Anda di halaman 1dari 9

RENCANA TINDAK LANJUT

DARUL ARQOM MADYA PC IMM PURWOREJO


“REALISASI GERAKAN PIMPINAN UMY UNTUK IMM YANG BERKEMAJUAN
DALAM DIASPORA KADER.”

Di susun Oleh :
Nama : Aziz Yulianto Pratama
NBM : 12.0001.2829

PIMPINAN CABANG
IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
PENDAHULUAN
Mahasiswa merupakan suatu struktur yang membentuk dalam masyarakat yang memiliki
peran penting sebagai agen perubahan masa depan dan iron stock kepemimpinan bangsa (Imam,
2016). Salah satunya adalah mahasiswa menjadi kekuatan moral bangsa serta memiliki idiologi
yang kuat dalam kader, karena memiliki jumlah yang besar dari bagian kaum intelektual bangsa
yang mampu mempengaruhi perubahan sosial serta kekuatan korektif dan pencetus kesadaran
masyarakat terhadap kelalaian penguasa di dalam tugasnya menyelenggarakan pemerintahan atas
nama rakyat, maupun sebagai sumber dari organisasi perjuangan.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai salah satu elemen bangsa dan negara,
merupakan gerakan kemahasiswaan yang memliki peran strategis untuk mewujudkan kehidupan
bangsa dan negara yang baik. Sebagai agen perubahan IMM harus di dukung dengan standarisasi
kader yang kompeten dalam melakukan perubahan social dan idiologi sesuai dengan
muhammadiyah. Sesuai dengan identitasnya yaitu sebagai gerakan dakwah di kalangan
masyarakat khususnya di kalangan mahasiswa, IMM memiliki tanggungjawab untuk membentuk
kader yang mampu berdakwah amar maruf nahi mungkar. Untuk mewujudkan hal tersebut,
kegiatan dan perkaderan di IMM harus diarahkan pada usaha untuk membentuk kader yang
berkarakter islami. Sesuai dengan tujuan IMM pada AD IMM Bab III pasal 7 yaitu
mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai
tujuan Muhammadiyah. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dalam mencapai tujuan
Muhammadiyah diharapkan setiap kadernya mampu memadukan kemampuan ilmiah dan
akidahnya serta tertib dalam beribadah tekun dalam studi, dan mengamalkan ilmunya untuk
melaksanakan ketakwaan dan pengabdiannya kepada Allah SWT. Oleh karena itu sebagai
organisasi kemahasiswaan, IMM dapat berkontribusi lebih dalam perbaikan moral bangsa
khususnya dalam lingkup kampus.

Dewasa ini dunia kemahasiswaan masih menjadi permasalahan umum yang sulit dituntaskan.
Berbagai kasus yang melibatkan mahasiswa semakin marak, mulai dari adab dan etika
mahasiswa terhadap dosen, pemicu konflik dengan masyarakat sekitar, pergaulan bebas yang
menyebabkan penyimpangan perilaku sosial, minuman keras dan lainnya. Permasalahan seperti
ini sangat memprihatinkan bangsa Indonesia karena harapan besar masyarakat mahasiswa
mampu membangun bangsa kedepan lebih maju dan produktif. Dilihat dari fenomena tersebut
bahwa kepribadian remaja atau mahasiswa harus dibarengi dengan pembentukan akhlak yang
baik dan matang dari lingkungan diluar kampus agar dapat mengendalikan diri dalam beretika
dan bermoral dalam kehidupan sehari – hari.

Berdasarkan kasus permasalahan tersebut, berbagai upaya setiap lembaga pendidikan dasar
samapai perguruan tinggi mengusahakan untuk perbaikan moral, idiologi para pelajar, remaja
dan mahasiswa. Karena akhlak mulia atau karakter serta beridiologi merupakan salah satu bagian
dari sistem ajaran Islam. Sistem ajaran Islam dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu Akidah
(keyakinan), syariah (aturan – aturan hukum tentang ibadah dan muammalah) dan akhlak
(karakter) (Marzuki, 2017: 5). Maka dari itu pembentukan karakter islami di dalam lingkup
Perguruan Tinggi saja tidak maksimal, perlu adanya bantuan dari kegiatan atau organisasi
kemahasiswaan. Pada peran inilah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memiliki
kontribusi nyata sesuai tujuannya yaitu untuk mengusahakan terbentuknya akdemisi islam yang
berakhlak mulia. Berbagai program keagamaan, kajian, serta kebiasaan pergaulan islami di IMM
dapat menjadi hal yang positif untuk membentuk mahasiswa yang berkarakter Islami.

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu Perguruan Tinggi


Muhammadiyah yang hadir dengan harapan daapat mewujudkan mahasiswa sesuai dengan visi
UMY yaitu Muda, Mendunia. Namun tidak banyak mahasiswa yang memiliki pemahaman
mendalam tentang Islam. Berdasarkan pengamatan secara langsung mayoritas mahasiswa UMY
dalam hal berpakaian masih belum sesuai dengan apa yang telah di syariatkan oleh Islam, masih
terbata – bata dalam membaca Al-Qur’an, minimnya pemahaman tentang pergaulan Islami,
belum mengindahkan suara adzan ketika berkumandang, ketika masuk waktu shalat terdapat
mahasiswa yang memilih untuk menunggu di depan gerbang kampus. Pada gambaran
permasalahan diatas, menunjukkan adanya kesenjangan antaran harapan dan kenyataan. Harapan
idelanya, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dapat menjadi mahasiswa yang
religius dan dapat menanamkan ajaran Islam dengan benar.
LANDASAN TEORI/KERANGKA TEORI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mahasiswa adalah seseorang yang belajar di
Perguruan Tinggi, di dalam struktur Pendidikan di Indonesia mahasiswa memegang status
Pendidikan tertinggi di antara yang lain (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 895). Menurut Sadli
(2012: 2-3) seorang mahasiswa memiliki peranan yang penting bagi bangsa. Berikut yang
menjadi tugas mahasiswa sebenarnya adalah:

1. Guardian of Value. Mahasiswa sebagai penjaga nilai – nilai masyarakat yang kebenarannya
mutlak: kejujuran, keadilan, gotong royong, integritas, empati Kerjasama dan lainnya.

2. Agen Perubahan (Agent of Change). Mahasiswa juga sebagai penggerak yang mengajak
seluruh masyarakat untuk bergerak dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik lagi,
dengan melalui berbagai ilmu, gagasan, serta pengetahuan yang mahasiswa miliki.

3. Moral Force. Mahasiswa sebagai moral force diharuskan untuk memiliki moral yang baik.
Tingkat intelektual seorang mahasiswa akan disejajarkan dengan tingkat moralitasnya. Ini yang
menyebabkan mahasiswa menjadi kekuatan dari moral bangsa yang di harapkan dapat menjadi
contoh dan penggerak perbaikan moral pada diri sendiri khususnya dan masyarakat.

4. Social Control. Mahasiswa melalui kemampuan intelektual, kepekaan social serta sikap
kritisnya, diharapkan mahasiswa mampu menjadi pengontrol sebuah kehidupan social pada
masyarakat dengan cara memberikan saran, kritik serta solusi untuk permasalahan social
masyarakat ataupun bangsa.

5. Mahasiswa sebagai Kader diaspora mengamalkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam IMM
sebagai agen perubahan suatu organisasi baik Realisasi kebijakan dalam kampus maupun luar
kampus seperti di masyarakat.

Gerakan mahasiswa berbasis Islam dalam diaspora kader secara umum muncul sebagai respon
terhadap sebuah realitas social dan tantangan melakukan perubahan sosial. Sejarah mencatat
bahwa gerakan–gerakan Islam kampus muncul sebagai respon pemuda dan mahasiswa Muslim
atas kondisi sosial-keagamaan dan politik yang berlaku (Wildan, 2015: 426). Menurut Wildan
(2015: 427–428) gerakan–gerakan Islam di berbagai perguruan tinggi di Indonesia berdiri dan
berkembang karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, faktor ideologis, faktor politik, faktor
globalisasi, faktor Political Opportunity Structure. Menurut Wildan (2015: 433) memasuki
Indonesia merdeka, gerakan mahasiswa Islam ditandai dengan berdirinya sejumlah organisasi
dengan basis massa di kampus. Terdapat tiga organisasi berdiri dalam perkembangan Islam
Indonesia, yaitu: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

setelah munculnya tiga gerakan mahasiswa Islam pada masa Indonesia merdeka, memasuki masa
reformasi Indonesia menyaksikan munculnya gerakan mahasiswa Islam yang secara ideologis
beredar dari tiga organisasi gerakan mahasiswa, yaitu Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI) yang terbentuk dalam acara Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus
(FSLDK).

Menurut Anggaran Dasar IMM Bab I pasal 1 dan 2 pengertian Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah adalah suatu gerakan mahasiswa Islam yang beraqidah Islam, bersumber pada
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berdasarkan sejarah, IMM lahir pada tanggal 29 Syawal 1384 H
bertepatan pada tanggal 14 Maret 1964 di Yogyakarta (Agham, 1997: 14). Maksud di dirikannya
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah untuk turut memelihara martabat dan membela
kejayaan bangsa, menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam, sesuai Al-qur’an dan as-
Sunnah sebagai upaya menopang, melangsungkan dan merasakan cita–cita pendirian
Muhammadiyah.

KADER DIASPORA

Pada Periode ketiga (1975-1985) disebut sebagai periode tantangan yang sebenarnya lebih tepat
jika digolongkan sebagai periode “kritis”. Hal ini dikarenakan terjadi kekosongan pada DPP
IMM yang notabene merupakan hierarki tertinggi dalam organisasi. Faktor ini nampaknya yang
menjadi sebab utama gagalnya IMM mencapai tingkat kematangan organisasinya. Idealnya, di
usia itu, IMM sudah selayaknya mampu mengambil peran dan posisi strategis untuk
mempengaruhi kebijakan publik tingkat nasional melalui diaspora kader-kader generasi awalnya

Masalahnya, metode dan konsep pen”diaspora’’an kader pada ikatan yang masih belum
dirumuskan dengan baik, menjadi faktor dominan dari kegagalan untuk membangun social
capital tersebut. Akibatnya, kiprah dari kader-kader potensial di berbagai lini yang notabene
merupakan output dari perkaderan yang terlah berjalan,  hanya memiliki daya gempur yang
lemah. Hal ini cukup ironi, mengingat perkaderan  IMM yang menganut dari nilai yang sama,
adalah modal yang penting bagi IMM sendiri untuk membentuk social capital-nya

Awalnya, Organiasasi dengan nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di berdiri sebagai
bentuk gerakan yang mencoba mengembalikan gerakan mahasiswa ke area idealisme-nya yang
pada saat itu mulai terkotak – kotak  pada politik praktis dan ritual adat yang tidak sesuai islam.
Hal ini yang menyebabkan kegiatan yang di lakukan IMM pada awalnya adalah kegiatan
keagamaan seperti pengajian minggu pagi dan tidak tergabung dalam partai politik manapun
sebagai bentuk indepensinya. Sampai saat ini secara administrasi hal itu tetap di pertahankan
oleh IMM, hal ini dibuktikan dengan adanya jarak yang tetap terjaga walaupun terdapat partai
yang identik dengan Muhammadiyah. Tentu ini selaras ideologi Muhammadiyah selaku ayah
kandung IMM  yaitu lebih memilih perjuangan dakwah pembinaan masyarakat daripada melalui
jalur politik praktis yang berorentasi pada politik kekuasaan. Dalam konteks gerakan sosial,
Muhammadiyah memilih ideologi amal saleh, yang menempatkan islam bukan sekedar ajaran
Normatif dan Teoritik. Sehingga ideologi dalam gerakan sosial keumatan dan kemasyarakat ialah
Ideologi islam pembebasan.

IMM dengan tujuannya “Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia
dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”. harus mampu mengimplikasikannya kepada
masyarakat luas sesuai yang terkandung dalam salah satu hadist shahih yang mengatakan bahwa
sebaik baiknya manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia lain. Tentu akan sangat
menarik bagi seorang kader yang berdiaspora di luar Persyarikatan Muhammadiyah, bagaimana
menyeimbangkan antara Idealisme Muhammadiyah dengan godaan kekuasaan politik praktis
yang begitu menggiurkan. Diaspora sendiri mengandung arti penyebaran atau meninggalkan
tempat asal ke berbagai tempat lain.

Jadilah menteri, insinyur, dokter, mantri tapi kembalilah ke Muhammadiyah. begitu kata pendiri
Muhammadiyah K.H Ahmad Dahlan yang secara eksplisit sudah mentakdir kan bahwa kader
Muhammadiyah harus mampu berdiaspora di berbagai bidang agar menjadi seorang yang ahli di
bidang itu, namun tetap kembali pada Muhammadiyah sebagai rumah tinggalnya. Menurut
Abdul Halim Sani. bentuk diaspora terbagi menjadi dua, yaitu diaspora kedalam dan diaspora
keluar.

Bentuk diaspora kedalam merupakan suatu kewajiban bagi Ikatan dan tidak dapat di tinggalkan
karena Ikatan merupakan organisasi kader dan bertugas untuk menjadi penerus dan penyempurna
Gerakan Muhammadiyah. Ikatan berperan sebagai penguatan jaringan dan memberikan
dorongan serta teguran pada Muhammadiyah jika tidak menjalankan amanatnya secara konskuen
serta memberikan kontribusi dalam berbagai displin ilmu dan pemberdayaan guna
mempersiapkan masyarakat yang berilmu sebagai ciri dari khoirul umat (masyarakat utama).
Ikatan harus mendistribusikan kader kader terbaiknya guna mewarnai tubuh Muhammadiyah dan
memberikan pencerahan terhadap Muhammadiyah agar tetap pada ghirohnya dan sebagai bentuk
pengabdian secara profesional terhadap Muhammadiyah.

Bentuk Diaspora keluar adalah perwujudan intelektualitas yang di miliki oleh kader IMM yang
harus di terapkan agar terciptanya masyarakat yang di harapkan sesuai dengan idealitas IMM.
Diaspora keluar terbagi menjadi dua gerakan, yaitu gerakan secara individu dan secara
organisatoris yang di maksudkan secara gerakan individu adalah gerakan yang di lakukan
seorang kader sesuai dengan displin ilmu atau kemampuannya dalam melakukan gerakan sosial.
Gerakan ini sangat memungkinkan individu tersebut tergabung dalam sistem ataupun
independen. Sementara gerakan secara organisasi ini merupakan gerakan yang di laksanakan
oleh organisasi dalam bentuk program kerja yang di laksanakan  bersama – sama, gerakan seperti
inilah yang akan menumbuhkan kesadaran kolektif dalam setiap diri kader sehingga
memudahkan terwujudnya masyarakat ideal sesuai yang di harapkan oleh Ikatan.

Sebelum melakukan diaspora gerakan, kesadaran diri kader dalam menginternalisasikan nilai -
nilai Ikatan harus sudah tertanam. Doktrin Ikatan yang melakukan misi kenabian berupa
pemberdayaan terhadap kaum dhuafa dan termarginalkan harus menjadi ruh dalam paradigma
gerakan yang di lakukan oleh IMM. Etos kenabian IMM ini yang menjadi landasan pergerakan
transformasi sosial yaitu yang bersifat bukan hanya membebaskan tetapi juga mengarahkan atau
memiliki tujuan yang jelas sesuai dengan transformasi yang di lakukan oleh nabi (transformasi
sosial)

Realisasi Gerakan Pimpinan untuk IMM yang berkemajuan melalui Ideologi IMM yaitu Tri
Kompetensi Dasar IMM ada tiga : Religiusitas, Intelektualitas, dan Humanitas. Bicara tentang
Religiusitas bahwa kader IMM beserta Pimpinannya tentu wajib dan mutlak memiliki identitas
yang baik dalam hal religiusitas. melalui Moralnya, bicaranya, sikapnya, cara berkomunikasi,
sopan santun nya, menghormati orang, menghargai orang, bertindak jujur dan lainnya yang
masih banyak lagi. Karakter-karakter seperti itu yang baik tentu harus melekat dalam diri
maupun pribadi kader IMM. Dengan kepribadian yang baik, akhlak yang bagus, sifat yang
lembut ini menjadi hal utama yang harus ada dalam diri kader IMM. Kaitannya dengan
religiusitas, ibadah wajib tentu harus dilaksanakan dengan tepat waktu oleh kader IMM, habbits
maupun kebiasaan yang dibangun harus menjadi pondasi utama yang berkarakter

Oleh sebab itu, kebijakan-kebijakan kader Ikatan mahasiswa Muhammadiyab dalam


pimpinan yang dibuat tentu harus sejalan dengan ideologi IMM yang termuat dalam Trilogi,
Anggaran dasar Muhammadiyah dan Tri kompetensi Dasar IMM. Kebijakan yang dibuat harus
relevan dengan sesuatu yang dibutuhkan saat ini, sesuatu yang relevan dengan kondisi dan
perkembangan zaman. Karena itulah yang nantinya akan mewujudkan IMM yang berkemajuan
di setiap lini Pimpinan yang ada di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Anda mungkin juga menyukai