Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN


MENURUT ISMAIL RAJI AL-FARUQI

Ditulis untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah "

Disusun Oleh:

Wilza Tryawan Dari

Dosen Pembimbing:

Koiy Sahbudin Harahap, MA

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) ROKAN

BAGAN BATU

TAHUN 2021
Abstrak
Dalam sejarah peradaban Islam, abad ke-18 menempati posisi tersendiri.
Umat Islam pada waktu itu memandang sebagai awal dari satu peradaban
kemudian era tersebut dikenal dengan masa modern. Dibawah dominasi budaya
barat. Masa ini ditandai dengan adanya kemajuan pesat dalam bidang sains dan
teknologi, yang dipandang mampu mengubah hal-hal yang fundamental dalam
kehidupan manusia1. Memasuki dan ikut serta dalam abad modern bukanlah
persoalan pilihan melainkan suatu keharusan sejarah kemanusiaan (historical
Thought)2.

Sesungguhnya Islam sebagai gerakan kultural menolak pandangan kuno


yang statis dan bahkan sangat mendorong pandangan dinamis 3. Gerakan
pembaharuan pemikiran Islam ini, di tandai dengan pemikiran-pemikiran kritis
pada moderinisme barat. Kebangkitan merupakan isu yang tumbuh dari sikap
kritis itu mencangkup didalam gerakan-gerakan intelekual sosial politik yang
cukup beragam seperti neo-tradisionalisme, neo-relativisme, neo-fundalisme,
neo- moderinisme4. Artikel ini membahas bagaimana salah satu tokoh pemikiran
Islam yaitu Ismail Raji Al-Faruqi mengagas islamisasi ilmu pengetahuan sebagai
gerbang penjaga atas perubahan dan pemahaman yang salah atas ilmu
pengetahuan yang telah sekuler agar Umat Islam tidak terjerumus dengan
pemahaman barat yang telah menyeleweng dan keluar dari porsi batasan dalam
pembahasannya.

Kata Kunci: Islamisasi, Ilmu, Pengetahuan, Pendidikan, Ismail Raji Al-Faruqi


Pendahuluan

Islamisasi berasal dari akar kata Islam yang secara etimologi berarti
tunduk atau pasrah dan patuh, sedangkan dari segi terminologi adalah agama yang
menganjurkan sikap pasrah kepada Tuhan dalam bentuk yang diajarkan melalui
1
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina 1992), h. 452-
453
2
Ibid., h. 65
3
Muhammad Iqbal, Membangun Kembali Pemikiran Agama Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang), 1986, h. 148
4
Akbar S. Ahmed, Posmodernisme Bahaya dan Harapan bagi Islam, (Bandung: Mizan,
1995)
Rasulullah SAW. Yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an. Islamisai
bermakna pengislaman5. Islamisasi sebagai proses pengislaman tidak hanya
diberlakukan terhadap manusia tetapi juga terhadap sesuatu yang menyangkut
hajat banyak orang. Salah satu dari hajat yang dibutuhkan oleh banyak orang
adalah ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah suatu
respon terhadap kritis masyarakat modern yang disebabkan karena pendidikan
barat yang bertumpu pada suatu sudut pandangan dunia yang lebih berdasarkan
pada paham materialisme. Pendidikan barat menganggap bahwa pendidikan bukan
untuk membuat manusia bijak, tetapi memandang realitas sebagai sesuatu yang
bermakna secara material bagi manusia. Pandangan barat tersebut yang kemudian
menjadi salah satu penyebab munculnya krisis masyarakat modern6.

Selain itu, islamisasi ilmu pengetahuan juga muncul sebagai reaksi


terhadap adanya konsep dikotomi antara agama dan ilmu pengetahuan yang
misalnya memandang sifat, metode, struktur sains dan agama jauh berbeda atau
dapat dikatakan kontradiktif. Agama mengasumsikan atau melihat suatu persoalan
dari segi normatif, sedangkan sains meneropongnya dari segi objektifnya. Agama
melihat problematika dan solusi melalui petunjuk Tuhan sedangkan sains melalui
eksperimen dan rasio manusia. Ajaran agama dan kebenaran ajaran agama
diyakini sebagai petunuk tuhan serta kebenaran yang dinilai mutlak, sedangkan
kebenaran sains relatif. Agama banyak berbicara yang ghaib sedangkan sains
hanya mengenai hal yang empiris7. Adanya islamisasi ilmu pengetahuan
diharapkan akan menghasilkan sebuah sains Islam yang didasarkan pada Al-
Qur’an dan Al-Hadist, dimana sains Islam tersebut berbeda dengan sains barat
yang telah berkembang.

A. Biografi Ismail Raji Al-Faruqi

5
Nurkholis Majid, Islam, Kemoderenan dan Keindonesiaan, Cet. XI, (Bandung: Mizan,
1998), h. 47
6
B Marjani Alwi, Islamisasi Ilmu Pengetahuan kontribusi dalam mengatasi krisis
masyarakat modern. Vol. VI Nomer 2 Juli-desember 2017, h. 3
7
I.R. Podjawajatna, Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bina
Aksara, 1983), h. 62
Al-Faruqi dilahirkan di Yaifa (Palestina) pada tanggal 1 Januari 1921 dan
meninggal dunia pada tanggal 24 Mei 19868. Ayahnya bernama Abd Al-Huda Al-
Faruqi adalah seorang hakim muslim yang sangat patuh pada agamanya. Al-
Faruqi memperoleh pendidikan agama dari rumah terutama ayahnya dan masjid
lokal setempat. Pendidikan dasarnya dilalui di College Des Frese Libanon sejak
tahun 1926 sampai 1936. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di The
American University, Beirut, tepat a memperoleh gelar BA-nya pada tahun 1941 9.
Lalu masuk pemerintah dan pada umur 24 tahun di tahun 1945 ia menjadi
gubernur Galille dimana arah kehidupan masa depannya sudah mantap. Semuanya
tiba-tiba terhenti dengan dibentuknya negara Israel pada tahun 1948 dan Al-
Faruqi menjadi salah sau dari ribuan pengungsi Palestina yang bermigrasi
bersama keluarganya ke Lebanon.

Ia kemudian beralih kedunia akademik untuk membangun kembali hidup


dan karirnya. Amerika pun menjadi tempat pelatihan untuk menyiapkan diri
dengan mencapai gelar master di Indiana dan Harvard dan pada tahun 1952
mencapai gelar doktoral (Phd.) dari Universitas Indiana. Al-Faruqi menjalani
masa-masa sulit selain trauma diasingkan dari negerinya dan juga perjuangan
untuk terus hidup dan membiayai pendidikannya. Meskipun Al-Faruqi berhasil
menyelesaikan doktoralnya dalam filsafat barat, langkanya kesempatan kerja dan
dorongan batin mendorongnya untuk membawanya kembali ke akar dan warisan
kecendekiawan Islamnya. Maka ia meninggalkan Amerika menuju Kairo, tempat
ia selama empat tahun dari tahun 1954 sampai 1958, mempelajari Islam di
Universias terkenal di Kairo, yaitu Al-Azhar.

Sekembalinya dari Kairo ke Amerika Utara, ia menjadi profesor tamu


studi-studi Islam di Institut Studi Islam dan menjadi mahasiswa tingkat doktoral
penerima beasiswa pada fakultas Teologi di Universitas McGill dari tahun 1959
sampai 1961, tempat ia belajar tentang Kristen dan Yahudi. Ia lalu memulai karir
profesionalnya sebagai guru besar studi Islam. Pada Institut Pusat Riset Islam di

8
Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal
Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia, (Ciputat : Quantum Teaching, 2005),
h.107.
9
Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema
Insani,2006), h.209
Karachi dari tahun 1961 sampai 1963. Selama setahun berikutnya setelah kembali
dari Amerika, ia menjadi guru besar tamu dalam bidang sejarah agama di
Universitas Chicago. Pada tahun 1964, ia memperoleh posisi permanen penuh
pertamanya sebagai guru besar luar biasa di Jurusan Agama pada Universitas
Syracuse. Ia akhirnya pindah ke Universitas Temple pada tahun 1968 untuk
menjadi guru besar studi Islam dan sejarah agama. Ini adalah posisi yang
didudukinya sampa ia wafat pada tahun 198610.

Selain mengajar, Al-Faruqi juga mendirikan International Institute of


Islamic Thought (IIIT) pada tahun 1980 di Amerika Serikat, sebagai bentuk nyata
gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Kini lembaga tersebut memiliki banyak
cabang di berbagai negara, termasuk di Indonesia dan Malaysia. Sebelumnya pada
tahun 1972, Al-Faruqi telah mendirikan The Association Of Muslim Social
Scientist11. Kedua lembaga yang didirikannya itu menerbitkan jurnal Amerika
tentang Ilmu-ilmu Sosial Islam. Apa yang dilakukannya itu karena keyakinannya
bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang telah sekuler dan jauh dari tauhid.
Kemudian dia juga meluruskan konsep dan teori-teori agar kemajuan dan
pengetahuan tidak berjalan jauh dari luar etika, melalui konsep Islamisasi Ilmu
Pengetahuan dan Paradigma Tauhid dalam pendidikan dan pengetahuan.

Al-Faruqi meninggal secara tragis bersama keluarganya karena di bunuh.


Saat itu, melutus serangan teroris di Eropa Barat, yang lalu merembet pada
kerusuhan di AS pada 198612. Al-Faruqi dan istrinya Dr. Lois Lamya beserta
keluarganya tewas diserang oleh kelompok orang yang tak dikenal. Kelompok
yang tidak dikenal ini adalah hasil dari provokasi gerakan anti-Arab serta semua
yang berbau Arab dan Islam yang dipelopori beberapa kalangan tertentu yang
lama memendam perasaan tidak senang terhadap Islam dan warga Arab. Kematian
Al-Faruqi mengejutkan dan membuat sedih dunia Islam dan Internasional. Untuk
mengenang jasa-jasa, usaha dan karya-karyanya, organisasi masyarakat Islam
Amerika Utara (ISNA) mengabadikannya dengan mendirikan The Ismail and

10
John L.Esposito-John O Voll, Tokoh-tokoh kunci Gerakan Islam Kontemporer,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) h, 2
11
John L.Esposito-John O Voll, Tokoh-tokoh kunci Gerakan Islam Kontemporer, ....h. 3
12
Ibid, h, 210
Lamya Al-Faruqi Memorial Fund, sebagai penerus cita-cita Islamisasi Ilmu
Pengetahuan13.

B. Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Ismail Raji Al-Faruqi sebagai tokoh ilmuwan Islam, berusaha melakukan
perubahan terhadap ilmu pengetahuan yang dikiranya telah tersisipi paham-paham
barat yang kurang rasional, maka dari itu mulailah Al-Faruqi dalam pencetusan
Isamisasi imu pengetahuan.
1. Pengertian Islamisasi

Dalam karyanya yang sangat masyhur, Al-Faruqi menjelaskan bahwa


pengertian dari Islamisasi Ilmu yaitu sebagai usaha untuk mengacukan kembali
ilmu yaitu, untuk mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikir
kembali argumen dan rasionalisasi berhubung data itu, menilai kembali
kesimpulan dan tafsiran, membentuk u l a n g kembali tujuan data dan
melakukannya secara yang membolehkan disiplin itu memperkaya visi dan
perjuangan Islam14. Islamisasi pengetahuan itu sendiri berarti melakukan
aktifitas keilmuan seperti mengungkap, menghubungkan, dan
menyebarluaskannya menurut sudut pandang ilmu terhadap alam kehidupan
manusia.

Menurut AI-Faruqi, Islamisasi ilmu pengetahuan berarti mengislamkan


ilmu pengetahuan modern dengan cara menyusun dan membangun ulang sains
sastra, dan sains-sains pasti alam dengan memberikan dasar dan tujuan-tujuan
yang konsisten dengan Islam. Setiap disiplin harus dituangkan kembali sehingga
mewujudkan prinsip-prinsip Islam dalam metodologinya, dalam strateginya,
dalam apa yang dikatakan sebagai data-datanya, dan problem-problemnya.
Seluruh disiplin harus dituangkan kembali sehingga mengungkapkan relevensi
Islam sepanjang ketiga sumbu Tauhid yaitu, kesatuan pengetahuan, hidup dan
kesatuan sejarah. Hingga sejauh ini kategori-kategori metodologi Islam yaitu
ketunggalan umat manusia, ketunggalan umat manusia dan penciptaan alam
semesta kepada manusia.

13
Ibid, h, 210-212
14
Rosnani Hasim,....h, 35-36
2. Latar belakang Ide Islamisasi
Menurut Al-Faruqi Umat Islam saat ini sedang berada dalam keadaan yang
lemah. Kemerosotan muslim dewasa ini telah menjadikan Islam berada pada
zaman kemunduran. Kondisi yang demikian telah ikut andil sebagai penyebab
terjadinya kebodohan. Dikalangan kaum muslimin berkembang buta huruf,
kebodohan, dan tahayul. Akibatnya umat Islam lari kepada keyakinan yang buta
berdasar kepada literalisme dan legalisme, atau menyerahkan diri kepada syaikh
(pemimpin) mereka. Dan meninggalkan dinamika ijtihad sebagai suatu sumber
kreativitas yang seyogyanya harus dipertahankan15
Zaman kemunduran umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan telah
menempatkan umat Islam berada di anak tangga bangsa-bangsa terbawah16.
Dalam kondisi seperti ini masyarakat muslim melihat kemajuan barat sebagai
sesuatu yang mengagumkan. Hal ini yang menyebabkan sebagian kaum muslimin
tergoda oleh kemajuan Barat dan berupaya melakukan reformasi dengan jalan
westernisasi. Dan ternyata jalan yang ditempuh melalui jalan westernisasi telah
menghancurkan umat Islam dari ajaran Al-Qur’an dan Hadist. Sebab berbagai
pandangan dari barat, diterima umat Islam tanpa filter.17

Persoalan westernisasi akhirnya telah merembes kepersoalan bidang


akademik. Banyak pemuda-pemuda muslim yang berpendidikan barat bahkan telah
memperkuat westernisasi dan sekularisasi di lingkungan perguruan tinggi.
Meskipun kaum muslimin sudah memakai sistem pendidikan sekuler barat. Baik
kaum muslimin di lingkungan universitas maupun cendikiawan, tidak mampu
menghasilkan sesuatu yang sebanding dengan kreativitas dan kehebatan barat. Hal
ini disebabkan karena dunia Islam tidak memiliki ruh wawasan vertikal yaitu
wawasan Islam18. Gejala tersebut dirasakan Al-Faruqi sebagai The Lack of Vision.
Kehilangan yang jelas tentang sesuatu yang harus diperjuangkan sampai berhasil19.

15
Ismail Razi Al-Faruqi, Islamization of Knowledge (Virginia: International Institute Of
Islamic Thought, 1989) h, 40.
16
Ibid, h, 1-5
17
John L.Esposito-John O Voll, Tokoh-tokoh kunci Gerakan Islam Kontemporer, .... h, 4-
5
18
Ibid, h, 6-7
19
John L.Esposito-John O Voll, Tokoh-tokoh kunci Gerakan Islam Kontemporer, .... h, 8-
9
Walaupun dalam aspek-aspek tertentu kemajuan Barat ikut memberi andil
positif bagi umat, namun Al-Faruqi melihat bahwa kemajuan yang dicapai umat
Islam bukan sebagai kemajuan yang dikehendaki oleh ajaran agamanya.
Kemajuan yang mereka capai, hanya merupakan kemajuan yang semu. Di
satu pihak umat Islam telah berkenalan dengan peradaban Barat modern, tetapi
di pihak lain mereka kehilangan pijakan yang kokoh, yaitu pedoman hidup
yang bersumber moral agama. Dari fenomena ini, Al-Faruqi melihat
kenyataan bahwa umat Islam seakan berada di persimpangan jalan. Sulit untuk
menentukan pilihan arah yang tepat. Karenanya, umat Islam akhirnya terkesan
mengambil sikap mendua, antara tradisi keislaman dan nilai-nilai peradaban
barat modern. Pandangan dualisme yang demikian ini menjadi penyebab dari
kemunduran yang dialami umat Islam. Bahkan sudah mencapai tingkat serius
dan mengkhawatirkan yang disebutnya sebagai “malaisme”. Menurut Al-Faruqi
sebagai efek dari “malaisme” yang di hadapi umat Islam sebagai bangsa-
bangsa di anak tangga terbawah, mengakibatkan timbulnya dualisme dalam
sistem pendidikan Islam dan kehidupan umat. Sebagai prasyarat untuk
menghilangkan dualisme tersebut dan sekaligus mencari jalan keluar dari
“malaisme” yang dihadapi umat, maka pengetahuan harus diislamisasikan
atau diadakan pengislamisasian pengetahuan agar serasi dengan ajaran tauhid
dan ajaran Islam20.

Ide islamisasi ilmu pengetahuan muncul dari premis bahwa ilmu


pengetahuan kontemporer tidak bebas nilai (Value-free) tetapi sarat nilai (Value
Laden). Ilmu pengetahuan yang tidak netral ini telah dinfus kedalam praduga-
praduga agama, budaya dan filosofis, yang sebenarnya berasal dari refleksi
kesadaran dan pengalaman manusia barat. Jadi ilmu pengetahuan modern harus
di Islamisasikan.21. Mengislamisasikan ilmu bukanlah pekerjaan mudah seperti
labelisasi. Selain itu, tidak semua dari barat berarti ditolak, karena terdapat
sejumlah persamaan dengan Islam. Oleh karena itu, seseoarang yang
mengislamisasikan ilmu, perlu memenuhi prasyarat, yaitu ia harus mampu

20
Ismail Razi Al-Faruqi, Islamization of ......, h, 22
21
Wan Daud, The Educational Phosophy and Practice of Syed Muhammad NAquib Al-
Attas, Kulala Lumpur: ISTAC, 1998, hlm.291
mengedintifikasi pandangan hidup Islam (The Islamic Worldview) sekaligus
mampu memahami peradaban Barat22.

3. Landasan Islamisasi

Al-Faruqi dalam karyanya yang masyhur berjudul Islamization of


Knowledge: General Principles and Workplan, diterjemahkan dalam Bahasa
Indonesia Islamisasi Pengetahuan, menjelaskan pengertian Islamisasi ilmu sebagai
usaha dalam memberikan definisi baru, mengatur data-data, memikirkan lagi jalan
pemikiran dan menghubungkan data-data, mengevaluasi kembali kesimpulan-
kesimpulan, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu
sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin itu memperkaya wawasan Islam dan
bermanfaat bagi terwujudnya cita-cita Islam23.

Islamisasi ilmu pengetahuan, menurut Al-Faruqi adalah solusi terhadap


dualism system yang terjadi pada pendidikan Kaum Muslimin saat ini. Baginya
dualisme system pendidikan harus dihapuskan dan disatukan dengan paradigma
Islam. Paradigma tersebut bukan imitasi dari barat, bukan juga untuk semata-
mata memenuhi kebutuhan ekonomis dan pragmatis pelajar untuk ilmu
pengetahuan profesional, kemajuan pribadi atau pencapaian materi. Namun
paradigma tersebut harus diisi dengan sebuah misi yang tidak lain adalah
menanamkan, menancapkan serta merealisasikan visi Islam dalam ruang dan
waktu24.

Dari sudut metodologi, Al-Faruqi mengemukakan ide Islamisasi


Ilmunya berlandaskan pada esensi tauhid yang memiliki makna bahwa ilmu
pengetahuan harus mempunyai kebenarannya25. Yang menurut pandangan
beliau metodologi tradisional tidak mampu memikul tugas ini karena beberapa
kelemahan, pertama, ia telah menyempitkan konsep utama seperti fiqh, faqih,
ijtihad, dan mujtahid. Kedua, kaidah tradisional ini memisahkan wahyu dan

22
Wan Daud, The Educational Phosophy …, h.313-314
23
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisai Pengetahuan, Bandung: Pustaka, 2003, cet. 3, h. 38
24
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisasi…., h. 38
25
Rosnani Hasim, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: Sejarah
Perkembangan, dan Arah Tujuan, Islamia, THN II NO.6 (Juli-Sepetember, 2005), h, 36
akal dan memisahkan pemikiran dan tindakan. Ketiga, kaidah ini membuka
ruang untuk dualism sekuler dan agama.

4. Prinsip dan cara hidup Islam

Dari berbagai pemikirannya, Al-Faruqi juga menggariskan beberapa


prinsip yang dijadikan sebagai kerangka pemikiran metodologi dan cara hidup
Islam dalam pandangan Islam. Prinsip-prinsip tersebut ialah Pertama, Keesaan
Allah, Keesaan Allah merupakan prinsip yang pertama dalam Islam dan
merupakan pokok ajaran Islam. Ia merupakan landasan dalam segala
tingkah laku manusia26. Kedua, Kesatuan Alam Semesta (ciptaan), Alam
semesta ini memiliki hukum yang pasti atau lebih dikenal dengan hukum
alam. Dimana semua berjalan sesuai dengan jalur. Material, ruang, sosial, alam
kosmos, semua berjalan rapi, hal itu dikarenakan adanya sang pencipta yang
maha kuasa yaitu Allah27. Ketiga, Kesatuan Kebenaran dan Kesatuan
Pengetahuan. Menurut Al-Faruqi, kebenaran wahyu dan kebenaran akal tidak
bertentangan tetapi keduanya saling berhubungan dan keduanya saling
melengkapi. Karena bagaimanapun, kepercayaan berasas terhadap agama
yang di topang oleh wahyu merupakan pemberian dari Allah dan akal juga
merupakan pemberian dari Allah yang diciptakan untuk mencari kebenaran.

Syarat-syarat kesatuan kebenaran menurut Al-Faruqi adalah Pertama,


Kesatuan kebenaran tidak boleh bertentangan dengan realitas, sebab wahyu
merupakan firman dari Allah yang pasti cocok dengan realitas. Kedua, Kesatuan
kebenaran yang dirumuskan, antara wahyu dan kebenaran tidak boleh ada
pertentangan didalamnya, prinsip ini bersifat mutlak. Ketiga, Kesatuan
kebenaran sifatnya tidak terbatas dan tidak ada akhir. Karena pola dari Allah
y a n g tidak terhingga. Oleh karena itu di perlukan sifat yang terbuka terhadap
segala sesuatu yang baru28.

Selanjutnya yang keempat, Kesatuan Hidup, Untuk memenuhi perintah


Allah, dalam Islam terdapat syari’ah yang memperkenalkan hukum-hukum
berupa wajib, sunnah, mubah, makruh, haram. Apabila seseorang mematuhi ini
26
Ismail Razi Al-Faruqi,....h, 34
27
Ibid, h, 36
28
Ibid, h, 40-41
pasti akan terwujud keamanan alam semesta ini29. Kelima, Kesatuan Umat
Manusia, Islam menganjurkan kebebasan dalam hubungannya dengan
kemanusiaan tanpa batas-batas yang senantiasa menghampiri mereka. Dalam
konteks ilmu pengetahuan nampak bahwa keinginan Al-Faruqi, sebagai
ilmuwan beserta penemuannya, hendaknya memberi kesejahteraan kepada
umat manusia tanpa memandang etnis. Ketaqwaan yang dipergunakan oleh
Umat Islam dalam hal yang membebaskan dari belenggu himpitan dunia
hendaknya menjadi landasan bagi para ilmuan30.

C. Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

Al-Faruqi menawarkan suatu rancangan kerja sistematis dan


menyeluruh yang dapat digunakan untuk program Islamisasi ilmu
pengetahuannya yang merupakan hasil dari usaha dan ijtihadnya selama
bertahun-tahun melaksanakan perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi serta
melalui sejumlah seminar Internasional yang diselenggarakan31. Rencana kerja
Al-Faruqi untuk program Islamisasi mempunyai lima sasaran yaitu Menguasai
disiplin-disiplin modern, Menguasai khazanah Islam, Menentukan relevansi
Islam yang spesifik pada setiap bidang ilmu pengetahuan modern, Mencari
cara-cara untuk melakukan sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan
ilmu pengetahuan modern, Mengarahkan pemikiran Islam ke lintasan-lintasan
yang mengarah pada pemenuhan pola rancangan Allah32.

Menurut al-Faruqi, sasaran di atas bisa dicapai melalui 12 langkah


sistematis yang pada akhirnya mengarah pada Islamisasi ilmu pengetahuan,
yaitu Penguasaan terhadap disiplin-disiplin modern, Al-Faruqi mengatakan
bahwa, disiplin-disiplin modern harus dipecah-pecah menjadi kategori-
kategori, prinsip-prinsip, metodologi-metodologi, problem-problem, dan tema-
tema, yang mencerminkan daftar isi suatu buku teks klasik. Peninjauan
disiplin, Jika kategori-kategori dari disiplin ilmu telah dipilah-pilah, suatu
survei menyeluruh harus ditulis untuk setiap disiplin ilmu. Langkah ini

29
Ismail Razi Al-Faruqi, Islamization of ....., h, 45
30
Ibid, h, 48
31
Ziaudin Sardar, Jihad Intelektual, (Surabaya: Risalah Gusti, 1998) h,44
32
Ismail Razi Al-Faruqi,...h, 28
diperlukan agar sarjana-sarjana muslim mampu menguasai setiap disiplin ilmu
modern. Penguasaan ilmu warisan Islam: Antologi, Ilmu warisan Islam harus
dikuasai dengan cara yang sama. Tetapi disini, apa yang diperlukan adalah
antologi-antologi mengenai warisan pemikir muslim yang berkaitan dengan
disiplin ilmu. Penguasaan ilmu warisan Islam: Analisis, Jika antologi-antologi
sudah disiapkan, ilmu warisan Islam harus dianalisa dari prespektif masalah-
masalah masa kini. Penentuan relevansi Islam yang spesifik untuk setiap
disiplin ilmu.

Relevansi ini, kata Al-Faruqi, hanya dapat ditetapkan dengan mengajukan


tiga persoalan33 yaitu Apa yang telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari Al-
Qur’an hingga pemikiran-pemikiran kaum modernis, dalam keseluruhan
masalah yang telah dicakup oleh disiplin-disiplin modern. Seberapa besar
sumbangan itu jika dibandingkan dengan hasil-hasil yang telah diperoleh oleh
disiplin-disiplin tersebut. Apabila ada bidang-bidang masalah yang sedikit
diperhatikan atau bahkan sama sekali tidak diabaikan oleh ilmu warisan Islam,
kearah mana kaum muslim harus mengusahakan untuk mengisi kekurangan itu,
juga memformulasikan masalah-masalah, dan memperluas visi disiplin
tersebut.

Selanjutnya, Penilaian kritis terhadap disiplin modern. Jika relevensi


Islam telah disusun, maka ia harus dinilai dan dianalisa dari titik pijak Islam.
Penilaian krisis terhadap khazanah Islam. Sumbangan khazanah Islam untuk
setiap bidang kegiatan manusia harus dianalisa dan relevansi kontemporernya
harus dirumuskan. Survei mengenai problem-problem terbesar umat Islam.
Suatu studi sistematis harus dibuat tentang masalah-masalah politik, sosial,
ekonomi, inteltektual, kultural, moral dan spritual dari kaum muslim. Survei
mengenai problem-problem umat manusia. Suatu studi yang sama, kali ini
difokuskan pada seluruh umat manusia, harus dilaksanakan. Analisa dan
sintesis kreatif.Pada tahap ini sarjana muslim harus sudah siap melakukan
sintesa antara khazanah-khazanah Islam dan disiplin modern, serta untuk
menjembatani jurang kemenangan berabad-abad. Dari sinilah khazanah
pemikiran Islam harus di sinambungkan dengan prestasi-prestasi modern, dan
33
Ziaudin Sardar, Jihad Intelektual, (Surabaya: Risalah Gusti, 1998) h,45
harus menggerakkan tapal batas ilmu pengetahuan ke horison yang lebih luas
dari pada yang sudah dicapai disiplin-disiplin moderen. Merumuskan kembali
disiplin-disiplin ilmu dalam kerangka kerja (framework) Islam. Setelah
keseimbangan antara ilmu warisan Islam dengan disiplin-disiplin modern telah
dicapai, buku-buku teks universitas harus ditulis untuk menuangkan kembali
disiplin-disiplin modern dalam cetakan Islam. Penyebarluasan ilmu
pengetahuan yang sudah diislamkan.

Selain langkah tersebut diatas, alat-alat bantu lain untuk mempercepat


islamisasi pengetahuan adalah dengan mengadakan konferensi-konferensi dan
seminar untuk melibat berbagai ahli di bidang-bidang illmu yang sesuai
dalam merancang pemecahan masalah-masalah yang menguasai pengkotakan
antar disiplin34.

Penutup

Islamisasi ilmu pengetahuan adalah usaha atau upaya yang dilakukan


untuk membebaskan ilmu pengetahuan dari asumsi barat dan menggantikannya
dengan merujuk kepada kandungan Al-Qur’an dan Sunnah. Al-Faruqi sebagai
pengagas islamisasi ilmu pengetahuan memiliki semangat yang sangat besar
dalam terciptanya ilmu-ilmu yang sesuai dengan kerangka pemikiran Islam.
Bersama rekan-rekannya Ismail Raji Al-Faruqi mendirikan Istitute Internasional
Pemikiran Islam di Virginia pada tahun 1981 selanjutnya dengan berbagai
konferensi, seminar, diskusi, workshop, jurnal, buku, artikel, penelitian dan usaha-
usaha lainnya. Ide islamisasi ilmu pengetahuan dikumandangkan. Karena ia
berpendapat bahwa segala macam ilmu pengetahuan termasuk sains tidak boleh
terlepas dari unsur yang paling penting yaitu agama. Islamisasi yang dilakukan
oleh Al-Faruqi merupakan solusi terhadap dualism system yang terjadi pada
pendidikan Kaum Muslimin saat ini. Baginya dualisme system pendidikan harus
dihapuskan dan disatukan dengan paradigma Islam.

Mengislamisasikan ilmu, menurut Al-Faruqi adalah dengan cara


menyusun, kemudian membangun kembali pondasi suatu ilmu dengan
memberikan dasar-dasar dan tujuan yang konsisten dengan Islam, karena tidak
34
Ziaudin Sardar, Jihad Intelektual, (Surabaya: Risalah Gusti, 1998) h,46
semua ilmu barat harus ditolak selama didalamnya mengandung paham Islam.
Setiap disiplin harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip
Islam dalam metodologinya, dalam strateginya, dalam apa yang dikatakan
sebagai data-datanya, dan problem-problemnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nurcholis Madjid, 1992, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina)


Muhammad Iqbal, 1986, Membangun Kembali Pemikiran Agama Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang)

Akbar S. Ahmed, 1995, Posmodernisme Bahaya dan Harapan bagi Islam,


(Bandung: Mizan)

Nurkholis Majid, 1998, Islam, Kemoderenan dan Keindonesiaan, Cet. XI,


(Bandung: Mizan)
B Marjani Alwi, Islamisasi Ilmu Pengetahuan kontribusi dalam mengatasi krisis
masyarakat modern. Vol. VI Nomer 2 Juli-desember 2017
I.R. Podjawajatna, 1983, Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Ilmu,
(Jakarta: Bina Aksara)
Ramayulis dan Syamsul Nizar, 2005, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam,
Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia, (Ciputat
: Quantum Teaching)
Herry Mohammad, 2006, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20,
(Jakarta: Gema Insani)
John L.Esposito-John O Voll, 2002, Tokoh-tokoh kunci Gerakan Islam
Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada)
Ismail Razi Al-Faruqi, 1989, Islamization of Knowledge (Virginia: International
Institute Of Islamic Thought)
Wan Daud, 1998, The Educational Phosophy and Practice of Syed Muhammad
NAquib Al-Attas, Kulala Lumpur: ISTAC
Ismail Raji Al-Faruqi, 2003, Islamisai Pengetahuan, Bandung: Pustaka, cet. 3
Rosnani Hasim, 2005, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer:
Sejarah Perkembangan, dan Arah Tujuan, Islamia, THN II NO.6 (Juli-
Sepetember)
Ziaudin Sardar, 1998, Jihad Intelektual, (Surabaya: Risalah Gusti)

Anda mungkin juga menyukai