Anda di halaman 1dari 4

RESENSI BUKU ISLAM NUSANTARA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia


Dosen Pembimbing Ahmad Hanafi, M.Hum.
Nama : Rifaldi Pratama
Nim : U20191111
Kelas : IAT 3
Matkul : Bahasa Indonesia

RESENSI BUKU
Judul Buku : Islam Nusantara: Ijtihad Jenius & Ijma’ Ulama Nusantara, Jilid I
Penulis : Ahmad Baso
Penerbit : Pustaka Afid Jakarta
Cetakan : 1, Juli 2015
Tebal Buku : XIII + 370 halaman

Islam seperti air. Air bila ia masuk ke dalam gelas, ia akan berbentuk
gelas. Bila ia masuk ke dalam teko, ia akan berbentuk teko. Begitu pula Islam. Ia
akan menyesuaikan terhadap budaya dimana ia singgah. Islam tidak seperti balok
padat yang tetap menjadi balok walau ditaruh di manapun. Secara Universal,
Islam memang mempunyai satu kesatuan ikatan dengan Nash Al-Qur’an dan Al-
Hadits yang dimiliki oleh keseluruhan umat Islam di belahan dunia manapun.
Akan tetapi sumber penggalian penerjemahan Nash itu tidak berhenti pada itu,
karena kita mengenal ilmu keislaman untuk melahirkan inovasi-inovasi baru.
Maka diperlukanlah Maqashid Syari’ah untuk memahami secara mendalam
tentang Islam.

Apa itu tujuan dari Syari’ah? Tiada lain adalah keselamatan dunia dan
akhirat. Damai, rukun, guyub antar sesama tanpa ada anarkisme. Salah satu
caranya adalah dengan memahami kultur suatu daerah. Oleh karenanya kita
diharuskan mengkaji kaidah-kaidah fiqh, ushul fiqh, dan keilmuan syari’ah
lainnya untuk bisa bersifat lebih lentur dan eklektik seperti yang telah
dicontohkan oleh ulama-ulama terdahulu.
Bagian pertama buku Islam Nusantara ini disajikan dengan model dialog
antara seorang Kiai Afid dan santrinya. Tujuan penulis agar mudah dipahami oleh
pembaca tentang apa pesan yang ingin disampaikannya. Tentang mengapa harus
ada Islam Nusantara, bagaimana ia lahir, tentang silsilah dan sanadnya, dan
metodologi Islam Nusantara.

Di dalam buku ini, Ahmad Baso menawarkan tiga terobosan strategi Islam
Nusantara yang ia gali dari sejarah ulama-ulama terdahulu. Yang pertama adalah
al-mukhafadha wal akhdzu, menjaga dan mengambil. Maksudnya, tetap menjaga
tradisi-tradisi luhur peninggalan seperti imsak, model tempat beribadah, ta’liq
tholaq, halal-bihalal, dan seterusnya. Ulama Nusantara tidak serta merta
mengenyam ajaran-ajaran Islam Arab, tapi juga memilih dan memilah, mana yang
cocok dengan tradisi budaya Nusantara dan mana yang tidak. Seperti tradisi halal-
bihalal yang Baso ambil, tradisi itu tidak akan kita temukan di daerah Arab, itu
khas nusantara. Hakikat silaturim Islam tetap terjaga sebagai nilai ajaran Islam,
tapi wadahnya dibentuk oleh Ulama Nusantara. Mengambil tradisi “nilai-nilai”
bagus tentang silaturahim Islam sebagai isi, dan menjaga tradisi kumpul-kumpul
di Nusantara sebagai wadah. Sehingga yang awalnya hanya kumpul tanpa makna,
menjadi bernuansa Islam, guyub dengan keilmuan dan seterusnya.

Strategi kedua adalah maqashid (tujuan syariah). Tujuan syariah adalah


rahmatan lil alamin, anugerah bagi seluruh umat, jangan sampai menjadi
malapetaka.

Nahdlatul Ulama sejak dulu telah merepresentasikan Islam rahmatan


lil‘alamin melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang berasal dari budaya
setempat. Islam Nusantara, sebagaimana diterangkan dalam buku Islam Nusantara
ini, bukanlah subyek yang pasif, yang asal menerima apa saja yang datang dari
Arab. Melalui kegiatan tahlil, shalawatan, halal bi halal, dan sebagainya, Islam
Nusatara membuktikan bahwa Islam bisa dikemas dengan cara yang bukan Arab.
Islam terlahir di Arab, kemudian menyebar ke seluruh dunia, tanpa terkecuali
Indonesia. Setelah para penyebar Islam datang di Indonesia, mereka
menyebarkannya dengan jalan perdamaian. Melalui jalan perdagangan,
perkawinan, dan bukan dengan paksaan. Tidak seperti penyebaran Islam di daerah
Eropa melalui penaklukan dan peperangan. Di masa Wali Songo pula, Islam
tersebar dengan cara damai. Untuk menarik hati umat, Wali Songo lebih
menampilkan sikap yang lemah lembut. Wali Songo selalu memanfaatkan budaya
lokal sebagai sarana dakwah.

Dalam kondisi sekarang, Islam tentu menghadapi masalah yang amat


pelik. Di antaranya kisruh kekerasan dan jalan dakwah yang radikal. Kelompok-
kelompok garis keras masih berkeliaran di muka bumi, terutama di Timur Tengah
dengan nama yang paling terkenal ISIS. Cara dakwah yang sama sekali
bertentangan dengan metode dakwah yang dipakai oleh Wali Songo ini justru
merusak citra Islam sendiri. Kemunculan kelompok Islam radikal di Indonesia
mengganggu berjalannya Islam Nusantara yang dipegang teguh oleh umat muslim
Indonesia. Banyak ijtihad ulama Islam Nusantara yang ternyata tidak ditemukan
dalam kitab-kitab ulama salaf, apalagi dalam al-Qur’an dan Hadits. Bukan berarti
ijthad ulama Nusantara meninggalkan dua asas Islam tersebut, bahkan
bertentangan. Yang diambil oleh ulama Islam Nusantara adalah spirit Islam,
bukan bentuk luar Islam itu sendiri. Maka, selama bentuk sebuah ibadah sulit
diterapkan, budaya lokal yang akan mewadahinya.

Strategi terakhir adalah bermadzhab. Ahmad Baso mendefinisikan Islam


Nusantara dengan cara bermadzhab secara qauli dan manhaji dalam beristinbath
tentang Islam dari dalil-dalilnya yang disesuaikan dengan teritori, wilayah,
kondisi alam, dan cara penduduk mengamalkan.

Selebihnya, paparan-paparan dalam buku memberikan contoh real dalam


ranah politik, ekonomi, dan fiqh. Bagaimana ketiga strategi di atas berjalan dalam
ranah-ranah parsial. Begitu juga empat tokoh yang dicontohkan seperti K.H.
Wahid Hasyim, K.H. Saifuddin Zuhri, K.H. Abdurrahman Wahid dan K.H.
Usman Syarif Yahya. Bagaimana mereka menerapkan ketiga strategi itu dalam
kesehariannya dan perjuangannya.

Dilihat dari isinya Islam Nusantara ini sangat menarik dan patut untuk
dipublikasikan ke masyarakat agar tidak terjadi kesalah fahaman tentang anutan
masyarakat tentang Islam Nusantara. Bahasa yang digunakan Ahmad Baso
sederhana, akan tapi memikat para pembaca. Juga, kalimat-kalimat dalam
paragraf disusun secara runtut sehingga mudah untuk dipahami. Namun, di dalam
buku ini terdapat kosakata ilmiah yang mungkin belum banyak diketahui atau
belum sering didengar oleh pembaca. Sehingga kosakata seperti ini menyulitkan
para pembaca untuk mengetahui atinya.

Buku ini sangat penting karena menjelaskan bahwa Islam Indonesia


mempunyai sejarahnya sendiri. Sejarah yang sama sekali berbeda dengan sejarah
Islam di Arab dan negara-negara lain. Dengan melihat apa yang terjadi pada masa
Wali Songo, sebelumnya, bahkan setelahnya, kita akan memahami proses
meluasnya Islam di Indonesia sehingga menjadi negara dengan penduduk Islam
terbesar di dunia. Pemunculan istilah Islam Nusantara yang diklaim sebagai ciri
khas Islam di Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dan bertolak
belakang dengan 'Islam Arab' telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan
penganut Islam di Indonesia.

Buku ini juga bermanfaat, karena Islam Nusantara sangat perlu dibahas
guna menanggulangi kesalah fahaman antar pihak. Sebab sudah terlalu banyak
kupasan tentang Islam Nusantara yang menjadikan masyarakat bingung tentang
arti yang sebenarnya. Yang perlu dipertegas adalah Islam Nusantara bukan
ideologi baru, bukan pula agama baru. Perlu adanya pemahaman tentang Islam
Nusantara ke banyak pihak agar nantinya tidak terjadi kesalah fahaman antar
pendapat.

Hal yang perlu kita petik dari buku ini adalah tentang bagaimana kita
harus memahami Islam Nusantara sebenarnya, agar nantinya agama Islam
tidaklah saling berbenturan sehingga menciptakan pemikiran-pemikiran yang
saling memecah belah. Dan juga agar kita mempunyai pemikiran-pemikiran yang
benar, sehingga Islam di Indonesia ini bisa saling bertoleransi dan saling
menghargai antara perbedaan-perbedaan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai