bergaul dengan orang lain dan menjadikan sebagian di antara mereka sebagai sahabat - Apabila dia memilih bergaul dengan orang-orang yang berperilaku jahat, rusak akhlaknya. Maka secara gradual tanpa disadarinya, sifatnya akan melenceng, sehingga dia menjadi bagian dari mereka. - Akan tetapi, jika dia memilih bergaul dengan ahli iman, istiqamah, dan lain-lain, niscaya secara gradual pula ia akan mencapai derajat mereka. - Para ulama pewaris Nabi itulah yang mentransformasikan agama kepada umatnya. Nabi menegaskan:
ال تزا طائفة من أميت ظاهرين على احلق ال يضرهم من خذهلم حىت يأيت أمر اهلل وهم كذلك( .رواه البخاري ومسلم الرتمذي وابن ماجة)
املؤمن مرآة املؤمن( .رواه البخاري وأبو داود)
II. Pentingnya Pergaulan (Suhbah) dalam Perspektif al-Qur`an
1. Hai orang-orang yang beriman,
bertawakkallah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar. (at-Taubah: 119) 2. Teman-teman akrab pada hari itu sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa. (az-Zukhruf: 67) III. Pentingnya Pergaulan (Suhbah) Menurut Perspektif Hadits
1. Perumpamaan teman yang baik dan teman
yang jahat adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang besi. (HR Bukhari dan Muslim) 2. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, r.a., bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah, Saw., “Ya Rasulullah, siapakah teman yang paling baik bagi kami?” Rasulullah menjawab, “Dia adalah orang yang pandangannya mengingatkan kalian kepada Allah, ucapannya menambah pengetahuan kalian, dan perbuatannya mengingatkan kalian akan hari akhir. (HR Abu Ya’la) 3. Seseorang itu tergantung pada agama sahabatnya. Maka hendaklah seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan sebagai sahabat. (HR Abu Dawud dan Turmudzi) 4. Orang-orang yang paling utama di antara kalian adalah orang-orang yang apabila mereka pandang, maka mereka mengingatkan kepada Allah. III. Pentingnya Pergaulan (Suhbah) dalam Perspektif Ahli Ma’rifat
a. Abu Hamid al-Ghazali
Abu Hamid al-Ghazali berkata:
- Bergabung dengan kalangan sufi adalah fardhu ‘ain. Tidak seorang pun terbebas dari aib atau kesalahan, kecuali para nabi. - Pada awalnya, aku adalah orang yang mengingkari kondisi spiritual orang-orang saleh dan derajat-derajat yang dicapai oleh para ahli ma’rifat. Hal itu terus berlanjut sampai akhirnya aku bergaul dengan mursyidku (Yusuf an-Najaj). Dia mendorongku untuk melakukan mujahadah, hingga aku akhirnya memperoleh karunia-karunia Ilahi. a. Ibnu Atha’illah as-Sakandari
Ibnu Atha’illah as-Sakandari berkata:
Seseorang yang bertekad untuk meraih petunjuk dan meniti jalan kebenaran hendaklah mencari seorang syaikh dari ahli hakikat.