Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH DAN TEORI MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an di Indonesia

Dosen Pengampu :

Ziyadul Haq, SQ, S.H.I, MA, Ph.D

Disusun oleh:

Atika Dayuni (221411072)


Dini Siti Habibah (221411075)
M. Dzulfaqor Ali Al (221411078)
Asytar
Mufidatul Bariyah (221411084)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)

FAKULTAS USHULUDDIN

PASCASARJANA INSTITUT ILMU AL-ALQUR’AN (IIQ) JAKARTA

TAHUN AKADEMIK 1444 H /2022 M


KATA PENGANTAR

‫الرحِ ي ِْم‬
‫الر ْح َم ِن ه‬
‫َّللا ه‬
ِ ‫س ِم ه‬
ْ ‫ِب‬

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah dan Teori
Masuknya Islam di Indonesia” pada mata kuliah Studi Al-Qur’an di Indonesia.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu, kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah


ini masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.Aamiin...

Ciputat, 3 Febuari 2022

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Suatu kenyataan bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara


damai. Berbeda dengan penyebaran Islam di timur tengah yang dalam beberapa kasus
disertai dengan pendudukan wilayah militer. Karena wilayah Indonesia sangat luas
dan perbedaan situasi dan kondisi, menyebabkan perbedaan pendapat tentang kapan,
darimana, dan dimana pertama kali Islam datang ke Indonesia.

Sejarah masuknya Islam di Indonesia mempunyai beberapa teori diantara lain


adalah teori dari Gujarat yang dipopulerkan oleh Snouk Hurgronje, seorang orientalis
terkemuka di Belanda yang melihat para pedagang kota pelabuhan Dakka di India
Selatan sebagai pembawa Islam di Indonesia. Berbeda dengan Hamka yang
mengkritik teori Gujarat bahwa Islam masuk ke Indonesia berasal dari Makkah.
Hamka berpendapat bahwa peranan bangsa Arab sebagai pembawa agama Islam ke
Indonesia berasal dari Makkah, yang dijadikan pusat kajian pada masa itu.

Pendapat selanjutnya, teori China yang dipopulerkan Sayyid Naquib Alatas,


bahwa pandangan muslim Canton China berimigrasi ke Asia Tenggara sekitar tahun
867 M. Pendapat lainnya, berdasarkan teori Persia yang dibangun oleh Hoesein
Djayadiningrat. Pandangannya bahwa tradisi Islam begitu kental dengan tradisi Persia
seperti peringatan 10 Muharram atau Asyura dan lain sebagiannya. Bedasarkan uraian
di atas, sejarah dan teori masuknya Islam di Indonesia perlu dipelajari baik secara
historis maupun sosiologis.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Indonesia?

2. Apa saja teori masuknya Islam di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sejarah masuknya Islam di Indonesia?

2. Untuk mengetahui berbagai teori masuknya Islam di Indonesia?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia


Sebagai fenomena sosial, agama Islam pertama kali muncul di Jazirah Arab
pada abad ke-7 Masehi. Nabi Muḥammad s.a.w, adalah orang yang mula-mula
memperkenalkan agama Islam kepada peduduk kota Makkah. Hanya dalam kurun
waktu dua dekade dari awal dakwahnya, Nabi Muhammad s.aw. telah berhasil
menjadikan umat Islam menyebar begitu pesat sehingga sampai ke luar Jazirah
Arab. Jika dilihat pada peta modern penyebaran umat Islam di seluruh dunia, maka
kawasan Asia dan Afrika adalah wilayah yang paling dominan.1
Islam tumbuh berkembang tidak hanya menjadi sistem kepercayaan atau
agama yang dianut masyarakat, tetapi juga menjadi sebuah peradaban dengan
banyak imperium/kerajaan sepeninggal Nabi Muhammad s.aw. dan generasi awal
sahabatnya.2 Kerajaan Umayyah, kerajaan Abbasiyah pada periode awal hingga
kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi, dan kerajaan Mughal pada periode akhir
adalah imperium-imperium kuat dan besar di dunia yang pernah menguasai wilayah
Semenanjung Balkan dan Eropa Tengah di Utara sampai wilayah Afrika Hitam di
Selatan. Sementara di Timur terdapat wilayah Maroko di Barat sampai dengan Asia
Tenggara.
Dengan demikian, Islam tidak hanya agama yang dianut oleh bangsa-bangsa
di pertengahan bumi ini, tetapi juga merupakan peradaban yang terbentang dari Laut
Afrika sampai tepi Laut Pasifik Selatan, dari Padang Rumput Siberia sampai ke
pelosok daerahdaerah kepulauan di Asia Tenggara.Pengetahuan tentang dunia Islam
sejatinya pengetahuan tentang peradaban Islam yang telah menyebar di berbagai
kawasan dunia. Studi kawasan Islam merupakan kajian yang dapat menjelaskan
terjadinya situasi yang ada saat ini di dunia Islam. Fokus studi kawasan adalah
menguraikan berbagai wilayah dalam dunia Islam dan lingkup pranatanya sejak dari
awal pertumbuhan, perkembangan, karakteristik sosial budaya, faktor-faktor
pendukung dan penghambatnya. Obyek studinya meliputi aspek geografis,

1
Richard C. Martin, “Islām,” dalam Encyclopedia of Islam and the Muslim World (USA: Macmillan
Reference, 2004), h. 176.
2
Ibid, Richard C. Martin, “Islām,” Encyclopedia of Islam..., h. 175.

4
demografis, historis, bahasa, serta berbagai perkembangan sosial budaya yang
merupakan karakteristik dari keseluruhan perkembangan di setiap kawasan budaya.3

B. Teori Kedatangan Islam di Nusantara


Situasi dan kondisi seperti ini memaksa para pakar untuk memunculkan
teori-teori dalam kaitannya dengan proses masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia. Paling tidak, ada beberapa teori yang dirumuskan, yaitu teori barat dan
timur, teori India, teori Arab, teori Persia dan terakhir teori China, berikut
penjelasannya:

1. Teori Barat dan Timur


Tersebarnya agama Islam ke seluruh penjuru Dunia, merupakan
sebuah karunia yang tidak ternilai harganya. Termasuk tersebarnya di
Indonesia, negeri kita tercinta ini. Sehingga ketika kita membahas atau
mengkaji tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia boleh jadi itu
merupakan salah satu bentuk syukur kita kepada Allah Ta’ala atas nikmat
yang luar biasa ini. Bukan hanya bentuk syukur, kajian tentang sejarah
masuknya Islam ke Indonesia menjadi penting mengingat Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penganut agama Islam terbesar se-Dunia.
Maka tulisan ringkas ini mencoba membahas secara mendasar teori-teori
mengenai masuknya Islam ke Indonesia yang sebenarnya sudah banyak
dipelajari oleh masyarakat kita.
Menurut Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh (1909-1979 M), setidaknya ada
dua teori utama yang mengungkap sejarah masuknya Islam ke Indonesia ;
Teori Barat (umumnya mengacu pada referensi dari Marco Polo) dan Teori
Timur (mengacu pada referensi Ibnu Batuthah).4

a. Teori Barat
Seorang saudagar asal Venesia, Italia bernama Marco Polo (1254-
1324 M) melakukan perjalanan ke Dunia Timur di tahun 1271 M, saat itu
ia sempat bersinggah di Pelabuhan Aceh Utara pada tahun 1292 M.
Pengalaman bertualangnya itu ia ceritakan kepada kawannya bernama
Rustichello Da Pisa yang kemudian ia tulis dalam sebuah buku berjudul

3
Asep Ahmad Hidayat dkk., Studi Islam di Asia Tenggara (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 5.
4
Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, “Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia”, C.V. Ramadani,
1985, Hal. 2

5
“The Travels Of Marco Polo”.5 Dari kisah perjalannya itulah para
sejarawan Belanda khususnya dan Barat pada umumnya mengambil
keterangan-keterangan mengenai sejarah masuknya Islam ke Nusantara
(Indonesia).
Di antara tokoh-tokoh Barat yang mengemukakan teorinya ialah :

1) Dr. Cristian Snouck Hurgronje (1857-1936 M), seorang orientalis asal


Belanda. Dalam bukunya, "De Islam in Nederlandsch-Indie" Seri II, No. 9
dari "Groote Godsdiensten" tentang masuknya Islam ke Indonesia ia
mengatakan : “Tatkala raja Mongol Hulagu dalam tahun 1258 M.
menghancurkan Baghdad yang lebih dari pada lima abad lamanya
merupakan ibu negeri kerajaan Islam, kelihatan seakan-akan kesatuan
kerajaan-kerajaan Islam itu lenyap. Hanya setengah abad sebelum
kejadian yang penting itu berlaku, Islam dengan secara tenang
berkembang dan masuk ke pulau-pulau Indonesia dan sekitarnya”.6
2) Jean Peire Moquette (1856-1927 M), seorang peneliti etnograf asal
Belanda. Menurutnya, batu nisan yang ditemukan di Pasai -Aceh,
bertuliskan tahun 1297 M, dan batu nisan milik Maulana Malik Ibrahim
yang ada di Gresik -Jawa Timur, bertuliskan tahun 1419 M, itu serupa
ukiran dan bentuknya dengan batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat,
India. Dari fakta ini, Moquette mengintepretasikan bahwa batu nisan di
Gujarat dihasilkan bukan hanya untuk pasar lokal, tetepi juga untuk ekspor
ke kawasan lain, termasuk Jawa dan Sumatera. Hubungan bisnis ini
memungkinkan orang-orang Nusantara mengambil Islam dari Gujarat.7
3) B.J.O Schrieke (1890-1945 M), seorang profesor etnologi di
Universitas Amsterdam, Belanda. Dalam bukunya "Het Boek van Bonang
(Diss Leiden, 1916) menyimpulkan dan membicarakan kembali catatan
Marco Polo itu, yang menerangkan bahwa berita yang pertama mengenai
Islam masuk ke Indonesia ditetapkan dalam tahun 1292 la menceritakan,
bahwa di antara kerajaan-kerajaan kecil yang didapati dalam perjalanannya
di Sumatra adalah Ferlec yang sudah dikuasai oleh agama Islam. Kata

5
Id.wikipedia.org, “The Travels Of Marco Polo”, diakses pada : Selasa, 01 Februari 2022,
19:10 WIB
6
Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, “Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia”, C.V. Ramadani,
1985, Hal. 2
7
Husaini Huda, “Islamisasi Nusantara”, Hal. 19

6
Marco Polo, "This Kingdom, you must know, is so much frequented by the
Saracen merchants that they have converted the natives to the Law of
Mohammad - I mean the town people only…..” (Ed. Yule 3 (1903) II :
284).8
b. Teori Timur
Jika teori para sejarawan Barat lebih condong pada pendapat yang
mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-13 M dan
datang melalui para pedagang yang umumnya berasal dari India, maka
teori sejarawan-sejarawan Timur mengemukakan bahwa Islam datang ke
Indonesia bahkan sejak abad ke-7 M, yaitu pada masa kekhilafahan
Utsman bin Affan. Bukan hanya melalui jalinan perdagangan tetapi
memang ada Muballigh-Muballigh yang berasal dari negeri-negeri Arab,
seperti Mesir dan Yaman yang beretugas untuk menyebarkan dakwah
Islam.9

Di antara tokoh-tokoh yang memperkenalkan atau menguatkan


data dari teori ini adalah :
a. Dr. Najeeb Mitry Saleeby (1870-1935 M), seorang dokter asal Lebanon
yang mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat Muslim di Moro -
Filipina di masa penjajahan Amerika.10 Dalam karyanya berjudul “Studies
In Moro History”, meskipun lebih banyak membahas tentang
pengaamannya di Filipina, namun ia juga banyak mengungkap tahun-
tahun dan tempat-tempat di beberapa wilayah Indonesia yang penting
untuk kita kaji sebagai bahan referensi sejarah masuknya Islam ke
Indonesia ini.11
b. Syed Alwi D. Tahir Al-Haddad (1844-1962 M), sejarawan Muslim asal
Yaman yang merupakan keturunan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.12 Beliau sendiri sebenarnya banyak mengutip dari karya Dr.

8
Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, “Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia”, C.V. Ramadani,
1985, Hal. 6
9
Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, “Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia”, C.V. Ramadani,
1985, 9 dan 35.
10
en.wikipedia.org, “Najeeb Mitry Saleeby”, diakses pada : Rabu, 02 Februari 2022, 02:50
WIB
11
Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, “Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia”, C.V. Ramadani,
1985, 9.
12
en.wikipedia.org, “Alwi bin Thahir al-Haddad”, diakses pada : Rabu, 02 Februari 2022,
03:00 WIB.

7
Najeeb Saleeby, yang kemudan beliau tuangkan dalam sebuah tulisan
berjudul ‫املدخل إىل تاريخ اإلسالم يف الشرق األصى‬, yang kemudian diterjemahkan

ke dalam bahasa Indonesia oleh Dziya Shahab dengan judul “Sejarah


Perkembangan Islam di Timur Jauh”. Beliau menyebutkan bahwa Islam
masuk melalui Perlak -Aceh dan juga pesisir Utara pulau Jawa dalam
sebuah misi dakwah. Seorang bernama Syarif Muhammad bin Ali Zainul
Abidin, ia lah yang mula-mula mengembangkan Islam di Mindanau -
Filipina. Dikatakan bahwa ia datang ke Jawa pada zaman Ampel tahun 801
M bersama anak dan saudara-saudaranya, begitu juga pamannya yang
bernama Malik Ibrahim yang kuburannya terdapat di Gapura, Gresik.13
c. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi (1796-1854 M), seorang sastrawan asal
Melayu keturunan Arab-Tamil.14 Dalam bukunya “Hikayat Malaka”, ia
mengatakan bahwa pada abad ke-13 H belanda memerintahkan ayahnya
untuk mengumpulkan buku-buku dari Riau, Pahang, Trengganu, Kelantan,
dll. Sehinga mencapailah jumlahnya sekitar 60-70 jilid.15 Prof. Aboebakar
Atjeh mempertanyakan, jika dari daerah-daerah tersebut saja buku-buku
yang Belanda kumpulkan mencapai 70 jilid, maka berapa banyak buku-
buku yang mereka kumpukan dari pulau Sumatera dan Jawa.
Ketika Sayed Alwi Al-Haddad berkunjung ke Jawa untuk menelusuri buku-
buku sejarah Jawa pada tahun 1341 H, orang-orang pribumi mengatakan
kepadanya agar tidak menanyakan hal tersebut, karena ada suatu badan khusus
milik Belanda akan meminta menyerahkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan buku-buku sejarah tersebut.16

2. Teori Arab

13
Books.google.co.id, Sayed Alwi b Tahir al-Haddad, “Sejarah Perkembangan Islam di
Timur Jauh”, terj. Dziya Shahab, Jakarta, 1957, hal : 112-114, diakses pada : Rabu, 02 Februari 2022,
04:20.
14
in.wikipedia.org, “Abdullah bin Abdulkadir Munsyi”, diakses pada : Rabu, 02 Februari
2022, 03:24 WIB
15
Abdullah bin Abdul Kadir Musnyi, “Hikayat Abdullah”, 6.
16
Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, “Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia”, C.V. Ramadani,
1985, 12.

8
Seperti yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya yang
berjudul “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII” pendapat yang dikemukakan oleh Arnold bahwasanya
Coromandel dan Malabar bukan tempat satu-satunya asal agama Islam dibawa
ke Nusantara, tetapi Arab juga dipandang terlibat aktif. Pedagang Arab
menyebarkan Islam saat mereka memberikan pengaruh terhadap perdagangan
Barat-Timur pada abad ke-7 dan ke-8 masehi. Beberapa sumber Cina yang
menyebutkan pada perempatan ketiga abad ke-7 akhir, seorang pedagang dari
Arab memimpin sebuah pemukiman penduduk Arab Muslim di pesisir pantai
Sumatera. Sebagian orang Arab ini dilaporkan karena melakukan perkawinan
dengan wanita penduduk lokal, kemudian secara tidak langsung membentuk
kominitas muslim yang terdiri dari orang arab pendatang dan penduduk lokal.
Kemudian anggota komunitas ini aktif dalam melakukan kegiatan penyebaran
Islam.17
Sebuah konteks dalam kitab Timur Tengah (berbahsa Persia) yang
berjudul ‘Ajâib al-Hind mengenai Nusantara, mengisyaratkan eksistensi
sebuah komunitas lokal di kerajaan Hindu-Budha Zabaj (Sriwijaya). Kitab ini
ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar al-Rumhurmuzi sekitar tahun 350/1000. Para
pedagang Muslim menyaksikan kebiasaan yang dilakukan di kerajaan itu,
bahwa setiap Muslim yang ingin menghadap raja baik pendatang ataupun
penduduk lokal harus “bersila” (‫)برسيلا‬. Kata “bersila” ditulis dengan aksara
Arab menunjukkan adanya pengaruh Islam dalam budaya Melayu di
Nusantara. Namun, kebiasaan ini dihapus oleh raja Sriwijaya setelah pedagang
Oman mengemukakan pendapat bahwa tradisi ini tidak sesuai ajaran Islam.18
Selain Arnold, teori bahwa Islam juga dibawa langsung dari Arabia
dikemukakan oleh Crawfurd, meskipun ia menyarankan interaksi penduduk
Nusantara kepada kaum muslim dari pantai timur India yang menjadi faktor
penting pada penyebaran Islam di Nusantara. Berbeda dengan Keijzer, ia
berpendapat Islam di Nusantara berasal dari Mesir karena persamaan
penduduk Muslim di dua wilayah ini kepada madzhab Syafi’i. Sedangkan
17
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII , (Jakarta:Kencana, 2013), h. 6-7
18
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII , (Jakarta:Kencana, 2013), h. 7

9
Niemann dan De Hollander memandang bukan berasal dari Mesir melainkan
dari Hadhramawt.19
Sebagian para ahli sejarah Indonesia termasuk Hamka menyetujui teori
Arab, bahwasanya Islam di Nusantara datang langsung dari Arab pada abad
pertama hijriyah (abad ke-7 masehi) bukan dari India pada abad ke-12 atau ke-
13. Pembela teori Arab seperti Morison Al-‘Aṭṭâs tidak bisa menerima temuan
epigrafis Muquette pada batu nisan di Pasai dan Gresik berasal dari Gujarat
untuk bukti bahwa Islam telah sampai ke Pasai dan Gresik oleh orang Muslim
India. Batu nisan dan barang lainnya yang diperlukan oleh penduduk sengaja
dibawa dari India karena kedekatan jarak ke Nusantara dibandingkan jarak
Nusantara dengan Jazirah Arab. Al-‘Aṭṭâs menyatakan bahwa bukti yang
paling penting ketika mempertimbangkan karakteristik internal itu sendiri.20
Argumen Al-‘Aṭṭâs menyatakan kelangsungan asal usul agama Islam
di Asia Tenggara dari Arab selaras dengan narasi historigrafi lokal yang sering
berampur dengan mitos dan legenda. Beberapa data historigrafi lokal dari
beberapa naskah/manuskrip tetap relevan seperti naskah Hikayat Raja-raja
Pasai (>1350), Sejarah Melayu (> 1500), Hikayat Merong Mahawangsa
(>1630), dan lain-lainnya. Menurut Azyumardi Azra, historigrafi tersebut
memiliki empat tema pokok yang menunjukkan kemungkinan bahwa Islam
sudah diperkenalkan dan ada di awal abad hijriyah dan mengalami akselerasi,
yaitu:
a. Islam dibawa langsung dari Arabia
b. Islam diperkenalkan oleh para guru dan penyair “profesional” yang
memang bermaksud menyebarkan Islam.
c. Para penguasa yang mula-mula masuk Islam
d. Kebanyakan para penyebar Islam “profesional” itu datang ke
Nusantara pada abad ke-12 dan ke-13.21

19
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII , (Jakarta:Kencana, 2013), h. 8
20
Faizal Amin dan Rifid Abror, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara:
Tela’ah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara” dalam Jurnal Studi Keislaman Vol. 18, No. 2,
Desember 2018, 86.
21
Faizal Amin dan Rifid Abror, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara:
Tela’ah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara” dalam Jurnal Studi Keislaman Vol. 18, No. 2,
Desember 2018, 86-87.

10
Pada seminar “Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” yang berlangsung di Medan
menghasilkan keputusan sebagai berikut:
a. Dari beberapa sumber yang diketahui, Islam datang ke Indonesia langsung
dari Arab pada abad pertama hijriah (abad ke-7 masehi).
b. Adapun daerah yang menjadi persinggahan pertama yaitu di daerah pesisir
Sumatera.
c. Proses masuknya Islam di Indonesia didukung oleh masyarat yang berperan
aktif dalam beberapa bagian.
d. Para mubaligh-mubaligh Islam yang pertama selain menjadi penyiar agama
juga sebagai seorang saudagar.
e. Penyiaran Islam di Indonesia berjalan dengan damai.
f. Bahwasanya kedatangan Islam di Indonesia sekaligus membawa kecerdasan
juga peradaban yang cukup tinggi dalam proses membentuk kepribadian
bangsa Indonesia.22

3. Teori Gujarat
Sejumlah sarjana, kebanyakan dari daerah asal Belanda, memegang teori
bahwa asal muasal Islam di nusantara adalah Anak Benua India, Gujarat dan
Malabar, bukannya Persia atau Arabia. Sarjana pertama yang mengemuaka
teori ini bernama Pijnappel, seorang ahli dari Universitas Laiden.23
Menurutnya orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’i yang berimigrasi dan
menetap di India tersebut yang kemudian membawa Islam ke nusantara.
Menurut Hurgronje (1883), India Selatan adalah asal-usul Islam di
Nusantara. Hurgronje berargumen bahwa ketika Islam telah menguasai kota-
kota pelabuhan di India Selatan, sejumlah orang Islam dari Decca yang tinggal
di sana diperlakukan sebagai “orangorang menangah” (middlemen) dalam
perdagangan antara negara-negara Muslim Timur Dekat (Near-Estearn
Muslim states) dan Nusantara (Malay Archipelago). Para pedagang muslim
inilah yang merupakan orang-orang yang pertama kali mengislamkan
penduduk di Nusantara. Setelah itu barulah bangsa Arab terutama dari zuriat
Raulullah s.a.w. yang menyelesaikan dakwah Islam baik sebagai seorang

22
A. Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: Al-Ma’arif,
1989), h.
23
Abdul Hadi dkk, Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Jilid 1, (Direktorat Sejarah dan Nilai
Budaya: Jakarta, 2015), hal. 42

11
“pendakwah,” “pangeran pendakwah” atau Sulṭān.24 Snouck Hurgronje juga
mengemukakan bahwa Islam di Indonesia berasal dari Daccan adalah adanya
kesamaan tentang paham Syafi’iyah yang kini masih berlaku di Pantai
Coromandel. Demikian pula pengaruh Syiah yang masih meninggalkan sedikit
jejaknya di Jawa dan Sumatera, yang dulunya mempunyai pengaruh kuat
sebagaimana kini berlaku di India. Snouck Hurgronje juga menyebutkan
bahwa abad ke 12 sebagai periode yang paling mungkin dari awal penyebaran
Islam di Nusantara.25
Pendapat Snouck ini didukung oleh Moqutte yang menyimpulkan tempat
asal Islam adalah Gujarat. Kesimpulan ini didasarkan pada pengamatannya
akan batu nisan di Pasai, dan di Gresik Jawa Timur yang sama bentuknya
dengan batu nisan di Cambay Gujarat.26 Pendapat Moquette ini juga didukung
oleh Kern, Winstedt, Bosquet, Vlekke, Gonda, Schrieke dan Hall.27
Sementara Pijnapel mengemukakan tiga argumen untuk teori ini.
Pertama, alasan Mazhab fiqh. Menurutnya dua wilayah India; Gujarat dan
Malabar adalah yang pertama kali menganut Mazhab Syafi’iyah sebelum
dibawa dan berkembang di Asia Tenggara. Kedua, alasan politik, dengan
keruntuhan kekuasaan Baghdad, banyak para Sufi yang kemudian melakukan
perjalanan ke wilayah Asia Tenggara melalui India. Ketiga, alasan arkeologi
berupa batu nisan yang ditemukan memiliki kesamaan dengan batu nisan dari
India.28

Sebaliknya Fatimi menentang pendapat Moquette. Menurutnya tidak ada


kesamaan batu nisan di Pasai, termasuk batu nisan Sultan Malik As-Shaleh
dengan batu nisan di Gujarat. Menurut penelitiannya, bentuk dan gaya batu
nisan Sultan Malik As-Shaleh berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang
ada di Gujarat dan batu nisn lain yang ditemukan di Nusantara. Fatimi
berpendapat, bentuk dan gaya batu nisan ini justru mirip dengan batu nisan

24
Faizah Amin, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara: Tela’ah Teoritik Tentang
Proses Islamisasi Nusantara”, Analisis: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 18, No. 2 (2018), hal. 79.
25
Husaini Husda, “Islamisasi Nusantara (Analisis Terhadap Discursus Para Sejarawan)”, Jurnal
ADABIYA, vol. 18, No.35 (Agustus 2016), hal. 18.
26
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah, (Jakarta: Kencana, 2013),h. 24.
27
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah, (Jakarta: Kencana, 2013),h. 24.
28
Moeflih Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia,
2012) h. 9.

12
yang terdapat di Bengal. Oleh karena itu, seluruh batu nisan yang itu pastilah
didatangkan dari daerah ini. Maka inilah yang menjadi alasan utamanya untuk
menyimpulkan, bahwa asal Islam yang dating ke Nusantara adalah wilayah
Bengal. Dalam kaitannya dengan “teori batu nisan” ini, Fatimi mengeritik para
ahli yang kelihatannya mengabaikan batu nisan Siti Fatimah (w.475H/1082M)
yang ditemukan di Leran, Jawa Timur.29
Teori bahwa Islam di Nusantara berasal dari Bengal tentu saja bisa
dipersoalkan lebih lanjut termasuk, misalnya, berkenaan dengan adanya
perbedaan mazhab yang dianut kaum Muslim Nusantara (Syafi’i) dan mazhab
yang dipegang kaumMuslim Bengal (Hanafi). Tetapi, terlepas dari masalah
ini, teori Fatimi yang dikemukakannya dengan begitu bersemangat gagal
meruntuhkan teori Moquette, karena sejumlah sarajana lain telah mengambil
alih kesimpulannya. Namun pada nyatanya, teori tentang Gujarat sebagai
tempat asal Islam di Nusantara terbukti mempunyai kelemahan-kelemahan
tertentu. Ini dibuktikan bahwa meskipun batu-batu nisan yang dutemukan di
tempat-tempat tertentu di Nusantara seperti yang dikemukakan oleh Marisson
dan Fatimi itu tidak lantas berarti islam juga berasal dari sana.
Maisson mematahkan teori ini dengan menunjuk kepada kenyataan
bahwa pasa masa Islamisasi Samudra Pasai, yang raja pertamanya wafat pada
698/1197, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Barulah setahun
kemudian, Cambay, Gujarat kekuasaan muslim. Jika Gujarat adalah pusat
Islam, yang dari tempat itu para penyebar Islma di Nusantara, maka pastilah
telah maan dan berkembng di Gujarat sebelum kematian Sultan Malik As-
Shaleh, tegasnya sebelum 698/1297. Marisson selajnjutnya mencatat, meski
lascar Muslim menyerang Gujarat beberapa kali, raja Hindu di sana mampu
mempertahankan kekuasaanya. Mempertimbangkan semua ini, Marisson
mengemukakan teorinya bahwa Islam di Nusantara bukan berasal dari Gujarat,
melainkan dibawa para penyebar Muslim di pantai Coromandel pada akhir
abad ke 13.
Penentang keras teori Gujarat lainnya adalah Naguib al-Attas,
menurutnya batu nisan yang di nusantara berasal dari Gujarat, karena jarak
tempuhnya yang lebih dekat dibanding dengan Arabia. Menurutnya bukti

29
Abdul Hadi dkk, Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Jilid 1,.., hal. 45.

13
paling penting untuk membahas daerah asal Islam di Nusantara adalah
karakteristik internal Islam di dunia Melayu-Indonesia. Oleh karena ia
berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal langsung dari Arab.30

4. Teori Persia
Lebih dalam membahas teori masuknya persebaran Islam di Indonesia,
selain teori India dan teori Arab, teori Persia yang merupakan salah satu teori
yang mengatakan bahwa asal mula proses masuknya Islam ke bumi Indonesia
berasal dari Persia. Secara geografis, Persia sendiri merupakan sebuah negara
Timur Tengah yang bertitik di Asia Barat Daya. Negara ini juga dikenal
dengan penduduk lokal Iran sejak zaman kuno.
Dalam jejak riset sejarah, selain menangkis adanya teori India dan
Arab, teori Persia mengemukakan bahwa Islam masuk ke Indonesia di antara
rentang tahun 7 hingga ke 13 Hijriah melalui transaksi perdagangan yang
masuk ke Indonesia. Ekspresi teori Persia ini menyoroti adanya unsur
kesamaan kebudayaan Islam Indonesia dan Persia. Di antara pencetus teori ini
adalah Hoesein Djajadiningrat dan Umar Amir Husain. Pada posisi ini
Hoesein Djajadiningrat yang bernama Asli Pangeran Ario Husein dikenal
sebagai Bupati Serang sekaligus Profesor pertama di Indonesia yang menjadi
pelopor tradisi keilmuan di Indonesia. Sedangkan Umar Amir Husain adalah
seorang yang mendukung pemikiran Hoesein atas teori Persia.
Kendati demikian, teori Persia bukan sekedar teori tak beralasan,
adapun beberapa bukti pendukung atas teori ini antara lain:
1. mendasarkan analisisnya pada adanya kesamaan dalam ajaran
sufisme manunggaling kawula gusti oleh tokoh sufi Syeikh Siti
Jenar dan waḥdah al wujud Hamzah al-Fansuri dari Indonesia
dengan ajaran wahdat al-wujud al-Hallaj dari Persia. Menurut
beberapa sumber, ini merupakan alasan pertama dari teori ini.
2. Alasan kedua, adanya kesamaan pengejaan istilah bahasa Farsi
dengan bahasa melayu atau bahasa Indonesia. Bahkan menurut
beberapa sumber Indonesia pernah menerbitkan buku yang berisi
kosa kata bahasa persia yang diserap dan dijadikan kosa kata

30
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 26.

14
bahasa Indonesia. hal ini menjadi wajar, karena Selain itu juga
dalam sistem mengeja huruf Arab, terutama untuk tanda-tanda
bunyi harakat dalam pengajaran baca Alquran. Jabar Arab-fathah
untuk mengahasilkan bunyi “a”, Arab-kasrah untuk menghasilkan
bunyi “i” dan “e”, serta pes Arab-dhummah untuk menghasilkan
bunyi “u” atau “o”. Dalam pengajaran ini, pada awal pelajaran para
santri harus menghafal alifjabar “a”, alifjer “i” dan alifpes “u” ”o”.
Cara pengajaran demikian masih dipraktikkan di beberapa
pesantren salaf atau lembaga pengajian Alquran di pedalaman
daerah Banten hingga saat ini.
3. Adanya peringatan Asyura atau 10 Muharram di Indonesia
diperingati oleh kaum Syiah Persia yang meyakini hari wafatnya
Husain bin Abi Thalib di Padang Karbala. Di Jawa dan juga di
Aceh, peringatan ini ditandai dengan pembuatan bubur Asyura. Di
Minangkabau dan Aceh, bulan Muharram disebut dengan bulan
Hasan-Husain. Di Sumatera Tengah sebelah barat, ada upacara
Tabut, yaitu mengarak ”keranda Husain” untuk dilemparkan ke
dalam sungai atau perairan lainnya. Keranda tersebut disebut
dengan Tabut yang berasal dari bahasa Arab.
4. Ditemukannya persamaan nisan pada makam Malikus Saleh
(w.1297) dan makam Malik Ibrahim (w.1419) di Gresik yang
dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini karena daerah sekitar Gujarat
bercampur dengan pengaruh Persia.31

Berdasarkan terkumpulnya beberapa bukti di atas, adanya teori Persia


tidak bisa ditentang adanya. Persebaran agama Islam melalui teori Persia
memberikan keuntungan berupa penyerapan kontak budaya serta kosa kata
Persia yang menambah kekayaan budaya dan bahasa Indonesia. Namun
demikian, dialektika kapan agama Islam masuk ke Indonesia dalam pandangan
teori Persia sejatinya masih mengalami beberapa perdebatan antar sejarawan.
Hal ini merupakan informasi bahwa teori Persia sendiri tidak lepas dari

31
Husaini Husda, Islamisasi Nusantara (Analisis Terhadap Discursus Para Sejarawan), Adabiya,
Volume 18, Nomor 35, Agustus 2016. 21-22

15
kekurangan, kelemahan serta bantahan oleh beberapa pemikir. Selain itu,
masuknya Islam di Indonesia pada abad 1H/7 M dan abad ke-13 M ketika
posisi Persia bukan negara yang menjadi pusat persebaran agama Islam kala
itu. Di tambah lagi ketika itu bertepatan dengan masa kekuasaan Bani
Umayyah, sehingga tidak mungkin Islam berasal dari Persia pada saat
kekuasaan politik dipegang oleh bangsa Arab.32
Sedangkan di Jawa, proses islamisasi sebenarnya sudah berlangsung
sejak abad ke-11 M. Sejak itu sampai abad ke-13 dan abad-abad berikutnya,
terutama setelah Majapahit mencapai kebesaran, proses islamisasi di
pelabuhan-pelabuhan terus berlangsung. Di sanalah kerajaan Islam pertama
Jawa, yaitu Demak, berdiri diikuti kerajaan Cirebon dan Banten di Jawa Barat.
Demak berhasil menggantikan Majapahit, dilanjutkan kerajaan Pajang,
kemudian Mataram. Ulama-ulama yang yang bereperan mengembangkan
Islam di Jawa adalah Wali Songo.33
Dalam hal ini, menjadi garis besar bahwa Hoesein Djajadiningrat
disatu pihak melihat salah satu budaya Islam Indonesia kemudian dikaitkan
dengan kebudayaan Persia, tetapi dalam tidak berlanjut dihubungkan dengan
pusat Berdasarkan uraian tersebut mengenai masuknya Islam di Indonesia
terjadi perbedaan pendapat.

5. Teori China
Pada umumnya, teori China memiliki dasar argumen yang tidak jauh
berbeda dengan teori Persia. Teori ini menyebutkan bahwa embrio masuknya
Islam ke Indonesia dibawa oleh para saudagar dari China yang berdagang ke
Indonesia. Hal ini sama-sama bertumpu pada banyaknya unsur kebudayaan
China dalam beberapa unsur kebudayaan Islam di Indonesia. Di sisi lain, hal
ini juga di dukung dengan keterangan para ilmuwan Cina Muslim yang
beranggapan bahwa relasi Cina dengan kota Makkah dan Madinah sudah

32
Faizal Amin & Rifki Abror Ananda, Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara:
Tela’ah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara, Analisis: Jurnal Studi Keislaman, Vol.
18, No. 2 (2018), 87.

33
Latifa Annum Dalimunthe, Kajian Proses Islamisasi Di Indonesia (Studi Pustaka), Jurnal Studi
Agama dan Masyarakat, Volume 12, Nomor 1, Juni 2016, 119.

16
sangat akrab kala itu. Menurut rekam historis, Islam sendiri masuk ke China
dibawa oleh panglima bernama Saad bin waqash yang berasal dari kota
Madinah pada masa pemerintahan Kholifah Utsman bin Affan.
Terlepas dari hal ini, sejatinya peranan orang China terhadap
masuknya Islam di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus, teori
masuknya Islam ke Indonesia melalui China ini bertepatan dengan migrasi
masyarakat negara China muslim ke Asia Tenggara terutama daerah
Nusantara bagian selatan, seperti Sumatera. Pun, unsur kebudayaan China
dalam beberapa kebudayaan Islam di Indonesia perlu mempertimbangkan
peran orang-orang China dalam Islamisasi di Nusantara, karenanya teori China
dalam proses masuknya islam di Indonesia juga tidak bisa diabaikan.
H.J. de Graaf, seorang sejarawan Belanda yang aktif menulis dan
meneliti bidang sejarah Jawa dan Indonesia telah menyunting beberapa
literatur Jawa klasik (Catatan Tahunan Melayu) telah memperlihatkan
kontribusi orang-orang China dalam pengembangan Islam di Indonesia.
Dalam tulisan tersebut, disebutkan bahwa tokoh-tokoh besar semacam Sunan
Ampel (Raden Rahmat/Bong Swi Hoo) dan Raja Demak (Raden Fatah/Jin
Bun) merupakan orang-orang keturunan China. Pandangan ini juga didukung
oleh salah seorang sejarawan Indonesia seperti Slamet Mulyana, dalam
bukunya yang kontroversial bertajuk ‘Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan
Timbulnya negara-negara Islam di Nusantara’. Denys Lombard, yang
merupakan seorang pakar ternama dibidang peneyelidikan tentang Asia timur
dan Tenggara juga telah memperlihatkan besarnya pengaruh China dalam
berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia, seperti makanan, pakaian,
bahasa, seni bangunan, dan sebagainya.34

34
Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2004, 26.

17
BAB III
PEUNUTUP
A. Kesimpulan
1. Proses masuknya agama Islam ke Nusantara tidak berlangsung secara
revolusioner, cepat dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun dan
sangat beragam. Perkembangan agama Islam di Indonesia memiliki
beberapa fase diantaranya; singgahnya pedagang Islam di pelabuhan
Nusantara, adanya komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan
Indonesia, dan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.
2. Beberapa proses berkembangnya Islam, yaitu dengan perdagangan,
perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik. Ditambah dengan
saluran dakwah menurut referensi lain.
3. Munculnya teori-teori dalam kaitannya dengan proses masuk dan
berkembangnya Islam di Indonesia yang terdiri beberapa teori yang
dimunculkan, yaitu teori barat dan timur, teori India, teori Arab, teori
Persia dan terakhir teori China.

18
DAFTAR PUSTAKA

Richard C. Martin, “Islām,” dalam Encyclopedia of Islam and the Muslim World
(USA: Macmillan Reference, 2004).

Asep Ahmad Hidayat dkk., Studi Islam di Asia Tenggara (Bandung: Pustaka Setia,
2013)

Aboebakar Atjeh, “Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia”, C.V. Ramadani, 1985

wikipedia.org, “The Travels Of Marco Polo”, diakses pada : Selasa, 01 Februari


2022.

Aboebakar Atjeh, “Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia”, C.V. Ramadani, 1985.

en.wikipedia.org, “Najeeb Mitry Saleeby”, diakses pada : Rabu, 02 Februari 2022,


02:50 WIB

Aboebakar Atjeh, “Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia”, C.V. Ramadani, 1985.

en.wikipedia.org, “Alwi bin Thahir al-Haddad”, diakses pada : Rabu, 02 Februari


2022, 03:00 WIB.

Books.google.co.id, Sayed Alwi b Tahir al-Haddad, “Sejarah Perkembangan Islam di


Timur Jauh”, terj. Dziya Shahab, Jakarta, 1957, hal : 112-114, diakses pada :
Rabu, 02 Februari 2022, 04:20.

in.wikipedia.org, “Abdullah bin Abdulkadir Munsyi”, diakses pada : Rabu, 02


Februari 2022, 03:24 WIB

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII , (Jakarta:Kencana, 2013).

Faizal Amin dan Rifid Abror, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara:
Tela’ah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara” dalam Jurnal Studi
Keislaman Vol. 18, No. 2, Desember 2018.

Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: Al-


Ma’arif, 1989).

Abdul Hadi dkk, Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Jilid 1, (Direktorat Sejarah
dan Nilai Budaya: Jakarta, 2015).

Faizah Amin, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara: Tela’ah Teoritik
Tentang Proses Islamisasi Nusantara”, Analisis: Jurnal Studi Keislaman, Vol.
18, No. 2 (2018).

Husaini Husda, “Islamisasi Nusantara (Analisis Terhadap Discursus Para


Sejarawan)”, Jurnal ADABIYA, vol. 18, No.35 (Agustus 2016).

19
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah, (Jakarta: Kencana, 2013).

Moeflih Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka


Setia, 2012).

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah, (Jakarta: Kencana, 2013).

Husaini Husda, Islamisasi Nusantara (Analisis Terhadap Discursus Para Sejarawan),


Adabiya, Volume 18, Nomor 35, Agustus 2016.

Faizal Amin & Rifki Abror Ananda, Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia
Tenggara: Tela’ah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara, Analisis:
Jurnal Studi Keislaman, Vol. 18, No. 2 (2018).

Latifa Annum Dalimunthe, Kajian Proses Islamisasi Di Indonesia (Studi Pustaka),


Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Volume 12, Nomor 1, Juni 2016.

Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: Rajawali Press,


2004.

20

Anda mungkin juga menyukai