedikit demi
sedikit atau berangsur-angsur.
Berkaitan dengan hal diatas, Ibn Khaldun meyakini bahwa pembelajaran
yang efektif adalah pembelajaran yang dilakukan bertahap-tahap, perlahan-
lahan, langkah demi langkah. Tujuannya memberikan kesempatan kepada

9
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam; Gagasan-Gagasan Besar Para Ilmuwan Muslim
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2015).h. 559

11
7
peserta didik untuk berpikir dan menyimpan informasi yang mereka peroleh
dari pendidiknya. Ilmu pengetahuan yang berangsur-angsur tersebut
membentuk sebuah kerangka bangunan yang utuh yang pada akhirnya menjadi
bangunan ilmu yang lengkap.

C. Relevansi Konsep Pendidikan Islam Ibnu Khaldun Pada Era Pendidikan


Moderen
Menurut Ibnu Khaldun, pendidikan adalah merupakan pengembangan
potensi dalam bidang tertentu dengan penguasaan pada keterampilan
profesional yang sesuai dengan tuntutan zaman, pembinaan pemikiran yang
baik sehingga dapat mengembangkan potensi peserta didik serta membina
peserta didik dengan baik. Disisi lain beliau sangat mementingkan
pembentukan individu peserta didik guna mempersiapkan dalam menghadapi
perubahan sosial yang terjadi di Tengah-tengah Masyarakat. Maka dari itu,
beliau tidak hanya terfokus Pendidikan secara teoritis akan tetapi secara
praktikum ditengah-tengah masyarakat. beliau juga bermaksud untuk
menjadikan peserta didik tak hanya sebagai pengabdi Allah dalam keagamaan
saja akan tetapi manusia harus paham secara jelas dan lengkap seluruh isi
ajaran Allah dalam Al-Qur’an agar dapat mempraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari.

Ibn Khaldun dalam salah satu karyanya, beliau menyatakan bahwa peserta
didik harus diajarkan ilmu yang bersumber dari Al- Qur’an secara bertahap dan
kemudian diajarkan cabang-cabang keilmuannya. Akan tetapi beliau tidak
menjelaskan secara sistematis, beliau menjelaskan secara pembagian ilmu dan
umum. Hal ini dapat dipahami oleh para ilmuan maksud dari beliau sehingga
kemudian menyimpulkan sangat relevan dengan pendidikan dunia modern,
sebab pembagian ilmu yang dimaksud beliau ialah ilmu Naqliyah dan ilmu
Aqliyah.10

Dalam dunia pendidikan moderen dikenal standar kompetensi guru yang


diantaranya adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi professional”. Keempat kompetensi tersebut
sesuai dengan apa yang kemukakan Ibn Khaldun sebagai pendidik yang ideal
10
Zainal Abidin And Fiddian Khairudin, ‘Penafsiran Ayat-Ayat Amanah Dalam Al-Qur’an, Syahadah’, Jurnal Imu
Al-Qur’an Dan Keislaman, 5 (2017), 11.
11
8
dalam dunia pendidikan. Beliau sangat mengharapkan bahwa pendidik harus
mempunyai pengetahuan yang luas serta pribadi yang bersikap baik. Hal inilah
kemudian akan menjadikan proses belajar mengajar akan tercapai dengan baik.
Sebab pendidik tak sebatas penyampaian ilmu, akan tetapi pendidik akan ditiru
atau menjadi uswah bagi tiap peserta didik dalam dunia pendidikan.11

Pendidikan dunia modern dituntut agar metode yang digunakan para


pendidik agar mempunyai kreatifitas dalam proses belajar mengajar. 12 Jika
ditinjau apa yang ditawarkan oleh Ibn Khaldun dari berbagai metode masih
relevan jika diterapkan dalam dunia pendidikan modern. Metode yang
ditawarkan oleh Ibn Khaldun tidak hanya terfokus dalam teoritis tetapi juga
fokus pada praktikum hal inilah kemudian pendidikan sangat ideal jika
disandingkan antara teori dan praktek.13 Disamping itu, metode yang
ditawarkan beliau juga menjadikan para peserta didik kritis terhadap sesuatu
yang dikaji. Maka metode yang ditawarkan Ibn Khaldun sangat relevan dalam
pendidikan dunia modern.
Pemikiran beliau terhadap pendidikan menjadi acuan dalam pendidikan
dunia modern. Sebab yang ditawarkan beliau sangat mengutamakan teori dan
praktek dalam dunia pendidikan harus diterapkan dengan baik khususnya
pendidikan Islam. Pendidikan yang ajukan beliau bersumber dari Al-Qur’an
yang mana ajaran-ajaran Islam harus diterapkan terhadap realitas kehidupan.
Sehingga mampu menciptakan generasi pengabdi Allah dalam kehidupan
manusia. Pendidik menurut beliau harus mempunyai pengetahuan yang luas
sekaligus pribadi yang baik. Sebab menjadi pendidik tidak hanya sebatas
pengajar dalam kelas akan tetapi pendidik sebagai contoh atau teladan untuk
anak didik.14

11
Suharto, Filsafat Pendidikan Islam.27
12
Fatawi, Problematika Pendidikan Islam Modern.56.
13
Ahmad Atabik, ‘Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu; Sebuah Kerangka Untuk Memahami Konstruksi
Pengetahuan Agama’, FIKRAH, 2 (2014).
14
Manaf. ‘Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan dan Relevansinya dengan Pendidikan Dunia’, Jurnal
As-Salam I, 9 (2020), 12

11
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibnu Khaldun merupakan sosok ilmuwan muslim yang memiliki konstribusi
besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada masanya. Menurut Ibnu
Khaldun pandangan mengenai pendidikan Islam berpijak pada pendekatan
filosofis-empiris. Pendekatan ini memberikan arah baru dalam pemikiran visi
pendidikan Islam secara ideal dan praktis. Ibnu Khaldun berpandangan bahwa
pendidikan harus memikirkan faktor psikis baik terhadap anak didik maupun
pendidik. Di era modern pendidikan semakin menjadi tolak ukur berhasilnya suatu
bangsa, maka harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Pendidikan tak hanya sebatas
proses belajar mengajar yang dibatasi oleh ruang dan waktu, akan tetapi lebih luas
lagi pendidikan merupakan proses dimana para anak didik mampu menghayati,
menyerap bahkan menangkap dari peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman.
Ada beberapa metode yang menjadi pandangan Ibnu Khaldun, diantaranya
metode pentahapan, penguasaan satu bidang, praktek, kesesuaian dengan
perkembangan potensi peserta didik, penyesuaian fisik dan psikis peserta didik,
peninjauan kematangan usia. Maka menurut penulis metodologi yang Ibnu Khaldun
sampaikan masih sangat sesuai dengan konteks pendidikan saat ini, secara khusus
pendidikan islam.
Dengan menerapkan metodologi pendidikan Islam teori Ibnu Khaldun, akan
membawa hasil yang baik. Memajukan dan membawa dampak positif dalam
pendidikan Islam yang lebih Tujuan pendidikan menurut beliau yaitu
pengembangan potensi dalam bidang tertentu dan pembinaan pikiran yang baik.
Materi pembelajaran menurut beliau harus bersifat aqliyah dan naqliyah. Metode
yang ditawarkannya sangat relevan dalam pendidikan dunia modern. Pemikiran
beliau terhadap pendidikan bisa menjadi acuan dalam pendidikan dunia modern.
Sebab apa yang ditawarkan beliau sangat mengutamakan teori dan praktek dalam

12
0
dunia pendidikan harus diterapkan dengan baik khususnya pendidikan Islam.
B. Saran
Metode pendidikan memiliki peranan penting dalam pembelajaran yang
efektif dan efisien, sehingga dalam hal ini seorang pendidik harus bijak dalam
menentukan metode pendidikan.
Penulisan makalah ini menggunakan metode library research atau
penelitian kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan referensi dari buku atau
jurnal untuk ditelaah isinya. Penulis menyadari bahwa makalah diatas mungkin ada
kesalahan dan belum smpurna. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedomanpada sumber yang telah ada, Maka dari itu penulis
menerima kritik dan saran mengenai pembahsan makalah dalam kesimpulan di
atas.

12
1
DAFTAR PUSTAKA

Atabik, Ahmad, ‘Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu; Sebuah Kerangka Untuk
Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama’, FIKRAH, 2 (2014)
Fatawi, Problematika Pendidikan Islam Modern
Iqbal, Abu Muhammad, Pemikiran Pendidikan Islam; Gagasan-Gagasan Besar Para
Ilmuwan Muslim (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2015)
Khairudin, Zainal Abidin And Fiddian, ‘Penafsiran Ayat-Ayat Amanah Dalam Al-Qur’an,
Syahadah’, Jurnal Imu Al-Qur’an Dan Keislaman, 5 (2017), 11
Manaf, Al, ‘Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan Dan Relevansinya Dengan
Pendidikan Dunia’, 9 (2020), 11
Murkitim, Ahmad Rifauzi, Muhammad Kosim, Konsepsi Dan Pemikiran Pendidikan Islam;
Sebuah Bunga Rampai, EdisiPerta (Padang: CV Jasa Surya, 2013)
Nasution, Ina Zainah, ‘Pemikiran Pendidikan Ibnu Khaldun’, Intiqad: Jurnal Agama Dan
Pendidikan Islam, 12.1 (2020), 69–83
Pasiska, ‘Epistemologi Metode Pendidikan Islam Ibnu Khaldun’, EL-Ghiroh, 17.02 (2019),
135
Suharto, Filsafat Pendidikan Islam
Susanto, A., Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009)
Tambak, Syahraini, ‘Konsep Metode Pembelajaran PAI’, 2.1 (2014), 1–14

‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan


Nasional’, p. n.d.

12
2

Anda mungkin juga menyukai