Anda di halaman 1dari 5

Dua Ulama Pencipta Lagu

Kemerdekaan Khas Pesantren


Senin, 15 Agustus 2016 13:19

Oleh M. Rikza Chamami

Dunia pesantren mengenal rabithah (hubungan guru-murid) yang sangat kuat.


Guru selalu menjadi inspirasi para santri-santrinya yang pernah mengaji.
Demikian pula guru, selalu senang jika melihat para santrinya sukses berkhidmah
di tengah masyarakat luas. Tugas sebagai guru seakan tuntas memiliki generasi
penerus. Santri juga merasa gembira karena dapat meneruskan manfaat ilmu dari
para guru-gurunya.

Demikian pula tampaknya yang dirasakan oleh guru-murid yang sama-sama


berjuang meraih kemerdekaan Republik Indonesia dan mendirikan Jam’iyyah
Nahdlatul Ulama (NU). Siapakah dia? KHR Asnawi Kudus (1861-1959 M) dan
KH Abdul Wahab Chasbullah (1888-1971). Dua tokoh pesantren ini dikenal
sebagai sosok guru dan murid yang saling mendukung satu dan lainnya dalam
segala hal perjuangan menegakkan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.

KHR Asnawi adalah salah seorang guru dari KH Abdul Wahab Chasbullah ketika
mencari ilmu di Makkah bersama KH Bisri Sjansuri Jombang, KH Dahlan
Pekalongan, KH Kamal Hambali Kudus, KH Mufid Kudus dan KH Ahmad
Muchid Sidoarjo (Minan Zuhri: 1983). KHR Asnawi sangat lama bermukim di
Makkah menjadi guru di Masjidil Haram dan mengajar ilmu agam di rumah
pondokannya.
Demikian pula KH Abdul Wahab Chasbullah disebutkan mulai belajar di Makkah
sejak usia 27 tahun dan mukim selama lima tahun (Ubaidillah Sadewa: 2014). Di
antara guru Mbah Wahab selain KHR Asnawi selama belajar di Makkah adalah
Syaikh Mahfudz Termas (tasawwuf dan ushul fiqih), Syaikh Mukhtaram
Banyumas (Fathul Wahab), Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau (fiqih), Syaikh
Baqir Yogyakarta (manthiq), Syaikh Asy’ari Bawean (ilmu hisab), Syaikh Sa’id
Al Yamani (nahwu), Syaikh Sa’id Ahmad Bakry Syatha (nahwu), Syaikh Abdul
Karim Al Daghestany (Kitab Tuhfah), Syaikh Abdul Hamid Kudus (ilmu ‘arudl
dan ma’ani) dan Syaikh Umar Bajened (fiqih).

Dari sisi nasab, kedua Kiai ini sama-sama keturunan dari Walisongo. KHR
Asnawi keturunan dari Sunan Kudus Sayyid Ja’far Shodiq dan KH Abdul Wahab
Chasbullah adalah keturuan dari Maulana Ishaq (ayahanda Sunan Giri). Sehingga
sangat wajar, dalam bidang perjuangan dan keilmuan antara keduanya sangat
memiliki kemiripan. Semangat dalam mencari ilmu dan ketegasan dalam
menjalankan hukum agama juga menjadi komitmen keduanya.

Salah satu perjuangan yang tidak pernah dilupakan oleh kedua Kiai ini adalah
dalam mengusir penjajah. Kekuatan ilmu dan santri yang dimilikinya, baik di
Kudus dan Jombang digerakkan untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
Kedaulatan Indonesia sangat dibela mati-matian. Apalagi penjajah hadir di bumi
Indonesia sangat mengganggu hak asasi manusia dan membawa misi
menghanguskan Islam yang sudah dipeluk oleh penduduk Indonesia.

Sejak masih ada di Makkah, KHR Asnawi dan KH Abdul Wahab Chasbullah
sudah merancang bagaimana Indonesia yang terjajah oleh Belanda itu bisa
merdeka. Mbah Asnawi bersama dengan Mbah Wahab, KH Abbas Jember dan KH
Dahlan Kertosono mendirikan Sarekat Islam (SI) Cabang Makkah. Gerakan
nasionalisme sudah digaungkan dari tanah haram dengan menguatkan eksistensi
SI dalam merespon pergerakan nasional. Sepulangnya ke Indonesia, dua Kiai ini
masih menggelorakan cinta tanah air dan bertekad mengusir penjajah.

KHR Asnawi yang merupakan Penasehat SI Cabang Kudus dengan gagah berani
membuat fatwa: “Haram hukumnya menyamai pakaian Belanda (bercelana,
berjas, berdasi dan bertopi)”. Fatwa ini diindahkan oleh semua penduduk Kudus
dan sekitarnya. Dalam memperjuangkan hak muslim di Kudus, KHR Asnawi
pernah dipenjara oleh Belanda, karena fitnah penjajah “geger pecinan”.

Dan justru dari balik jeruji penjara, dakwah KHR Asnawi semakin kuat dan
semua santri membala mati-matian dengan membenci penjajah dan minta KHR
Asnawi dibebaskan. Semangat kebangsaan ditanamkan oleh KHR Asnawi kepada
murid-muridnya. Mbah Asnawi mendirikan organisasi dan madrasah sebelum
kemerdekan: Jam’iyyatun Nashihin, Nahdlatul Ulama dan Madrasah Qudsiyyah.

Hal yang sama juga dilakukan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah. Organisasi SI
masih digeluti selama berada di Surabaya. Gerakan nyata Mbah Wahab dalam
mendukung kemerdekaan sudah tidak perlu ditanyakan lagi. Kemerdekaan dan
hengkangnya penjajah menjadi komitmen Mbah Wahab yang tidak bisa ditawar-
tawar lagi. Indonesia, Islam dan kerukunan bangsa Indonesia perlu diwujudkan.

Persinggungan dan keakraban Mbah Wahab dengan Agus Salim, Ki Hadjar


Dewantara, W. Wondoamiseno, Hendrick Sneevliet, Alimin, Muso, Abikusno
Tjokrosujono dan Soekarno membuatnya semakin kuat merancang pergerakan
cinta tanah air. Termasuk peran Mbah Wahab dalam mendirikan Islam Studie Club
bersama Dr Soetomo pada 1920. Termasuk Mbah Wahab mulai mendirikan
organisasi dan madrasah sebelum kemerdekaan: Tashwirul Afkar, Nahdlatul
Wathan dan Nahdlatut Tujjar.

Karya Lagu Pesantren

Di antara wujud kebanggaan dan kecintaan KHR Asnawi dan KH Abdul Wahab
Chasbullah ditunjukkan dengan karya seninya. Dua kiai ini dikenal sebagai sosok
yang ‘alim dalam agama dan ahli membuat syi’ir (lagu khas pesantren berbahasa
Arab). Apalagi dalam catatan sejarah, Mbah Wahab belajar ilmu ‘arudl
(membahas cara membuat sya’ir berbahasa Arab) dengan KH Abdul Jalil sejak di
Makkah. Dan dunia pesantren memang tidak pernah melupakan ilmu ‘arudl dan
ilmu balaghah (badi’, ma’ani dan bayan).

Karya pesantren berupa syi’ir kemerdekaan yang dikarang oleh KHR Asnawi
sudah sangat masyhur di kalangan santri Kudus. Syi’ir kemerdekaan (mudah
disebut sebagai Lagu Kemerdekaan khas pesantren) itu adalah:

َ‫ت لييدىَ إنننيساَننييا‬ ‫ليدحرُرةة نفيِ اننددنننسيياَ * بييد ن‬


َ‫يوأينهلديهاَ دمننفينردحنو * ين فييرححاَ أبيندييا‬
‫ي‬
َ‫لننينيلنيهاَ قيند يجاَهيددنوا * أيننفديسهدنم يماَ يباَقنييا‬
َ‫ي دكودلوننيياَنل * يياَيباَنن يوالـدهوليننندييا‬ ‫ت يييد ن‬ ‫تينح ي‬
َ‫يونمننهددمو قيند أنعنزدرنوا * إنلىَ ندنيكونل إننينريياَنن يجاَييا‬
‫د‬ ‫ي‬ ‫د‬
َ‫ضييا‬‫يونمننهددمو قيند أدندنخلدنوا * نفيِ السسنجنن قينلحباَ يمنر ن‬
َ‫صوا * نخنديمتيهدنم يوطيننييا‬ ‫فيإننرُهدنم قيند أينخلي د‬
َ‫ب يعنوحناَ يجلنرُيا‬ ‫شنع ن‬ ُ‫ي إنلينينهنم أينفئنيد * ةد ال ر‬
‫تينهنو ن‬
َ‫طنن * يدقيسددمنوا بنيلندييا‬ ‫نلرُمنة يويو ي‬ ‫د‬
َ‫يجيزاهددمنو إنيلـهديناَ * أينعيماَليهدنم دميربسييا‬
َ‫دحسريرُةي الفننكنر الرُتننيِ * تييناَدل نديدمنونكيرانسييا‬
َ‫صاَندييا‬ ‫يعيداليةح يخنينريرُةح * نعيماَيرةي انقتن ي‬
Sungguh kemerdekaan telah jelas bagi bangsa Indonesia
Seluruh bangsa bergembira selamanya
Karena untuk mendapatkan itu dibutuhkan perjuangan total
Dibawah jajahan kolonial Jepang dan Belanda
Ada yang diasingkan di Digul Irian Jaya
Ada juga yang dipenjara dengan penuh kepedihan
Sungguh mereka benar-benar ikhlas mengkhidmahkan diri untuk negara
Jiwa kebangsaan menggerakkan mereka berjuang secara nyata
Demi bangsa dan negara
Semoga Tuhan membalas perjuangan mereka
Dengan menjaga kemerdekaan berpendapat yaitu demokrasi
Menuju kemakmuran keadilan sosial

Adapun lagu kebangsaan yang dikarang oleh KH Abdul Wahab Chasbullah sudah
sangat masyhur dan akan menjadi “Lagu Perjuangan Nasional”, yaitu:

‫طن يياَ لينليو ي‬


‫طن‬ ‫طن يياَ لينليو ي‬ ‫يياَ لينليو ي‬
‫طن نمين ا ن نلنييماَن‬ ‫ب انليو ي‬ ُ‫دح ب‬
‫ن‬
‫يويل تيكنن نمين النحنريماَن‬ ‫د‬
‫طن‬ ‫ضنوا أينهيل انليو ي‬ ‫انننهي د‬
‫ي‬ ‫إنننددونينيسيياَ بننييلند ن‬
َ‫ت دعننيوادن انلفييخاَيما‬ ‫أينن ي‬
َ‫ك يينويما‬ ‫ن‬
‫دكبُل يمنن ييأتنني ي‬
َ‫ق نحيماَيما‬ ‫طاَنمححاَ يينل ي‬ ‫ي‬

“Pusaka hati wahai tanah airku


Cintamu dalam imanku
Jangan halangkan nasibmu
Bangkitlah, hai bangsaku!
Indonesia negriku
Engkau Panji Martabatku
S’yapa datang mengancammu
‘Kan binasa dibawah dulimu!”

Karya Mbah Wahab ini ada yang menyebutkan dikarang sejak 1916 (versi Cak
Anam) dan digemakan sejak 1934 (versi Ubaidillah Sadewa). Keduanya jelas
menunjukkan bahwa karya lagu pesantren ini berada pada posisi sebelum
kemerdekaan. Dalam buku “Masterpiece Islam Nusantara: Sanad dan Jejaring
Ulama-Santri 1830-1945” karya Zainul Milal Bizawie (2016: 55) terdapat kalimat
tambahan dalam karya Mbah Wahab, yakni:

Jangan kalian menjadi orang terjajah


Sungguh kesempurnaan dan kemerdekaan
Harus dibuktikan dengan perbuatan

Karya pesantren dari dua Kiai ini menjadikan nyata, bahwa komitmen Kiai dalam
mendorong kemerdekaan dan merayakannya menjadi bagian yang utuh. Maka
rasanya terharu sekaligus bangga mendengar "Yahlal Wathan" karya KH Abdul
Wahab Chasbullah Jombang menjadi Lagu Nasional. Dan guru Kiai Wahab
bernama KHR Asnawi Kudus juga memiliki Syi'ir Proklamasi Kemerdekaan,
Shalawat Kebangsaan dan Syi'ir Nasionalisme menyambut IR Soekarno sebagai
Presiden RI.

Zainul Milal Bizawie menegaskan bahwa: “Setiap langkah Mbah Wahab yang
dinamis, beliau selalu meminta nasehat dan saran dari Kiai Asnawi Kudus.
Apalagi dengan keberadaan KH Hasyim Asy’ari yang selalu hati-hati dan penuh
pertimbangan. Dalam kedinamisan dan pergerakannya, Mbah Wahab selalu minta
saran Mbah Asnawi yang lebih aktif dan dinamis”. Disinilah titik temu Mbah
Asnawi dan Mbah Wahab. Keduanya menggambarkan isi hati dan muatan dakwah
Islamnya dalam lagu-lagu yang isinya hampir memiliki kesamaan.

Hubungan guru & murid ini kompak dalam mendarmabaktikan ilmu 'arudl-nya
untuk Indonesia dengan lagu-lagu kemerdekaan khas Pondok Pesantren. Mbah
Asnawi dan Mbah Wahab adalah sosok Kiai yang benar-benar menunjukkan
bahwa bangsa Indonesia itu harus pandai dan harus dihibur dengan lagu khas
pesantren untuk menyemangati cinta bangsa sekaligus mengenang jasa para
pahlawan. Semoga lahir Asnawi dan Wahab baru di bumi Nusantara ini. Wallahu
a’lam.

Penulis adalah alumni Madrasah Qudsiyyah Kudus, Pjs Ketua Umum IPNU
tahun 2009 & Dosen UIN Walisongo

http://www.nu.or.id/post/read/70454/dua-ulama-pencipta-lagu-kemerdekaan-khas-
pesantren
Senin, 15 Agustus 2016 / 14:38:44 ,1437 ،‫ ذو القعدة‬12 ،‫الثإني‬

Anda mungkin juga menyukai