Anda di halaman 1dari 6

POTENSI MANUSIA

(RUH, AKAL, KALBU, DAN


NAFSU)
Oleh: Imam Mashudi Latif, S.Ag., M.H.I.
Ruh (‫)روح‬
Ruh merupakan unsur yang penting bagi makhluk hidup. Hakikat ruh merupakan rahasia Allah
sehingga tidak banyak yang kita ketahui.

Dan mereka bertanya kepadamu tengang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku,
dan tidaklah kamu diberi pengetgahuan kecuali sedikit. (QS al-Israa`: 85)
Akal (‫)عقل‬
Akal berasal dari bahasa Arab ُ‫ َع َق َل – َي عْ قِل‬yang bisa berarti ‫( أَ ْد َر َك‬mencapai, mengetahui), َ‫َف ِهم‬
(memahami),‫( َت دَ رَّ َب‬merenung), atau ‫( َت َف َّك َر‬berpikir).
Akal merupakan salah satu keistimewaan manusia dibandingkan dengan binatang, tumbuhan,
atau benda mati.
Biasanya akal diidentikkan dengan otak, tetapi akal bukanlah otak. Akal tidak berbentuk secara
fisik sehingga tidak dapat dilihat oleh mata kepala. Meskipun demikian, fungsi dan gerakannya
dapat dirasakan.
Akal adalah alat untuk berfikir dan memahami ayat-ayat Allah, baik yang kauniyah maupun
qauliyah. Bila seseorang telah mempergunakan akalnya dalam berfikir dengan baik dan benar,
maka keimanannya akan semakin mantap dan terus meningkat.
Kalbu ‫ب‬
( ‫ل‬$$‫)ق‬
Kalbu ‫لب‬
( ‫ )ق‬pada dasarnya memiliki makna lebih dari satu. Ada makna secara syariah, bahasa,
dan hakikiyah. Secara syariah, kalbu diartikan sebagai segumpal daging yang bisa berpengaruh
terhadap jasad seseorang dalam kebaikan atau keburukannya.
Secara bahasa, kalbu berarti jantung. Ketika jantung kita sehat, maka seluruh tubuh akan sehat
dan bebas dari berbagai penyakit. Sebaliknya, jika jantung dibiarkan kotor, darah yang mengalir
ke seluruh tubuh pun akan kotor dan menjadi biang penyakit.
Sedangkan secara hakikiyah, kalbu adalah bersifat sirr (tidak berwujud), namun ketika
seseorang melakukan sebuah kemaksiatan, akan muncul noda hitam yang semakin lama akan
mengeraskan kalbu.
Nafsu (‫فس‬$$‫)ن‬
Nafsu adalah elemen jiwa (unsur ruh) yang berpotensi mendorong tabiat badaniyah (biologis) dan
mengajak diri untuk berbagai amal baik atau buruk.
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi membagi nafsu menjadi dalam tujuh tingkatan yang disebut
maratib an-nafs (‫)مراتبا لنفس‬.

1. Nafsu ammarah (‫)ا لنفسا ألمارة‬, nafsu yang selalu mendorong manusia kepada keburukan dan
kemaksiatan.
2. Nafsu lawwamah (‫)ا لنف سا للوامة‬, nafsu yang sudah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-
Nya, namun masih sering terpeleset dalam kemaksiatan sehingga membuatnya selalu menyesali diri.
3. Nafsu mulhamah (‫)ا لنف سا لملهمة‬, nafsu yang sudah mengenali kotoran-kotoran yang halus seperti riya`,
ujub, sombong, dengki, cinta dunia, dan penyakit-penyakit batin yang lain, tapi ia belum bisa
melepaskan diri dari kotoran-kotoran halus itu.
4. Nafsu muthmainnah (‫)ا لنف سا لمطمئنة‬, nafsu yang sudah bersih dari kotoran-kotoran halus dan sifatnya
menjadi terpuji seperti kasih sayang, lembah lembut, dan lain-lain.
5. Nafsu radhiyah (‫)ا لنفسا لراضية‬, nafsu yang telah sampai maqam fana`, tetapi ia masih melihat diri telah
fana` sehingga dapat membawanya kepada riya`.
6. Nafsu mardhiyyah (‫)ا لنفسا لمرضية‬, nafsu yang telah fana` dari fana` dan sudah tenggelam dalam lautan
tauhid.
7. Nafsu kamilah (‫)ا لنفسا لكاملة‬, nafsu yang sudah sempurna (kamil), menyatu dengan Allah.

Anda mungkin juga menyukai