Menurut Fadhli (2018: 121) kata profetik berasal dari bahasa Inggris prophet yang
berarti nabi atau ramalan. Karena penggunaannya sebagai kata sifat maka kata prophet tersebut
diubah menjadi prophetic supaya menjadi kata benda. Dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan
menjadi profetik yang berarti kenabian. Namun kepemimpinan yang baik akan terasa baik dan
efektif apabila seorang pemimpin memiliki power yang efektif. Karena melalui power
seseorang mampu menggerakan, menggali visi, menginspirasi, mentransformasi, mengangkat
hati, memerintah, menghukum, membimbing. membuat sesuatu terjadi. Semua pola tersebut
akan terlaksana apabila lima power penunjang dalam prosesi kepemimpinan tersebut diraih
diperoleh. Adapun sumber power (otoritas, kekuatan, dan kekuasaan) yang dimaksud ialah:
Dalam kepemimpinan profetik tentu tidak terlepas dari sifat Shidiq, Tabligh’, amanah,
fathonah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW menjadikan kepemimpinan Profetik terlihat
baik dalam tata kelolanya. Ada beberapa tipe-tipe kepemimpinan profetik yang dibawa Nabi
Muhammad SAW.
1. Kepemimpinan Otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter menggambarkan pemimpin yang mendikte,
membuat keputusan sepihak dan membatasi partisipasi bawahan. Perwujudan
kepemimpinan otoriter Nabi Muhammad terlihat dalam sikap tegas beliau saat
menghadapi orang kafir dan dalam memberikan hukuman serta pelaksanaan
petunjuk dan tuntunan Allah. Dalam melaksanakan aturan yang telah
diperintahkan dan diwahyukan ada beberapa ibadah yang tidak dapat ditawar-
tawar seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
Dalam konteks pernyataan diatas, nabi Muhammad SAW pernah
melakukan tindakan otoriter. Namun tindakan tersebut menyesuaikan dengan
situasi dan kondisi seperti contoh sikap tegas nabi Muhammad SAW dalam
memberikan hukuman kepada kaum kafir dengan cara langsung
menghukumnya tanpa adanya musyawarah. Sehingga hukuman yang diberikan
atas kesalahan kaum kafir tersebut harus terlaksana. Selain itu juga dalam hal
ibadah nabi Muhammad SAW juga tidak bisa untuk di tawar, contohnya ibadah
yang masuk ke dalam rukun islam seperti shalat, zakat, dan puasa. Namun
realitanya banyak pemimpin di era saat ini tidak memberlakukan hukum secara
tepat., sehingga tindakan yang dilakukan oleh seorang pemimpin tidak adil.
Untuk mencapai peradaban islam yang modern diperlukan sifat yang
adil dan tegas bagi seorang pemimpin. Jika rasa keadilan tidak ditegakkan
makan akan runtuhlah aturan hukum yang sudah dibuat, sehingga menyebabkan
rakyat yang dipimpinnya tidak mempercayai dia selaku pemimpinnya. Hal
tersebut bisa di antisipasi apabila seorang pemimpin tetap berpegang teguh
terhadap pedoman hidupnya yaitu al-quran dan hadits.
3. Kepemimpinan Demokratis
Tipe kepemimpinan demokratis menggambarkan pemimpin yang melibatkan
bawahan dalam membuat suatu keputusan, mendelegasikan wewenang, dan
mengunakan umpan balik untuk melatih bawahan. Kepemimpinan Rasulullah.
yang bersifat demokratis terlihat pada kecenderungan beliau menyelenggarakan
musyawarah, terutama jika menghadapi masalah yang belum ada wahyunya dari
Allah SWT. Kesediaan beliau sebagai pemimpin untuk mendengarkan pendapat,
bukan saja dinyatakan dalam sabdanya, tetapi terlihat dalam praktik
kepemimpinannya. Musyawarah dijadikan sebagai sarana tukar menukar pikiran
dan di dalamnya masing-masing orang dapat mengemukakan pendapatnya serta
menyimak pendapat orang lain (Siti Zulaikha, 2005:60).