Anda di halaman 1dari 22

Modul MAKESTA (Masa Kesetian Anggota) IPNU-IPPNU

KEPEMIMPINAN

AHMAD SALAM

A.    Pengertian Pemimpin

Pemimpin didefinisikan sebagai pribadi yang memiliki kecakapan khusus dengan

atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya

untuk melakukan usaha bersama mengarah pada sasaran tertentu.

Sedang kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi dan mengarahkan orang-

orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

B.    Sebab Munculnya Pemimpin

Ada tiga teori yang menonjol dalam penjelasan kemunculan seorang pemimpin

yaitu :

1.    Teori Genetis

Teori ini menjelaskan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia

dilahirkan dengan bakat-bakat seorang leader.

2.    Teori Sosial

Kebalikan dari teori genetis, teori ini mengatakan bahwa setiap orang bisa jadi

pemimpin melalui usaha, dibentuk dan ditempa, serta tidak terlahirkan begitu saja

(leaders are made).

3.    Teori Ekologis

Seorang akan sukses menjadi seorang pemimpin bila sejak lahir telah memiliki
bakat kepemimpinan, dan bakat itu dikembangkan melalui pendidikan yang

teratur dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan untuk mengembangkan

bakat yang dimiliki.

C.    Tipe-tipe Kepemimpinan

Sebenarnya banyak sekali tipe-tipe kepemimpinan, namun dalam MAKESTA ini

cukup kita mengetahui tiga tipe kepemimpinan, yaitu :

a.    Tipe Otokratis

Otokrat berasal dari kata Autos artinya sendiri, dan Kratos berarti kekuasaan jadi

otokratis berarti pengusa absolut/otoriter.

Kepemimpinan ini mendasarkan diri pada kekuasaan mutlak yang harus dipatuhi

oleh anggotanya.

b.    Tipe Laizzes Faire

Pada tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan

kelompoknya berbuat semau sendiri. Kepemimpinan ini pada hakikatnya

bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian sebenarnya karena anggota sama

sekali tidak terpimpin, tidak terkontrol, dan masing-masing orang bekerja sendiri-

sendiri.

c.    Tipe Demokratis 

Seorang pemimpin yang selalu mengajak, mendengar, dan melibatkan anggotanya

dalam mengambil keputusan. Karena pemimpin sangat menghargai pendapat


anggotanya sehingga terjadi proses interaksi antara pemimpin dan yang dipimpin.

Segala sesuatu diputuskan secara musyawarah mufakat.

D.    Syarat Seorang Pemimpin

Menurut Javanologi, ada enam kriteria untuk menjadi seorang pemimpin :

1.    Wasis (pintar) : Dalam artian punya kemampuan memimpin, memiliki ilmu

dan seni memimpin, tegar (tidak mudah terpengaruh oleh orang lain).

2.    Wicaksono (bijaksana) : Pintar, arif, adil.

3.    Waspodo (waspada) : Sehat jasmani juga rohani serta hati-hati terhadap

keadaan.

4.    Waksito : Mampu menganalisa anggotanya.

5.    Wani (berani) : Melakukan sesuatu tanpa ragu-ragu .

6.    Wibowo (berwibawa) : memiliki kemampuan, memberi penyuluhan kepada

anggota, dan kemampuan berkomunikasi.

Menurut George R. Terry dalam bukunya “Principles of Management”

menuliskan 10 sifat pemimpin yang unggul, yaitu :

1.    Memiliki Kekuatan

2.    Stabilitas Emosi,

3.    Pengetahuan Tentang Suatu Instansi,

4.    Kejujuran,

5.    Objektif,

6.    Dorongan Pribadi,


7.    Ketrampilan Komunikasi,

8.    Kemampuan Mengajar,

9.    Ketrampilan Sosial,

10.    Kecakapan Teknis dan Kecakapan Managerial.

Sebagai umat Islam sebenarnya kita telah memiliki sosok pemimpin ideal yaitu

Nabi Muhammad SAW. Dimana beliau adalah seorang Rosul yang memiliki sifat

Shiddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Fathonah (cerdas) dan Tabligh

(menyampaikan). Kepemimpinan beliau tidak ada bandingannya di dunia ini,

bahkan orang diluar islam pun mengakui kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

sebagai hal yang patut dikagumi dan diteladani.

KE-IPNU-IPPNU-AN

AHMAD SALAM

Organisasi ini bernama Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU dan

Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU sebagai kelanjutan dari

Ikatan Putra Nahdlatul Ulama dan Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama  yang

sebelumnya juga Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama yang didirikan pada tanggal 24

februari 1954 M bertepatan dengan 20 Jumadil Akhir 1373 H di semarang, dan

Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama yang didirikan pada tanggal 2 Maret 1955

bertepatan dengan 8 Rojab 1374 H untuk waktu yang tidak terbatas.             


IPNU-IPPNU berkedudukan diibukota Negara Republik Indonesia yang

merupakan tempat kedudukan Pimpinan Pusat.

IPNU-IPPNU berakidah islam menurut faham ahlussunnah wal jama’ah dengan

mengikuti salah satu madzhab : Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali.

IPNU-IPPNU berasaskan pada kehidupan berbangsa dan bernegara, serta

erpedoman pada Pancasila dan Undang-undang dasar 1945.

IPNU-IPPNU adalah organisasi yang bersifat keterpelajaran, kekeluargaan,

kemasyarakatan dan keagamaan. Dan mempunyai fungsi :

1.    Wadah berhimpun Pelajar Nahdlatul Ulama untuk melanjutkan semangat,

jiwa dan nilai-nilai Nahdliyah.

2.    Wadah komunikasi Pelajar Nahdlatul Ulama untuk menggalang ukhuwah

islamiyah.

3.    Wadah aktualisasi Pelajar Nahdlatul Ulama dalam pelaksanaan dan

pengembangan syariat islam.

4.    Wadah kaderisasi Pelajar Nahdlatul Ulama untuk mempersiapkan kader-

kader bangsa.

Tujuan IPNU-IPPNU adalah terbentuknya pelajar-pelajar bangsa yang bertaqwa

kepada Allah SWT, berilmu, berakhlak mulia, dan berwawasan kebangsaan serta

bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya syariat islam menurut faham

ahlussunnah wal jama’ah yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana diatas, maka IPNU-IPPNU melaksanakan

usaha-usaha :

1.    Menghimpun dan membina Pelajar Nahdlatul Ulama dalam satu wadah
organisasi IPNU-IPPNU.

2.    Mempersiapkan kader-kader intelektual sebagai penerus perjuangan bangsa.

3.    Mengusahakan tercapainya tujuan organisasi dengan menyusun landasan

program perjangan sesuai dengan perkembangan masyarakat (maslahah al-

ummah), guna terwujudnya khoiro ummah.

4.    Mengusahakan jalinan komunikasi dan kerjasamaprogram dengan pihak lain

selama tidak merugikan organisasi.

KE-IPNU-AN

AHMAD SALAM

I. CITRA DIRI IPNU-IPPNU

1.     MUKADIMAH

Niat yang luhur untuk memelihara, mengatur, dan memakmurkan bumi sebagai

aktivitas suci merupakan tugas kehormatan yang diberikan Allah SWT kepada

manusia sebagai “Khalifatullah fil ardh”. Memberikan inspirasi kelembagaan dan

individu kader-kader IPNU untuk merumuskan “konsepsi idiologis” berupa “Citra

Diri IPNU” sebagai panduan pikir, perilaku dan berorganisasi.

Pokok pikiran Citra Diri IPNU adalah pelaksanaan misi khalifah didasari,

keluharan misi ini merupan amanah dari Allah SWT yang wajib ditunaikan oleh

setiap insane sesuai dengan hokum-hukum-Nya yang dimanifestasikan dalam

ayat-ayat qauliyah dan kauniyah-Nya.

Makna dan fungsi manusia sebagai khalifah memiliki dimensi sosial (horisontal)
yaitu mengenal alam (Q.S. 2:32), memikirkannya (Q.S. 2:164) dan memanfaatkan

alam dan isinya demi kebaikan dan ketinggian derajat manusia sendiri (Q.S.

11:61). Sedangkan fungsi manusia sebagai abdilah memiliki dimensi ilahiyah

(vertikal) yaitu dengan mempertanggung jawabkan segala perbuatan dan ucapan

di hadapan Allah SWT.

Dalam kehidupan yang nyata, manusia secara sosiologis merupakan suatu

komunitas atau kelompok yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan, yakni moral,

nilai social, dan nilai keilmuan. Ketiga nilai ini yang akan membedakan derajat

manusia satu dengan manusia yang lainnya.

Sebagai sebuah organisasi, IPNU memiliki visi  yakni gambaran terhadap apa

yang ingin dicapai. Visi Adalah adalah terwujudnya pelajar-pelajar bangsa yang

bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, menguasai ilmu pengetahuan

dan teknologi, memiliki kesadaran dan tanggungjawab terhadap terwujudnya

tatanan masyarakat yang berkeadilan dan demokratis atas dasarajaran Islam

ahlussunah wal jamaah.

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka IPNU mempunyai misi melakukan

pembinaan dan pemberdayaan para pelajar (siswa dan santri), serta mempengaruhi

kebijakan-kebijakan pihak-pihak yang terkait dengan pembinaan dan

pemberdayaan pada pelajar tersebut.

2. LANDASAN HISTORIS

IPNU lahir pada tanggal 24 Februari 1954 M (20 Jumadil akhir 1373 H) dan

IPPNU lahir pada tanggal 2 Maret 1955 (8 Rojab 1374 H) yang mempunyai
kepanjangan Ikatan Pelajar Nahdlatul ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul

Ulama . Pada kongres XI tahun 1988 kepanjangannya berubah dari pelajar

menjadi pemuda dan dari pelajar putri menjadi putri-putri dan  kembali menjadi

Ikatan pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama pada

tahun 2003.

3. LANDASAN BERSIKAP

Seorang kader IPNU-IPPNU dalam menjalankan aktifitas individu dan

berorganisasi harus tetap memegang teguh nilai-nilai :

a.    Diniyah / Agama

1. Tauhid (At-Tauhid)

2. Persaudaraan dan persatuan (Ukhuwah wal Ittihad)

3. Keluhuran moral (Akhlakul Karimah)

4. Amar ma’ruf Nahi Munkar

b.    Sosial kemasyarakatan

c.    Keikhlasan dan Loyalitas

d.    Keilmuan, Prestasi dan Kepeloporan

II. JATI DIRI IPNU-IPPNU

Pada hakikatnya IPNU-IPPNU adalah wadah perjuangan pelajar Nu untuk

mensosialisasikan komitmen nilai-nilai kebangsaan, keilmuan, kekaderan dan

keterpelajaran dalam upaya penggalian dan pembinaan potensi sumber daya

anggota, yang senantiasa mengamalkan kerja nyata demi tegaknya ajaran islam
Ahlussunnah wal Jama’ah dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang

berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

IPNU-IPPNU berfungsi sebagai :

a.    Wadah berhimpun pelajar NU untuk melanjutkan semangat, jiwa dan nilai-

nilai nahdliyah.

b.    Wadah komunikasi pelajar NU untuk menggalang ukhuwah islamiyah dan

mengembangkan syariat islam.

c.    Wadah aktualisasi pelajar NU dalam pelaksanaan dan pengembangan syariat

islam.

d.    Wadah kaderisasi pelajar NU untuk mempersiapkan kader-kader bangsa.

Orientasi IPNU-IPPNU berpijak pada kesemestaan organisasi dan anggotanya

untuk senatiasa menempatkan pergerakan pada zona keterpelajaran dengan kaidah

“Belajar, Berjuang, dan Bertaqwa” (IPNU) dan “Belajar, Berjuang, dan Berdo’a”

(IPPNU), yang bercorak dasar dengan Wawasan kebangsaan, Wawasan keislaman

(Tawasuth dan I’tidal, Tasamuh, Tawazun, Amar ma’ruf nahi munkar), Wawasan

keilmuan, Wawasan kekaderan, dan Wawasan keterpelajaran.

III. IPNU-IPPNU MASA DEPAN

IPNU adalah bagian dari  generasi muda  Indonesia yang memiliki tanggung

jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik Indonesia dan

merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya dan cita-cita perjuangan NU serta

cita-cita bangsa Indonesia


Ikhtiar membangun masa depan IPNU yang visioner, harus diawali dengan

penguatan basis idelogis yang kokoh. IPNU yang diharapkan menjadi organ

pelajar yang penting dalam gerakan pelajar di Indonesia sangat mungkin

melakukan hal itu. Sebagaimana NU yang telah memiliki pengakuan dan reputasi

yang besar, sebagai anak kandungnya IPNU wajib meneruskannya dengan

menyelamatkan tradisi dan menancapkan ideloginya di tengah perubahan

masyarakat yang dahsyat ini.

Penguatan basis idelogis ini akan membuat kerja-kerja IPNU baik dalam ranah

pengembangan organisasi, pengaderan, advokasi, maupun tugas-tugas kultural

lain, akan mungkin dilakukan. Setelah basis idelogis ini dikuatkan, tugas

selanjutnya adalah merancang kerja-kerja peradaban yang lebih luas.

Posisi organisasi pelajar di Indonesia sangat efektif dalam menyokong SDM

bangsa. Ia berdiri dan berkiprah menguatkan basis pendidikan dan segmen

keilmuan. Pendidikan dan keilmuan itu akan menghadirkan karakter bangsa,

semacam kemandirian, kesahajaan dan kesatuan persepsi. Jadi arah yang paling

ideal bagi IPNU ke depan adalah mengembangkan format gerakan intelektual.

Ke depan, IPNU tidak lagi bersusah payah mengadakan acara seremonial yang

hanya berupa seminar atau semiloka, tetapi dengan SDM pendidikan yang kuat,

IPNU mampu menawarkan gagasan brillian untuk disumbangkan pada bangsa.

Nilai-Nilai

Dalam melakukan aktivitas-aktivitas perjuangan dan pengembangan IPNU di


tengah-tengah masyarakat, kader-kader IPNU senantiasa harus berpedoman pada

5 (lima) prinsip dasar berupa nilai-nilai strategis dari ajaran Islam. Kelima prinsip

dasar itu disebut al-mabadi al-khomsah, yaitu:

1. Al-Shidqu

Butir ini mengandung arti kejujuran/kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan.

Kejujuran/kebenaran adalah yang diucapkan sama dengan yang dibatin. Jujur

dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan

fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri

sendiri.

2. Al-Amanah wa al-Wafa bi al-’Ahdi

Butir ini memuat dua istilah yang saling kait, yakni al-amanah dan al-wafa bi

al’ahdi. Yang pertama secara lebih umum meliputi semua beban yang harus

dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak. Sedang yang disebut belakangan

hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digabungkan untuk

memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi: dapat dipercaya, setia dan

tepat janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang dilekatkan pada seseorang yang

dapat melaksanakan semua tugas yangdipikulnya, baik yang bersifat diniyah

maupun ijtima’iyyah.

3. Al-’Adalah

Bersikap adil (al-’adalah) mengandung pengertian obyektif, proporsional dan taat

asas. Butir ini mengharuskan orang berpegang pada kebenaran obyektif dan

menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

4. Al-Ta’awun
Al-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat: manusia

tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertian ta’awun meliputi

tolong menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa.

5. Istiqomah

Istiqomah mengandung pengertian berkesinambungan dan berkelanjutan, dalam

pengertian tetap dan tidak bergeser dari jalur dan ketentuan Allah SWT dan

rasulNya, tuntunan yang diberikan oleh salafus shaleh, dan aturan main serta

rencana-rencana yang disepakati bersama. Kesinambungan artinya keterkaitan

antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dan antara satu periode dengan

periode yang lain, sehingga semuanya merupakan satu kesatuan yang tak

terpisahkan dan saling menopang. Pelaksanaan setiap program merupakan proses

yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami kemandengan, merupakan

suatu proses maju (progressing) dan tidak berjalan di tempat (stagnant).

C. Azas-Azas

Dalam melakukan aktivitas-aktivitas perjuangan dan pengembangan IPNU. azas-

azas yang digunakan adalah :

a. Asas Keterpaduan

b. Asas Kebersamaan

c. Asas Manfaat

d. Asas Kesinambungan

e. Asas Kepeloporan

f. Asas Keseimbangan.
Sebagai sebuah organisasi, IPNU memiliki visi  yakni gambaran terhadap apa

yang ingin dicapai. Visi Adalah adalah terwujudnya pelajar-pelajar bangsa yang

bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, menguasai ilmu pengetahuan

dan teknologi, memiliki kesadaran dan tanggungjawab terhadap

terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan dan demokratis atas dasarajaran

Islam ahlussunah wal jamaah.

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka IPNU mempunyai misi melakukan

pembinaan dan pemberdayaan para pelajar (siswa dan santri), serta mempengaruhi

kebijakan-kebijakan pihak-pihak yang terkait dengan pembinaan dan

pemberdayaan pada pelajar tersebut.

KE-IPNU-AN

AHMAD SALAM

I. CITRA DIRI IPNU

1.    MUKADIMAH

Niat yang luhur untuk memelihara, mengatur, dan memakmurkan bumi sebagai

aktivitas suci merupakan tugas kehormatan yang diberikan Allah SWT kepada

manusia sebagai “Khalifatullah fil ardh”. Memberikan inspirasi kelembagaan dan

individu kader-kader IPNU untuk merumuskan “konsepsi idiologis” berupa “Citra


Diri IPNU” sebagai panduan pikir, perilaku dan berorganisasi.

Makna dan fungsi manusia sebagai khalifah memiliki dimensi sosial (horisontal)

yaitu mengenal alam, memikirkannya dan memanfaatkan alam dan isinya demi

kebaikan dan ketinggian derajat manusia sendiri. Sedangkan fungsi manusia

sebagai abdilah memiliki dimensi ilahiyah (vertikal) yaitu dengan

mempertanggung jawabkan segala perbuatan dan ucapan di hadapan Allah SWT.

Sebagai sebuah organisasi, IPNU memiliki visi  yakni gambaran terhadap apa

yang ingin dicapai. Visinya adalah terwujudnya pelajar-pelajar bangsa yang

bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, menguasai ilmu pengetahuan

dan teknologi, memiliki kesadaran dan tanggungjawab terhadap terwujudnya

tatanan masyarakat yang berkeadilan dan demokratis atas dasar ajaran Islam

ahlussunah wal jamaah.

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka IPNU mempunyai misi melakukan

pembinaan dan pemberdayaan para pelajar (siswa dan santri), serta mempengaruhi

kebijakan-kebijakan pihak-pihak yang terkait dengan pembinaan dan

pemberdayaan pada pelajar tersebut.

2. LANDASAN HISTORIS

IPNU lahir pada tanggal 24 Februari 1954 M (20 Jumadil akhir 1373 H) yang

mempunyai kepanjangan Ikatan Pelajar Nahdlatul ulama. Pada kongres X tahun

1988 kepanjangannya berubah dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama menjadi

Ikatan pemuda Nahdlatul Ulama melalui Deklarasi Jombang, karena

pemberlakuan UU nomor 8 tahun 1985 tentang Keormasan yang hanya


memperbolehkan satu organisasi keterpelajaran disekolah yaitu OSIS.  Seiring

lengsernya rezim orde baru maka IPNU kembali menjadi Ikatan pelajar Nahdlatul

Ulama dan pada Kongres XIV tahun 2003 di Surabaya.

3. LANDASAN BERPRINSIP

Dalam melakukan aktivitas-aktivitas perjuangan dan pengembangan IPNU di

tengah-tengah masyarakat, kader-kader IPNU senantiasa harus berpedoman pada

5 (lima) prinsip dasar berupa nilai-nilai strategis dari ajaran Islam. Kelima prinsip

dasar itu disebut al-mabadi al-khomsah, yaitu:

1. Al-Shidqu (kejujuran/kebenaran)

2. Al-Amanah wa al-Wafa bi al-’Ahdi (dapat dipercaya, setia & tepat janji)

3. Al-’Adalah (bersikap adil)

4. Al-Ta’awun (tolong menolong) 

5. Istiqomah (berkesinambungan dan berkelanjutan)

II. JATI DIRI IPNU

Pada hakikatnya IPNU adalah wadah perjuangan pelajar NU untuk

mensosialisasikan komitmen nilai-nilai kebangsaan, keislaman, keilmuan,

kekaderan dan keterpelajaran dalam upaya penggalian dan pembinaan potensi

sumber daya anggota, yang senantiasa mengamalkan kerja nyata demi tegaknya

ajaran islam Ahlussunnah wal Jama’ah dalam kehidupan masyarakat Indonesia

yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

IPNU berfungsi sebagai :


a.    Wadah berhimpun Pelajar NU untuk mencetak kader akidah.

b.    Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader ilmu

c.    Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader organisasi

Orientasi IPNU berpijak pada keseluruhan organisasi dan anggotanya untuk

senatiasa menempatkan pergerakan pada zona keterpelajaran dengan kaidah

“Belajar, Berjuang, dan Bertaqwa”, yang bercorak dasar dengan :

a.    Wawasan kebangsaan (wawasan yang memiliki komitmen dan kepedulian

terhadap nasib bangsa dan negara berlandaskan prinsip keadilan, persatuan dan

demokrasi)

b.    Wawasan keislaman (wawasan yang menempatkan ajaran Islam sebagai

sumber dalam pembangunan manusia. Oleh karena itu IPNU harus bersikap

Tawasuth dan I’tidal, Tasamuh, Tawazun, Amar ma’ruf nahi munkar)

c.    Wawasan keilmuan (wawasan yang menempatkan ilmu pengetahuan sebagai

alat untuk mengembangkan kecerdasan anggota)

d.    Wawasan kekaderan (wawasan yang menempatkan organisasi sebagai wadah

untuk membina anggota)

e.    Wawasan keterpelajaran (wawasan yang menempatkan organisasi dan

anggota penempatan diri sebagai SDM terdidik dan terus belajar)

III. IPNU MASA DEPAN

IPNU adalah bagian dari  generasi muda  Indonesia yang memiliki tanggung

jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik Indonesia dan
merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya dan cita-cita perjuangan NU serta

cita-cita bangsa Indonesia.

Posisi organisasi pelajar di Indonesia sangat efektif dalam menyokong SDM

bangsa. Ia berdiri dan berkiprah menguatkan segmen pendidikan dan segmen

keilmuan. Pendidikan dan keilmuan itu akan menghadirkan karakter bangsa,

semacam kemandirian, kesahajaan dan kesatuan persepsi. Jadi arah yang paling

ideal bagi IPNU ke depan adalah mengembangkan format gerakan intelektual

karena dengan SDM pendidikan yang kuat, IPNU mampu menawarkan gagasan

brillian untuk disumbangkan pada bangsa dan negara.

Ikhtiar membangun masa depan IPNU yang visioner, harus diawali dengan

penguatan basis yang kokoh. IPNU yang diharapkan menjadi organ pelajar yang

penting dalam gerakan pelajar di Indonesia sangat mungkin melakukan hal itu.

Penguatan basis ini akan membuat kerja-kerja IPNU baik dalam ranah

pengembangan organisasi, pengaderan, advokasi, maupun tugas-tugas kultural

lain, akan mungkin dilakukan. Setelah basis ini dikuatkan, tugas selanjutnya

adalah merancang kerja-kerja peradaban yang lebih luas.

Kongres XV IPNU di Jakarta (9-12 Juli 2006) merupakan momen yang sangat

penting bagi organisasi ini untuk menata ulang organisasi dan merumuskan

kembali formula dan paradigma gerakan yang hendak dilakukannya. IPNU adalah

organisasi pelajar yang sejak kelahirannya memang disiapkan sebagai wadah

kaderisasi Nahdlatul Ulama (NU). Karena itulah agenda kaderisasi menjadi "titik

tempur" utama, melahirkan kader yang tidak hanya tangguh secara intelektual dan
memiliki keunggulan akhlak serta terampil berorganisasi, melainkan juga siap

tempur di medan peradaban yang makin komplek

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

I.                   Aswaja Sebagai Manhajul Al-Fikr

Aswaja itu sebenarnya bukan madzhab, tapi hanyalah manhaj al-fikr atau
faham saja yang didalamnya masih memuat banyak aliran dan madzhab. Faham
tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, tasamuh, tawazun dan selalu mencari
jalan tengah (moderat) yang diterima oleh sebagian besar golongan (sawad al-
a`zham).jika berpegang pada paradigma ini, maka keberagaman madzhab dalam
fiqih akan mudah terwadahi.
Apabila ditinjau dari segi manhaj aqwal, semua doktrin Aswaja
mencerminkan perpaduan sisi akal dan naql dengan tekanan-tekanan yang
berbeda. Formulasi faham ahlussunnah wal jamaah merupakan akumulasi
pemikiran beberapa tokoh lintas madzhab. Sehingga melakukan kategorisasi
ahlussunnah wal jamaah sebagai sebuah madzhab yang kehilangan
momentum.disamping isunya telah lewat juga tidak mungkin sebuah madzhab
terdapat beberapa madzhab. Dengan demikian, ahlussunnah waljamaah
membutuhkan kreasi-kreasi sebagai konsekuensi dari tuntutan masyarakat.

II. Makna Sejarah Kelahiran Firqoh-Firqoh dalam Islam

Beberapa pokok ajaran dari firqoh-firqoh dalam Islam telah banyak pengaruhnya
terhadap perkembangan pemikiran dan pengamalan ajaran Islam di berbagai
Negara. Perbedaan faham ini dapat dijadikan fitnah, tetapi juga dapat mendorong
pada pengembangan kreatifitas berpikir yang akan mendorong kemajuan umat
islam. Disinilah posisi faham ahlussunnah wal jamaah sebagai penengah dari
beberapa faham yang ada dan dengan metode berpikir yang menggunakan akal
dan wahyu, akan mudah diterima oleh berbagai tingkatan pemikiran umat islam.
II.    Pandangan Aswaja terhadap masalah social, ekonomi, politik dan budaya
serta penerapannya

a. Sosial
Salah satu motivasi kelahiran NU adalah karena buruknya pelayanan
masyarakat. Kemiskinan, buruknya gizi dan kesehatan, rendahnya pendidikan
disandang oleh warga NU. Maka, warga NU harus memprioritaskan program dan
usahanya untuk mengentaskan kemiskinan, perbaikan kesehatan, dan
pendidikan .Tiap warga NU harus berusaha menjadi pelayan bagi pengentasan
penderitaan masyarakat

b. Ekonomi

Kaum nahdliyin mayoritas berasal dari kalangan masyarakat agraris.


Otomatis, mereka harus siap dan akrab dengan industrialisasi, modernisasi,
komersialisasi, dan manajerialisasi produk agraria. Sementara itu, kaum Nahdliyin
yang berada di perkotaan, menjalin komunikasi dan relasi dengan perusahaan dan
birokrasi guna membuka peluang pangsa pasar warga NU yang hidup di desa.
Dengan pola hubungan ini, pelaku usaha NU tidak saja memperoleh
peningkatan ekonomi, tapi juga membuka kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan hasil produksinya menjadi produk unggul dan meningkatkan
keahlian pelaku-pelaku usaha NU dalam mengelola sector usaha kerakyatan.

c. Politik

Di bidang politik, Sunni berpijak pada substansi dengan tidak mengebiri realitas.
Sunni lebih memilih gagasan-persuasif disbanding gagasan-radikal. Sunni lebih
memilih masuk ke dalam “system” daripada di luar “system”.pada dasarnya Sunni
tidak mempunyai konsep bernegara, tetapi Sunni memandang perlunya komunitas
Islam mendirikan suatu Negara. Keharusan ini berlaku di tengah pemahaman
persoalan imamah yang bukan termasuk pilar keimanan Sunni.
Prinsip Sunni yang cukup longgar tentang relasi agama dan negara
memungkinkan umat islam bebas menentukan bentuk pemerintahannya,
demokrasi, teokrasi, kerajaan atau yang lain. Sunni hanya memberikan criteria-
kriteria yang berorientasi pada terwujudnya kepentingan masyarakat umum.
Kriteria tersebut meliputi : syura (konsultasi), al-`adalah (keadilan), al-hurriyah
(independensi), dan musawamah (egalitarian).namun dalam tataran relalitas, sikap
politik Sunni sering berpihak kepada realitas daripada substansi.

d. Budaya

Menghadapi budaya atau tradisi, ajaran Aswaja mengacu kepada salah satu kaidah
Fiqh (mempertahankan kebaikan warisan masa lalu dan mengkreasi hal baru yang
lebih baik). Kaidah ini menuntun untuk memperlakukan fenomena kehidupan
yang seimbang dan proporsional. Seseorang harus bias mengapresiasi hasil-hasil
kebaikan yang dibuat orang-orang pendahulu (tradisi yang ada), dan bersikap
kreatif mencari berbagai terobosan baru untuk menyempurnakan tradisi tersebut
atau mencipta tradisi baru yang lebih baik.
Oleh karena itu, kaum Sunni tidak apriori terhadap tradisi yang memungkinkan
kaum Sunni bertindak selektif terhadap tradisi. Sikap selektif ini mengacu pada
salah satu kaidah fiqh “ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluh” (jika tidak dapat
dicapai kebaikan semuanya, tidak harus ditinggal semuanya). Bahkan fiqh Sunni
menjadikan tradisi sebagai salah satu yang harus dipertimbangkan dalam
menetapkan sebuah hukum.hal ini tercermin dalam salah satu kaidah Fiqh ‘al-
`Adah muhakkamah” (adat menjadi pertimbangan dalam penetapan hukum).

III. Kritik wacana Aswaja


Dalam qa`idah mantiq (logika) dikatakan, bahwa ta`rif itu haruslah “la yunalu
tasawwur al-had bi al-had, wa laa yashihu al-had illa idza kana jami`an wa
mani`an. Sehingga dalam logika haruslah singkron antara al-jinsu dengan al-fashl.
Jika tidak demikian berarti ghair ma`qul.
Aswaja dalam fiqh mengikuti madzhab ini, aqidah ini dan tasawuf ini , berarti
ghair jami` wa mani`. Begitu pula jika kita yakini Aswaja itu sebagai madzhab.
Bagaimana mungkin suatu madzhab mengandung beberapa madzhab ? bagaimana
mungkin dalam suatu madzhab ada doktrin kontradiksi. .
Wal hasil, Aswaja itu sebenarnya bukan madzhab, tapi hanyalah manha al-fikr
atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak aliran dan madzhab.
Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, i`tidal, tasamuh, dan tawazun.
Kelenturan Sunny ini barangkali yang bias menghantarkan faham ini diterima
oleh mayoritas umat islam,

TUJUAN

Firqoh (aliran) dalam islam muncul akibat dari persoalan politik yang
berakibat terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan. Persoalan tersebut mencapai
klimaks pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan terjadi perang
saudara yang menyebabkan umat islam terpecah belah. Perpecahan politik ini
berakibat munculnya berbagai pemikiran dalam masalh aqidah, sehingga
bekembang perdebatan panjangdan menimbulkan firqoh-firqoh.
Ada dua factor yang menyebabkan timbulnya firqoh-firqoh dalam islam :

a. Faktor Internal : munculnya firqoh dalam islam pasca Khulafaur Rasyidin,


banyak memperdebatkan masalah aqidah.
b. Faktor Eksternal : pergaulan umat islam dengan non muslim yang
mendorong timbulnya kajian keimanan dan pendekatan filsafat atau dalil
aqli.

2.      Karakteristik 4 madzhab pada masalah fiqih


a.      Imam Hanafi (80-150 H)
Dikenal sebagai terdepan “ahlu ra`y”, baik dalam penggunaan logika sebagai
dalil.Imam Hanafi sangat selektif dalam menerima hadits da lebih banyak
menggunakan Qiyas dan Istihsan. Dasarnya : Al-Qur`an As-Sunah, Ijma`, Qiyas,
Istihsan

b.      Imam Maliki (93-179 H)


Imam Maliki adalah ahli Hadits dan Fiqh. Memiliki Kitab Al-Muwattha`” berisi
hadist dan Fiqh. Dasarnya ada 20, yaitu : Al-Qur`an, AsSunnah, Ijma`, Qiyas,
Amal ahlul Madinah, Perkataan sahabat, Istihsan, Saddudzarai`,muraatul Khilaf,
Istishab, Maslahah mursalah, syaru man qablana.
 

c.       Imam Syafi`I (150-204 H)


Imam Syafi`I adalah seorang mujtahid mutlak, imam Fiqh, hadis dan ushul.Beliau
mampu memadukan Fiqh ahli irak dan Fiqh ahli Hijaz.
Dasarnya : Al-Qur`an, Sunnah, Ijma` dan Qiyas. Beliau tidak mengambil
perkataan sahabat dan Istihsan karena dianggap sebagai ijtihad yang bias salah,
menolak maslahah mursalah, perbuatan penduduk madinah.

d.      Imam Hambali (164-241 H)


Seorang pakar hadis dan Fiqh.memiliki kekuatan hafalan yang kuat.
Menggunakan hadis mursal dan dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan
bukan dlaif batil atau munkar. Dasarnya : Al-Qur`an, Sunnah, Fatwa Sahabta,
Ijma`, Qiyas, Istishab, Maslahah Mursalah, saddudzarai`

3.      Ijtihad dan Istinbath dalam NU

a. Ijtihad

Kata “ijtihad” berasal dari kata “aljahdu” dan “aljuhdu” yang artinya
“daya upaya” atau “usaha keras” .ijtihad berarti berusaha keras untuk mencapai
atau memperoleh sesuatu.Dalam fiqih, ijtihad berarti berusaha keras untuk
mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur`an dan Hadits
dengan jalan istinbath. Orang yang mampu menetapkan hukum perbuatan dengan
jalan ini disebut “mujtahid”.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi mujtahid adalah :

a. Harus mengetahui Al-Qur`an dan Ulumul Qur`an


b. Mengetahui As-Sunnah dan Ilmu Al-Hadits
c. Mengetahui Bahasa Arab
d. Mengetahui tema-tema yang merupakan ijma`
e. Mengetahui Ushul Fiqh
f. Mengetahui maksud-maksud sejarah
g. Mengenal manusia dan alam sekelilingnya
h. Bersifat adil dan taqwa.
i. Mengetahui Ilmu Usuluddin
j. Mengetahui Ilmu Manthiq
k. Mengetahui cabang-cabang Fiqih.

b. Methodologi Para Mujtahid

1.      Qiyas (analogi),


2.      “Memelihara kepentingan hidup manusia” mencakup
tiga tingkatan :
         Dharuriyat : hal penting yang harus dipenuhi
         Hajjiyat : Dibutuhkan oleh manusia
         Tahsinat : hal pelengkap

c. Tingkatan para Mujtahid


 Mujtahid Muthlaq : memiliki ilmu pengetahuan yang lengkap
untuk ber-istinbath dengan Al-quran dan Sunnah
 Mujtahid Muntasib : terikat oleh imamnya
 Mujtahid Fil Madzhab : mengikuti imamnya baik dalam ushul
maupun furu`
 Mujtahid Tarjih : mampu menilai, memilah-milah pendapat
berbagai imam untuk menentukan kuat lemahnya dalil.

d. Istinbath

Istinbath identik dengan ijtihad. Istinbath berasal dari kata “nabth” (air yang mula-
mula memancar keluar dari sumur yang digali). Menurut bahasa berarti
mengeluarkan sesuatu dari persembunyiannya. Secara istilah adalah menggali
hukum syara` yang belum ditegaskan oleh nash Al-qur`an atau sunnah, dengan
tetap berada diatas kendali Al-Quran dan Al-Hadits itu sendiri.

Istinbath ada dua macam :


1. upaya menarik kesimpulan pendapat,hukum/ajaran islam
2. upaya menyimpulkan hukum/ajaran agama secara bersama-
sama.

Pada hakikatnya istinbath itu tergolong ijtihad. Hanya masih berada pada tingkat
relatif rendah. Di kalangan kaum bermadzhab, istilah ijtihad mendapat tempat
yang sangat luhur.

Anda mungkin juga menyukai