Anda di halaman 1dari 4

Islam Saat Ini

Pendahuluan

Ilmuwan abad ini maupun yang terdahulu telah memberi sebuah perubahan yang begitu
signitifikan, akan tetapi tidak semua umat Islam mau menampung Ilmu-ilmu yang telah
diberikan. Para Ilmuwan dan Ulama memilki banyak peran dalam mengembangkan
pemerintahan. “Indonesia adalah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di seluruh
dunia. Pada saat ini diperkirakan bahwa jumlah umat Muslim mencapai 207 juta orang,
sebagian besar menganut Islam aliran Suni. Jumlah yang besar ini mengimplikasikan bahwa
sekitar 13% dari umat Muslim di seluruh dunia tinggal di Indonesia dan juga
mengimplikasikan bahwa mayoritas populasi penduduk di Indonesia memeluk agama Islam
(hampir 90% dari populasi Indonesia). Namun, kendati mayoritas penduduk beragama Islam,
Indonesia bukanlah negara Islam yang berdasarkan pada hukum-hukum Islam.”

1. ilmuwan dan ilmuwan muslim saat ini : sosok dan kiprahnya

“Islam memberikan apresiasi yang amat tinggi terhadap akal. Demikian tingginya sehingga
akal menempati posisi yang urgen dan vital dalam pergumulan wacana keislaman. Oleh
karena itu, akal sering kali disandingkan dengan wahyu dalam banyak kesempatan dan
pembahasan. Dengan demikian, maka wajarlah jika dikatakan bahwa Islam sangat
menghargai ilmu pengetahuan. Tentu saja produk dari pendayagunaan akal adalah ilmu
pengetahuan. Dari akal dan daya pikir yang telah dianugerahkan oleh Allah, manusia dapat
menggali berbagai pengetahuan yang ada di alam semesta, baik yang bersifat makro maupun
mikro. Dengan demikian munculllah berbagai disiplin ilmu.”1

“Sebenarnya banyak sekali sarjana-sarjana muslim yang tampil dalam panggung sejarah.
Dalam kitab Uyūn al-Anbā’ fi Ṭabaqat al-Aṭibba’ karangan Ibn Abi Ushaybi’ah, seorang ahli
kedokteran abad ketiga belas, dimuat informasi dan biografi lebih dari tiga ratus lima puluh
ilmuwan muslim. Ada ahli kedokteran, ahli kimia, geometri, geologi, geografi, matematika,
astronomi dan sebagainya. Padahal yang dikenal masih segelintir saja. Hanya sayangnya,
karena sistem pendidikan kita masih bercermin dan berkiblat ke Barat, sedangkan Barat
menyembunyikan jasa-jasa Islam dalam arena ilmu pengetahuan, maka publik pada dasarnya
tidak mengenal tokoh-tokoh Islam yang sebenarnya sangat besar dan terkenal. Padahal
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan di Barat merupakan imbas dan terpengaruh
oleh kemajuan yang terjadi di dunia Islam, terutama setelah adanya gerakan Averroisme yang
membumi di Eropa. Barat mendapatkan pengaruh positif dalam ilmu pengetahuan dari dunia
Islam.”2

Najib Burhani seorang tokoh intelektual muda Muhammadiyah berusaha memberi


pemahaman bahwa Islam Nusantara sama dengan Islam berkemajuan dalam organisasi

1
‘Siti Romlah, “Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an: Fenomena Makrokosmos dan Mikrokosmos,” Jurnal Studi
Islam: Pancawacana 11, No. 2 (Desember 2016), 2.
2
‘Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes): Filosof Islam Terbesar di Barat (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975), 151.’.
Muhammadiyah. Beliau berkata; “langgamnya Nusantara tapi isinya Islam, bajunya
Indonesia tapi badannya Islam.”3 Tapi pemahaman Najib Burhani tidak bisa diterima oleh
NU karena Islam Nusantara menekankan pembaharuan pemahaman Islam karena perubahan
konteks geogras dari Arab ke Nusantara. Sedangkan paham Islam berkemajuan dalam
Muhammadiyah menyerukan pembaharuan Islam karena perubahan zaman memerlukan
pembaharuan/tajdid. Titik temu kontekstualisasi Islam versi Muhammadiyah dan NU
tercermin dalam pemikiran Prof.Dr.Amin Abdullah dan KH Sahal Mahfudz tentang hukum
Islam. Bagi Prof.Dr.Amin Abdullah perubahan zaman klasik –skolastik ke era modern
menuntut digalakkannya ijtihad kontemporer, ijtihad yang segar (fresh ijtihad). Konsep kih
sosial dan kalam sosial Prof.Dr. Amin Abdullah menujukkan adanya kemiripan dengan Fiqih
sosial KH Sahal Mahfudz.

Di kalangan nahdliyin, tema Islam Nusantara menandai perkembangan terkini dari pemikiran
NU. Pada tahun 1980 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mengenalkan ide “Pribumisasi
Islam.” Intinya: Islam sebagai agama universal harus dibumikan ke dalam budaya lokal. Ini
dilakukan agar Muslim Indonesia bisa beragama sesuai dengan budaya Indonesia. “Kita
ambil nilai Islam, kita saring budaya Arab-nya”, demikian Gus Dur menandaskan. Islam
Indonesia. Dari sini lahirlah istilah Islam Indonesia. Maksudnya tentu saja jelas: Islam yang
berbudaya Indonesia. Dalam praktik diskursifnya, Islam Indonesia ditempatkan dalam
konteks keindonesiaan modern, yang bernegara-bangsa, berpancasila, dan demokratis. Ini
digunakan oleh nahdliyin sebagai norma dasar yang memayungi geliat pemikiran dan
gerakan sosialnya. Ketika terjadi “bom intelektual” NU pada akhir 1990-an, gagasan Islam
Indonesia diradikalkan dalam rangka sekularisasi, liberalisasi, dan pluralisme.4

“Indonesia dikenal sebagai negara dengan mayoritas penduduknya menganut agama Islam.
Penyebaran agama Islam di bumi nusantara tak luput dari peranan para ulama. Mereka
menyebarkan dakwah Islam sesuai dengan kearifan lokal sehingga dakwah sangat diterima
oleh masyarakat. Tak sampai di situ saja, ulama-ulama ini juga memberikan dampak besar
bagi kemajuan Indonesia, khususnya di bidang ilmu pengetahuan. Syekh Nawawi
misalnya. Ratusan judul kitabnya telah menjadi kurikulum wajib di pesantren dan
madrasah di tanah air. Berkat inilah dirinya dijuluki Bapak Kitab Kuning.”

Syekh Nawawi al-Bantani

“Sosok ulama besar yang menjadi guru dari tokoh-tokoh penting dalam dunia Islam,
seperti Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid, dan Syekh Ahmad Dimyati. Tidak
lupa menjadi salah satu tokoh publik paling berpengaruh di dunia Islam nusantara. Ialah
Syekh Nawawi al-Bantani, sang Bapak Kitab Kuning yang merupakan putra dari Sunan
Gunung Jati.”

“Ulama yang lebih dikenal sebagai Syekh Nawawi ini, memiliki nama lengkap Abu Abd
al-Mu’ti Muhammad bin Umar al-Tanara al-Jawi al-Bantani. Ia lahir di Tanara, Serang,

3
Ahmad Sahal, 2015, Munawir Aziz (editor), Islam Nusantara dari Ushul Fiqh hingga konsep Historis, PT Mizan
Pustaka, Bandung , hlm.28-29’.
4
‘ibid., hal.151-153’.
Banten pada 1813 dan dimakamkan di kota suci Mekah pada 1897. Melansir medcom.id,
Syeikh Nawawi diketahui telah mendapatkan pendidikan agama sejak dirinya masih kecil.
Pendidikan agamanya dimulai dengan tempaan langsung dari ayahnya saat masih kecil,
dilanjutkan dengan berguru kepada Kiai Sahal di dekat tanah kelahirannya, kemudian
berada di dalam naungan Kiai Yusuf di Purwakarta.”

“Ketika Syekh Nawawi beranjak umur 15 tahun, dirinya memutuskan untuk melanjutkan
pendidikan agamanya di tanah Mekkah, dengan berguru langsung pada dua lama besar di
kota megah itu, yaitu Syekh Muhammad Khatib dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Syekh
Nawawi menjalani kegiatannya ini dengan penuh semangat, dan terus belajar tanpa
mengenal patah arang. Saking produktifnya, ia diketahui telah melahap berbagai ilmu
cabang keilmuan, di mana inilah yang menjadikan Syekh Nawawi sebagai sosok cendekia
yang begitu cerdas.”

“Produktivitas Syekh Nawawi tidak berlangsung di masa mudanya saja, dirinya terus giat
mencari ilmu, bahkan menelurkan ratusan judul kitab yang hingga kini menjadi rujukan
ulama-ulama di Asia Tenggara dan Jazirah Arab. Karya-karya itu pun menjadi saduran
wajib dalam pembelajaran di pesantren dan madrasah. Di samping dunia keilmuan, Syeikh
Nawawi juga berhasil membina murid-muridnya menjadi salah tokoh penting dalam
perjuangan nasional, di antaranya ada KH Hasyim Asyarin (Pendiri Nahdlatul Ulama
(NU)), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), dan KH Mas Adurrahman (pendiri
Mathlaul Anwar).”5

2. pusat-pusat peradaban Islam saat ini

1. Makkah

2. Madinah

3. Baghdad

4. Kairo

5. Damaskus

6. Isfahan Persia

7. Istambul Turki

8. Delhi India
5
‘Afdillah, M. (2016). Peran Ulama Di Nusantara Dalam Mewujudkan Harmonisasi Umat
Beragama. Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, vol. 4, no. 1, hh. 80-95. ’.
9. Andalusia Spanyol

10. Transoxania/Samarkand

11. Aceh.6

Kesimpulan

Dengan adanya para Ilmuwan dan para Ulama sudah jelas memberikan kita suatu
informasi atau pegetahuan yang sangat berguna bagi kita. Seperti tahunya kita akan
dimana saja pusat peradaban Islam saat ini.

Daftar Pustaka

Afdillah, M. (2016). Peran Ulama Di Nusantara Dalam Mewujudkan Harmonisasi Umat


Beragama. Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, vol. 4, no. 1

Romlah, Siti. “Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an (Fenomena Makrokosmos dan
Mikrokosmos).” Jurnal Studi Islam: Pancawacana 11, no. 2, (Desember 2016).

Ahmad, Zainal Abidin. Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes): Filosof Islam Terbesar di
Barat. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Sahal, Akhmad, Aziz, Munawir, Islam Nusantara dari Ushul Fiqh hingga Konsep Historis,
Bandung: Mizan Pustaka, 2015.

6
Anwar Sewang, Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam, Book (Wineka Media, 2015).

Anda mungkin juga menyukai