Anda di halaman 1dari 15

“Menyingsingkan Ibadah dan makna ibadah dalam Pengkaderan Intelektual”

Pengajuan Makalah Latihan Instruktur Dasar

Disusun Oleh :

Muhammad Rifai

PC IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH KOTA MEDAN

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang senantiasa tak bosan-bosannya memberikan kita

THR yaitu Taufiq, Rahmat serta Hidayah nya agar kita masi bisa berjalan di alam semesta yang

fana ini.

Shalawat serta salam tak lupa kita sampaikan kepada Buah hatinya Siti Aminah, Belahan

jiwanya Siti Khadijah, serta Intannya kota Madinah, sang proklamator islam, sang revolusioner

islam siapa lagi kalau bukan Baginda Nabi Muhammad SAW.

Syukur alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul;

“Menyingsingkan Ibadah dan makna ibadah dalam Pengkaderan Intelektual.”, guna memenuhi

salah satu syarat masuk di Latihan Instruktur Dasar (LID), Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa

Muhammadiyah Kota Medan tahun 2021. Selesainya Makalah ini tentunya tidak terlepas dari

peran serta dari berbagai pihak yang memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis.

Olehnya itu saya ucapkan jazakumullahu khaeran katsiran, tanpa terkecuali.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan juga ada kelemahan,

kekurangan serta kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran-saran dan bimbingan

untuk melakukan perbaikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan

umumnya bagi para pembaca.

Batam, 18 Jumadil Akhir 1442 H

Muhammad Rifai

(Penulis)
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan organisasi otonom


yang memberikan sumbangsih perkaderan bagi persyarikatan Muhammadiyah.
Sebagai organisasi kader, IMM memposisikan perkaderan sebagai hal yang paling
mendasar. Perkaderan akan meregenerasi personal dalam mewujudkan tujuan
tanggung jawab dalam ranah keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan.
Ranah perkaderan IMM ini yang disebut dengan istilah Tri Kompetensi Dasar
(Religiusitas, Intelektualias dan Humanitas). Sesuai dengan ruang lingkup
mahasiswa, perkaderan IMM lebih diarahkan pada menciptakan sumber daya
manusia yang memiliki kapasitas mumpuni di bidang akademik.

IMM memiliki tujuan untuk membentuk akademisi Islam yang berakhlak mulia
dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Berdasarkan tujuan IMM tersebut
selain menjadi organisasi kader, IMM juga sebagai organisasi Islam dan organisasi
pergerakan. IMM sebagai organisasi Islam mengemban amanah dakwah Islam dalam
lingkup mahasiswa dan masyarakat luas. IMM sebagai organisasi pergerakan,
memiliki tugas dalam pemberdayaan masyarakat dan mencerdaskan masyarakat.
Sebagai akademisi, pemberdayaan masyarakat ditekankan pada ranah keilmuan.
Pencerdasan masyarakat melalui pendidikan Islam dalam IMM termanifesto dalam
perkaderan intelektual.
Pendidikan islam merupakan wahana penting dalam penanaman ilmu
pengetahuan yang memiliki kegunaan pragmatis dalam kehidupan bermasyarakat.
Sesuai dengan falsafah IMM yaitu mengembangkan nilai nilai uswah, paedagogi –
kritis dan hikmah untuk mewujudkan gerakan IMM sebagai gerakan intelektual. 1

1
Khotimun Susanti, dkk., Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, 2011), hlm. 1.
Intelektual merupakan bagian dari ilmu pengeteahuan yang diajarkan dalam
Pendidikan Islam. Hal ini sesuai dengan pendapat Al Attas tentang pengklasifikasian
ilmu pengetahuan yang di ajarkan dalam pendidikan agama islam. Perkaderan
intelektual dibutuhkan dalam proses penanaman intelektual pada diri seseorang
untuk lebih mengembangkan akal dan pikiran seseorang. Berdasarkan penjelasan
tersebut perkaderan intelektual penting adanya dalam menunjang Pendidikan Agama
Islam baik dalam materi yang diajarkan maupun proses penanaman ilmu.
Berpijak pada hal di atas, Penulis tertarik tentang sejauh mana peran
perkaderan Intelektual dalam Menyingsingkan Ibadah dan makna ibadah dalam
Pengkaderan Intelektual.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah disusun dalam rangka membatasi makalah agar tidak
melebar ke permasalahan yang lain, sehingga lebih terarah dan mudah dipahami.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis menentukan rumusan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana Konsep ibadah islam ?
b. Bagaimana mengaktualisasi makna ibadah bagi kehidupan ?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah terdapatlah tujuan masalah ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui konsep ibadah islam.
b. Untuk mengetahui aktualisasi makna ibadah bagi kehidupan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Ibadah Islam


1. Pengertian Ibadah
Hakikat makna islam adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan
tunduk, patuh pada segala perintah dan membersihkan diri dari perbuatan yang dapat
menyekutukan Allah. Allah menciptakan mahkluk hanya untuk beribadah kepadanya.
Ibadah merupakan tugas seorang hamba sebagai sarana pengabdian diri pada Sang
pencipta. Sebagai mana didalam firman Allah :

َ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ا ْل ِجنَّ َواإْل ِ ْن‬


‫س إِاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” ( Q.S Az-Zariyat ayat 56 ).

Ibadah dalam pengertian khusus adalah segala perbuatan, ucapan, dan iktikad
dalam melakukan hubungan langsung dengan Allah.2 Ibadah secara etimologi berarti
merendahkan diri serta tunduk (ketaatan). 3 Ibadah secara terminologi ialah sebagai
sesuatu yang diperintahkan Allah, sehingga ada hubungan yang terus menerus antar
manusia dengan Tuhannya, hingga ia menjadikan dunia sebagai wasilah menuju ke
akhiratnya.4
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf
(takut), raja` (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati).
Sedangkan shalat, zakat, haji dan jihad adalalah Ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan
hati). Serta masih banyak lagi ibadah yang berkaitan dengan hati,lisan dan badan.5

2
Hamsah Hasan, Buku panduan lengkap Agama Islam, Qultum Media, Jakarta:2010. Hal. 40
3
Abu Bashal. Abu, Ar. Rukhshah Fis Shalat, Darun Nafais Jordan, Hal.13
4
M.Juni Beddu, Fiqh Ibadah, Yogyakarta:2018. Hal. 3
5
Ibid Hal. 2an
2. Hakikat Ibadah
Tujuan diciptakannya manusia dimuka bumi ini yaitu untuk beribadah kepada
Allah. Maka ibadah dapat dipahami bahwa, segala sesuatu yang mencakup
kecintaan, keridhaan dan kepatuhan kepada Allah, baik berupa perkataan atau
perbuatan baik amalan batin ataupun yang zahir (nyata).
Adapun hakikat ibadah antara lain :

a. Ibadah adalah tujuan hidup kita


b. Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridohi
dengan penuh ketundukan dan kerendahan diri kepada nya.
c. Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan
meninggalkan laranganNya.
d. Cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan RasulNya yang mengandung
makna medahulukan kehendak Allah dan RasulNya atas yang lainnya, yaitu
menjalankan apa yang diperintahkan dan meninggalkan larangannya.
e. Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu
yang dicintai Allah).
f. Tidak merasakan takut sedikit pun, kecuali takutnya hanya kepada Allah.

Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang


mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan, baik dengan
melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah
hidupnya akan terwujud.6

3. Syarat-syarat Diterimanya Ibadah.


Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang
disyari`atkan kecuali berdasarkan Al`Qur`an dan as Sunnah. Apa yang tidak
disyari`atkan berarti bid`ah mardudah (bid`ah yang ditolak). Hal ini berdasarkan
sabda Nabi Muhammad SAW :
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari kami, maka amalan
tersebut tertolak.”

6
Ibid Hal. 4-5
Terdapat faktor penting, yang menjadi syarat diterimanya ibadah. Dianataranya
Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam sebagai berikut:
a. Ikhlas.
b. Ittiba` Rasul ( mengikuti tuntunan Rasulullah SAW ).

4. Hikmah Ibadah
Adapaun hikmah-hikmah yang dapat diambil dalam Ibadah, antara lain:

a. Tidak syirik. Seseorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk


senantiasa beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan
segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki
Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain
yang dapat mengungguli Nya.
b. Memiliki Ketakwaan. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah
yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan
Allah. Setelah manusia melihat kemurahan dan keindahan Nya muncul
dorongan untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang
dilandasi rasa takut timbul karena manusia menjalankan ibadah dianggap
sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia
menjalankan ibadah sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan
ibadah sebagai suatu kewajiban adakalanya muncul ketidak ikhlasan,
terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak
menjalankan kewajiban.
c. Terhindar dari Kemaksiatan. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat
sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan
ini hanya bias dikuasai jika ibadah yang dilakukan brkualitas. Ibadah ibarat
sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.
d. Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka
dengan keadaan lingkungan di sekitarnya, karena dia mendapat pengalaman
langsung dari ibadah yang di kerjakannya. Sebagaimana ketika
melaksanakan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa
dirasakan orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba
tersebut lebih memperhatikan orang lain.
e. Tidak kikir. Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya
tetapi milik Allah yang seharusnya diperuntukkan untuk kemasalahatan
umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begitu besar terhadap duniawi
menjadikan dia lupa dan kikir terhadap hartanya. Berbeda dengan hamba
yang mencintai Allah, senantiasa dewam menafkahkan hartanya di jalan
Allah, ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya
memanfaatkan untuk keperluan semata-mata sebagai bekal di akhirat yang
diwujudkan dalam bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat.

5. Fungsi Ibadah
Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi dituntut juga untuk
beramal shaleh. Karena Islam adalah agama amal, bukan hanya untuk
keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada keimanan semata, melainkan juga pada
amal perbuatan yang nyata. Islam adalah agama yang dinamis dan menyeluruh.
Dalam islam, keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu
amal sholeh yang dilakukan karena Allah. Ibadah dalam islam tidak hanya
bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara manusia dengan TuhanNya,
tetapi juga untuk mewujudkan hubungan antara sesama manusia. Islam
mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah dalam semua aspek
kehidupan dan aktifitas. Baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari
masyarakat. Ada tiga aspek fungsi ibadpah dalam islam yaitu :

a. Mewujudkan hubungan antara hamba dengan TuhanNya.


Mewujudkannya hubungan antara manusia dengan TuhanNya dapat
dilakukan melalui “muqarabah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya
akan selalu merasa diawasi Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan
segala perilakunya dengan ketentuan Allah. Dengan sikap itu seorang
muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat,
serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah. Demikian
ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al Qur`an :

ْ َ‫إِيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َوإِيَّاكَ ن‬


ُ‫ستَ ِعين‬
Artinya : “hanya kepadamu aku menyembah dan hanya kepadamu aku
meminta pertolongan”. (Q.S Al Fatihah ayat 5 )

Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaan terhadap


manusia, harta benda dan hawa nafsu.

b. Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya.


Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalaha
anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima
dan member nasehat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur`an ketika
berbicara tentang fungsi ibadah menyebtukan juga dampaknya terhadap
kehidupan pribadi dan masyarakat. Contohnya: Ketika Al-Qur`an berbicara
tentang shalat, ia menjelaskan fungsinya:

‫َن ۡالفَ ۡحشَٓا ِء‬


ِ ‫ص ٰلوةَ ت َۡن ٰهى ع‬
َّ ‫ص ٰلوةَ‌ؕ اِنَّ ال‬
َّ ‫ب َواَقِ ِم ال‬ِ ‫اُ ۡت ُل َم ۤا اُ ۡو ِح َى اِلَ ۡي َك ِمنَ ۡال ِك ٰت‬
ۡ ‫َو ۡال ُم ۡن َك ِ‌رؕ َولَ ِذ ۡك ُر هّٰللا ِ اَ ۡكبَ ُر‌ؕ َوهّٰللا ُ يَ ۡعلَ ُم َما ت‬
َ‫َصنَ ُع ۡون‬
Artinya : “Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu
(Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu
lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” ( Q.S Al Ankabut ayat 45 )

Dalam ayat ini Al-Qur`an menjelaskan bahwa fungsi shalat adalah


mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan keji dan mungkar
adalah suatu perbuatan merugikan diri sendiri dan orang lain. Maka dengan
Shalat diharapkan dapat mencegah dirinya dari perbuatan yang merugikan
tersebut. Ketika Al-Qur`an berbicara tentang Zakat di dalam surat At-
Taubah ayat 103. Disana Zakat berfungsi untuk membersihkan mereka
yang berzakat dari kekikiran dan kecintaan yang berlebihan terhadap harta
benda. Sifat kikir adalah sifat buruk yang anti kemanusiaan. Karena itu
allah tidak akan menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut
membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini Nabi
Muhammad SAW bersabda:
“Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji
dan mungkar, maka dia hanya akan bertambah jauh dari Allah”. ( HR.
Thabrani )

c. Melatih diri untuk berdisiplin


Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk
berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan
shalat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku sujud dan
aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk bertadisiplin. Apabila kita
menganiaya sesame muslim, menyakiti manusia baik dengan perkataan
maupun perbuatan, tidak mau membantu kesulitan sesame manusia,
menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepadaa yang berhak. Tidak
mau melakukan “amar ma`aruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak
bermanfaat dan tidak bias menyelamatkannya dari siksa Allah.

6. Aktualisasi konsep ibadah dalam pengkaderan Ikatan Mahasiswa


Muhammadiyah
Pedoman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan Anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga atau AD/ART. Disana tertulis “didirikannya
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai salah satu organisasi
otonom Muhammadiyah, yang merupakan wadah perjuangan untuk
menghimpun, menggerakkan dan membina potensi Mahasiswa Islam guna
meningkatkan peran dan tanggung jawab sebagai kader persyarikatan.
Kader Umat, dan kader Bangsa sehingga tumbuh kader-kader yang
memiliki kerangka berpikir ilmu amaliyah dan kader amal ilmiah sesuai
keperibadian Muhammadiyah, kesemuanya itu dilaksanakan secara
bersama dengan menjunjung tinggi musyawarah atas dasar iman dan
taqwa serta mengharap ridha Allah.”7 Oleh sebab itu perlunya penguatan
Konsep ibadah dalam pengkaderan intelektual, dengan penguatan kembali
menghidupkan masjid-masjid, menghidupkan kajian belajar Al-Qur`an,
kajian tafsir, hingga pedalaman ibadah yang berdasarkan gerakan
Muhammadiyah, sehingga memberikan pondasi kuat kepada kader-kader
IMM yang sedang berproses mencapai tujuannya untuk Berfastabiqul
Khairat.

B. Makna Ibadah bagi Kehidupan.

Penjelasan-penjelasan di muka nampaknya cukup jelas, baik dari sudut pandang


akal maupun wahyu, tak dapat disangkal adalah bahwa manusia adalah makhluk
bertujuan. Tentu saja pertanyaan berikutnya adalah, jika penciptaan manusia itu memiliki
tujuan, lalu apa tujuan penciptaan manusia? Dengan sedikit merenung dan berfikir tidak
sulit untuk mengenali tujuan penciptaan itu; banyak permisalan yang dapat dihadirkan di
hadapan kita untuk menjawab pertanyaan apa tujuan penciptaan manusia. Sebagai sebuah
contoh, sebut saja pada penciptaan suatu mobil, mudah bagi kita untuk melihat tujuan
penciptaan mobil. Mobil adalah alat transportasi, sebuah sarana yang dibuat untuk
memperpendek waktu tempuh suatu jarak yang jauh, sekaligus menciptakan rasa nyaman
bagi penggunanya. Karena kita tahu bahwa setiap penciptaan suatu benda pasti melekat
dalam dirinya sebuah tujuan, meskipun seringkali tujuan itu kadang hanya sekedar untuk
memuaskan rasa ingin tahu saja. Tujuan-tujuan itu mudah dikenali karena manusia selalu
bersandar pada tujuan-tujuan itu. Manusia membuat mobil karena ia menginginkan
efisiensi dalam melakukan aktivitasnya, dan ia sangat tergantung pada kendaraan
tersebut.
Sama halnya dalam penciptaan manusia, dalam dirinya melekat sebuah tujuan.
Tetapi ada hal yang perlu direnungi lebih jauh tentang tujuan ini untuk mendapatkan
jawaban yang lebih tepat. Ini sangat penting karena kita meyakini bahwa ketepatan/
ketidak-tepatan dalam memahami tujuan penciptaan memiliki konsekuensi-
konsekuensinya masing-masing. Jika kita sepakat bahwa penciptaan manusia memiliki
7
Anggaran dasar dan Anggaran rumah tangga Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
tujuan, maka yang perlu dijawab selanjutnya adalah adanya tujuan penciptaan ini
sebenarnya untuk siapa? Untuk kepentingan penciptanya atau untuk manusia?
Kemungkinan adanya tujuan tersebut setidaknya dapat melekat pada dua subjek, yakni
bagi Allah, atau bagi ciptaannya, yakni manusia. Pertanyaan berikutnya adalah apakah
Allah Yang Maha Agung pada saat mencipta manusia sama halnya ketika manusia
menciptakan mobil? Maksudnya adalah apakah Allah bersandar pada tujuan-tujuan
tertentu dengan menciptakan manusia, seperti halnya manusia bersandar pada alat-alat
yang ia buat? Maha Suci Allah, Dia suci dari kualitas demikian. Dalam doktrin Islam,
Allah Sang Pencipta adalah Dzat yang mandiri, absolut dan terbebas dari segala bentuk
kualitas rendah. Dengan kata lain, mustahil Allah, Sang sebab segala sebab, bersandar
pada sesuatu di luar dirinya seperti halnya bersandar pada penciptaan manusia. Allah,
dalam pandangan Islam, memiliki nama-nama yang sempurna dan Dia bersifat
qiyyamuhu binafsihi, tidak membutuhkan sandaran apapun selain diri-Nya sendiri.8

1. Ibadah akan memberikan motivasi kebahagiaan.


Jika motif penciptaan adalah kebahagiaan manusia, maka ibadah juga harus
dipahami dalam konteks untuk kepentingan dan kebahagiaan manusia, ibadah bukan
untuk (kepentingan) Allah. Keagungan dan kebesaran Allah tidak akan berkurang
sekalipun seluruh manusia tidak mengabdi kepada-Nya, dan andai saja seluruh manusia
mengabdi dan memuja kepada-Nya tidak akan menambah Keagungan-Nya. Ibadah itu
adalah perangkat untuk membangun kebahagiaan hidup manusia semata yang bersumber
dari Allah dan tertuju kepada Allah. Kebahagiaan adalah suatu akibat dari berbagai
sebab, suatu kondisi yang ditentukan oleh banyak pra-kondisi. Oleh karena itu, dalam
Al-Qur’an Allah Yang Maha Bijaksana tidak mendefiniskan apa itu kebahagiaan secara
khusus, tetapi lebih banyak memperkenalkan kebahagiaan tersebut melalui sebab-sebab
atau terpenuhinya pra-kondisi pra-kondisinya. Karena kebahagiaan adalah suatu akibat.
Dengan cara ini akan lebih mudah bagi seseorang mencari tahu kebahagiaan yang ia
mau, dan menciptakan sebab-sebabnya yang bersesuaian, dan menghindari memilih
sebab-sebab yang tidak mendukung, atau rendah, tercela dan tidak realistis.
Sebagaimana didalam firman Allah :

8
Sunardi, Falsafah Ibadah, Pustaka Al-Kasyaf:2013. Hal. 34-36.
َّ‫س ا ْلبِ ُّر بِأَنْ تَأْتُوا ا ْلبُيُوتَ ِمنْ ظُ ُهو ِرهَا َو ٰلَ ِكن‬
َ ‫س َوا ْل َح ِّج ۗ َولَ ْي‬ ِ ‫سأَلُونَكَ َع ِن اأْل َ ِهلَّ ِة ۖ قُ ْل ِه َي َم َواقِيتُ لِلنَّا‬ ْ َ‫ي‬
َ‫ا ْلبِ َّر َم ِن اتَّقَ ٰى ۗ َو ْأتُوا ا ْلبُيُوتَ ِمنْ أَ ْب َوابِ َها ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحون‬

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit
itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah
kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah
kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-
pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Q.S Al Baqarah ayat
189 ).

2. Ibadah akan membuat selalu semangat dan tak mudah berputus asa.
Dengan adanya ibadah manusia selalu semangat menjalani kehidupan, mengapa ?
karena Agama Islam sudah mengajari hingga hal-hal terkecil dalam kehidupan, jadi
setiap apa yang dilakukan manusia yang berdasarkan tuntunan Agama Islam yang
berlandaskan Al-Qur`an dan As Sunnah selalu bernilai ibadah dihadapan Allah.
Contohnya ketika kita makan dan minum mengucapkan bismillah, sudah bernilai
ibadah dimata allah, pertama, Bismillah itu sendiri menjadi titik awal seorang muslim
untuk Tawakkal, berserah diri sedari awal dan meyakini bahwa kekuasaan yang lebih
besar dari kuasa kita sebagai manusia biasa. Kedua, Bismillahirrahmanirrahim yakni
terdiri dari bismillah, ar-rahman, ar-rahim. Sering diartikan “Dengan menyebut Nama
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dengan demikian manusia selaku
hamba yang Dhaif sering kali melakukan kesalahan, maka Allah pun mengampuni kita
sebab dia Maha Penyayang.9 Allah juga berfirman didalam Al-Qur`an Surat Az-Zumar
ayat 53 :
۟ ُ‫س ِه ْم اَل تَ ْقنَط‬
ُّ ‫وا ِمن َّر ْح َم ِة ٱهَّلل ِ ۚ إِنَّ ٱهَّلل َ يَ ْغفِ ُر‬
َ ُ‫ٱلذن‬
‫وب‬ ِ ُ‫وا َعلَ ٰ ٓى أَنف‬ ۟ ُ‫س َرف‬
ْ َ‫ى ٱلَّ ِذينَ أ‬ َ ‫قُ ْل ٰيَ ِعبَا ِد‬
‫َج ِمي ًعا ۚ إِنَّهۥُ ُه َو ٱ ْل َغفُو ُر ٱل َّر ِحي ُم‬
Artinya : “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” ( Q.S Az- Zumar ayat 53 ).

9
Dwi suwikyo, Ubah lelah jadi Lillah, Genta Hidayah:2019. Hal. 97-99.
3. Ibadah membuat selalu peduli terhadap sesama baik manusia, hewan dan lingkungan.
Islam adalah dien yang rahmatan lil’alamin, yaitu rahmat bagi semesta alam.
Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa Islam merupakan agama yang sarat akan
manfaat dan maslahat baik bagi individu maupun sosial. Islam mengajarkan kepada
kita untuk saling tolong-menolong terhadap sesama muslim, hal tersebut jelas tertulis
dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa kita harus “Berfastabiqul Khairat “
tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan dan takwa dan jangan tolong
menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
Sebagai mahluk sosial, manusia erat dengan interaksi dalam kehidupan sehari-
harinya. Dalam aktifitas sosialnya tersebut, terkadang kita menjumpai kerabat
ataupun rekan kita yang membutuhkan pertolongan kita. Dihadapkan dengan
keterbatasan yang kita miliki masing-masing,  sebagai muslim tentunya dari hati kita
ingin semaksimal mungkin membantu orang-orang yang membutuhkan uluran tangan
kita. Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW :
Dari Abu Hurairah  dia berkata: Rasulullah  bersabda: “Barangsiapa yang
membantu seorang muslim (dalam) suatu kesusahan di dunia maka Allah akan
menolongnya dalam kesusahan pada hari kiamat, dan barangsiapa yang
meringankan (beban) seorang muslim yang sedang kesulitan maka Allah akan
meringankan (bebannya) di dunia dan akhirat”. Hadits yang agung menunjukkan
besarnya keutamaan seorang yang membantu meringankan beban saudaranya sesama
muslim, baik dengan bantuan harta, tenaga maupun pikiran atau nasehat untuk
kebaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Bashal. Abu, Ar. Rukhshah Fis Shalat, Darun Nafais Jordan
Anggaran dasar dan Anggaran rumah tangga Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Dwi Suwikyo, Ubah lelah jadi Lillah, Genta Hidayah, 2019.

Hamsah Hasan, Buku panduan lengkap Agama Islam, Qultum Media, Jakarta 2010.
Khotimun Susanti, dkk., Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, 2011

M.Juni Beddu, Fiqh Ibadah, Yogyakarta, 2018.


Sunardi, Falsafah Ibadah, Pustaka Al-Kasyaf, Jakarta, 2013.

Anda mungkin juga menyukai